Professional Documents
Culture Documents
Selain harus memiliki bekal pengetahuan yang cukup, guru juga dituntut
untuk memiliki integritas kepribadian yang tinggi dan keterampilan mengajar
yang dapat diandalkan, sehingga mampu menciptakan iklim belajar mengajar
yang kondusif, sehat, dan menyenangkan. Hanya dengan bekal ideal tersebut,
guru akan tampil sebagai figur yang benar-benar mumpuni, disegani, dan digugu
dan ditiru (dipercaya dan diteladani). Kalau hanya mengajarkan suatu mata
pelajaran tanpa proses pendidikan lebih lanjut, sembarang orang juga bisa
asalkan ada literaturnya. Untuk itu, guru dituntut memiliki nilai lebih (added
value) dalam melaksanakan pembelajaran.
Motivasi dapat timbul bila ada pemenuhan kebutuhan secara signifikan dalam
mempelajari sesuatu. Peserta didik akan termotivasi jika ia menemukan manfaat
yang berarti bagi dirinya, sehingga kemudian bisa dilanjutkan dengan
berlangsungnya aktualisasi diri melalui proses pembelajaran. Sebagaimana
dikatakan oleh Abraham Maslow (1908-1970), dalam teorinya, yakni bahwa
semakin tinggi need of achievement atau tuntutan pemenuhan kebutuhan
berprestasi yang dimiliki seseorang maka akan kian serius ia menggeluti suatu hal.
Jadi, guru dituntut menjadi motivator yang mampu memperlihatkan sejumlah
manfaat pada setiap sajian pembelajaran.
badian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan yang baik sering
dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak
mulia. Sebaliknya, bila seorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak
baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak
mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang mulia. Oleh
karena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi
rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik atau
masyarakat. Dengan kata lain, baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh
kepribadian. Lebih lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan
faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai
pendidik. Kepribadian dapat menentukan apakah guru menjadi pendidik dan
Pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari
depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah
dasar) dan bagi mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat
remaja).
masalah yang sangat sensitif sekali. Penyatuan kata dan perbuatan dituntut dari
guru, bukan lain perkataan dengan perbuatan, ibarat kata pepatah; pepat diluar
runcing di dalam.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan, bahwa akhlak adalah
perbuatan manusia yang berasal dari dorongan jiwanya karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pikiran terlebih dahulu. Maka gerakan refleks, denyut jantung, dan
kedipan mata tidak dapat disebut akhlak.
Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan. Guru yang baik, anak
didik pun menjadi baik. Tidak ada seorang guru yang bermaksud
menjerumuskan anak didiknya kelembah kenistaan. Karena kemuliaan guru,
sebagai gelarpun di sandangnya. Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan
tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan,
makhluk serba bisa, atau sebagai julukan lain seperti makhluk interpreter, artis,
kawan, warga Negara yang baik, pembangun manusia, pembawa kultur, pioneer,
reformer dan terpercaya, soko guru, bhatara guru, kiajar, sang guru dan
sebagainya. Itulah atribut yang pas untuk guru yang diberikan oleh mereka yang
mengagumi figur guru. Oleh karena itu, penyair telah mengakui pula nilai guru
dengan kata-katanya, “berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan,
seorang guru hamper saja merupakan seorang rasul”. Pribadi guru adalah
uswatun hasanah, kendati tidak sesempurna seperti rasul. Betapa tingginya
derajat seorang guru, sehingga wajarlah bila guru diberi berbagai julukan yang
tidak akan pernah ditemukan pada profesi lain. Semua julukan itu perlu
dilestarikan dengan pengabdian yang tulus ikhlas, dengan motivasi kerja untuk
membina jiwa dan watak anak didik, bukan segalanya demi uang.
Guru adalah spiritual father atau bapak rohani dari seorang anak didik
ialah yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu pendidikan akhlak, dan
membenarkannya, maka menghormati guru berarti menghormati anak didik kita,
4
menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru
itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu menunaikan
tugasnya itu dengan sebaik-baiknya. Abu Dardaa’ melukiskan pula mengenai
anak didik itu bahwa keduanya adalah berteman dalam “kebaikan” dan tanpa
keduanya tak akan ada “kebaikan”.
Profil guru yang ideal adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan
panggilan jiwa, panggilan hati nurani, bukan karena tuntutan uang belaka yang
membatasi tugas dan tanggung jawabnya sebatas dinding sekolah. Guru yang
ideal selalu ingin bersama anak didik di dalam dan di luar sekolah. Jadi
kemuliaan hati seorang guru tercermin dalam kehidupan sehari-hari, bukan
hanya sekedar simbol atau semboyan yang terpampang di kantor dewan guru.
Posisi guru dan anak didik boleh berbeda, tetapi keduanya tetap sering dan
setujuan, bukan seiring tapi tidak setujuan. Sering dalam arti kesamaan langkah
dalam mencapai tujuan bersama. Anak didik berusaha mencapai cita-citanya dan
guru dengan ikhlas mengantar dan membimbing anak didik kepintu gerbang cita-
citanya. Itulah barangkali sikap guru yang tepat sebagi sosok pribadi yang mulia.
Pendek kata, kewajiban guru adalah menciptakan “khairunnas” yakni manusia
yang baik.
M U L I N S Y A H, A, Ma, Pd
Nip : 19631110 198609 1 001.