You are on page 1of 12

MEMBANGUN KEMBALI PEMERINTAHAN NAGARI

BERDASARKAN PRINSIP
“ADAT BASANDI SYARAK
SYARAK BASANDI KITABULLAH”

oleh :
H. MAS’OED ABIDIN

1. PATUT SEKALI KITA BERSYUKUR, bahwa nikmat Allah


yang kita peroleh sebagai bagian hasil perjuangan mulai
dapat kita rasakan – diantaranya kembali kepemerintahan
nagari berdasarkan prinsip ABS-SBK --, dengan berbagai
kelebihan dan kekurangannya. Namun, kita memiliki lebih
banyak kesempatan untuk bergerak lebih leluasa dan
bertanggung jawab.
Kita -- masyarakat Sumatera Barat -- amatlah bersyukur
kepada Allah, atas rahmat yang besar dengan nilai-nilai
tamadun budaya Minangkabau – ABS-SBK -- yang terikat kuat
dengan penghayatan Islam, dan terbukti pada masa yang
panjang di zaman silam menjadi salah satu puncak
kebudayaan dunia.

2. Sekarang kita merasakan pula beberapa kendala --


terutama dalam impelementasi penerapan kembali nialai-
nilai budaya tersebut --, karena tampak nyata gejala di
dalam hubungan muda-mudi yang sudah terbiasa meniru
kekiri kanan -- hampir-hampir tidak punya batas --,
hubungan kekerabatan dalam keluarga mulai menipis, di
sisi lain peran ninik mamak terlihat hanya dalam
batas-batas seremonial.

3. Peran ulama, tuanku, da'i. imam dan khatib di nagari –


selama ini -- sekedar pengisi ceramah, khutbah Jum'at,
atau wirid mengaji di Masjid dan Surau -- di sisi lainnya
pemeranan substantif pembinaan akhlak anak nagari kerap

1
kali tercecerkan – yang kemudian berujung rawan
akibatnya.

Di kala kedudukan orang tua menyediakan serba kebutuhan


fisik dan materi, dan peran guru-guru di sekolah hanya
mengajar -- peran pendidikan akhlak berdasarkan prinsip-
prinsip budaya adat berdasarkan ABS-SBK menjadi kabur
dan melemah. Kondisi beginilah sebenarnya yang sangat
rawan dalam upaya intensif membangun nagari dan
pemerintahan nagari dalam tatanan budaya dan prilaku
berdasarkan prinsip-prinsip adat dan syarak (syari’at Islam)
itu.
Karena itu di dalam menata pemerintahan bernagari dengan
prinsip ABS-SBK sangat dituntut pribadi-pribadi yang utuh dan
unggul dengan iman dan taqwa, berlimu pengetahuan dan
menguasai teknologi, berjiwa wiraswasta, ber-moral
akhlak, ber-adat dan ber-agama, karena yang akan kita
kembangkan adalah "hidup modern dan maju dengan
keimanan yang kokoh".
Di sini peran alim ulama dan ninik mamak serta pemimpin
formal maupun informal di dalam upaya membentuk
kader-kader di nagari yang terarah dan selektif dengan -- misi
dakwah adat dan syarak -- membangun nagari dalam prinsip
ABS-SBK.

Konsekwensi dari keadaan ini, penyediaan sumber daya


manusia yang berkualitas menjadi amat mendesak dan perlu
untuk melaksanakan social reform.
Bila tidak, kondisi ini juga akan mengundang kerawanan
sosial -- apalagi bila penduduk desa-desa yang selama 17
tahun dibiar berkembang dan serta merta berubah menjadi
nagari -- yang cenderung tidak berkemampuan dalam
mengantisipasi dampak besar yang akan timbul dan tidak pula
memiliki kesiapan menerima perubahan seketika.

Perubahan zaman dalam kemajuan teknologi -- globalisasi


informasi dan komunikasi -- telah membawa berbagai
pertumbuhan kehidupan bermasyarakat, karena itu sangat

2
perlu tampilnya penggerak pembangunan nagari berbekal
teoritikus yang tajam, dan effektif, qanaah dan istiqamah di
bidangnya.

4. Dalam membina umat di nagari perlu “opsir lapangan”


yang bersedia dan pandai berkecimpung di tengah-tengah
umat. Selain para ilmuan atau sarjana berpengalaman,
maka sangat diperlukan “mahir membaca masyarakat”.
Karena itu, perlu meng-introdusir tenaga sarjana agama kita
kembali ketengah masyarakatnya di nagari-nagari, dalam
upaya membawa umat untuk aktif bersama-sama dalam
menghadapi setiap persoalan. Akhirnya, dengan usaha
sedemikian itu, akan dapat dirasakan denyut nadi kehidupan
anak nagari dan lambat laun akan berurat pada hati umat du
nagari-nagari itu.

5. Sangat memilukan sekali bahwa rakyat kecil di nagari-


nagari di masa derasnya arus globalisasi ini senantiasa
dijadikan sasaran empuk -- karena ketiadaan juga rupanya
mereka menjadi kafir dan menjadi umpan dari satu
perubahan berbalut westernisasi dan pembudayaan di luar
prinsip ABS-SBK – dan karena ketiadaan ilmu, dan bekalan
iman jua agaknya mereka menjadi rapuh, dan terhempas di
lamun ombak pergantian zaman. Acap kali mereka tersasar
sesat jalan, hanya karena kurangnya pemahaman terhadap
adat dan syarak (agama Islam). Karena ketiadaan bekalan.
Itulah penyebabnya.
Arus globalisasi yang bergerak deras telah menggeser pula
pola hidup masyarakat di bidang ekonomi, perniagaan atau
pertanian, perkebunan dan lain sebagainya.
Kehidupan sosial berteras kebersamaan – sebagai salah satu
landasan yang mengemuka di dalam prinsip ABS-SBK --
bergeser menjadi individualis dan konsumeristis – yang hanya
condong berjuang sekedar memelihara kepentingan sendiri-
sendiri – terakhir dirasakan juga dalam menata pemerintahan
nagari lantaran hilangnya pemahaman dan kurang penegasan
di dalam pola pelaksanaan undang-undang dan Perda

3
No.9/2000 tentang penugasan pemerintahan di nagari di
Sumatera Barat – sehingga tidak jarang terjadi setiap nagari
tumbuh dengan sikap bernafsi-nafsi dan condong kepada
melupakan nasib orang lain – yang tentu saja tidak pernah
terbayangkan adanya di dalam prinsip ABS-SBK itu --.
Persaingan bebas antar nagari -- tanpa kawalan -- akan
bergerak kepada “yang kuat akan bisa bertahan dan yang
lemah akan mati sendiri”, dan yang kuat akan menelan yang
lemah di antara mereka".
Tantangan sosial, budaya, ekonomi, politik disertai lemahnya
penghayatan agama di nagari-nagari dewasa ini, telah tampak
pada semua aspek kehidupan -- bahayanya tidak terelakkan
dan sangat terasa di beberapa medan dakwah dengan
maraknya pekat hingga ke taratak-taratak terpencil seperti
tuak, arak, judi, dadah, pergaulan bebas di kalangan kaula
muda, narkoba, dan beberapa tindakan kriminal dan anarkis –
sulit dibantah telah mengarah kepada dekadensi moral yang
merusak tatanan keamanan dan kaburnya prinsip-prinsip
ABS-SBK --. Kita perlu meyakini bahwa pengendali
kemajuan sebenarnya adalah agama dan budaya umat
(kita menyebutnya ABS-SBK dalam tataran umatisasi).1 Selain
itu mesti didukung budaya dan tamaddun yang dipakai turun
temurun oleh masyarakat kita – yang tidak lain adalah Adat
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah --.

6. Tercerabutnya agama dari diri masyarakat Sumatera Barat


–Minangkabau --, akan berakibat besar kepada perubahan
prilaku dan tatanan masyarakatnya. Hal tersebut
disebabkan karena “adatnya bersendi syarak, syaraknya
bersendi kitabullah” dan “syarak (=agama) mangato
(=memerintahkan) maka adat mamakai (=melaksanakan)”
– sungguhpun dalam pengamatan sehari-hari sudah sulit
dijumpai --.

1 ‘alaikum anfusakum, laa yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitum


(QS.5:105), wa man yusyrik billahi fa qad dhalla dhalaalan ba’idan
(QS.4:116), fa dzalikumullahu rabbukumul-haqqu, fa madza ba’dal-
haqqi illadh-dhalaal ? fa anna tushrafuun (QS.10, Yunus:32).

4
7. Peranan alim ulama di Minangkabau sejak dulu adalah
membawa umat -- melalui informasi dan aktifiti -- kepada
keadaan yang lebih baik, Kokoh dengan prinsip, qanaah
dan istiqamah. Berkualitas, dengan iman dan hikmah.
Ber-‘ilmu dan matang dengan visi dan misi.
Amar makruf nahyun ‘anil munkar dengan teguh dan
professional. Research-oriented dengan berteraskan
iman dan ilmu pengetahuan serta mengedepankan
prinsip musyawarah sebelum mufakat.
Keteguhan peran sedemikian, Insya Allah akan mampu
merajut khaira ummah yang niscaya akan diperhitungkan
mendunia karena masyarakat nagari akan pacak menghadapi
kompleksitas di alaf baru – yang amat ditentukan kekuatan
budaya dominan yang dipunyai.
Suatu kecemasan ada di depan kita -- bahwa sebahagian
generasi yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak --,
maka sangat diperlukan penyatuan gerak langkah dalam
membentuk generasi pembaharuan (inovator) yang tidak
boleh diabaikan agar tidak terlahir generasi konsumptif yang
akan menjadi benalu bagi bangsa dan negara.
Kelemahan mendasar ditemui pada melemahnya jati diri
karena kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur
agama yang menjadi anutan bangsa.
Kelemahan ini dipertajam oleh tindakan isolasi diri dan
perbudakan politik, ekonomi, sosial budaya – disertai oleh
lemahnya minat menuntut ilmu -- yang menutup peluang
untuk berperan serta dalam kesejagatan.2
Semakin parah karena adanya pihak-pihak lain yang
memulai geraknya dengan uluran tangan pemberian.

8. Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya – kita


menyebutnya di Minangkabau dengan prinsip-prinsip ABS-

2 Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan


menyampaikan peringatan kepada umat supaya bisa menjaga diri
(antisipatif).

5
SBK – di dalam tatanan kehidupan menjadi landasan dasar
pengkaderan re-generasi di nagari-nagari di Minangkabau
-- dengan menanamkan kearifan dan keyakinan -- bahwa
apa yang ada sekarang akan menjadi milik generasi
mendatang. Konsekwensinya, kita memikul beban
kewajiban -- memelihara dan menjaga warisan kepada
generasi pengganti, secara lebih baik dan lebih sempurna.

Harapan kita semua -- agar dapat segera berlangsung proses


timbang terima kepemimpinan dalam satu estafetta alamiah
-- patah tumbuh hilang berganti – karena kesudahannya yang
dapat mencetuskan api adalah batu pemantik api juga.3

9. Inilah kewajiban setiap kepala keluarga – dalam hal ini para


pemimpin di nagari – untuk selalu teguh dan setia
melakukan pembinaan – retransformasi adat basandi
syarak-syarak basandi kitabullah yang sudah lama di miliki
– dan selanjutnya mampu berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif – artinya ada kesiapan melakukan dan
menerima perubahan dalam tindakan yang benar – karena
sebuah premis syarak mengatakan bahwa segala
tindakan dan perbuatan akan selalu disaksikan oleh
Allah, Rasul dan semua orang beriman.4

• Secara umum pemeranan syarak di tengah masyarakat


mengalami perubahan nyata -- antara lain masyarakat
tidak lagi didatangi dakwah agama Islam dan enggan pula
mendatangi dakwah. Apa akibatnya ??? Hilangnya akhlak
sebagai satu modal utama membangun nagari dengan
alas musyawarah dan saling menghargai. Sulit
membantah bahwa hilangnya akhlak menjadi salah satu
sumber malapetaka yaitu punahnya keamanan. Indikasi
3 Q.S 47;7, artinya, '' Jika Kamu Menolong ( Agama ) Allah, Niscaya Dia
Akan Menolong Kamu. Kemudian,
"Kamu Hanya Akan Dapat Pertolongan Dari Allah Dengan (Menolong)
Kaum Yang Lemah Diantara Kamu". (Al-Hadist).
Suatu aturan menuruti Sunnah Rasul adalah, “Dan, Tiap-Tiap Kamu
Adalah Pemimpin, Dan Tiap-Tiap Pemimpin Akan Di Minta
Pertanggungan Jawab Atas Pimpinannya" (Al-Hadist). Jadinya,
kewajiban kepemimpinan menjadi tanggung jawab setiap orang.
4 QS.53:39-41.

6
melemahnya syarak diantaranya berkurangnya minat
menyerahkan anak-anak ke Surau-surau, Majelis Ta’lim,
TPA, MDA, bahkan melemahnya frekuensi pengajian-
pengajian Al-Qur’an, dan merebaknya kebiasaan
meminum minuman keras (Miras) pada sebahagian – kecil
(?) -- kalangan muda-remaja di nagari-nagari dan
berkembangnya keinginan bergaul bebas di luar tatanan
dan batas-batas adat dan syarak (agama) --.
• Keberhasilan mengembalikan umat kembali kepada
syari’at – agama Islam -- tidak semata hasil perjuangan
para ulama dan da’i tetapi juga keikut sertaan semua
komponen di tengah masyarakat itu. Pada beberapa
nagari dewasa ini dalam euforia kembali ke nagari mulai
tampak keinginan membangun nagari dengan memulai
dari penataan akhlak masyarakat anak nagari, akan tetapi
seringkali tidak terikuti oleh pembinaan yang intensif,
antara lain disebabkan :
a. Kurangnya tenaga tuangku, imam khatib dan alim
ulama yang berpengalaman – di antaranya mungkin
juga disebabkan berkurangnya jumlah mereka di
nagari-nagari atau karena perpindahan ke kota dan
kurangnya minat menjadi imam-khatib dan alim ulama
di nagari itu --.
b. Penyebab lain, mungkin mulai terabaikannya
kesejahteraan alim ulama di nagari-nagari secara
materil yang tidak seimbang dengan tuntutan yang
diharapkan oleh masyarakat dari seorang da’i – di
antara jalan keluarnya dapat diupayakan pemerkasaan
mereka dengan jalan pelembagaan musyawarah, dan
penetapan anggaran nagari atau sumber tetap dari
masayarakat --, karena umumnya imam-khatib
bukanlah pegawai nagari yang memiliki penghasilan
bulanan yang tetap – telah dianggarkan dalam APBD –
padahal mereka senantiasa dituntut oleh tugasnya
untuk selalu berada di tengah umat di nagari yang
dibinanya.
c. Memang tantangan dakwah selalu berhadapan dengan
tantangan yang sangat banyak, namun uluran tangan
yang didapat hanya sedikit. Mengatasi situasi ini selain

7
dengan modal kesadaran dan memanfaatkan jalinan
hubungan yang sudah lama terbina – perlu pula
penyadaran prinsip-prinsip ABS SBK yang akan
mampu melahirkan sikap (mental attitude) yang penuh
semangat vitalitas, enerjik, dan bernilai manfaat
sesama masyarakatnya.

10. Di nagari kita di Minangkabau semestinya ditanamkan


komitmen fungsional bermutu tinggi -- kemampuan
penyatuan konsep-konsep, alokasi sumber dana,
perencanaan kerja secara komprehensif, mendorong
terbinanya center of excelences --, tentulah tidak dapat
ditolak suatu realita objektif bahwa, “Siapa yang paling
banyak bisa menyelesaikan persoalan masyarakat,
pastilah akan berpeluang banyak untuk mengatur
masyarakat itu.”
Rusaknya syarak di nagari dalam pengalaman selama ini
karena melaksanakan pesan sponsor di luar ketentuan wahyu
agama dan oleh kelemahan klasik kekurangan dana,
tenaga, dan hilangnya kebebasan gerak. Namun dapatlah
dibuktikan bahwa kerjasama lebih baik dari sendiri.
Mengikut sertakan seluruh potensi umat, sangat mendukung
gagasan dan gerak dakwah dalam mengawal umat agar
jiwanya tidak mati – akibatnya akan sulit diajak berpartisipasi
dan akan kehilangan semangat kolektifitas --, maka tugas
kitalah menghidupkan umat. Umat yang berada di tangan
pemimpin otoriter dengan meninggalkan prinsip musyawarah
sama halnya dengan menyerahkan mayat ketangan orang
yang memandikannya.
Karena itu, hidupkan kembali lembaga syarak sebagai institusi
penting dalam masyarakat yang tidak kalah pentingnya dari
lembaga adat nagari.

11. Memelihara sikap-sikap harmonis dengan menjauhi


tindakan eksploitasi hubungan bermasyarakat. Penguatan
lembaga kemasyarakatan yang ada di nagari-nagari dalam

8
mencapai ujud keberhasilan, mesti di sejalankan dengan
kelompok umara’ – pemegang kendali pemerintahan nagari
-- yang adil, agar dapat dirasakan spirit perubahan
membangun kembali masyarakat nagari.

12. Mengembalikan Minangkabau keakarnya ABS-SBK -- ya’ni


Islam -- tidak boleh dibiar terlalai, karena akibatnya akan
terlahir bencana. Amatlah penting untuk mempersiapkan
generasi umat yang mengenali ;
(a) keadaan masyarakat nagari, aspek geografi,
demografi,
(b) sejarah, kondisi sosial, ekonomi, latar belakang
masyarakat nagari itu,
(c) tamadun, budaya, dan adat-istiadat dan berbudi
bahasa yang baik – nan kuriak kundi nan sirah
sago, nan baik budi nan indah baso --.

Khulasahnya adalah,
Memerankan kembali organisasi informal di nagari-nagari
di seiringkan dengan refungsionisasi peran alim ulama cerdik
pandai “suluah bendang dalam nagari” yang andal sebagai alat
untuk membangun masyarakat nagari berdasarkan prinsip ABS-SBK
dengan sistem komunikasi dan koordinasi antar komponen
masyarakat di nagari pada pola pembinaan dan kaderisasi pimpinan
dan organisasi banagari secara jelas.

Dalam gerakan “membangun nagari” maka setiap fungsionaris


di nagari akan menjadi pengikat umat – anak nagari -- untuk
membentuk masyarakat yang lebih kuat, sehingga merupakan
kekuatan sosial yang efektif.

Pemerintahan Nagari mesti berperan menjadi media


pengembangan anak nagari -- bukan sebaliknya -- dan
pemasyarakatan budaya adat dan syarak (Islami) sesuai dengan
prinsip “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” melalui

9
meng-efektifkan media pendidikan anak nagari dalam pembinaan
umat untuk mencapai derajat pribadi taqwa, serta merencanakan
dan melaksanakan kegiatan dalam hubungan hidup bermasyarakat
sesuai tuntunan syarak (Agama Islam).

Di nagari semestinya dilahirkan media pengembangan minat


menata kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan
agama Islam dalam rangka mengembangkan tujuan kemasyarakatan
yang adil dan sejahtera.
Terakhir tentulah merupakan keharusan untuk dikembangkan
dakwah yang sejuk -- dakwah Rasulullah bil ihsan -- dengan prinsip
jelas, tidak campur aduk (laa talbisul haq bil bathil), menyatu antara
pemahaman dunia untuk akhirat -- keduanya tidak boleh dipisah-
pisah --, dan belajar kepada sejarah amatlah perlu adanya gerak
dakwah dan pembangunan yang terjalin dengan net-work
(ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran kembali
generasi Islam di nagari-nagari di Minangkabau tentang peran
syarak (Syari’at Islam) dalam membentuk tatanan hidup duniawiyah
yang baik.
Begitulah semestinya peranan lembaga Adat Basandi Syarak,
Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) dalam menapak perubahan
baru – membangun kembali masyarakat nagari – di abad ini.

Padang, 25 April 2001

10
Bio Data
H. Mas’oed Abidin bin Zainalabidin Abdul Jabbar Imam
Moedo, bergelar adat Majo Kayo,

Lahir di Kotogadang Bukittinggi Kecamatan IV Koto, Jum’at


subuh tanggal 11 Agustus 1936, anak kedua dari 13
bersaudara.

Pendidikan umum dari SR, SMP dan SMA di Bukittinggi,


Mendapatkan pelajaran Al Quran melalui ayah di Surau
Lakuak, Madrasah Rahmatun Niswan Koto Gadang, Thawalib
Parabek, dan Menamatkan IKIP Medan (1963).

Pengalaman organisasi antara lain Sekum KOMDA PII Tapsel


(1961), Ketua HMI Cabang Sidempuan yang pertama (1963),
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Sumatera Barat (1967-
sekarang menjabat Wakil Ketua), Ketua MUI Sumbar
membidangi Dakwah (2001-2005).

Karya yang sudah diterbitkan,


1. ISLAM dalam pelukan Muhtadin MENTAWAI, penerbitan
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Percetakan Abadi,
Jakarta – 1997.
2. Dakwah Awal Abad, Pustaka Mimbar Minang, Padang-
2000.
3. Problematika Dakwah Hari ini dan Esok, Pustalka
Mimbar Minang, Padang - 2000.

11
4. Taushiyah DR. Mohammad Natsir, Pustaka Mimbar
Minang, Padang – 2001 (dalam proses pencetakan).
5. Pernik-Pernik Ramadhan, Pustaka Mimbar Minang,
Padang 2001 (dalam pencetakan).

12

You might also like