You are on page 1of 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ada banyak agama yang berkembang di Indonesia. Namun, hanya ada lima macam
agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Lima agama itu adalah Islam, Hindu, Budha,
Kristen, dan Katolik. Dahulu masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menganut
kepercayaan animisme dan dinamisme. Seiring berjalannya waktu, agama Hindu dan Budha
masuk dan berkembang di Indonesia. Agama Hindu dan Budha disebarkan oleh para musafir
yang berdagang ke Indonesia.
Masuknya agama Hindu dan Budha mengukir sejarah baru bagi masyarakat Indonesia.
Mereka mulai mempercayai adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta yang dikenal
sebagai dewa. Kebudayaan Indonesia juga berkembang sesuai ajaran agama Hindu dan
Budha. Tak semua kebudayaan itu adalah asli dari ajaran agama, tapi kebudayaan itu
bercampur dengan kebudayaan asli Indonesia.
Dari sedikit uraian di atas tentang masuknya agama Hindu dan Budha di Indonesia,
mendorong kami untuk lebih mengetahuinya. Selain itu, standar kompetensi mata pelajaran
sejarah kelas sebelas semester satu, yakni menganalisis perjalanan sejarah bangsa Indonesia
pada masa negara tradisional, dan kompetensi dasar mata pelajaran sejarah kelas sebelas
semester satu, yaitu pengaruh agama dan kebudayaan Hindu dan Budha, melatarbelakangi
kami untuk menulis makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Hindu-Budha


1. Hindu
Sejarah Agama Hindu diawali dari kedatangan bangsa Arya dari Asia tengah
(Iran/Persia/Afganistan) pada tahun 1500 S.M. ke daerah lembah sungai Indus dan mendesak
penduduk asli yaitu suku Dravida. Bangsa /suku Arya bergerak terus dan menyebar kearah
tenggara dan memasuki daerah sungai Gangga dan Yamuna.di daerah tersebut terjadilah
asimilasi budaya yang akhirnya melahirkan kebudayaan Hindu/ sindu.
Kata Hindu berasal dari kata Sindu/ Sind. Dimana kebudayaan Arya dan Dravida telah
menyatu, dilafalkan dalam bahasa persia sebagai Hindi, dan Orang latin / yunani menamainya
Indi/ India.
Kepercayaan bangsa /suku Hindi/ hindu adalah Polytheisme (menyembah banyak
Tuhan/ dewa). Namun pada dasarnya mereka menyembah 3 dewa utama yang disebut
Trimurti, yaitu : Brahmana (pencipta alam semesta), Wisnu (pemelihara alam), dan Syiwa
(menguasai kematian ,kehancuran dan peleburan).
Kitab yang dibuat oleh para resi (Mahaguru) bangsa Hindu dinamakan Weda/Veda.
Yang terdiri dari Reg weda, Samaweda, Yay(j)urweda, Atharweda. Yang intinya berupa syair
syair atau doa-doa serta pujian pada sanghyang widi.
Inti ajarannya yaitu bahwa manusia dalam keadaan samsara sebagai akibat perbuatan
pada masa lalunya. Manusia harus ber-reinkarnasi untuk memperbaiki hidup dan mencapai
Moksa dan masuk nirwana.
Kehidupan masyarakatnya menganut 5 bagian kasta yaitu:
1. Brahmana : Para pemimpin agama/ biksu
2. Ksatria : Para raja dan bangsawan
3. Waisya : Para pengusaha /pedagang
4. Sudra : Para petani dan pekerja kasar
5. Paria : Gelandangan, pengemis dsb.(orang orang yang hina)
Selain 4 kasta tersebut terdapat pula golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar
kasta yang telah melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang dianggap suci misalnya, Benares sebagai
tempat bersemayamnya Dewa Siwa serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa
umat Hindu, sehingga bisa mencapai puncak nirwana.
 Proses Masuknya agama Hindu di Indonesia
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase,
yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan
benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang
tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu
peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa.
Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah
dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.
Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai
Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida
kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban
tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan
sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan
perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang
sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta". Pada jaman ini, masyarakat dibagi
atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan
keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa
pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara"
beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan
upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan
yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada
Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi,
yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman
pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar
Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian
dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan
Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.
Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang
bernama "Sidharta", menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga
dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara.
Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.
Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia:
I. Teori Waisya
Dikatakan N.J.Krom bahwa Agama Hindu dibawa oleh para pedagang India yang
melakukan aktivitas dagang ke Indonesia yang kemudian melakukan koloni dengan
penduduk asli dan menyebarkan agama serta budaya India
II. Teori Ksatria
Moekerjee mengatakan bahwa para prajurit India yang melakukan penaklukan di berbagai
kawasan termasuk Indonesia dan melakukan penyebaran budaya India.
III. Teori Brahmana
disebutkan Prof.Dr.F.D.K.Bosch bahwa kaum brahmana yang datang ke Indonesia
melakukan penyebaran agama Hindu ke Indonesia dan melakukan interaksi dengan
penduduk asli.
( Namun ketiga teori masih diperdebatkan ada satu teori yang memungkinkan)/
IV. Teori Arus Balik
dinyatakan bahwa terdapat penduduk asli(pelajar) Indonesia yang melakukan perjalanan
ke India belajar mengenai kebudayaan india dan kembali ke Indonesia kemudian
menyebarkan budaya tersebut.

 Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya
seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah
sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.
Kitab suci agama Buddha yaitu Tripittaka artinya “Tiga Keranjang” yang ditulis dengan
bahasa Poli. Adapun yang dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:
1. Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh
umat Buddha.
2. Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.
3. Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.
Pemeluk Buddha wajib melaksanakan Tri Dharma atau “Tiga Kebaktian” yaitu:
1. Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.
2. Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
3. Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.
Disamping itu agar orang dapat mencapai nirwana harus mengikuti 8 (delapan) jalan
kebenaran atau Astavidha yaitu:
1. Pandangan yang benar.
2. Niat yang benar.
3. Perkataan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Penghidupan yang benar.
6. Usaha yang benar.
7. Perhatian yang benar.
8. Bersemedi yang benar.
Karena munculnya berbagai penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya menumbuhkan
dua aliran dalam agama Buddha yaitu:
1. Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.
2. Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan saling
membantu.
Pemeluk Buddha juga memiliki tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat yaitu:
1. Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.
2. Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.
3. Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.
4. Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.
Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya
Hindu-Buddha ke Indonesia.
1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya
penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa
Indonesia untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung
hipotesis ini adalah Van Leur.
2. Hipotesis Ksatria
Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh
kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan
antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang,
lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah
Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai
tempat tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu.
F.D.K. Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok
pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang
banyak berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah
membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah
satu pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah
menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India
dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang
memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang
belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang
disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk
menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.

Kerajaan-Kerajaan Tradisional di Indonesia


A. Kerajaan Kutai Martadipura
Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara dan seluruh
Asia Tenggara. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu
sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang
menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada
prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit
informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah.
Sejarah:
1. Yupa
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa/Tugu dalam upacara pengorbanan yang berasal
dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam
menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa
raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam
yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada brahmana.
Raja-raja yang pernah berkuasa
a. Kudungga (Anumerta Dewawarman)
Kudungga adalah nama asli orang Indonesia. Dia adalah raja pertama kerajaan Kutai,
Jadi pengaruh India nampaknya mulai masuk ketika dia berkuasa.
b. Aswawarman
Aswawarman adalah anak Kudungga. Diduga dia adalah raja Kutai pertama yang
bercorak Hindu. Dilihat dari namanya yang berakhiran “warman”. Kata “warman” ini diambil
dari bahasa Sansekerta.
c. Mulawarman
Mulawarman adalah anak Aswawarman yang menggantikan ayahnya. Dari yupa
diketahui bahwa di masanya, Kutai mengalami masa keemasan. Wilayahnya meliputi seluruh
Kalimantan Timur. Selain itu, namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada brahmana.
Berakhir
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai
Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.

B. Kerajaan Tarumanegara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di
wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu
kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan
peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma
adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
 Sumber Sejarah
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Di antara prasasti-
prasasti yang ditemukan adalah:
1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di
perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan
Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti
tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan
penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan
Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai
Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
 Sumber berita dari luar negeri
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.
1. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan
bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama
Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor"
(maksudnya animisme).
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-
mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari
To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis
penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M.
Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir
seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
C. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak
memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja,
Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.Pusat kerajaan
Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di
provinsi Sumatra Selatan, Indonesia). Menurut catatan Itsing Sriwijaya sudah mulai ada pada
tahun 671 M.

Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim. Negara ini
tidak memperluas kekuasaannya diluar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan
pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat.
Di abad ke-9, wilayah kemaharajaan Sriwijaya meliputi Sumatera, Sri Lanka,
Semenanjung Malaya, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, dan Filipina.[12] Dengan
penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang hebat hingga abad
ke-13.
Sriwijaya menjadi rumah bagi ribuan sarjana Budha sehingga menjadi pusat
pembelajaran agama Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin
emas telah digunakan di pesisir kerajaan.
Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana juga turut
berkembang di Sriwijaya.
 Perdagangan
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India
dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas selat Malaka dan selat Sunda. Orang Arab
mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti kamper, kayu gaharu, cengkeh,
pala, kepulaga, gading, emas, dan timah yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di
India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari
vassal-vassalnya di seluruh Asia Tenggara.
 Pengaruh budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya Hindu dan
kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada
tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja
Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun
abad ke-7 hingga abad ke-9. Sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa
Melayu dan kebudayaan Melayu di Nusantara.
 Penurunan
Tahun 1025, Rajendra Coladewa, raja Chola dari Koromandel, India selatan,
menaklukkan Kedah dan merampasnya dari Sriwijaya. Kemudian Kerajaan Chola
meneruskan penyerangan dan berhasil penaklukan Sriwijaya, selama beberapa dekade
berikutnya keseluruh imperium Sriwijaya berada dalam pengaruh Rajendra Coladewa

D. Kerajaan Mataram Kuno


 Awal Berdirinya Kerajaan
Prasasti Mantyasih (907) atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa
raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya.
 Dinasti yang Berkuasa
Pada umumnya para sejarawan sepakat bahwa ada tiga dinasti yang pernah berkuasa
di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa
Tengah, serta Wangsa Isana pada periode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama Sanjaya, raja pertama Medang. Dinasti ini
menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa pemerintahan
Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan Kerajaan Medang
direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha aliran Mahayana.
Mulai saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di pulau Jawa, bahkan berhasil pula
menguasai Kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an,
seorang anggota Wangsa Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi
Pramodawardhani putri mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi
raja Medang, dan memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai
awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang
baru muncul pada periode Jawa Timur. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang
membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu
Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Medangi
Bhumi Mataram.
Kehidupan masyarakat rukun dan teeratur meski mereka beragama Hindu dan Budha.
 Peninggalan
Selain meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan Medang juga membangun banyak candi.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan,
Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, dan tentu saja yang paling
kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa ini telah
ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai salah satu warisan budaya dunia.
 Berakhir
Berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan istana Medang di Jawa Timur hancur
karena terjadinya peristiwa Mahapralaya. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat
dibaca dengan jelas sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut
Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016.

E. Kerajaan Kahuripan
Kahuripan didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009 di Jawa Timur, sebagai
kelanjutan Kerajaan Medang yang kemudian runtuh ditahun 1006.  Airlangga adalah putera
pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan Udayana raja Bali. Menurut
sejarah, pada tahun 1009 datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga membangun
kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka, Airlangga pun
membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.
Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi daerah
Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah bawahan Kerajaan
Medang yang membebaskan diri. Baru setelah Kerajaan Sriwijaya dikalahkan Rajendra
Coladewa raja Colamandala di India tahun 1023. Airlangga merasa leluasa membangun
kembali kejayaan Wangsa Isyana.
Peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-kerajaan di
Jawa Timur dapat ditaklukkannya. Namun pada tahun 1032 Airlangga kehilangan kota Watan
Mas karena diserang oleh raja wanita yang kuat bagai raksasa, Raja Wurawari dari Lwaram
(sekutu Sriwijaya). Airlangga kemudian membangun ibu kota baru bernama Kahuripan di
daerah Sidoarjo sekarang. Musuh wanita dapat dikalahkan, bahkan kemudian Raja Wurawari
pun dapat dihancurkan pula. Saat itu wilayah kerajaan mencakup hampir seluruh Jawa Timur.
Nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang
dipimpin Airlangga, sama halnya nama Singhasari yang sebenarnya cuma nama ibu kota,
lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin Kertanagara.
Pusat kerajaan Airlangga kemudian dipindah lagi ke Daha, berdasarkan prasasti
Pamwatan, 1042 dan Serat Calon Arang.
Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan
perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya
Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua,
yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya,
serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji
Garasakan.
Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal
sekitar tahun 1049.
Dalam sejarah majapahit, Raden Wijaya sang pendiri kerajaan tampaknya
memperhatikan adanya dua kerajaan yang dahulu diciptakan oleh Airlangga. Dua kerajaan
tersebut adalah Kadiri alias Daha, dan Janggala alias Kahuripan atau Jiwana. Keduanya oleh
Raden Wijaya dijadikan sebagai daerah bawahan yang paling utama. Daha di barat,
Kahuripan di timur, sedangkan Majapahit sebagai pusat.
Pararaton mencatat beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Bhatara i
Kahuripan, atau disingkat Bhre Kahuripan. Yang pertama ialah Tribhuwana Tunggadewi
putri Raden Wijaya. Setelah tahun 1319, pemerintahannya dibantu oleh Gajah Mada yang
diangkat sebagai patih Kahuripan, karena berjasa menumpas pemberontakan Ra Kuti.
Hayam Wuruk sewaktu menjabat yuwaraja juga berkedudukan sebagai raja Kahuripan
bergelar Jiwanarajyapratistha. Setelah naik takhta Majapahit, gelar Bhre Kahuripan kembali
dijabat ibunya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi.
Sepeninggal Tribhuwana Tunggadewi yang menjabat Bhre Kahuripan adalah cucunya,
yang bernama Surawardhani. Lalu digantikan putranya, yaitu Ratnapangkaja.
Sepeninggal Ratnapangkaja, gelar Bhre Kahuripan disandang oleh keponakan istrinya
(Suhita) yang bernama Rajasawardhana. Ketika Rajasawardhana menjadi raja Majapahit,
gelar Bhre Kahuripan diwarisi putra sulungnya, yang bernama Samarawijaya.

F. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa
Timur antara tahun 1042-1222 M. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar
Kota Kediri.

 Latar Belakang
Airlangga mempunyai dua putra. Kemudian agar tidak terjadi perselisihan dia
membagi kerajaannya menjadi dua. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan
kerajaan barat bernama Panjalu (Kediri) yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan
putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang
berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Namun demikian, sepeninggal Airlangga perang
saudara tetap saja tidak terelakkan.
 Perkembangan Panjalu (Kediri)
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun
1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang
sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui
dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan
Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu
Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa
kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara,
bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178,
bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan
Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan
Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
 Karya Sastra Zaman Kediri
Beberapa karya sastra pada zaman Kediri:
1. Kakawin Bharatayuddha (1157) ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh.
Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa,
sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
2. Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya karya Mpu Panuluh.
3. Kakawin Smaradahana karya Mpu Dharmaja.
4. Sumanasantaka karya Mpu Monaguna
5. Kresnayana karya Mpu Triguna
 Berakhir
Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan
dalam Pararaton dan Negarakertagama. Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan
kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Dalam
peperangan ini Kediri kalah dan kemudian menjadi bawahan Singasari.
 Raja-Raja yang Pernah Memerintah Daha
Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota Kadiri:
1. Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih utuh
Airlangga, merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan. Ketika ia
turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibelah menjadi dua. Daha kemudian menjadi ibu
kota kerajaan bagian barat, yaitu Panjalu.
Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga tersebut sebelum
dibelah sudah bernama Panjalu.
2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Panjalu
*Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam
prasasti Pamwatan (1042).
* Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui dengan
pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
* Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti Panumbangan
(1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
* Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti Ngantang
(1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
* Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan
(1161).
* Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
* Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
*Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana.
*Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194),
prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton.
3. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari
Kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 dan menjadi bawahan Singhasari. Berdasarkan
prasasti Mula Malurung, diketahui raja-raja Daha zaman Singhasari, yaitu:
*Mahisa Wunga Teleng putra Ken Arok
* Guningbhaya adik Mahisa Wunga Teleng
* Tohjaya kakak Guningbhaya
* Kertanagara cucu Mahisa Wunga Teleng (dari pihak ibu), yang kemudian menjadi raja
Singhasari
4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri
Jayakatwang, adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-Gelang. Tahun
1292 ia memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singhasari. Jayakatwang
kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi pada tahun 1293 ia dikalahkan Raden
Wijaya pendiri Majapahit.
5. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit
Sejak tahun 1293 Daha menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja
yang memimpin bergelar Bhre Daha tapi hanya bersifat simbol, karena pemerintahan harian
dilaksanakan oleh patih Daha. Para pemimpin Daha zaman Majapahit antara lain:
*Jayanagara, tahun 1295-1309, didampingi Patih Lembu Sora.
*Rajadewi, tahun 1309-1370-an, didampingi Patih Arya Tilam, kemudian Gajah Mada.
Setelah itu, nama-nama pejabat Bhre Daha tidak diketahui dengan pasti.
6. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit
Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada tahun 1513 Daha menjadi ibu kota
Majapahit yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama raja ini identik dengan Dyah
Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan Trenggana raja Demak tahun 1527. Sejak saat itu
nama Kediri lebih terkenal dari pada Daha.

G. Kerajaan Singasari
Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari, adalah sebuah kerajaan di Jawa
Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
 Awal Berdirinya
Kerajaan Singasari berdiri karena adanya pertikaian antara Raja Kertajaya dari Kediri
dengan kaum brahmana. Kemudian kaum brahmana meminta pertolongan pada Ken Arok.
Terjadilah perang antara Raja Kertajaya dengan Ken Arok. Ken Arok memenangkan
pertarungan itu dan membentuk Kerajaan Singasari. Sedangkan Kediri berbalik menjadi
bawahan Singasari. Sejak saat itu Ken Arok mengangkat dirinya menjadi Raja Singasari yang
pertama dengan gelar Sang Amurwabhumi
 Kejayaan
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 -
1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Sehingga dia
dapat menguasai beberapa wilayah di luar jawa. Di antaranya adalah Melayu, Bali, Pahang,
Gurun, dan Bakulapura.
 Berakhir
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa
akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan
Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan
dari Kertanagara sendiri.Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota
baru di Kadiri. Riwayat Kerajaan Singhasari pun berakhir.

H. Majapahit
Majapahit adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga
1500 M dan berpusat di pulau Jawa bagian timur. Kerajaan ini pernah menguasai sebagian
besar pulau Jawa, Madura, Bali, dan banyak wilayah lain di Nusantara. Majapahit dapat
dikatakan sebagai kerajaan terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara dan
termasuk yang terakhir sebelum berkembang kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Nusantara.
Lokasi ibu kota Majapahit di bagian timur Jawa.
 Sejarah
Setelah Raja Kertanegara dibunuh oleh Jayakatwang dan Singasari hancur, Raden
Wijaya yang merupakan menantu Kertanegara berpura-pura menyerah pada Jayakatwang.
Kemudian Jayakatwang memberinya tanah di daerah Tarik, Sidoarjo. Pada tahun 1293 Raden
Wijaya membangun daerah kekuasaannya di tanah itu.Dengan pusatnya yang diberi nama
Majapahit. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kemudian dia
bersama-sama pasukan mongol yang dipimpin Kubilai Khan menyusun konspirasi untuk
membunuh Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, Raden Wijaya dengan caranya yang
cerdas membbuat pasukan Mongol meninggalkan Majapahit.
 Puncak Kejayaan
Hayam Wuruk (Rajasanegara) memerintah pada tahun 1350-1389. Hayam Wuruk
yang dibantu Mahapatih Gajah Mada membawa Majapahit pada puncak kejayaannya.
Mahapatih yang ketika pelantikannya mengucapkan Sumpah Palapa, yaitu sumpah yang
menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah
kemaharajaan, mewujudkan cita-citanya dengan sungguh-sungguh. Pada masa itu kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina.

 Jatuhnya Majapahit
Majapahit mengalami kemunduran sejak Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada
meninggal. Sepeninggalnya terjadi perang saudara (Perang Paregreg). Hal-hal itu semakin
diperparah dengan semakin melebarnya pengaruh Kesultanan Malaka yang bercorak Islam.
Satu per satu daerah bawahan Majapahit pun banyak yang melepaskan diri.
 Kehidupan ekonomi
Majapahit merupakan Negara agraris dan juga perdagangan. Upeti/pajak juga sudah
mulai dibayarka. Kerajaan Majapahit juga sudah mengenal sistem mata uang, yaitu berupa
uang logam.  

I. Kerajaan Bali
Bali yang dikenal sebagai “Pulau Dewata” pada zaman duhulu kala sebelum
kedatangan majapahit terdapat sebuah kerajaan yang muncul pertama kali di bali yaitu sekitar
914 M yang diketahui dari sebuah prasasti yang ditemukan di desa blanjong dekat Sanur yang
memiliki pantai matahari terbit. Prasasti itu berangka tahun 836 saka yang menyebutkan nama
rajanya “Khesari Warmadewa” memiliki istana yang ada di Singhadwala.
Khesari Warmadewa adalah Ugrasena pada tahun 915 M - 942 M. Setelah meninggal, Abu
dari jenasah dari raja Ugrasena dicandikan di Air Madatu, lalu digantikan oleh mahkota
Jayasingha Warmadewa (960 M - 975 M). Dikatakan bahwa raja Jayasingha membangun dua
pemandian di desa Manukraya, yang letaknya sekarang di dekat istana negara Tapak Siring.
 Raja Jayasingha Warmadewa digantikan oleh Raja Jayasadhu Warmadewa (975 M -
983 M), setelah itu wafat digantikan oleh seorang Ratu yang bernama Sri Maharaja Sriwijaya
Mahadewi (983 M - 989 M). Kemudian digantikan oleh Dharmodayana (989 M - 1011 M)
yang disebut juga Raja Udayana. Raja Udayana menikah dengan Gunapriayadharmapatni
alias mahendradatta dari kerajaan Medang Kemulan jawa timur dan dari perkawinannya
menghasilkan 3 orang anak yaitu : Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Kemudian
Airlangga menikah dengan putri Raja Dharmawangsa (raja jawa timur).
Raja Marakata menggantikan Raja Udayana sebab Airlangga berada di jawa timur. Raja
Udayana wafat dan abu jenazahnya di candikan di Banu Wka. Marakata diberi gelar
Dharmawangsa Wardana Marakatta Pangkajasthana Uttunggadewa yang memerintah di bali
dari 1011 - 1022. Kemudian digantikan oleh anak Wungsu (1049 - 1077) yang memerintah
selama 28 tahun dan dikatakan selama pemerintahannya keadaan negara aman tenteram. Anak
Wungsu tidak memiliki keturunan dan meninggal tahun 1077 dan di dharmakan di Gunung
Kawi dekat Tapak Siring. Setelah Anak Wungsu meninggal, keadaan kerajaan di Bali tetap
mengadakan hubungan dengan raja-raja di Jawa dan ada dikisahkan seorang raja Bali yang
saat itu bernama Raja Bedahulu atau yang kenal dengan nama Mayadenawa yang memiliki
seorang patih yang sangat sakti yang bernama Ki Kebo Iwa. Kedatangan Gadjah Mada dari
kerajaan majapahit ke Bali adalah ingin menaklukan Bali di bawah pimpinan Kerajaan
Majapahit, namun karena tidak mampu patih Majapahit itu mengajak Ki Kebo Iwa ke jawa
dan disana disuruh membuat sumur dan setelah sumur itu selesai Ki Kebo Iwa di kubur hidup-
hidup dengan tanah dan batu namun dalam lontar Bali Ki Kebo Iwa tidak dapat dibunuh
dengan cara yang mudah seperti itu. Tanah dan batu yang dilemparkan ke sumur balik
dilemparkan ke atas. Pada akhirnya dia menyerahkan diri sampai ia merelakan dirinya untuk
dibunuh baru dia dapat dibunuh. Setelah kematian Ki Kebo Iwa, Bali dapat ditaklukan oleh
Gadjah Mada pada tahun 1343. Setelah Bali ditaklukan oleh kerajaan Majapahit, sebagian
penduduk Bali Kuno melarikan diri ke daerah pegunungan yang kemudian disebut penduduk
“Bali Aga”. Sekarang keberadaan mereka dapat dijumpai di daerah Bali seperti di desa
tenganan (Kab. Karangasem), tengangan pengringsingan (Kab. Buleleng) dan masih banyak
lagi yang lainnya, mereka memiliki pakaian adat sendiri yang khas dimana bahan dan
bentuknya sedikit berbeda dengan pakaian adat Bali pada umumnya.

J. Kerajaan Sunda
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan
Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman
Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M),
menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua
anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan
Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang
Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya.
Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada
menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702)
memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Galuh yang mandiri. dari
pihak Tarumanagara sendiri, Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan
Tarumanagara. Tarusbawa selanjutnya memindahkan kekuasaannya ke Sunda, sedangkan
Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja Sunda pada hari
Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M). Sunda dan
Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di sebelah barat,
Galuh di sebelah timur).
K. Kerajaan Kembar
Putera Tarusbawa yang terbesar, Rarkyan Sundasambawa, wafat saat masih muda,
meninggalkan seorang anak perempuan, Nay Sekarkancana. Cucu Tarusbawa ini lantas
dinikahi oleh Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang
Tamperan. Saat Tarusbawa meninggal (tahun 723), kekuasaan Sunda jatuh ke Sanjaya, yang
di tahun itu juga berhasil merebut kekuasaan Galuh dari Rahyang Purbasora (yang merebut
kekuasaan Galuh dari ayahnya, Bratasenawa/Rahyang Séna). Oleh karena itu, di tangan
Sanjaya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Untuk meneruskan kekuasaan ayahnya yang
menikah dengan puteri raja Keling (Kalingga), tahun 732 Sanjaya menyerahkan kekuasaan
Sunda-Galuh ke puteranya, Tamperan. Di Keling, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22
tahun (732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara Rarkyan
Panangkaran. Kerajaan ini runtuh karena diserang oleh pasukan dari kesultanan Banten pada
tahun 1579. Rajanya yang terakhir adalah Prabu Suryakancana.

You might also like