You are on page 1of 58

EVIDENCE-BASED DIAGNOSIS

(Bagaimana Memilih Tes


Diagnostik dan Menggunakan)
Dr.Sugiarto,dr,SpPD.
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr Moewardi / FK
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Kuliah Budaya Ilmiah, 5- September 2010


PENDAHULUAN
 Untuk memberikan terapi yang tepat seorang klinisi
(dokter) harus menentukan terlebih dahulu
diagnosis yang tepat.
 Diagnosis adalah hubungan antara penemuan klinik
dan intervensi.
 Diagnosis suatu penyakit harus didasarkan pada
gejala,tanda, pemeriksaan fisik dan beberapa
pemeriksaan penunjang.
PENDAHULUAN……
 Jenis Diagnosis :
 1. Diagnosis Etiologi.
 2. Diagnosis Anatomi.
 3. Diagnosis Fungsional.
 4. Diagnosis psikiatri.
 5. Diagnosis Psikososial.
 Informasi tentang karakteristik dan penggunaan
prosedur dan test diagnostik pada pemeriksaan
penunjang dapat membantu klinisi menentukan
diagnosis yang tepat.
 Test diagnostik membantu seorang klinisi untuk
memperkirakan suatu penyakit.
 Perlu dilihat metodelogi penelitian dan analisa data. .
Contoh problem pasien

 Patient oriented !!!!!!!


 Pasien usia 45 telah dilakukan test
mammografi. Hasil yang dibacakan oleh ahli
radiologist dinyatakan "suspek malignancy" .
 Pasien tersebut menanyakan kepada Anda :
“Apakah saya mempunyai cancer?", dan
kamu menyawab “ Tidak , kita harus
melakukan test lebih lanjut ."  
 Kemudian pasien menayakan, "OK, saya
mengerti bahwa mammografi bukanlah
jawaban terakhir, tetapi apa yang kita
ketahui, bahwa saya mempunyai kanker
payudara?".
Itu mudah !!!
Kemungkinan risiko untuk mendapatkan
kanker payudara pada wanita usia > 45 tahun
dari hasil mammografi adalah
1%. Kemungkkinan juga bahwa pemeriksaan
mammografi sensifitasnya 90% dan
spesifitasnya 95% .
 Kemudian pilih pertanyaan berikut :

1%    15%      60%      85%    95%


Evidance-Base Diagnosis
Jawaban pertanyaan ?

Memerlukan
informasi klinik Terapkan hasil-hasil
pada pasien anda
Temukan
evidence yang terbaik
untuk menjawab
pertanyaan

Critically appraise evidence


(validitas dan kegunaan)
5 Alasan perlu dilakukan test Diagnostik
1. Memastikan diagnosis pada keluan pasien . Misal Pemeriksaan
ECG untuk diagnosis ST-elevation myocardial infarction (STEMI)
pada pasien dengan chest pain (nyeri dada).
2. Screning penyakit yang tidak mempunyai keluan. Misal
pemeriksaan test prostate-specific antigen (PSA) pada laki-laki
usia >50 tahun.
3. Mendapatkan informasi prognosis pada pasien yang penyakitnya
sudah jelas. Misal pemeriksaan jumlah CD4 pada pasien HIV.
4. Monitoring terapi terhadap manfaat dan efek samping. Misal
pengukuran international normalized ratio (INR) pada pasien yang
mendapat warfarin.
5. Memastikan seseorang tidak menderita penyakit. Misal
pemeriksaan test kehamilan untuk menyingkirkan diagnosis
kehamilan yang ekstopik .
Tujuan

 Bagaiamana memilih test diagnostik yang


dipakai pada pasien.
 Memakai PIOPED II:
 Critically appraise (telaah Kritis) pada artikel
penelitian test diagnostik.
 Menghitung dan menginterpretasi (sensitivity,
specificity, predictive values,dll)
Kriteria untuk Menentukan Test
Diagnostik
1. Bagaimana validitas test diagnostik dan
level of evidence (LOE) yang disajikan?
2. Bagaimana kemampuan test diagnostik
( sensitivity, specificity, predictive
value,likehood ratio dan karakteristiknya)
3. Bagaimana penerapan hasil penelitian dan
test diagnostik terhadap klinik ?
Evidence-Based Medicine (EBM)
 Adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru
dengan subyek pasien dan kejadian klinik
dalam membuat keputusan klinik.
Level of Evidence [LOE])
 Pembagian berdasarkan pendekatan prevention, diagnosis,
prognosis dan therapy.

 Level A:
 Consistent Randomised Controlled Clinical Trial,

 Cohort study.

 Level B:
 Consistent Retrospective Cohort.

 Explonatory Cohort.

 Ecological Study.

 Outcomes Research,

 Case-control Study, atau extrapolasi dari studi level A.


 Level C:
 Case-series Study atau extrapolasi dari studi level

B
 Level D:
 Opini tanpa critical appraisal atau berdasarkan

patophysiologi.
 Level E:
 Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti

cukup, kualitas jelek atau banyak pertentangan.


1.
Bagaimana validitas test diagnostik
dan level of evidence (LOE) yang
disajikan?
 Validitas dan ketepatan test diagnostik
paling baik ditentukan dengan
membandingkan “kebenaran”.

 Standart rujukan juga disebut “gold


standard”, “criterian standard” atau
“diagnostic standard”,”baku emas”

 Strandart rujukan merupakan diagnosis yang


telah di uji kebenaranya berdasarkan
metodologi penelitian.
Kriteria utama untuk menentukan
validitas penelitian test diagnostik :
 Punya standart rujukan yang telah diujicobakan
pada setiap pasien.

 Apakah hasil test baru dan standart rujukan adalah


independent (bebas) ? Apakah hasil test baru
mempengarui standart rujukan ?

 Apakah sampel pasien termasuk pasien yang


dilakukan test diagnostik yang dapat diterapkan
dalam klinik ?

 Apakah dapat memperlihatkan diskripsi dari test


baru dan standart rujukan ?
Punya standart rujukan yang
telah diujicobakan pada setiap
pasien.
 Suatu test baru harus dibandingkan dengan
standart rujukan seperti biopsi, pembedahan,autopsi
atau evaluasi yang cukup lama.

 Test baru dan standart rujukan sama-sama


diujicobakan pada setiap pasien yang akan diteliti.

 Misal : Test mikroabuminuri urine dengan


membandingkan antara :
 24-Hour Urinary Albumin excretion Rate (Standart rujukan )
dengan Urinary Albumin: creatine ratio ( test baru).
 Kedua test ini harus diujicobakan pada setiap pasien yang
diteliti.
Apakah hasil test baru dan standart
rujukan adalah independent (bebas) ?

Apakah hasil test baru mempengarui


standart rujukan ?
 Untuk mencegah apakah hasil test diagnostik
baru dipengaruhi oleh test standart rujukan,
maka hasil test harus independent.

 Misal : hasil test fundoskopi berbeda dengan


angiografi.
Apakah dapat memperlihatkan diskripsi
dari test baru dan standart rujukan ?
 Point penting adalah test dapat membedakan
antara laki-laki dan wanita.
 apakah secara umum dapat diterima menjadi
standart rujukan.
Apakah sampel pasien termasuk
pasien yang dilakukan test diagnostik
yang dapat diterapkan dalam klinik ?
 Test diagnostik hanya digunakan untuk
membedakan penyakit yang belum jelas.

 Test diagnotik dapat membedakan antara


yang sehat dengan yang sakit.

 Nilai pragmatis dari test ini adalah hanya


pada penelitian itu sendiri yang menyerupai
dalam praktek klinik.
2.
Bagaimana kemampuan test
diagnostik ( sensitivity, specificity,
predictive value,likehood ratio dan
karakteristiknya)
Sensitivity, specificity and LRs
don’t help to make a diagnosis
 Apa yang perlu
diketahui, berikan hasil
positip atau negatip
Apakah kemungkinan
pasien mempunyai
penyakit.
 Tidak…. Jika mereka
penyakit kemungkinan
test positive
(sensitivity) or negative
(specificity)
Paradigma Diagnostic

 Pre test probability

 Diagnostic test (sensitivity / specificity)

 Revised probability (post test probability)


Test & Treatment Thresholds in
Diagnosis
Further testing

st

t
ea
te
No

Tr
0% 100%

Test Treatment
Threshold Threshold

Probability of Disease
Sensitivity & specificity depend on more
than just the ‘quality’ of a test…
If the cut off point of this test
is set low then it will be
sensitive (all patients with
Healthy disease will test positive) but
there will also be a number
of false positives (lowering
specificity)

Diseased
Test Diagnostik
 Sensitivity

 Specificity

 Accuracy

 Predictive Value

 Likelihood Ratios
 Tingginya sensitivity dan specifity akan
menentukan hasil test “rule in atau rule out”.
 Contoh :
 Sensitivity 100 % dan negatip Predictive value
100%  rule out.
 Specificity 100 % dan positip Predictive
value 100 % rule in.
RULE IN ATAU RULE OUT

“Spin” (a positive result for a 100% specifi c test rules in disease) and
“Snout” (a negative result for a 100% sensitive
test rules out disease) rules.
 Sensitivity :
 Adalah indek prosentase yang menunjukkan kemampuan uji
diagnosis baru dalam mendeteksi adanya penyakit kalau
memang ada penyakitnya berdasarkan uji diagnosis baku emas.
 Proporsi orang dengan gangguan penyakit yang
memberikan hasil test positip (abnormal)
 Merupakan rujukan kasus yang benar-benar positip
adanya penyakit.
 Umumnya lebih sensitip suatu test untuk penyakit , rata-
rata false-positive (positip palsu),lebih rendah
spesifitasnya. 
 Hasil sensitivity yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk
screning suatu penyakit.
 Specificity:

 Adalah indek yang menunjukkan kemampuan uji diagnosis


yang sedang diteliti dalam mendeteksi tidak adanya penyakit
bila memang tidak ada penyakit berdasarkan uji diagnosis
baku emas
 Berfungsi hanya untuk menentukan tidak adanya suatu
penyakit pada diri seseorang
 Adalah proporsi orang tanpa gangguan penyakit yang
memberikan hasil test negatip (normal).
 Merupakan rujukan kasus yang benar-benar negatip
tidak adanya penyakit.
Perlu diingat !

 sensitivity dan specificity hanya digunakan


ketika keduanya sangat tinggi ( 95% ).
Kurve ROC yang menggambarkan
hubungan antara sensitivity vs (1-specificity)
 Accuracy :

 Adalah kesesuaian secara keseluruhan antara uji


diagnosis baru yang sedang diteliti dengan uji
diagnosis baku emas

 Kemapuan test untuk memisahkan penyakit


dengan baik.
 Predictive value:

 Merupakan gambaran prevalensi dan karakteristik penyakit


pada penelitian.

 Positip Predictive value :


 Adalah seberapa besar kemampuan uji diagnosis yang sedang

diteliti dalam memprediksi benar-benar adanya penyakit


apabila hasil uji diagnosis tersebut positif
 Kemungkinan hasil test positip yang mempunyai penyakit.

 Negatip Predictive value :


 Adalah seberapa besar kemampuan uji diagnosis yang sedang

diteliti dalam memprediksi benar-benar tidak ada penyakit


apabila hasil uji diagnosis tersebut negatif
 Kemungkinan hasil test negatip yang tidak mempunyai

penyakit.
 Likehood ratio( LR):

 Merupakan proporsi probabilitas (kemungkianan) setelah


dilakukan test.
 Digunakan untuk memperkirakan ketepatan adanya
penyakit atau kelainan pada waktu test.
 Tingkatan test diagnostik meningkatkan atau
menurunkan kemungkinan suatu penyakit yang dapat
dilihat dari pengukuran pre-tes terhadap post-testnya.

 LR =1 artinya kemungkinan post-tes sama dengan pre-tes.

 LR >1 artinya kemungkinan terjadi penyakit lebih besar.

 LR<1 artinya kemungkinan terjadinya penyakit lebih kecil.


Contoh !

 Dilaporkan bahwa scan kepala pada infark


“high probability”. pre-test probability of 70%
dan mempunyai LR of 18.3 yang
berhubungan dengan high-probability scan,
post-test probability adalah > 97%.
Likelihood ratio nomogram
Interpretasi Likehood ratio
Qualitative Strength LR(+) LR(-)

Excellent 10 0,1

Very good 6 0,2

Fair 2 0,5

Useless 1 1
Hubungan antara hasil tes dan situasi
sebenarnya
Penyakit
Hasil test Ada Tidak ada

Positip True positip False positip


a b
Negatip False negatip True negatip
c d

a+c b+d
Keterangan:

 Sensitivity : a/( a+c)


 Specifity : d/(b+d).
 Accuracy : (a+b)/(a+b+c+d)
 Predictive value :
 Positip Predictive value : a/(a+b)
 Negatip Predictive value : d/(c+d)
 Likelihood Ratio :a/(a+c) : b/(b+d)
Contoh
Contoh
3.
Bagaimana penerapan hasil
penelitian dan test diagnostik
terhadap klinik ?
Probabilitas alamiah pada proses
Diagnostik
Terapi atau tidak ?
 Apakah test dapat direproduksi?
 Test yang baik harus bisa membedakan yang
normal dengan abnormal pada keadaan stabil.

 Apakah hasil test dapat diterapkan pada


pasien ?
 Hasil test dapat memperlihatkan perbedaan
kelainan pada setiap kondisi.
 LR > 1 meningkatkan sensitifitas penyakit.
 LR<1  menurunkan sensitifitas penyakit
 LR =1  test tidak bermanfaat.
 Apakah test dapat merubah penatalaksaan ?
 Hasil test akan menentukan diagnosis pasien.
 Ketepatan diagnosis memberikan ketepatan dalam terapi.
 Untuk memutuskan hasil tes dapat dimamfaaftkan atau
tidak dapat dilihat pada besaran LR.
 Jikan LR =1 test tidak bermanfaat.

 Apakah test dimanfaatkan atau tidak ?

 Tes tidak dimanfaatkan jika tidak bisa untuk


mendiagnosis, berbahaya pada pasien, punya
resiko
KESIMPULAN
 Untuk menentukan diagnosis yang tepat
suatu penyakit diperlukan tanda-tanda,
penemuan klinik dan pemeriksaan penunjang
(test diagnostik).
 Interpretasi dan penggunaan hasil test
diagnostik merupakan kunci penting terhadap
diagnosis penyakit.
 Untuk terapi diperlukan “evidance-base “
yang terbaru.
 Perhitungan LR menentukan penyakit atau
tidak adanya penyakit
KESIMPULAN- 1

 What do you want to DO with a test?


 Rule in disease? Rule out disease?
 Think about the pre-test probability before
you order a test
 Compare the operating characteristics of
tests before you select one
 Think about what you will do with the results
of the test (implications)
KESIMPULAN- 2

 If a serious outcome if the disease is missed,


you want a high ________
Sensitivity

 If the treatment is invasive or risky, you want


a high _________
Specificity

 Predictive value is influenced by underlying


prevalence of disease
 Likelihood ratios are not influenced by
prevalence of disease
DAFTAR PUSTAKA
 Jaeschke, et al. 1994. Based on the Users' Guides to Evidence-
based Medicine .JAMA :271(5):389-391) dan 271(9):703-707)
 Soeparto ,dkk. 1998. Epidemiologi Klinis Gramik FK UNAIR
 Gerstein and Haynes, 2001. Evidence-Based Diabetes Care.
Canada. Bc Decker Inc
 Wainner and Fritz, 2001. Examining Diagnostic Tests: An
Evidence-Based Perspective.Physical Therapy ;81;1546-1564
 Hawkins RC,2005. The Evidence Based Medicine Approach
to Diagnostic Testing: practicalities and limitations .Clin
Biochem Rev ;26: 7-18
 Elavunkal,2009. Updated: Nov 9

You might also like