You are on page 1of 3

Globalisasi

Kearifan Menangkap Perubahan Zaman


oleh H. Mas'oed Abidin

Zaman senantiasa mengalami perubahan Begitulah Sunatullah. Yang Kekal


hanyalah Sunnatullah, aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, Maha pencipta.
Menjelang berakhirnya alaf kedua dan memasuki abad baru, abad dua puluh satu
sebagai awal millenium ketiga, ditemui suatu kenyataan, terjadinya lonjakan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat. Ditandai dengan
lajunya teknologi komunikasi dan informasi (information technology).
Suatu gejala yang disebut-sebut sebagai arus globalisasi, dan "perdagangan bebas,
yang memacu dunia ini dalam satu arena persaingan yang tinggi dan tajam.

Globalisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses


menjadikan sesuatu mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya,
the act of process or policy making something worldwide in scope or application
menurut pengertian The American Heritage Dictionary.

Di era globalisasi akan terjadi perubaha-perubahan cepat. Dunia akan


transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan komunikasi,
informasi, transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat, sebagai akibat dari
revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan
perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern. Dari
kehidupan sosial berasaskan kebersamaan, kepada masyarakat yang individualis,
dari lamban kepada serba cepat. Asas-asas nilai sosial menjadi konsumeris materi-
alis. Dari tata kehidupan yang tergantung dari alam kepada kehidupan menguasai
alam. Dari kepemimpinan yang formal kepada kepemimpinan yang mengandalkan
kecakapan (profesional).

Pertumbuhan Ekonomi, Nikmat yang Wajib Dipelihara


Aspek paling mendasar dari globalisasi menyangkut secara langsung
kepentingan sosial masing-masing negara. Masing-masing akan berjuang
memelihara kepentingannya, dan cenderung tidak akan memperhatikan nasib
negara-negara lain. Kecenderungan ini bisa melahirkan kembali "Social Darwinism",
dimana dalam persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan
yang lemah akan mati sendiri (Wardiman, 1997).
Kondisi ini mirip dengan kehidupan sosial budaya masyarakat jahiliyah,
sebagaimana diungkapkan sahabat Ja'far bin Abi Thalib kepada Negus, penguasa
Habsyi abad ke-7, yang nota bene berada di alaf pertama:
"Kunna nahnu jahiliyyah, nakkulul qawiyyu minna dha'ifun minna," artinya: "Kami
masyarakat jahiliyyah, yang kuat dari kami berkemampuan menelan yang lemah di
antara kami."

1
Kehidupan sosial jahiliyyah itu telah dapat diperbaiki dengan kekuatan
Wahyu Allah, dengan aplikasi syari'at Islam berupa penerapan ajaran tauhid ibadah
dan tauhid sosial (Tauhidic Weltanschaung). Ini suatu bukti tamaddun pendekatan
historik yang merupakan keberhasilan masa lalu (the glory of the past).
Allah berfirman:
"Demikian itulah umat sebelum kamu. Bagi mereka amal usahanya, dan bagi kamu
amal usahamu." (Q.S. 2: 141)

Globalisasi membawa banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik dan


bahkan menyangkut setiap aspek kehidupan kemanusiaan. Globalisasi juga
menjanjikan harapan-harapan dan kemajuan.
Setiap Muslim harus jeli ('arif) dalam menangkap setiap pergeseran yang
terjadi karena perubahan zaman ini. Harus mampu menjaring peluang-peluang yang
ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan. "Laa tansa nashibaka minaddunya",
artinya "jangan sampai kamu melupakan nasib/peranan kamu dalam percaturan
hidup dunia (Q.S. 28: 77).

Suatu yang amat menjanjikan itu adalah pertumbuhan ekonomi yang pesat,
sebagai alat untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Indonesia sebagai bagian
dari Asia Tenggara, dalam tiga dasawarsa ini telah menikmati pertumbuhan ekonomi
yang pesat. Bank Dunia menyebut sebagai "The Eight East Asian Miracle" yang
berkembangan menjadi macan Asia bersama: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hong
Kong, Thailand, Singapura, Malaysia.
Sungguh suatu nikmat yang wajib disyukuri. "Lain syakartum la
adzidannakum", bila kamu mampu menjaga nikmat Allah (syukur), niscaya nikmat itu
akan ditambah.
Dalam bidang ekonomi ini, negara-negara Asean menikmati pertumbuhan rata-rata
7-8 % pertahun, sementara Amerika dan Uni Eropa hanya berkesempatan
menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 2,5 sampai 3 % pertahun.
Populasi Asean sekarang 350 juta, diperkirakan tahun 2003 saat memasuki AFTA,
populasi ini akan mencapai 500 juta (Adi Sasono, Cides, 1997).
Bila pertumbuhan ekonomi ini dapat dipelihara, Insya Allah pada tahun 2019,
saat skenario APEC, maka kawasan ini akan menguasai 50,7 % kekayaan dunia,
Amerika dan Uni Eropa hanya 39,3% dan selebihnya 10 % dikuasai Afrika dan
Amerika Latin (Data Deutsche Bank, 1994).
Apa artinya semua ini?
Kita akan menjadi pasar raksasa yang akan diperebutkan oleh orang-orang di
sekeliling. Bangsa kita akan dihadapkan pada "Global Capitalism". Kalau kita tidak
hati-hati keadaan akan bergeser menjadi "Capitalism Imperialism" menggantikan
"Colonialism Imperialis" yang sudah kita halau 50 tahun silam. Dengan "Capitalism
Imperialism" kita akan terjajah di negeri sendiri tanpa kehadiran fisik si penjajah.
Pertanyaan yang perlu dijawab segera: Sudahkah kita siap menghadapi
perubahan zaman yang cepat dan penuh tantangan ini?
Di antara jawabnya adalah, kita berkewajiban sesegeranya mempersiapkan
generasi baru yang siap bersaing dalam era global tersebut. Kita berkewajiban
membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih berkecenderungan individual

2
menjadi Sumber Daya Umat (SDU) yang bercirikan kebersamaan dengan nilai asas
"gotong royong", berat sepikul ringan sejinjing, atau prinsip ta'awunitas.

Sebuah prinsip dasar yang mulai diabaikan oleh kalangan intelektual sekuler.
Kita memerlukan generasi yang handal, dengan daya kreatif, innovatif, kritis,
dinamis, tidak mudah terbawa arus, memahami nilai-nilai budaya luhur, siap
bersaing dalam knowledge based society, punya jati diri yang jelas, memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual. Kekuatan yang
memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan
fisik-material, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

Disini peran yang amat crusial dari Agama Islam. Wallahu a'lam.
Padang, 7 Agustus 1997.

You might also like