You are on page 1of 11

Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No.

2, 2004
STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI NILAM
INDONESIA
Chandra Indrawanto dan Ludi Mauludi
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

ABSTRAK dikembangkan. Selain itu


Indonesia merupakan produsen dan pengembangan industri minyak nilam
eksportir terbesar minyak nilam didunia. akan menimbulkan efek berganda
Belum berkembangnya industri hilir nilam berupa peningkatan kesejahteraan
menyebabkan hampir seluruh produksi minyak petani nilam mengingat mayoritas
nilam Indonesia diekspor, hal ini mengakibat-
perkebunan nilam yang ada adalah
kan nilai tambah yang ada dari industri ini
tidak dinikmati oleh Indonesia dan membuat perkebunan rakyat.
Indonesia sebagai price taker yang sangat Ekspor minyak nilam
tergantung dengan harga yang terjadi dipasar memberikan kontribusi lebih dari 50
internasional. Untuk itu perlu dibentuk strategi persen pada total nilai ekspor minyak
pengembangan industri nilam yang menginte-
atsiri Indonesia. Selain itu Indonesia
grasikan sektor usahatani, agroindustri
penyulingan dan industri hilir nilam. juga menguasai sekitar 90 persen
Pembentukan klaster industri yang produksi minyak nilam dunia. Akan
menggabungkan usahatani dengan agroindustri tetapi produksi minyak nilam Indonesia
penyulingan di kabupaten sentra usahatani mutunya masih rendah sehingga harga
nilam dengan luas usahatani 20 ha per satu
jualnya tidak terlalu tinggi dan
agroindustri dengan kapasitas alat 5000 liter
menunjukkan suatu kelayakan finansial yang berfluktuatif. Nilai tambah diperoleh
cukup tinggi. Pengembangan industri hilir negara-negara pengimpor yang
berbahan baku minyak nilam haruslah memproses ulang menjadi fraksi
ditunjang dengan inovasi hasil penelitian dan minyak nilam dengan mutu lebih baik
pengembangan dan kebijakan pemerintah yang
serta tambahan nilai dari berbagai
mendukung peningkatan dayasaing industri
tersebut. Untuk menunjang terlaksananya produk yang memakai minyak nilam
strategi ini dengan baik maka perlu perlu atau fraksinya sebagai salah satu bahan
diketahui status pasokan dan serapan industri bakunya.
nilam Indonesia saat ini. Untuk itulah maka perlu dicari
suatu strategi pengembangan industri
PENDAHULUAN minyak nilam Indonesia agar nilai
Agroindustri minyak nilam tambah dari industri minyak nilam
merupakan salah satu industri yang dapat lebih dinikmati oleh Indonesia
perlu dikembangkan mengingat sebagai produsen utama.
Indonesia memiliki keunggulan Pertanaman nilam di Indonesia
komparatif dalam pengadaan bahan
bakunya dan teknologi pengolahannya Areal pertanaman nilam di
yang cukup sederhana sehingga mudah Indonesia seluruhnya merupakan
perkebunan rakyat yang tersebar di

62
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
tujuh propinsi di pulau Sumatera dan Walaupun produktivitas tanaman
Jawa (Tabel 1). Budidaya yang nilam Indonesia rendah dan areal
diterapkan petani umumnya sederhana tanaman sering berpindah lokasi, sejak
dan berpindah-pindah lokasi sehingga tahun 1994, trend luas areal dan
luas areal sangat fluktuatif. Budidaya produksi nilam Indonesia menunjukkan
yang sederhana dan kurang intensif peningkatan masing-masing sebesar
serta bibit yang kurang baik mutunya 3,11% dan 0,3% pertahun seperti
menyebabkan produktivitas daun nilam terlihat pada Gambar 1. Trend
menjadi rendah, yaitu sekitar 3 ton peningkatan ini mengindikasikan
terna nilam kering/ha/tahun dari bahwa ketersediaan bahan baku nilam
potensinya sekitar 6,5 ton terna nilam untuk jangka panjang masih akan tetap
kering/ha/tahun (Sudaryani dan terjamin.
Sugiharti, 1991) dan kadar minyak
Gambar 1. PerkembangaLuasAreal danProduksi NilamIndonesia(1989- 2000)
nilam yang dihasilkan juga relatif 35000
rendah yaitu sekitar 2 – 2,5%. 30000

Tanaman nilam ditanam dengan 25000


20000
jarak tanam sekitar 60 – 90 cm x 30 – 15000

50 cm, atau sekitar 22.000 – 55.000 10000


5000
tanaman perhektar dengan rata-rata 0
tanaman umumnya sekitar 25.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tahun1989- 2000
tanaman per hektar (Wikardi, et al,
Areal (ha) Produksi (ton)
1990). Tanaman nilam mulai dapat
diambil ternanya (berproduksi) pada
saat 6 – 8 bulan setelah tanam. Pasar minyak nilam Indonesia
Pemanenan dapat dilakukan setiap 3 – Hampir seluruh minyak nilam
4 bulan sekali terus menerus hingga yang dihasilkan Indonesia diekspor ke
batas usia produktif yaitu sekitar 6 berbagai negara.
tahun.
Tabel 1. Areal Pertanaman Nilam di Indonesia (ha) Tahun 2000
Total Produksi
Propinsi TBM TM TT/TR
(ton)
NAD 1 990 1 875 0 3 865 8 090
Sumatera Utara 255 1 318 0 1 573 2 720
Sumatera Barat 700 1 315 0 2 015 1 280
Bengkulu 547 1 924 0 2 471 870
Lampung 78 131 66 275 970
Jawa Tengah 602 403 0 1 005 7 630
Jawa Timur 6 23 30 59 2 600
Total 4 178 6 476 96 10 750 23 660
Sumber: Ditjenbun, 2000.
Keterangan : Produksi dalam bentuk terna nilam kering

63
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
Volume ekspor minyak nilam ini Penggunaan minyak nilam
setiap tahun menunjukkan trend yang Minyak nilam dapat digunakan
meningkat sebesar 5,3% pertahun secara langsung sebagai parfum pada
sedangkan harga ekspor juga selendang, tenunan, pakaian, karpet,
meningkat sebesar 3,0% pertahun industri sabun, kosmetik, dupa dan
dengan rata-rata ekspor sejak tahun lainnya sebagai pewangi. Selain itu
1985 sebesar 1.057 ton pertahun dan fraksi minyak nilam juga banyak
rata-rata harga sebesar US$ 18,83/kg digunakan sebagai zat pewangi atau
pertahun (Gambar 2). sebagai zat pengikat (fiksatif) zat
Gambar 2. Volume dan harga ekspor nilam Indonesia tahun 1985 - 2000 pewangi lain karena minyak nilam
memiliki titik didih yang tinggi
5000

4500

4000
sehingga tidak mudah menguap.
3500

3000
Industri yang menggunakan fraksi
2500

2000 minyak nilam diantaranya industri


1500

1000

500
parfum (pewangi ruangan, rosephix,
0
1 2 3 4 5 6 7 8 Ekspor (ton)
9
Tahun 1985 - 2000
10 11 12 13 14 15 16 cologne, spray fixsative, dan lain-lain);
Harga (US$/Kwt) industri kosmetik (kosmetik untuk
mandi, kosmetik wangi-wangian,
Tujuan ekspor minyak nilam kosmetik tradisional, dan lain-lain);
Indonesia mayoritas ke Singapura, industri obat-obatan (obat kulit, obat
Amerika Serikat, Spanyol dan Perancis anti bau badan, dan lainnya); industri
(Tabel 2). Beragamnya negara pasar makanan dan minuman (permen,
minyak nilam Indonesia ini minuman, dan lainnya); serta indutri
memberikan jaminan stabilitas pasar sabun (sabun cuci, sabun mandi, sabun
yang lebih besar karena guncangan cuci piring, dan lainnya).
pasar di satu negara hanya akan Pemakaian yang luas minyak
memberikan sedikit guncangan pada nilam baik sebagai pewangi maupun
ekspor minyak nilam Indonesia secara zat fiksatif memberikan dampak pada
keseluruhan. stabilitas permintaan minyak nilam.
Selain itu berkembangnya permintaan
Tabel 2. Pasar minyak nilam Indonesia produk berbahan baku minyak pewangi
juga akan mendorong peningkatan
Negara tujuan Persentase
permintaan minyak pewangi termasuk
Amerika Serikat 17,92 minyak nilam.
Singapura 37,17
Inggris 4,42 Strategi pengembangan
Switzerland 6,93 Dengan posisi sebagai produsen
Perancis 8,85 utama minyak nilam dan perkem-
Spanyol 16,45 bangan areal dan produksi yang terus
Lainnya 8,26 meningkat merupakan kesempatan bagi
Sumber: Ditjenbun, 2000. Indonesia untuk mengembangkan

64
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
industri nilamnya. Cara yang paling Integrasi vertikal yang erat antara
tepat untuk pengembangan industri usahatani, industri penyulingan dan
nilam ini adalah dengan membangun industri hilir pemakai bahan baku
klaster industri. Porter (2000) minyak nilam perlu dibentuk dalam
mendefinisikan klaster industri sebagai suatu klaster industri. Pengembangan
suatu kelompok perusahaan yang usahatani nilam haruslah dikaitkan
saling berhubungan karena secara langsung dengan pengembangan
kebersamaan dan saling melengkapi, industri penyulingannya. Dengan
serta berdekatan secara geografis asumsi :
dengan institusi-institusi terkait dalam 1. Produksi terna basah usahatani
suatu bidang khusus. Dengan demikian nilam 10 ton/ha/panen atau setara
kerjasama kolaboratif antar perusahaan dengan 2 ton terna kering/ha/panen.
dalam suatu kawasan akan menimbul- 2. Panen dilakukan setiap 3 bulan.
kan sinergi yang meningkatkan 3. Kapasitas alat suling 5000 liter atau
dayasaing. Kunci keberhasilan langkah setara dengan 500 kg terna kering
kolaboratif tersebut adalah adanya 4. Penyulingan dilkukan 2 kali sehari
partisipasi aktif semua stakeholders, dengan 26 hari perbulan.
yaitu industri inti, industri terkait dan Maka agar terjadi keterkaitan
industri penunjang, yang ada dalam yang erat antara usahatani nilam
klaster tersebut (Feser, 2001). dengan industri pengolahannya,
Pengembangan klaster industri dimana produk terna nilam terserap
harus bersifat bottom-up dengan sektor oleh industri pengolahan dan industri
swasta sebagai penggerak utama tersebut berjalan dengan kapasitas
sedangkan peranan pemerintah sebatasi maksimal karena mendapatkan suplai
batasan geografisnya. Pembangunan bahan baku yang maksimal, setiap
klaster industri dapat skala kecil tingkat pengembangan 39 ha usahatani nilam
kecamatan, atau tingkat kabupaten harus diikuti dengan pengembangan
bahkan tingkat nasional. Pada tingkat agroindustri penyulingan dengan satu
kabupaten peranan pemerintah pada alat suling berkapasitas 5000 liter. Dari
upaya pembentukan lembaga-lembaga segi analisis finansial usahatani nilam
penunjang dan pembangunan public seluas 39 ha dengan asumsi tambahan :
goods. Sedangkan pada tingkat 1. Jarak tanam 1 m x 0,5 m dan umur
nasional peranan pemerintah lebih tanaman 3 tahun
difokuskan pada pembentukan rule of 2. Panen awal 6 BST dan interval
the game agar terjaga kesatuan pasar panen 3 bulan sekali
nasional dan tidak terjadinya 3. Harga terna nilam basah sekitar Rp
persaingan tidak sehat antar daerah. 350 /kg.
Strategi pengembangan industri maka didapat perhitungan pendapatan
nilam Indonesia tentunya harus dapat dan kelayakan finansial usahatani
memanfaatkan kesempatan sekaligus nilam seluas 39 ha seperti pada tabel 4
dapat mengatasi kelemahan yang ada. dan Tabel 5.

65
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
Tabel 4. Perhitungan biaya dan pendapatan usahatani nilam (39 ha)
Tahun ke:
Kegiatan Volume 0 1 2
Investasi :
Pengolahan lahan 39 ha 39,000,000
Pembuatan lubang dan ajir 39 ha 19,500,000
Bibit 975000 bbt 48,750,000
Penanaman bibit 39 ha 19,500,000

Biaya Variabel :
Pupuk 9,3 ton/ha 36,270,000 36,270,000 36,270,000
Pestisida 156 lt 11,700,000 11,700,000 11,700,000
Tenaga Kerja:
-Penyiangan&ppk 70 hok/ha 54,600,000 54,600,000 54,600,000
-Penyemprotan 156 hok 3,120,000 3,120,000 3,120,000
-Pemanenan 4430 hok 88,600,000 88,600,000 88,600,000

Total Biaya 321,040,000 194,290,000 194,290,000

Pendapatan :
Produksi*) Kg 390,000 1,560,000 1,560,000
Nilai produksi (Rp/kg) 350 136,500,000 546,000,000 546,000,000

Keuntungan -184,540,000 351,710,000 351,710,000

Discount factor 18% 1,00 0,85 0,72

PV -184,540,000 298,059,322 252,592,646


*) Terna basah nilam. Produksi mulai 6 bulan setelah tanam. Panen setiap 3 bulan

Dari analisis sensitivitas yang Sedangkan pada agroindustri


ada, usahatani nilam tersebut masih penyulingan minyak nilam dengan
mencapai titik impas (BEP) walaupun kapasitas alat suling 5000 liter, dengan
produksi terna basah turun hingga 6300 asumsi :
kg/ha/panen. Demikian pula jika harga 1. Harga bahan baku terna nilam Rp
terna basah turun hingga Rp 221 /kg, 350,-/kg basah atau setara dengan
usahatani tersebut masih mencapai titik Rp. 1.750,-/kg kering.
impas, dengan asumsi kondisi lainnya 2. Rendemen minyak nilam 2% dan
tetap. harga jual minyak nilam Rp

66
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
120.000,-/kg, yang merupakan Didapat kelayakan finansial
harga rata-rata yang pernah terjadi. agroindustri penyulingan minyak nilam
3. Pada tahun pertama industri seperti pada Tabel 6.
pengolahan beroperasi dengan Dari hasil analisis sensitivitas,
kapasitas 50%, sedangkan pada usaha agroindustri penyulingan minyak
tahun ke 2 dan seterusnya dengan nilam ini masih dapat mencapai titik
kapasitas 100%. impas walaupun harga terna nilam naik
4. Umur proyek yang dihitung selama hingga Rp. 1.976,-/kg kering, atau jika
20 tahun sesuai dengan umur rendemen minyak nilam turun hingga
ekonomis alat suling dan peralatan 1,81%, atau jika harga minyak nilam
pabrik. turun hingga Rp. 108.700,-/kg, dengan
5. Harga alat suling sebesar Rp 120 asumsi kondisi lainnya tetap.
juta dan dibeli memakai dana Skenario kondisi harga terburuk
pinjaman. dimana usaha agroindustri penyulingan
6. Penyusutan dihitung pertahun dan usahatani nilam hanya mencapai
berdasarkan estimasi umur titik impas akan terjadi apabila harga
ekonomis aset yang digunakan minyak nilam mencapai Rp. 76.450,-/
dengan metode garis lurus dengan kg, dan harga terna kering sebesar Rp.
nilai sisa sebesar 10%. 1.105,-/kg atau setara dengan Rp. 221,-
7. Modal investasi, harga faktor /kg terna basah. Kondisi ini
produksi dan harga jual minyak mencerminkan harga minimal minyak
nilam berdasarkan estimasi harga nilan dan terna nilam yang harus
jangka panjang. dicapai.
8. Discount rate yang digunakan
sebesar 18% sesuai dengan
estimasi tingkat suku bunga bank
jangka panjang

Tabel 5. Analisis Finansial Usahatani Nilam (39 ha)


Uraian Nilai
Terna Basah : Terna Kering 5:1
Produksi Terna Basah/ha/panen (kg) 10000
Harga Terna Basah (Rp/kg) 350
Discount Faktor 18%
NPV 366,111,968
B/C Ratio 2,98
IRR 163%
Sensitivitas
Produksi minimum terna basah/ha/panen (kg) 6300
Harga Minimum Terna Basah (Rp/kg) 221

67
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
Tabel 6. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Nilam Kapasitas 5000 liter
(20 tahun)
Uraian Aktual
Harga Terna kering (Rp/kg) 1,750
Rendemen 2,0%
Harga Minyak (Rp/kg) 120,000
Discount Faktor 18%
NPV (Rp) 287,239,574
B/C Ratio 3,81
IRR 117%
Sensitivitas:
Harga maksimal terna kering (Rp/kg) 1976
Rendemen minimal 1,81%
Harga Minimal Minyak (Rp/kg) 108700
Tabel 7. Skenario harga terna dan minyak terendah
Uraian Aktual
Harga Terna kering (Rp/kg) 1,105
Rendemen 2,0%
Harga Minyak (Rp/kg) 76,450
Discount Faktor 18%
NPV (Rp) 0
B/C Ratio 1,00
IRR 18%

Bentuk klaster industri yang Usaha lain untuk mengem-


tepat untuk pengembangan usahatani bangkan industri nilam Indonesia
dan penyulingan nilam ini adalah adalah dengan mengembangkan
klaster tingkat kabupaten di sentra- industri turunannya. Pengembangan
sentra usahatani nilam. Untuk itu perlu industri tersebut haruslah dengan
pembangunan public goods seperti memperhatikan unsur-unsur infrastruk-
jalan dan sarana tranportasi yang tur teknologi (segitiga inovasi) seperti
menghubungkan petani produsen diuraikan oleh Sharif (1993) yaitu unit
dengan industri penyulingannya. rekayasa dan produksi, unit pendidikan
Disamping itu perlu pula dibangun dan penelitian serta unit penelitian dan
lembaga penunjang seperti lembaga pengembangan.
keuangan sebagai sumber permodalan Dengan memperhatikan
dan lembaga pemasaran hasil infrastruktur teknologi maka pihak
penyulingan. industri tidak hanya terlibat dalam
pengembangan proses dan produk saja

68
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
tetapi juga terlibat dalam KESIMPULAN DAN SARAN
pengembangan metode dan sistem Indonesia merupakan produsen
organisasi. Dengan demikian maka utama minyak nilam. Sayangnya nilai
akan dapat dihindari inefisiensi tambah yang terdapat dalam industri ini
manajemen, baik yang dilakukan oleh belum banyak dinikmati Indonesia.
pengusaha, teknokrat maupun Untuk itu perlu suatu strategi yang baik
pemerintah seperti disinyalir oleh dalam pengembangan industri nilam
Gumbira- Sa’id et al., (2001). dengan mengkaitkan pengembangan
Bentuk klaster industri yang usahatani, usaha agroindustri
tepat dalam pengembangan industri penyulingan dan industri hilirnya.
hilir nilam adalah klaster industri Beberapa langkah awal yang dapat
tingkat nasional yang menampung hasil dilakukan adalah :
industri minyak nilam yang berada di 1. Membuat kelompok-kelompok tani
kabupaten-kabupaten sentra usahatani nilam yang mencakup areal sekitar
nilam. Kunci krusial keberhasilan 20 ha perkelompok dan memberi
klaster adalah pada ketersediaan bahan bantuan pinjaman finansial dan
baku secara kontinyu dan ketersediaan bimbingan usaha agar dapat
pasar yang luas. Oleh karena itu membentuk usaha agroindustri
keterkaitan antar klaster dalam sektor penyulingan minyak nilam.
dengan industri nilam sebagai intinya 2. Membangun industri hilir berbahan
seperti terlihat pada Gambar 3 perlu baku minyak nilam yang ditunjang
dibangun dengan baik. Hal ini tentunya dengan inovasi-inovasi baru hasil
memerlukan rule of the game yang penelitian dan pengembangan.
baik yang dibuat oleh pemerintah pusat 5. Untuk menunjang agar strategi 1 dan
misalnya berupa kebijakan untuk 2 tersebut dapat berjalan dengan
menghambat masuknya produk hirlir baik maka perlu diketahui status
berbahan baku minyak nilam agar pasokan dan serapan industri nilam
industri hilir didalam negeri dapat Indonesia saat ini.
berkembang dan meningkat
dayasaingnya.

69
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
Klaster Mesin &
Peralatan

Klaster Industri Pasar Ekspor


Barang Konsumsi:
Usahatani Agrpindustri - Kosmetik & Obat-obatan
Nilam Pengolahan - Pembersih Rumahtangga
Minyak Nilam - Sabun dan Detergent
- Parfum
- Makanan dan Minuman
- Dll

Pupuk
Benih
Insektisida
Pestisida

Pasar Dalam
Klaster Input Negeri
Usahatani

Klaster Transportasi Sarana dan Prasarana


Lembaga Penelitian Transportasi
Lembaga Pendidikan

Gambar 3. Keterkaitan antar klaster dalam sektor dengan industri nilam sebagai industri inti

70
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004

71
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 2, 2004
DAFTAR PUSTAKA Ketaren, S., 1986. Pengantar teknologi:
minyak dan lemak. UI-Press –
Ditjenbun, 2000. Statistik jambu mente.
Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan,
Jakarta. Sharif, N., 1993. Rationale and The
Framework for a Technology
Feser, E.J., 2001. Introduction to
Management Information System.
regional industry cluster analysis.
Dalam A Guide for Technology
Dept. of City and Regional
Management Information System.
Planning. UNC-Chapel Hill.
Vol I. Jakarta: Center for Analysis
Gumbira-Sa’id, E., Rachmayanti dan of Science and Technology
M.Z. Muttaqin, 2001. Manajemen Development (PAPITEK) and
teknologi agribisnis: Kunci Menuju Indonesian Institute of Sciences
Daya Saing Global Produk (LIPI).
Agibisnis. Ghalia Indonesia.
Sudaryani dan Sugiharta, 1991.
Porter, M.E., 2000. Location, Budidaya tanaman nilam.
Competition and Economic Gramedia – Jakarta.
Development: Local Clusters in a
Wikardi, E.A, A. Asman., P. Wahid,
Global Economy. Economic
1990. Perkembangan penelitian
Development Quarterly. Vol 14
tanaman nilam. Puslitbangbun –
No. 1. February, 2000.
Bogor.

62

You might also like