You are on page 1of 2

PENDIDIKAN DENGAN HATI

Oleh: H.Supardi

Bulan romadlon baru saja kita lewati dan memasuki bulan Syawal yang penuh
kebahagiaan dan kemenangan serta peningkatan. Dengan telah berakhirnya bulan
romadlon, penulis mengucapkan selamat Hari Raya Fitri, mohon maaf lahir batin-
taqobballahu minna wa minkum, minal ‘aidin wal faizin. Semoga amalan selama bulan
romadlon dan bulan-bulan sebelumnya diterima Allah SWT sebagai ibadah dan amalan
yang sholeh. Amin.
Bagi umat Islam selama sebulan penuh (29 hari) merupakan pengalaman ibadah
dan terlebih lagi sebagai pengalaman pendidikan yang sangat dalam dan tepat sasaran.
Pengalaman pendidikan yang demikian, kiranya sangat memungkinkan di
implementasikan dalam proses pembelajaran baik pembelajaran pada pendidikan formal
maupun pendidikan non formal.
Jikalau kita cermati bersama dalam proses belajar mengajar (proses pembelajaran)
dewasa atau akhir-akhir ini sudah banyak para pendidik dan anak didik kehilangan aspek
pendidikan yang sangat menentukan masa depan sikap dan perilaku masyarakatnya.
Banyak masyarakat yang lebih suka menggunakan emosi dan nafsu dibanding pikir dan
hati nurani, masyakarat yang lebih suka konflik di banding dengan kesejukan, masyarakat
yang lebih suka cara-cara mencapai tujuan dengan instan dibanding dengan upaya
kedalaman dan sebagainya. Kesemua peristiwa tersebut salah satunya merupakan dampak
dari kurang menekankan aspek pendidikan (pembelajaran) yang sangat penting, yaitu
apek affektif.
Dalam proses belajar mengajar kita mengenal 3 aspek yang dikembangkan yaitu
aspek kognitif, aspek affektif, dan aspek spikomotorik. Dalam proses belajar mengajar
ketiga aspek tersebut harus memiliki keseimbangan agar pendidikan kita sempurna dan
mampu membangun sumberdaya manusia Indonesia yang seutuhnya. Namun kenyataan
di lapangan pendidikan, pada aspek affetif kurang memperoleh perhatian, karena proses
pendidikan lebih mengutamakan transfer kognitif dan spikomotorik. Pendidikan lebih
menekankan supaya anak didik mengetahui ilmu pengetahuan dan bisa melakukan atau
mengerjakan pekerjaan. Jadi lebih mengutamakan manusia-manusia yang cerdas dan
menguasai ilmu dan bisa bekerja, kurang sentuhan mengenai rasa, sikap, moral, budi
pekerti luhur dan sebagainya. Pendidikan yang demikian hanya akan menciptakan
manusia-manusia yang haus pekerjaan, manusia manusia yang mengejar target material,
tanpa diikuti dengan sentuhan rokhaniyah (spiritual, moral).
Selama sebulan penuh di bulan romadlon, kita benar-benar dapat melihat dan
merasakan desah pendidikan yang benar-benar sempurna. Manusia manusia muslim di
didik baik dari aspek kognitifnya, spikomotoriknya dan terlebih-lebih aspek affektifnya.
Manusia-manusia muslim dibina pengetahuan agamanya, dibina aktivitas ibadahnya dan
dibina rasa dan hatinya untuk memikirkan dan mengembangkan kehidupan yang
seimbang antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrowinya. Masyarakat secara aktif
dan proaktif mengikuti pembelajaran selama sebulan tersebut. Mereka merasakan
kehausan akan pendidikan yang menyentuh kebutuhan hati nurani, sekaligus mereka
bertindak dan berperilaku berdasarkan pertimbangan hati. Mereka puasa, mereka shalat
tarawih, mereka tadarus, mereka membayar zakat, shodaqoh dan infaq. Yang
kesemuanya dilakukan secara ikhlas, mereka lakukan bukan sekedar sebuah kewajiban
akan tetapi telah menjadi sebuah kebutuhan.
Kalau kita renungkan dan kita cermati, rasanya dan akhirnya kita harus
menghimbau kepada para pendidik (guru dan dosen) dan para pejabat pengambil
kebijakan dan penentu peraturan di bidang pendidikan untuk melihat kembali dan jikalau
perlu meninjau kembali tentang proses pembelajaran yang telah dan akan kita lakukan
dalam membangun manusia seutuhnya. Kenapa kita tidak membangun pendidikan
menjadi sebuah kebutuhan bukan sebuah beban bagi anak didik (siswa dan mahasiswa
serta guru/dosen). Kenapa kita tidak mau dan mampu mengadopsi system pembinaan dan
pembelajaran seperti yang dilakukan umat Islam di bulan romadlon tersebut. Jikalau
dikembalikan ke persoalan utama pendidikan di Indonesia bahwa anggaran pendidikan
yang kecil, itu kan wacana sekarang, tapi dimasa depan anggaran pendidikan akan
menjadi lebih besar yaitu 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
sesuai amanah UUD 1945 adendum. Kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan di
bidang pendidikan, kiranya belum terlambat untuk melakukan perubahan kebijakan dan
regulasi dengan program pendidikan yang lebih baik dan sempurna membentuk manusia
Indonesia yang seutuhnya. Pendidikan dengan pendekatan hati nurani, insyaAllah akan
menjadi kenyataan membentuk manusia Indonesia yang sempurna. Semoga.

Penulis adalah;
Direktur PusBiH Yogyakarta
Ketua STIENUS Yogyakarta

You might also like