You are on page 1of 7

TANTANGAN KEDEPAN

( Problematika umat Islam)


Oleh : H. Mas'oed Abidin

(I)

Mohammad Abduh berkata ; "Islam telah meninggalkan dunia Islam,


karena walaupun ditemui banyak umat Islam, tetapi hanya sedikit di
dapati pengamal agama (syari'at) Islam".
Kebenaran ucapan ini bisa di lihat didunia Islam karena seringnya di
temui hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam ( seperti,
susahnya memperoleh kebersihan, keamanan, persaudaraan, dan
ketenteraman).
Perkembangan dunia Islam dan umatnya, menurut statistika Barat, tahun
1991, berjumlah 990.547.000 jiwa (DLM.Doreigh, Hamburg,1991).
Di tahun 1998, diperkirakan telah melebihi 1,2 milyar, karena
pertumbuhan penduduk dunia dan penyebaran dakwah, serta kejenuhan
dunia barat terhadap paham yang dianut selama ini,

Dalam satu dasawarsa ini perkembangan Islam cukup pesat. Umat Islam
di Sepanyol (1994) telah membangun kembali Universitas Islam
Internasional "Averroes". Di Cordova, mulai terdengar suara adzan,
setelah lebih 500 tahun terusir dari Andalusia.

Perkiraan Panglima NATO, gelombang militer kedepan (abad XXI) tidak


lagi antara Barat dan Timur, tapi antara Utara-Selatan. Islam adalah
musuh utama. Karena itu, pertentangan kedepan tidak semata terbatas
kepada Kristen (saliby) atau Yahudi (zionis), tetapi lebih banyak antara
minoritas berakidah tauhid (mengamalkan ajaran agama) vs. mayoritas
yang tidak beriman kepada Allah (agama).

Setelah Komunis runtuh di Rusia (1990), Krisis Rohani Barat bergerak


sangat cepat. Mereka berupaya melakukan perubahan dengan "proyek
Modernisasi". Tetapi, “pakar teoritis Barat” mulai ragu, karena mulai
menampakkan gejala fatal, runtuhnya kekuasaan gereja.

Gelaja tersebut antara lain tampak pada; (a). Orang mulai mencari agama
khusus di supermarket, (b) Memperturutkan kehendak hawa nafsu
merebut kelezatan hidup (hedonistik), (c) Neo-paganisma, skeptisme,
atheisme, dan rasialisme, (d). Penyembahan berhala baru (kokain,
materialisme, dan konsumerisme total), (e).Terciptanya kemajuan yang
dibangun diatas perbedaan ras, dan kelas penguasa.

Mayoritas penduduk dunia, mulai membatasi pandangan terhadap hakikat


permasaalahan sebatas pencapaian panca indera.
Agama dipandang sebagai ajaran khurafat, opium bangsa, bahaya
persatuan, tanda penipuan diri, kelemahan logika (= politik atheisme
aktif).

Kehidupan mewah dan boros sebagai fenomena kehidupan hedonistik


membawa alamat kehancuran. Prilaku ini sering membuat orang lupa
terhadap tugas dan kewajiban. Bahkan, merusak pergaulan manusia.
Nilai-nilai kejelekan dengan kebebasan tanpa arah telah membuahkan
prilaku buruk. Kebiasaan ini bila menjangkiti tatanan pergaulan
masyarakat akan merupakan sinyal kehancuran ditengah kehidupan
(berbangsa dan bernegara). Lapangan pergaulan akan dipenuhi oleh
saling berebut dan menjadi ajang kezaliman. Akhirnya rusaklah struktur
masyarakat yang membawa kepada kematian pada sikap patriotisme
berbangsa.

Keramahan di dalam pergaulan sukar dicari. Kecintaan timbal balik antara


pemimpin dan rakyat menjadi idaman dalam menguatkan struktur negara
dan memantapkan penguasaan pemimpin menjadi barang yang susah di
perdapat.

Bidang keimanan berganti dengan "developmentalisme" yang


berkembang menjadi tuhan baru. Perkembangan keyakinan ini mulai
terasa menjangkiti sebahagian besar masyarakat di Barat. Walaupun
senyatanya di yakini bahwa keperluan manusia kepada tuhan adalah
suatu kebutuhan yang tak terelakkan.

Manusia di Barat mulai mencari-cari tuhan kemana saja. "Hingga batas


manapun pemikiran tidak adanya tuhan tidak dapat diterima" (Richard
Swanburn, Oxford,Wujud Allah, 1979).

( II )
DEKADENSI MORAL
Krisis dekadensi moral yang melanda tatanan pergaulan dunia berbentuk
meningkatnya tindak krimanilitas, kecanduan alkohol, obat bius,
penyimpangan-penyimpangan hubungan sexual, perlakuan buruk
terhadap anak-anak, naiknya tingkat perceraian, free-will, nilai orang tua
sangat merosot, semuanya itu pasti berpengaruh besar kedepan. Krisis
moral ini akan menjadi kerugian generasi mendatang.

Krisis ini diperparah oleh jiwa skeptis, blok-blok rasialisme. Chauvinisme


abad XIX mulai berkembang kembali. Penghancuran manusia melalui
peperangan dan percobaan nuklir, dan penggunaan bahan bakar yang
berlebihan, telah merampas kenikmatan dan kenyamanan hidup di dunia.
Nafsu hedonisme pada akhirnya menjadikan dekadensi moral menguras
kekuatan, dan tidak mungkin memberikan nilai-nilai komprehensif kepada
manusia.

Peradaban Euro-Amerika (inti masyarakat Barat) bercirikan neo


imperialisme, walaupun perhatian sosial kepada paham agama tetap ada
seperti Budha, Thesofie, Folklore, semua boleh kecuali Islam.

Buktinya terlihat pada tidak adanya perlakuan lembut terhadap Islam,


karena pertentangan politik dan perdagangan. Persepsi Barat selalu
menganggap bahwa Islam adalah agama peperangan, keras, extrim,
fundamentalis, teroris, dan penuh keterbelakangan.

Kecaman terhadap Islam tidak dapat dipisahkan dari anggitan (konsep)


pemikiran Barat, seperti contohnya, tatkala perang etnis di Bosnia
berkecamuk dianggap sebagai awal perang salib abad XXI. Orang di
Eropah mulai banyak bertanya, “Allah mendukung siapa ? (lihat James,
Mart Heavley, "Arab Kristen, Yahudi" Hannibal, USA,1991).

"Ketakutan Barat dan kepedihannya melawan komunisme adalah nisbi,


dan dalam waktu yang pendek, dibanding dengan permusuhan berbad-
abad dengan Islam" (Wilfred Cantwel Smith, "Apa itu Kitab Suci?",
London,1993).

Permusuhan terhadap Islam itu tampak jelas pada penyia-nyiaan hasil


Islam. Masa bodoh dengan peradaban manusia yang dilahirkan oleh
Islam. Sungguhpun telah terpampang bukti jelas, seperti di bidang
kedokteran telah di kenal Ibnu Sina (Avisienna), Ar-Razi (Razes),dan Ibn
Nafis. Di bidang filsafat Ibnu Rusyd (Averroes).
Di bidang apoteker dikenal pula Ibnu Baitar dan Abu Dawud. Di bidang
teknik, Nabag ibnu Farnas dan astronomi Al Bairuni. Namun, yang dikenal
banyak adalah ilmu pengetahuan sebagai produk kemajuan negeri Barat.

Penerapan double standard (dua ukuran), terlihat pada pengaruh besar


media massa yang memang diakui banyak dikuasai Barat. Lebih banyak
menyuarakan kekerasan, fundamentalis, teroris dengan alamat Islam.

Permusuhan atheisme - rasialisme, terlihat dalam menganalisa tindakan


umat Islam tidak semata bermuatan politik tetapi karena dinilai agama
Islam itu buruk. Cerobong asap pabrik lebih indah dari menara masjid.

Senyatanya harus diakui bahwa agama Islam sangat concern


terhadap keadilan dan menentang setiap pertentangan rasialisme.
Keadilan adalah pilar langit dan bumi, menjamin kelanjutan dan
memelihara harkat kemanusiaan. (lihat QS.an-Nahl:90, al-An’am:152, ath-
Thalaq:2, al-Hujurat:9, an-Nisa’:58, al-Maidah:8).
( III )
Solusi dari tantangan
Melihat kondisi pergeseran pandangan masyarakat dunia dewasa ini,
maka umat Islam wajib berperan aktif kedepan (abad XXI) .

Usaha itu dapat dilakukan dengan upaya menjadikan firman Allah sebagai
aturan kehidupan. Melaksanakan secara murni konsep agama untuk
melakukan perubahan, agar peradaban kembali gemerlapan.

Berpaling dari sumber kekuatan murni (Kitabullah dan Sunnah) dengan


menanggalkan komitmen prinsip syar’i dan akhlak Islami akan berakibat
fatal untuk umat Islam (bahkan penduduk bumi). Pada gilirannya umat
Islam akan menjadi santapan konspirasi dari kekuatan Barat.
Konsekwensinya adalah wilayah yang sudah terpecah akan sangat
mudah untuk dikuasai.

Kembali kepada watak Islam tidak dapat ditawar-tawar lagi. Bila


kehidupan manusia ingin diperbaiki. Tuntutannya agar umat lahir kembali
dengan iman dan amal nyata.

Tatanan masyarakat harus dibangun diatas landasan persatuan (QS.al-


Mukminun:52), dan tumbuh dibawah naungan ukhuwwah (QS.al-
Hujurat:10). Anggota masyarakatnya didorong hidup dalam prinsip
ta’awunitas (kerjasama) dalam al-birri (format kebaikan) dan ketakwaan
(QS.al-Maidah:2).

Hubungan bermasyarakat harus didasarkan atas ikatan mahabbah (cinta


kasih), sesuai sabda Rasul: “Tidak beriman seorang kamu sebelum
mencintai orang lain seperti menyayangi diri sendiri” Setiap masalah
diselesaikan dengan musyawarah (QS.asy-Syura:38). Tujuan akhirnya,
penjelmaan satu tatanan masyarakat yang pantang berpecah belah
(QS.Ali Imran:103).

Rahasia keberhasilan yang terpenting adalah “tidak terburu-buru”


(isti’jal) dalam bertindak. Tidak memetik sebelum ranum atau membiarkan
jatuh ketangan orang lain. Kepastian dalam berbuat karena adanya
husnu-dzan (sangka baik) sesama umat mengiringi tawakkal kepada
Allah. Dalam tatanan berpemerintahan, kekuasaan akan berhasil jika
menyentuh hati nurani rakyat banyak sebelum kekuasaan itu menjejak
bumi.
Yang menjadi ukuran semestinya adalah adil serta tanggap terhadap
aspirasi yang berkembang. Takarannya untuk kemashlahatan umat
banyak secara transparan. Kekuatan hati (dhamir) penduduk dalam
menanamkan kecintaan yang tulus lebih utama sebelum menyangkut
pembentukan kekuatan fisik umat.

Titik lemah umat karena hilangnya akhlaq (moralitas) Islami. Enggan


untuk memahami syari’at, berakibat kepada hilangnya kecintaan
(kesadaran) terhadap Islam. Lahirnya radikalisme (berlebihan dalam
agama) menghapuskan watak Islam. Tidak menghormati hubungan antar
manusia, merupakan kebodohan pengertian terhadap prinsip sunnah.
Akibatnya adalah tindakan anarkis (merusak).

Pesan agama sangat jelas ; “Sesungguhnya agama ini kokoh, maka


masuklah kedalamnya dengan lembut” (HR.Ahmad, dalam Musnad).

Lemahnya bekalan agama dilapisan umat dan tipisnya pemahaman Islam


akan berpengaruh didalam kehidupan. Paham ‘Ashabiyah (kedaerahan),
menghilangkan arti maknawi dari ukhuwwah. Persatuan lahiriyah tidak
mampu menumbuhkan kebahagiaan mahabbah (cinta sesama). Di sinilah
bermula sumber kehancuran.

Barangkali perlu di amati ungkapan Muhammad Asad (Leopold Weiss,


"Islam di Persimpangan Jalan",1932) menuliskan; "Islam adalah metode
yang lengkap dan sempurna untuk mengatur hidup ini".

( IV )
Pesan Dakwah
(Mencari Redha Allah)

Dakwah tak pernah berhenti sampai mati. Dakwah tetap menapaki


jalannya dengan langkah tegap dan pasti. Dakwah percaya pada akhirnya
akan memperoleh kemenangan.

Tantangan bukanlah hal baru dalam kamus perjalanan dakwah. Dakwah


sudah sangat terbiasa dengan tantangan dan ujian. Semua rintangan
yang ditemui dakwah dalam perjalanan adalah merupakan bukti
kebenaran Risalahnya.

Sebagai aktivis dakwah Ilaa Allah, maka seorang da'i mempunyai


lkewajiban antara lain;

Memulai dakwah untuk mengajak manusia mewujudkan keberadaannya


(eksistensinya) sebagai hamba Allah. Artinya mengajak umat untuk
ibadah, (QS.Ali Imran:93, Al-Qashash:96, Hud:56, al-An'am:162-163, al-
Mujadalah:22, Ar-Ra'd:41, Yusuf:40, dan banyak lagi).
Menyatukan langkah kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul
(Dakwah Salaf) (diantaranya lihatlah; al-An'am:37,153, an-Nahl:89, Asy-
Syura:10, an-Nisa':59, al-Ahzab:36, al-Anfal:46).
Tarbiyah dan Tazkiyah, pendidikan dan reformasi (diantaranya lihatlah, al-
Anfal 2, al Hujurat:14, at-Taubah:126, an-Nashr:3-4).
Mobilisai umat untuk ber- dakwah ilaa Allah. Menanamkan kembali
keyakinan kepada kekuasaan Allah (lihatlah, An-Nisa':97, al-Fath:17, ali
Imran:104).
Pembinaan dalam semua bidang garapan. Dengan menggerakkan amal
dalam segala aspek kehidupan (lihat al-Qashash:77).
Intensif memperluas wilayah iman dengan mempersempit ulayat kufur dan
nifak (lihat ar-Ra'd:41)
Menutup setiap peluang kemungkaran. Menampilkan contoh berupa
uswah hasanah. Menjalin hubungan mawaddah fil qurba yang penuh
dengan rahmah dan kasih sayang.
Meluruskan jalan dakwah ilaa Allah, Mencegah berlakunya ma'shiyat dan
munkaraat (lihat, al-Baqarah:217).
Konsolidasi amal-amal Islami antar jamaah (lihat, ali Imran:103, al
Anfal:46, ash-Shaf:3).
Berpegang teguh dengan Din Allah (lihat, al-Anfal: 5, 7, 17, Ali Imran:121,
166, 167, al-Hajj:78, dan banyak lagi lainnya).

Menciptakan ketenangan dalam suasana krisis, hanya mungkin dengan


redha menghadapi setiap ujian. Ketenangan karena ada perpegangan
kepada Allah akan membuka kesempatan luas meraih keberhasilan.

Berpikir secara matang sebelum bertindak. Tidak terburu nafsu dalam


berbuat. Penuh kehati-hatian dan tidak menyerang secara membabi buta.
Sikap istiqamah (concern) berbuat kebaikan niscaya akan menghasilkan
suasana tenteram ditengah pergaulan umat banyak.

Lamban bereaksi akan menghilangkan kesempatan emas dan berharga.


Solusi dan jalan keluar yang baik akan susah di peroleh.

Kejayaan hanya mungkin dicapai dengan mengikuti syari’at agama Allah.


Ketaatan kepada Khalik menjadi penopang disiplin kerja. Ketaatan hanya
bisa tegak dengan kekayaan jiwa dan kebersihan harta (halalan
thaiyiban). Kejayaan bisa direbut melalui persiapan sumber daya manusia
(SDM) yang andal, yang terjauh dari kefakiran harta dan iman.

Kekayaan (iman, harta dan ilmu) merupakan sumber kekuatan dalam


membangun. Membangun memerlukan keadilan. Keadilan adalah neraca
yang dipikulkan di pundak pemimpin oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Keadilan mesti ditunaikan tanpa membedakan benci atau senang (QS. Al-
Maidah; 8). Keadilan adalah bukti ketaqwaan kepada Khalik. Sang
Pencipta
Demikianlah, semoga Allah selalu memberkati.
Wabillahit taufiq wal hidayah,

Padang, September 1998.


Sabda Rasulullah SAW: “LAA YU’MINU AHADUKUM HATTA YUHIBBA
LI-AKHII-HI MAA YUHIBBU LI NAFSIHI” (HR.at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).

You might also like