Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Kelompok 3B
Agustina Dwi 0706270213
Diana Tri Budi S0706270384
Fitri Annisa 0706270592
Hedy Hardiana 0706
Hestiana Rahayu 0706270705
Listarina Noviani 0706270831
Nur Fitriani Y 0706270964
Rio Febrian 0706271121
Titin Hermaneti 0706271241
Adapun menurut Mansjoer Arief, (2000) pemeriksaan penunjang pada penyakit BPH,
meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium
o Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih.
o Elektrolit, kadar ureum, dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsi ginjal dan status metabolik.
o Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan.
2. Pemeriksaan radiologis yang biasanya dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sistoskopi, tujuannya adalah untuk memperkirakan
volume BPH.
3. Pemeriksaan fisik
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemerik-saan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung
underestimate daripada pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar,
hampir pasti bahwa ukuran sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada
pemeriksaan colok dubur, ternyata hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada
pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini dalam menentukan adanya karsinoma prostat
sebesar 33%. Perlu dinilai keadaan neurologis, status mental pasien secara umum dan fungsi
neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter
ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat menunjukkan adanya kelainan pada busur refleks
di daerah sakral.
8. Uretrosistoskopi
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan buli-buli.
Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu buli-buli,
trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel bulibuli. Selain itu sesaat sebelum dilakukan
sistoskopi diukur volume residual urine pasca miksi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak
mengenakkan bagi pasien, bisa menimbulkan komplikasi perdarahan, infeksi, cedera uretra,
dan retensi urine sehingga tidak dianjurkan sebagai
pemeriksaan rutin pada BPH.
Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan untuk
menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka. Disamping itu
pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya karsinoma buli-buli
sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada buli-buli.
9. Pemeriksaan urodinamika
Kalau pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien mempunyai
pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan
urodinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu
disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra atau kelemahan kontraksi otot detrusor.
Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani pembedahan. Mungkin saja
LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan oleh BPO melainkan disebabkan oleh
kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan desobstruksi tidak
akan bermanfaat. Pemeriksaan urodinamika merupakan pemeriksaan optional pada evaluasi
pasien BPH bergejala. Meskipun merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika saat ini
merupakan pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO),
dan mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakan pem-bedahan. Menurut Javle et al
(1998)30, pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%, spesifisitas 93%, dan nilai prediksi
positif sebesar 95%. Indikasi pemeriksaan uro-dinamika pada BPH adalah berusia kurang
dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun dengan volume residual urine>300 mL, Qmax>10
ml/detik, setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis, setelah gagal dengan
terapi invasif, atau kecurigaan adanya buli-buli neurogenik.
10. Diagnosis Banding
Kelemahan otot destrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih
neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropati diabetes, bedah radikal yang
mengorbankan persarafan didaerah pelvis, dan penggunaan obat-obatan (penenang,
penghambat reseptor ganglion dan parasimpatik).
Kekakuan leher buli-buli dapat disebabkan oleh proses fibrosis. Resistensi uretra dapat
disebabkan oleh pembesaran prostat (jinak atau ganas), tumor dileher buli-buli, batu uretra
dan striktur uretra.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran
Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.
Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta :
Binarupa Aksara, 1995.
Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,
1994.
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997.
Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek
Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.
Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan, Jakarta :
Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993.
Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK UNDIP.
Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Semarang :
Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP.
Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya : SMF/Lab. Urologi RSUD Dr.
Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.
Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.
Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Bailey’s Emergency Surgery 11th edition, Gadjah Mada
University Press, 1992.
Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W., Kapita Selekta Kedokteran, 3rd
edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI, 2000