You are on page 1of 10

PENGERTIAN

1.1 Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philein yang berarti
mencintai dan sophos yang berarti kearifan atau kebijaksanaan sehingga filsafat
menurut Honderich memiliki arti usaha untuk mencintai kearifan (Oxford
Companion to Philosophy, p. 927.). Seiring perkembangan jaman filsafat
akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti ”philosophic” dalam
kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis, “philosophy” dalam bahasa
Inggris, “philosophia” dalam bahasa Latin dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Sedangkan menurut beberapa ahli, seperti :

 Plato ( 428 -348 SM ), Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala
yang ada.
 Aristoteles (384 – 322 SM), Filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas
segala benda.
 Cicero (106 – 43 SM ), Filsafat adalah sebagai ‘ibu dari semua seni’ tetapi
beliau juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan).
 Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ), Filsafat sebagai Wissenschaftslehre
(ilmu dari ilmu-ilmu ) yakni ilmu umum yang menjadi dasar segala ilmu.
Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan.
 Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut
intinya yang mutlak, tetap tidak berubah yang disebut dengan hakekat.
 Harold H. Titus (1979 ): Harold membagi tiga pengertian Filsafat yakni,
(1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis;
(2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan
keseluruhan;
(3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti
kata dan pengertian ( konsep ).
Menurut Immanuel Kant, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi
pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat
persoalan yakni,
1. Metafisika
2. Etika
3. Agama
4. Antropologi
Sedangkan beberapa ajaran filsafat yang tersimpan dalam khasanah ilmu
pengetahuan adalah:
1. Materialisme, berpendapat bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam
semesta. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual, aliran
materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan
materialisme humanistis.
2. Idealisme, berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang
sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif
dan idealisme objektif.
3. Realisme, Aliran ini berpendapat bahwa dunia rohani (niskala) dan dunia
materi (skala) merupakan hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme, merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap
mutlak tetapi relatif tergantung kepada kemampuan manusia.
Dari semua pengertian filsafat yang diterangkan diatas, dapat disimpulkan
bahwa filsafat dapat diartikan menjadi ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan
memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta
radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
1.2 Arsitektur
Pengertian arsitektur terbagi menjadi dua, yakni menurut para ahli dan
menurut perkembangan jaman tentang arsitektur sendiri. Menurut jaman Yunani,
arsitektur berasal dari kata arci yang berarti kepala dan kata tectur yang berarti
tukang sedangkan menurut para ahli, pengertian arsitektur terbagi menjadi lima
pengertian yaitu:
1. Menurut Lems Oxford, arsitektur adalah seni dan merancang
bangunan.
2. Menurut Le Corbusier, arsitektur adalah permainan massa
bangunan.
3. Menurut August Peret, arsitektur adalah seni pengorganisasian
ruang.
4. Menurut Mies Van Der Rohe, arsitektur adalah keinginan jaman
yang diterjemahkan ke dalam ruang.
5. Sedangkan menurut Vitruvius, arsitektur harus mempunyai fungsi,
estetika dan struktur.
Dari semua pengertian arsitektur yang dijelaskan oleh para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa arsitektur merupakan seni merancang bangunan yang harus
mempunyai fungsi, estetika dan struktur dengan menggunakan permainan massa
bangunan yang sesuai dengan perkembangan jaman.
1.3 Pengertian Arsitektur Bali
Arsitektur Bali terutama arsitektur tradisional bali dapat di artikan sebagai
tata ruang dari wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara
turun-temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari jaman dahulu,
sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada
rontal Asta Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya, sampai pada penyesuaian-
penyesuaian oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk
dimaksud. inti dari arsitektur tradisional Bali bukanlah pada ornamen yang
diambil dari bahan-bahan lokal. Namun, ia menekankan pada mensinergikan
energi-energi alam dengan menggunakan filosofi yang dianut masyarakat Hindu.
Secara sederhana filosofi itu menggambarkan tempat yang lebih tinggi dinilai
memiliki energi yang lebih suci. Maka gunung selalu menjadi patokan. Selain
dianggap suci gunung juga menjadi sumber kemakmuran.
Arsitektur bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang
mempengaruhi tata nilai ruangnya, konsep dasar tersebut adalah:
Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga
Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala
Konsep keseimbangan kosmologi, Manik Ring Cucupu
Konsep proporsi dan skala manusia
Konsep court, Open air
Konsep kejujuran bahan bangunan
Tri Angga adalah konsep dasar yang erat hubungannya dengan perencanaan
arsitektur, yang merupakan asal-usul Tri Hita Kirana. Konsep Tri Angga
membagi segala sesuatu menjadi tiga komponen atau zone:

 Nista (bawah, kotor, kaki),

 Madya (tengah, netral, badan) dan

 Utama (atas, murni, kepala)

 Tri Angga dan Tri Mandala.

TRIMANDALA  yaitu:

 Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama (seperti


tempat pemujaan)

 Madhyama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai madya


(tempat tinggal penghuni)

 Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai kanista


(misalnya: kandang).
TRIANGGA yaitu : (secara vertical)

 Utama Angga adalah atap,

 Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri dari tiang dan
dinding

 Kanista Angga adalah batur (pondasi)

Ada tiga buah sumbu yang digunakan sebagai pedoman penataan bangunan di
Bali, sumbu-sumbu itu antara lain:

 Sumbu kosmos Bhur, Bhuwah dan Swah (hidrosfir, litosfir dan atmosfir)

 Sumbu ritual kangin-kauh (terbit dan terbenamnya matahari)

 Sumbu natural Kaja-Kelod (gunung dan laut)

Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat bali mengenal konsep orientasi


kosmologikal, nawa sanga atau sanga mandala, transformas fisiki dari konsep ini
pada perancangan arsitektur, merupakan acuan pada penataan ruang hunian tipikal
di Bali.
Persilangan garis horisontal sumbu bumi dengan garis vertikal religi, menjadi
pedoman pembagian tata ruang dalam arsitektur tradisional Bali. Jika persilangan
ini diikuti oleh persilangan tiap sudutnya, maka terwujudlah kemudian apa yang
disebut Sanga Mandala (sembilan ruang) yang berpusat pada sumbu bumi. Pola
ini sering juga disebut widegrid (papan catur).
Di sini kemudian terdapat bagian-bagiannya, yaitu: 1) Angkul-angkul (gapura), 2)
Natah (halaman tengah), 3) Sanggah (pura keluarga) letaknya di timur laut) 4)
Umah Meten (paviliun untuk kepala keluarga) letaknya di utara, 5) Bale Tiang
Sanga (paviliun tamu) letaknya di barat, 6) Bale Sakepat (paviliun untuk anak-
anak) di Selatan, 7) Bale Sakenem (bangunan di mana sering dilakukan ritual), 8)
Paon (dapur) letaknya di barat daya, dan 9) Jineng (lumbung padi) letak-nya di
tenggara.
Pola linier yang diperkirakan ada sebelum abad ke-14, lebih mencerminkan satu
refleksi kekerabatan yang intim. Ini misalnya ada di Desa Penglipuran (Bangli).
Pada setiap pekarang-an rumah terdapat pintu yang menghubungkan rumah satu
dengan rumah warga lainnya, hingga seperti bejana yang berhubungan. "Dan
terpenting dari segi penggunaan tanah jauh lebih efisien dibanding pola widegrid
itu," ujar Rumawan Salain.
Beda dengan pola "papan catur". Tembok pembatas tidak saja untuk membatasi
satu gugusan bangunan milik warga satu dengan lainnya, namun tidak jarang antar
bangunan dalam satu gugusan.
Meski terjadi perbedaan, pola "papan catur" dan pola linier memiliki kesamaan
dalam soal pijakan. Keduanya berangkat dari Tri Hita Karana (tiga pokok
pembagian ruang di Bali). Di dalamnya terdapat Parahyangan (kawasan suci),
Pawongan (kawasan aktivitas manusia), Palemahan (kawasan untuk memberi
pelayanan). Pola ini disejajarkan pula dengan pengertian kepala, badan, dan kaki
(Tri Angga) atau bhur (alam bawah), bwah (alam tengah), dan swah (alam atas)
yang disebut Tri Loka.
Pengelompokan bangunan Bali meliputi
1. Bangunan suci/ keagamaan.
2. Bangunan Kepara/ adat.
Beberapa ketentuan- ketentuan bangunan Bali:
1. Tempat/ denah berdasarkan Lontar Asta Bhumi.
2. Bangunan/ konstruksinya berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta
Kosala/ Kosali.
3. Bahan- bahan/ ramuan berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta
Kosala/ Kosali, seperti : kayu, ijuk, alang- alang, batu alam, bata dan
sebagainya
Bangunan Bali mengandung ciri- ciri :
1. Pengider- ideran (Catur Loka Phala/ Asta Dala).
2. Tri Mandala/ Tri Loka
3. Adanya upacara sangaskara/ penyucian.
4. Mengandung simbul- simbul sesuai dengan ajaran agama Hindu,
(misalnya: Sanghyang Acintya, Naga, Padma dan sebagainya).
Jenis- jenis bangunan Bali
1. Bangunan suci/ keagamaan ialah segala pelinggih- pelinggih yang
disucikan, termasuk patung- patung/ arca- arca serta perlengkapannya.
2. Bangunan Kepara/ adat adalah bangunan- bangunan perumahan, adat, dan
bangunan Bali lainnya.
Bentuk dan nama bangunan Bali
Bentuk dan nama bangunan Bali berdasarkan ketentuan- ketentuan lontar Asta
Dewa, Asta Kosala/ Kosali dan Lontar Wisma Karma.
Tata laksana dan penyucian bangunan Bali antara lain :
1. Ngeruwak Karang.
2. Nyukat Karang.
3. Nasarin.
4. Memakuh.
5. Ngurip- urip.
Sesuai dengan lontar Asta Dewa, Asta Kosala/ Kosali, Dewa Tattwa dan lontar-
lontar lainnya.
Ketertiban fungsi dan penggunaannya
Semua wujud bangunan Bali hendaknya mengikuti ketentuan- ketentuan tersebut
di atas.
1. Fungsi dan penggunaannya ditetapkan pada proporsi yang sewajarnya
1.4 Filsafat Arsitektur
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian
yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan
lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan
perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan,
desain perabot dan desain produk. Sedangkan filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan
sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
Dalam berfilsafat dalam arsitektur
1. Mengambil dan mengolah elemen-elemen dalam filsafat ke dalam
arsitektur.
2. Penekanan pada arsitektur, filsafat merupakan pendukung utama.
Sedangkan berarsitektur dalam filsafat
1. Mengambil dan mengolah elemen-elemen dalam arsitektur ke dalam
filsafat
2. Penekanan pada filsafat, arsitektur merupakan pendukung utama
Elemen-elemen dalam filsafat
Logika
Metafisika
Epistemologi
Etika
Metodologi
Ontologi
Kosmologi
Estetika
Filsafat agama
Biologi kefilsafatan, psikologi kefilsafatan, antropologi kefilsafatan,
sosiologi kefilsafatan
Elemen-elemen dalam arsitektur
Gambar dan presentasi arsitektur
Struktur Konstruksi
Teknologi bangunan dan bahan
Perancangan ruang dalam (interior)
Perancangan ruang luar (site plan/landscape)
Keindahan
Kekuatan
Kegunaan / fungsi
Hubungan arsitektur dengan filsafat
 Filsafat adalah salah satu yang utama dalam pendekatan arsitektur.
 Rasionalisme, empirisisme, strukturalisme, post-strukturalisme dan
fenomologi adalah beberapa arahan filsafat yang mempengaruhi arsitektur.
 Tokoh-tokoh filsafat arsitektur : YB Mangunwijaya, H.P. Berlage
BAB II
WANTILAN ARSITEKTUR BALI

2.1 Pengertian Wantilan


Wantilan berasal dari kata wanti yang berarti ulang atau tumpang. Menurut
Oka Granoka,1985, wantilan merupakan bangunan terbuka ke segala arah yang
memiliki atap bertumpang. Sehingga wantilan berarti bangunan umum terbuka
yang berfungsi sebagai tempat pertemuan di pura,desa, pasar atau bale banjar
yang beratap tumpang. Wantilan biasanya diletakkan di Jaba Pura, Catusphata
Puri atau di tengah desa.
2.1.1 Fungsi
Menurut Ngurah Gede Ngurah, 1981, wantilan berfungsi untuk
menampung berbagai aktivitas umum yang pada umumnya tergolong ke dalam
kegiatan-kegiatan triwarga yaitu: Dharma (Spiritual), Artha (Sosial-Ekonomi),
dan Kama (Budaya). Jika ditinjau dari kegiatan triwarga yang utama yakni tabuh
rah yang termasuk kedalam Dharma, maka fungsi utama dari wantilan adalah
untuk upacara tabuh rah yang merupakan bagian dari prosesi ritual pura.
2.1.2 Bentuk Wantilan
Bentuk wantilan pada umumnya berbentuk bujur sangkar dengan
struktur atap bertumpang tanpa adanya bidang-bidang pemisah antara ruang luar
dengan ruang dalam.
Menurut Ngurah Gede Ngurah, 1981, wantilan dibagi menjadi dua
jenis yakni wantilan beratap tumpang dua dan wantilan beratap tumpang tiga.
Beliau mengatakan bahwa perkembangan balai kalangan ke bentuk wantilan
dimulai sekitar tahun 1950 seperti wantilan di Desa Kapal, Beringkit, wantilan di
Taman Ayun, wantilan Pangrebongan, wantilan Taro Gianyar, wantilan bale
agung dan wantilan Besakih.
2.1.3 Struktur Wantilan

You might also like