You are on page 1of 2

SUMUR RESAPAN SEBAGAI SOLUSI KEKERINGAN

Oleh : Nurdiyati, S.Pt

Sudah menjadi lumrah, terjadi fenomena alam yang menarik di bumi Jawa Barat.
Fenomena alam tersebut adalah mengeringnya sumber – sumber air di beberapa lokasi
sehinggal masyarakat yang tinggal di daerah itu harus membuat sumur-sumur pompa yang
cukup dalam, tidak cukup hanya dengan pompa air biasa, tapi harus dengan pompa
dengan daya hisap dan daya sembur yang lebih besar dari pompa biasa (banyak orang
menyebutnya, jet pump). Namun, masalah lain muncul manakala terjadi hujan terus
menerus, akibatmya terjadi banjir dimana-mana. Misalnya, ribuan hektar sawah di
bantaran Sungai Citarum, yang selalu menjadi langganan banjir akibat meluapnya air
sebagai dampak dari hujan yang terus menerus. Sementara itu, salah satu penyebab
terjadinya kekurangan air pada saat kemarau adalah ketiadaan upaya masyarakat secara
umum untuk menyimpan air hujan pada saat air berlebih dan sebaliknya membiarkan air
terbuang percuma melalui larian permukaan (run off) ke sungai pada musim penghujan.
Sementara pada saat air dibutuhkan yaitu pada musim kemarau air yang semula berlebih
itu, menjadi sangat terbatas jumlahnya sehingga hal ini menjadi masalah yang paling
pokok dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaca dari fenomena tersebut diatas, nampaknya pengelolaan sumber daya air
masih belum optimal sehingga perlu adanya sentuhan-sentuhan teknologi sederhana yang
tepat guna yang dapat memperbaiki kuantitas dan sekaligus kualitas air tanah yang
semakin terancam akibat eksploitasi air tanah, pemompaan berlebih, intrusi air asin,
peresapan limbah industri dan lain-lain.

Diantara upaya konservasi yang biasa ditemukan di masyarakat dalam rangka


menjaga persediaan air antara lain, pembuatan embung, checkdam, rorak, terasering,
sumur resapan, dam parit dan irigasi. Kegiatan konservasi air ini merupakan usaha untuk
memenuhi kebutuhan air sepanjang tahun tidak saja untuk kebutuhan tanaman, tetapi
juga untuk kebutuhan usaha Peternakan. Disamping untuk kebutuhan tersebut juga air
persediaan tersebut sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia sehari-hari.

Sumur Resapan

Pembangunan sumur resapan adalah merupakan salah satu upaya pengisian air tanah
secara artifisial sebagai alternatif proses pengisian air tanah alami yang relatif lambat
melalui proses infiltrasi. Proses ini menjadi sangat tidak signifikan manakala hampir
sebagian besar recharge area telah menjadi kedap air atau upaya konservasi tanah dan air
di daerah hulu sangat tidak memadai. Pembangunan sumur resapan ini dapat
dikombinasikan dengan pembangunan embung atau check-dam sebagai penampung air
luapan manakala kapasitas tampung embung terlampaui pada saat hujan besar.

Dengan adanya pembangunan sumur-sumur resapan khususnya di lahan usaha tani,


diharapkan air hujan dapat diresapkan dan disimpan sementara dibawah tanah di lapis
aquifer. Air tersimpan kemudian dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan usaha tani
terutama di musim kemarau dalam rangka mengantisipasi ancaman kekurangan air atau
kekeringan.

Diantara sarana-sarana konservasi air yang dimaksud diantaranya berupa bentuk


penampungan air persediaan yang biasa disebut dengan nama “SUMUR RESAPAN”,
sehingga dengan adanya sumur resapan ini air persediaan selalu ada bagi kebutuhan
usaha baik usaha pertanian/peternakan maupun kegiatan lainnya.

Problem serius dalam pemanfaatan air tanah adalah tingkat pengisian dari
aquifer yang bersangkutan. Kondisi daerah tangkapan/pengisian yang relative permeable
serta lapisan aquifer yang relative poreus, air isian yang terperkolasi akan segera bergerak
ratusan meter dalam beberapa hari mengisi lapisan aquifer tersebut.

Berlawanan dengan aquifer yang cepat terisi tersebut, aquifer tertentu akan
mengalirkan air sangat lambat sekitar beberapa ratus meter per tahun. Contohnya, the
Carrizo-Wilcox Texas, USA mempunyai gerakan air yang hanya 2 – 16 m/tahun. Jika jarak
daerah pengisiannya sejauh 160 km, pengisian alami akan memakan waktu sekitar 3000 –

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com


4000 tahun. Pada kondisi dimana daerah pengisian telah mengalami degradasi, pengisian
air tanah alami melalui infiltrasi relative sudah tidak bisa diharapkan kembali. Sementara
itu pengambilan air tanah di daerah hilir terus berlangsung tanpa henti. Akibatnya
kedalaman air tanah semakin menurun atau bahkan dalam kondisi ekstrem menjadi kering
sama sekali dimusim kemarau.

Tampaknya sejarah telah membuktikan hal ini. Pada awal abad ke 20 (tahun 1910)
ketinggian muka air tanah dalam (piezometric level) di Jakarta bagian utara sekitar 12,5 m
diatas muka laut. Artinya bahwa bila dilakukan pengeboran, air tanah akan memancar
keluar dari dalam tanah setinggi kurag lebih 5 – 10 m. Namun demikian karena ekploitasi
air tanah yang tak terkontrol, maka pada dekade 90-an tinggi muka air tanah itu telah
turun drastis menjadi sekitar 25 – 45 dibawah permukaan tanah setempat.

Salah satu cara untuk mengembalikan air tanah saat ini sehubungan dengan semakin
menurunnya daya dukung lahan berupa kapasitas infiltrasi di bagian hulu adalah
melakukan pengisian air tanah secara tiruan (artificial water recharge) melalui pembuatan
sumur resapan (infiltration well). Pembuatan sumur tidak saja dilakukan di wilayah hulu
tetapi dapat dilakukan pula di wilayah hilir.

Bila secara alami air hujan yang jatuh mencapai permukaan air tanah dengan melalui
proses infiltrasi dan perkolasi, maka dengan cara tiruan ini, aliran permukaan (run-off) dari
air hujan yang jatuh direkayasa untuk dialirkan masuk kedalam sumur resapan. Untuk
mengisi kembali lapisan unconfined aquifer, sumur resapan harus digali hingga mencapai
kedalaman aquifer dimaksud.

Karena tekanan hidrostatis air didasar sumur resapan, maka air akan menekan dan
akhirnya mengalir mengikuti gerakan air tanah yang ada. Selain air hujan, untuk mengisi
kembali air tanah ini dapat diambil air dari danau, sungai, parit, atau air limbah perkotaan
(sewage) yang telah diperlakukan secara khusus terlebih dahulu.

Beberapa kalangan telah juga mengembangkan banyak sumur resapan. Hanya saja
kedalaman sumur yang dikembangkan tidak mencapai kedalaman aquifer. Sehingga
pengisian air tanah hanya mengandalkan proses infiltrasi dan tirisan (seepage) alami yang
untuk lapisan tanah tertentu kadang sangat lambat (lapisan aquiclude atau bahkan boleh
jadi lapisan aquifuge). Akibatnya pengisian air tanah yang terjadi kurang signifikan dan
sangat berbeda bila diisi langsung ke lapisan aquifernya secara artifisial.

Melihat begitu besarnya manfaat dari pembuatan sumur resapan ini, sudah
seharusnya lah pada petani/peternak kembali menggiatkan pembuatan sumur-sumur
resapan. Meskipun, hasilnya tidak akan diperoleh secara instan, tapi setidaknya, sumur-
sumur resapan yang dibuat menjadi salah satu warisan berharga buat generasi penerus
dan keberadaan air tanah pun dapat terjaga dan terlestarikan.

PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com

You might also like