Professional Documents
Culture Documents
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nyalah maka penulisan laporan ini dapat saya selesaikan tepat
pada waktunya.
Penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu wujud pembelajaran saya
dalam memahami Hematology and Immunology System khususnya mengenai Lupus
Eritematosus Sistemik.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada dr. Rina
Amelia MARS. yang telah bersedia menyediakan waktu dan memberikan masukan –
masukan yang berharga selama tutorial sehingga saya dapat lebih memahami lagi
tentang blok ini.
Dan saya juga berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapa saja yang
membaca dan bisa menjadi contoh dalam membuat makalah yang lain.
Akhir kata saya memohonkan kritik dan saran yang konstruktif sehingga dapat
meningkatkan pemahaman saya di masa yang akan datang. Selain itu saya meminta
maaf sebesar-besarnya bila ada kesalahan penulisan pada laporan ini.
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................
.........1
Daftar Isi.................................................................................................. 2
Pendahuluan.............................................................................................3
Isi..............................................................................................................4
Pemicu......................................................................................................4
Pertanyaan................................................................................................5-6
Jawaban....................................................................................................6-18
Ulasan......................................................................................................18
Kesimpulan..............................................................................................18
Daftar Pustaka..........................................................................................18-19
2
PENDAHULUAN
Hampir 90 persen Lupus menyerang perempuan usia produktif atau subur yang
termasuk dalam salah satu kategori Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang
menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah,
jantung, ginjal, hati, otak, dan syaraf.
Sedangkan bagi perempuan yang sudah memasuki masa menopause justru lebih
kecil terserang penyakit ini. Penyakit ini dapat mengganggu kehamilan yang akan
mengakibatakan keguguran janin. Akan lebih fatal lagi dan membahayakan hidup si
penderita Lupus apabila ditambah dengan penyakit lain karena daya tubuhnya akan
semakin menurun.
Lebih lanjut secara klinis Lupus dapat berupa kelainan kulit, kelainan di saluran
pencernaan, paru-paru, jantung, hati, ginjal, pembuluh darah, tulang dan sendi,
kelainan darah, sistem saraf dan lain-lain. Penyakit Lupus ini bersifat kronis dan
ditandai dengan adanya remisi atau masa penyakit tidak bergejala dan eksaserbasi
atau masa penyakit memperlihatkan gejala yang khas.
3
tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease atau
penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan.
ISI
3. Data pelaksanaan:
A. Tanggal Tutorial: 11 Mei 2010 – 14 Mei 2010
B. Pemicu ke-4
C. Pukul: 07.00 – 09.30 WIB
D. Ruangan: Ruang Tutorial 8
4. Pemicu:
Ny. Luna, 28 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam RS HAM Medan dengan
keluhan mudah lelah sejak 3 hari bulan ini, disertai dengan keluhan bercak-
bercak merah menebal di pipi kanan dan kiri dan adanya keluhan nyeri di
beberapa sendi. Bercak merah di pipi tersebut makin memerah bila terkena sinar
matahari.
Apa yang terjadi pada Ny. Luna ?
More Info:
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan tanda vital
Keadaan umum lemah/lelah, tanda vital: dalam batas normal
Pemeriksaan kepala
Terlihat ruam kemerahan di pipi kiri dan kanan menyerupai kupu-kupu
4
Pemeriksaan ekstremitas
Dijumpai pembengkakan pada sendi lutut, pergelangan tangan kiri dan kanan
dan disertai nyeri bila digerakkan.
Hasil Laboratorium
Test Hasil
Hemoglobin 10,7 gr/dl
LED 63 mm/jam
3
Leukosit 3900/ mm
Trombosit 165.000/ mm
3
Hematokrit 33%
Antibodi antinuklear (ANA) Positif
Sel LE (Lupus eritematosus) Positif
5. Tujuan pembelajaran:
A. Mengetahui faktor yang berperan dalam autoimun
B. Mengetahui mekanisme penyakit autoimun
C. Mengetahui klasifikasi autoimun
D. Mengetahui definisi, klasifikasi, mekanisme, dan contoh penyakit dari
hipersensitivitas
E. Memahami definisi, etiologi dari LES (Lupus Eritematosus Sistemik)
F. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi dari LES
G. Mengetahui manifestasi klinis dan mekanismenya dari LES
H. Mengetahui cara diagnosa, penatalaksanaan, dan komplikasi dari LES
I. Mengetahui prognosis, indikasi rujukan pasien, dan diagnosa banding dari
LES
5
G. Apa sajakah manifestasi klinis beserta mekanisme pada LES?
H. Bagaimanakah diagnosa, penatalaksanaan, dan komplikasi dari LES?
I. Bagaimanakah prognosis, indikasi rujukan pasien, dan diagnosa banding
pada LES?
6
Penumpukan kompleks imun (antigen – antibodi) di jaringan tubuh
akan berikatan dengan sel mast dan basofil yang akan melepaskan
histamin dan sitokin lain, sehingga menyebabkan lisis jaringan.
Contoh penyakit:
1. LES (Lupus Eritematosus Sistemik)
2. Arthritis rheumatoid
3. Sicca kompleks
4. Sindrom Good Pasteur
5. Anemia Pernisiosa
c Penyakit autoimun melalui sel T
Contoh penyakit :
1. Sklerosis multipel
2. Enselomielitis desiminasi akut (EMDA)
3. Sindrom Gullien Barre (Acute Idiopathic Polyneuritis)
4. Goiter
7
Penyakit Addison Protein mikrosome sel adrenal
Penyakit autoimun hemolitik Membran sel darah merah
Anemia pernisiosa Antigen sel parietal geiser, faktor intrinsik
Sindrom Gullien Barre Saraf perifer (gangliosides)
Ensefalomielitis diseminasi akut Protein myelin basis
Diabetes Melitus tipe I Antigen sel Langerhans pankreas
Sindrom Good Pasteur Kolagen membran basalis (Tipe IV)
Penyakit Grave Thyroid Stimulating Hormone Receptor
Tiroiditis Hashimoto Triglobulin
Miastenia gravis Reseptor asetilkolin
Sindrom Sjogren Sel epitel saluran kelenjar saliva
Polimositis Otot (histidine t-RNA synthetase)
4. Hipersensitivitas
a. Defenisi
Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas tubuh bereaksi
dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda
asing. Philip Gell dan Robin Cooms membahagi dalam
hipersensitivitas ke dalam 4 reaksi berdasarkan kecepatan dan
mekanisme imun yg terjadi, yaitu tipe I, II, III, IV. Reaksi ini dapat
terjadi sendiri-sendiri, tetapi di klinik sering dua atau lebih jenis
reaksi tersebut terjadi bersamaan.
b. Klasifikasi dan mekanismenya
1. Hipersensitivitas tipe I
8
Reaksi yang cepat yaitu dalam masa 2 – 30 menit. Allergen yaitu
antigen terdiri daripada debu bunga , bee stings, habuk (dust) , bulu
hewan dan obat seperti aspirin. Terdiri atas 3 fase:
a. Fase Sensitisasi
Kali pertama terdedah dengan allergen. Apabila terdedah dengan
allergen, T helper 2 mensekresikan IL-4. IL-4 merangsang B cells
untuk mensintesis IgE. IgE diikat oleh reseptor spesifik (Fce-R) di
permukaan sel mast dan basofil. Pada pertama kali, tiada simptom
yang berlaku. Hanya sel memori yang dibentuk.
b. Fase Aktivasi
Kali kedua terdedah dengan allergen, mengaktifkan sel mast dan
basophils. Sel mast melepaskan granul dan mediators dilepaskan.
c. Fase Efektor
Mediator-mediator mengelilingi jaringan menyebabkan terjadi
efek sistemik seperti anaphylaxis.
2. Hipersensitivitas tipe II
Reaksi tipe II sama dengan reaksi sitotoksik. Terbentuknya antibodi
(IgG/IgM) untuk melawan antigen target pada permukaan sel.
9
Sensitisasi sel Natural Killer (NK) / sel efektor, melalui
mekanisme Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) akan
menyebabkan lisis sel. Selain itu, lisis sel juga dapat disebabkan ikatan
antibodi dengan antigen yang akan mengaktifkan komplemen sehingga
sel lisis.
Contoh penyakit:
1. Destruksi sel darah merah (reaksi transfusi)
2. Reaksi inkompabilitas rhesus
3. Anemia hemolitik autoimun
4. Reaksi obat
5. Sindrom Good Pasture
6. Miastenia Gravis
7. Pempigus
10
1. Poliartritis nodosa
2. Penyakit serum
3. Artritis reumatoid
4. Glomerulonefritis pasca streptokok
4. Hipersensitivitas tipe IV
Disebut juga reaksi lambat. Terdapat 2 reaksi:
a. Delayed Type Hypersensitivity (DTH)
Antigen yang berasal dari luar akan dipresentasikan sel APC ke sel
Th 1 yang MHC-II dependen. Lalu akan melepaskan sitokin seperti
Macrophage Inhibitor Factor (MIF), Macrophage Activator Factor
(MAF), IFN – γ. Sitokin tersebut akan mengaktifkan makrofag, dan
akan melepaskan sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, TNF – α), oksigen
reaktif (superoksid, radikal hidroksid, hidrogen peroksida), serta
protease dan enzim. Faktor-faktor yang dilepaskan tersebut akan
menyebabkan inflamasi, penghancuran bakteri dan sel lain.
b. Reaksi T Cell Mediated Cytotoxicity
Antigen intraselular (virus atau bakteri) oleh sel APC akan
dipresentasikan ke Th 1 yang MHC-1 dependen. Sel Th 1 akan
teraktivasi oleh IL-1 yang dilepas oleh APC, dan juga akan melepas
limfokin (IL-2, IFN, MIF, MAF, TNF). IL-2 dan IFN akan
mengaktifkan Tc (CD 8) yang akan menghancurkan antigen atau sel
sasaran.
Apabila terjadi kontak langsung antara antigen dengan Tc, makan
akan melepaskan:
1. Perforin: membentuk polimerisasi dalam lipid membran sel
sasaran dan membentuk lubang kecil.
2. Gamzyme: merupakan esterase yang merusak sel sasaran dengan
memecah makromolekul yang esensial.
11
3. Sklerosis multipel
4. Neuritis perifer
5. Miokarditis eksperimental autoimun
3. Hormon
12
a. Estrogen : imunomodulator terhadap fungsi sistem imun humoral
yang akan menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor
menyebabkan peningkatan produksi antibodi.
b. Androgen akan induksi sel Ts dan menekan diferensiasi sel B
(imunosupresor).
c. Imunomodulator adalah zat yang berpengaruh terhadap keseimbangan
sistem imun.
d. 3 jenis imunomodulator :
1. Imunorestorasi
2. Imunostimulasi
3. Imunosupresi
4. Lingkungan
a. Bakteri atau virus yang mirip antigen atau berubah menjadi
neoantigen.
b. Sinar UV akan meningkatkan apoptosis, pembentukan anti DNA
kemudian terjadi reaksi epidermal lalu terjadi kompleks imun yang
akan berdifusi keluar endotel setelah itu terjadi inflamasi.
c. Patogenesis
Faktor pemicu akan memicu sel T autoreaktif yang akan
menyebabkan induksi dan ekspansi sel B. Lalu, akan muncul antibodi
terhadap antigen nukleoplasma, meliputi DNA, nukleoprotein, dan lain-
lain yang akan membentuk kompleks imun. Kompleks imun dalam
keadaan normal, dalam sirkulasi diangkut oleh eritrosit ke hati dan limpa
lalu dimusnahkan oleh fagosit. Tetapi dalam LES, akan terdapat
gangguan fungsi fagosit, yang akan menyebabkan kompleks imun sulit
dimusnahkan dan mengendap di jaringan. Lalu, kompleks imun tersebut
akan mengalami reaksi hipersensitivita tipe IV.
d. Diagnosa
13
American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1982,
mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4
kriteria, maka diagnosis LES dapat ditegakkan. Kriteria tersebut adalah:
1. Ruam malar
2. Ruam diskoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis
7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten > 0,5 gr/hari, atau
adalah silinder sel
8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik, atau leukopenia
atau linfopenia, atau trombositopenia
10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif,
atau anti-Sm positif atau tes serologik untuk sifilis yang positif
palsu
11. Antibodi antinuklear positif (ANA)
Tes ANA terbagi atas:
1. Tes autoimun antibodi, seperti tes antibodi anti Smith
2. Double stranded DNA, hasilnya dapat menjadi ve + atau pun ve –
3. Tes level komplemen, yang membantu untuk memprediksi aktivitas
dan jalan terjadinya penyakit di beberapa individu
4. Tes antifosfolipid antibodi. Pada tes ini ulangi kesalahan tes,
sebaiknya jangan meminum kontrasepsi oral yang mengandung
estrogen
e. Manifestasi klinis
1. Gejala konstitusional
a. Kelelahan : agak sulit dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat
menyebabkan manifestasi ini seperti, anemia, beban kerja tubuh dan
faktor lainnya.
b. Penurunan Berat Badan : dapat terjadi akibat penurunan nafsu makan.
14
c. Demam : biasanya terjadi tanpa disebabkan infeksi. Penyebab demam
karena pelepasan sitokin (IL-1) oleh sel mast dan basofil yang tertarik
dengan adanya kompleks imun.
2. Manifestasi muskuloskeletal
Manifestasi paling sering dialami penderita SLE. Dapat berupa
nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia) atau bisa berupa artritis.
Hal ini secara umum disebabkan inflamasi pada jaringan dan
pembuluh darah.
Kompleks imun yang melibatkan limfosit T, akan menyebabkan
proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Selain itu, juga akan
menyebabkan proliferasi sel endotel, lalu akan terjadi adhesi molekul
dan peningkatan daerah inflamasi. Kedua proses ini akan
menyebabkan terjadinya pelepasan kolagenase, PGE2, dan enzim lain.
Pelepasan zat-zat tersebut akan menyebabkan terbentuknya
pannus yaitu kerusakan tulang, fobrosis, dan kartilage. Lalu akan
terjadi peningkatan daerah sinovial yang terinflamasi dan penipisan
tulang rawan.
3. Manifestasi kulit
Terjadi melalu tahap eritema, hipersensitivitas dan atrofi.
Inflamasi pada jaringan kulit di wajah menyebabkan eritema,
hipersensitivitas (↑ perumbuhan keratosis), atrofi jaringan sekitar yang
timbul dengan gejala kulit merah, menonjol dan bersisik.
Diperparah dengan adanya paparan matahari (sinar UV) yang
dapat merubah struktur DNA yang menyebabkan terbentuknya
antibodi dan apoptosis keratinosit.
4. Manifestasi paru
Kompleks imun mengendap mengaktifkan faktor inflamasi yang
akan menyebabkan kerusakan jaringan dan bronkokonstriksi.
5. Manifestasi kardiologis
Kompleks imun akan mengaktifkan faktor inflamasi yang
menyebabkan kerusakan jaringan.
15
6. Manifestasi Renal
Penumpukan kompleks imun di pembuluh darah di glomerulus
menyebabkan glomerulus rusak. Lalu, terjadi proteinurea, hematuria
dan menyebabkan gagal ginjal
7. Manifestasi gastrointestinal
Inflamasi pada peritonium dapat menyebabkan nyeri abdomal.
Selain itu, pankreatitis akut juga dapat menyebabkan nyeri abdomal.
8. Manifestasi neuropsikiatrik
Menumpuknya komplek imun di SSP akan mengaktifkan IgG,
IgM, IgA, yang akan menimbulkan epilepsi, dan hemiparesis
(kelemahan otot).
9. Manifestasi hemik-limfatik
Kelenjar getah bening yang paling sering terkena adalah aksila
dan servikal. Hepatomegali dan splenomegali kadang ditemukan.
f. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
- Terapi medika mentosa
1. Kortikosteroid sistemik, 1 – 1,5 mg/kg prednison per hari.
2. Kortikosteroid diberikan secara parenteral pada pasien penyakit
akut, setelah keadaan membaik diganti menjadi obat oral.
3. Dosis obat diberikan selama 4 – 6 minggu dan secara bertahap
diturunkan.
4. Pasien dengan anemia hemolitik berat dan progresif cepat dapat
diberikan metil prednisolon 1 gr secara intravena selama 3 hari
berturut turut, diikuti dengan dosis steroid konvensional.
5. Pemberian azatiopirin 2 – 2,5 mg/kg dikombinasikan dengan
prednison 10 – 20 mg/hari pada pasien yang gagal dengan
prednison.
- Splenektomi
Dilakukan pada pasien dengan AHA tipe hangat idiopatik yang
membutuhkan dosis pemeliharaan prednison yang tinggi (20 mg/hari
atau lebih).
16
- Transfusi
1. Sebaiknya dihindari.
2. Pasien yang mendapat transfusi berulang dapat membentuk
isoaglutinin terhadap beberapa antigen eritrosit yang berbeda.
2. Non farmakologi
a. Menjaga keseimbangan antara melakukan aktivitas dan beristirahat.
b. Memakan makanan dengan nutrisi seimbang.
c. Menghindari perubahan cuaca (mempengaruhi proses inflamasi).
d. Menghindari stres dan trauma fisik.
e. Menghindari paparan sinar matahari secara langsung.
f. Menghindarkan pemakaian obat-obatan tertentu yang dapat
menginduksi LES.
g. Menghindari terjadinya infeksi.
h. Berolahraga secara teratur.
g. Komplikasi
Komplikasi neurologis bermanifestasi sebagai perifer dan sentral
berupa psikosis, epilepsi, sindrom otak organik, periferal dan kranial
neuropati, mielitis transversal, dan strok. Depresi dan psikosis dapat juga
akibat induksi dari obat kortikosteroid. Perbedaan antara keduanya dapat
diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid. Psikosis
lupus membaik bila dosis steroid dinaikkan, dan pada psikosis steroid
membaik bila dosisnya diturunkan.
Komplikasi renal berupa glomerulonefritis dan gagal ginjal kronik.
Manifestasi yang paling sering berupa proteinuria. Keterlibatan renal pada
LES mungkin ringan dan asimptomatik sampai progresif dan mematikan.
h. Prognosis
1. Bebarapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin baik.
2. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman
sampai melahirkan bayi yang normal.
3. Amgka harapan hidup 10 tahun menigkat sampai 85%.
17
4. Prognosis yang paling baik ditemukan pada penderita yang mengalami
kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.
j. Diagnosa banding
1. Artritis reumatoid dan penyakit jaringan konektif lainnya.
2. Endokarditis bakterial subakut
3. Septikemia oleh Gonococcus / Meningococcus disertai dengan artritis,
dan lesi kulit.
4. Drug Eruption.
5. Limfoma.
6. Leukemia.
7. Trombotik trombositopenia purpura.
8. Sarkoidosis
9. Lues II
10. Sepsis bakterial
8. Ulasan:
Berdasarkan pleno pakar, dapat diketahui bahwa perbedaan antara antigen
luar dengan antigen intrselular adalah bahwa antigen intraselular adalah antigen
yang bekerja di dalam sel, dan antigen luar adalah antigen yang bekerja tidak
dari dalam sel.
9. Kesimpulan:
Berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
Ny. Luna mengalami Lupus Eritematosus Sistemik.
18
Marcellus Simadibrata K, Siti Setiadi (eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 3 ed. 5. Jakarta: Interna Publishing 2009; 2565-2577.
2. Perhimpunan spesialis ilmu penyakit dalam Indonesia. Alergi Imunologi
Klinik : Imunologi Dasar. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
Marcellus Simadibrata K, Siti Setiadi (eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 ed. 5. Jakarta: Interna Publishing 2009; 367-376.
3. http://www.yusufku.com
4. http://www.medicastore.com/
5. http://www.harnawatiaj.wordpress.com/
19