You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU FAAL

PRAKTIKUM II
KONTRAKSI OTOT POLOS LAMBUNG KATAK

KELOMPOK V ( SPMB )
ANGGOTA :

1. AGIL ANTONO ( 050810192 )


2. ROISAH NAWATILA ( 050810206 )
3. WIDYA HASTUTI ( 050810214 )
4. SIENY NATALIA ( 050810218 )
5. KRISNA KHARISMA P. ( 050810202 )

FAKULTAS FARMASI UNAIR


2009
A.PENDAHULUAN

Sel otot polos berbentuk gelendong mempunyai dai meter 2-5 micron dan
panjangnya 60-200 micron.
Ada d 2 tipe otot polos :
1. Multi unit smooth muscle
2. Visceral smooth muscle

1. MULTI UNIT SMOOTH MUSCLE


Masing-masing serat berdiri sendiri, diinversi oleh single nerve ending seperti
pada otot skelet (skeletal muscle fiber). Pada permukaan luar dari tiap serat otot
ditutup oleh lapisan yang disebut basement membrane like substance, yang merupakan
glukoprotein.
Sifat otot ini yang paling penting ialah bahwa kontraksi mereka hampir
seluruhnya karena rangsangan saraf dan sangat sedikit oleh factor stimulasi dari local
tissue. Pada otot ini tidak terjadi kontraksi yang spontan.
Contoh:
-Otot ciliary dari mata.
-Iris dari mata.
-Nictating membrane yang menutup mata dari beberapa binatang tingkat rendah.
-Pilo erector muscle:menyebabkan berdirinya rambut.
-Otot-otot polos dari pembuluh-pembuluh darah besar.

2. VISCERAL SMOOTH MUSCLE


Sel-sel otot ini terletak berhimpitan satu sama lain, dimana membrane antara sel-
sel berdekatan saling berlekatan seluruhnya atau sebagian, oleh karenanya tipe ini
disebut unitary smooth muscle.
Contoh:
-Dinding alat pencernaan makanan.
-Saluran empedu.
-Ureter.
-Uterus.
Membran potensial otot polos besarnya bervariasi, berkisar antara 55 sampai 69
milivolt. Potensial aksi dari visceral smooth muscle ada 2 macam yaitu:
-Spike potential.
-Action potential dengan plateau.

Potensi aksi pada visceral smooth muscle aksi dapat terjadi akibat pengaruh :
hormon, neurotransmitter dan spontan.
Ritme gelombang lambat ( slow wave rhytm ) sering mengawali terjadinya
potensial aksi pada otot polos ini.Slow wave itu sendiri bukan suatu potensial aksi.
Apabila slow wave ini mampu mencapai nilai ambang (kira-kira 35 milivolt), maka
timbulah potensial aksi yang selanjutnya akan menyebar ke seluruh visceral smooth
muscle yang akhirnya akan disusul kemudian terjadi kontraksi. Mengingat karakter
slow wave seperti itu, slow waves sering disebut pula sebagai gelombang pace maker.

B.METODE KERJA

B.1.TUJUAN
Mengetahui pengaruh substansi adrenergic dan cholinergic yaitu asetilkolin,
adrenalin, pilokarpin, dan sulfas atropine terhadap gambaran kontraksi otot polos
visceral secara in-vitro. Pengamatan ditujukan terhadap variable: amplitude, frekuensi,
dan tonus.

B.2.SARANA
ALAT :
1. Kimograf: Kecepatan putaran dari kimograf ini boleh dirubah-rubah apabila
dianggap perlu, tetapi dalam hal ini pencata waktu harus dipasang terus.
Apabila kimograf tidak dirubah-rubah kecepatannya maka pencatat waktu
dapat dipasang kemudian, apabila percobaan kontraksi otot polos sudah
selesai.
2. Kertas pencatat.
Kertas ini digunakan pada drum dari kimograf, berupa kertas millimeter
blok.
3. Tabung perendam lambung.
4. Benang
5. Penulis tanda kontraksi
6. Gunting
7. Pisau bedah ( scalpel )
8. Pinset
9. Penusuk otak atau medulla spinalis
10. Papan Katak

BAHAN :
1. Lambung Katak
2. Obat-obat yang akan diselidiki pengaruhnya terhadap otot polos
a. adrenalin 0,01%
b. asetilkolin 0,5%
c. sulfat atropine 0,01%
d. pilokarpin 0,5%
3. Larutan thyrode
Larutan thyrode ini komposisinya :
Na CI 40 gram
KCl 1 gram
CaCl 1 gram
MgCl2 0.5 gram
NaHCO3 5 gram
NaH2PO4 0.25 gram
Glukosa 5 gram
Aquadest 5 liter
Mendekati komposisi cair tubuh katak. Dalam praktikum ini larutan thyrode
berfungsi untuk merendam lambung katak.

B.3TATA KERJA
1. Siapkan sediaan otot polos lambung katak.
2. Ikatlah bagian pylorus lambung katak sedistal mungkin dan bagian cardia
seproximal mungkin dengan benang, kemudian potonglah bagian pylorus
di sebelah distal dari ikatan, dan potonglah bagian cardia disebelah
proximal dari ikatan.
3. Angkatlah dengan segera potonglah lambung tersebut dan masukkan ke
dalam larutan thyrode dalam tabung peredam supaya lambung tersebut
tidak sampai rusak.
4. Sebelum lambug tersebut dimasukkan dalam tabung perendam, larutan
thyrode tersebut dialiri dengan oksigen dengan kecepatan optimal (jangan
terlalau besar atau terlalu kecil).
5. Ikatlah ujung cardia pada kait dalam tabung peredam, sedang ujung
pylorus dihubungkan dengan benang pada penulis, hingga percobaan
pencatatan gerakan - gerakan lambung bisa dimulai.
6. Catatlah gerakan lambung yang normal sebanyak kira-kira 10 kali
kontraksi sambil memperhatikan frekwensi, amplitudo serta tonusnya
setiap akan mengawali pengamatan terhadap pengaruh suatu obat / bahan.
Setelah itu mulailah menyelidiki pengaruh beberapa macam obat-obatan
terhadap kontraksi otot polos lambung.
7. Teteskanlah 3 tetes adrenalin kedalam tabung peredam dan catatlah pada
kimograf pengaruh obat tersebut terhadap kontraksi lambung. Apabila
pengaruhnya kurang nyata, teteskan lagi setiap kali 3 tetes, hingga terlihat
jelas efeknya.
8. Setelah cukup mempelajari pengaruh suatu macam obat, cucilah lambung
katak tersebut dengan jalan mengganti cairan didalam tabung peredam
dengan cairan thyrode yang baru (dicuci sampai 2 kali).
9. Kerjakanlah hal tersebut diatas dengan obat-obat: asetilkolin, sulfas atropin
dan pilokarpin.

III. HASIL PERCOBAAN

Frekuensi
Jenis Obat Amplitudo Tonus
Hal (kontraksi per
(millimeter) (naik/tetap/turun)
menit)
Kontrol 11,5 6
Asetilkolin
Percobaan 11 10 Naik

Kontrol 4 7
Adrenalin Tetap
Percobaan 2 2

Kontrol 3 6
Naik
Pilokarpin Percobaan 3,5 10

Kontrol 3 9
Atropine Sulfat Percobaan 2,5 9 Tetap

IV. PEMBAHASAN
4.1 DISKUSI HASIL
Dalam praktikum kontraksi otot polos lambung katak ini, kita lakukan percobaan
dari visceral smooth muscle untuk mengetahui pengaruh adrenergic dan cholinergic
terhadap gambaran kontraksi otot polos visceral secara in-vitro. Pengamatan ditujukan
terhadap variabel : amplitudo, frekuensi dan tonus. Pada awal percobaan lambung
dipotong pada bagian cardiac dan pylorus, kemudian segera dimasukkan ke dalam
tabung perendam yang sebelumnya sudah diisi larutan thyrode yang telah dialiri oksigen
dari udara dengan kecepatan optimal. Larutan tersebut mempunyai susunan elektrolit
yang hampir mendekati susunan elektrolit cairan tubuh katak.
Selain dalam keadaan normal, penyelidikan juga dilakukan dengan pengaruh
empat macam obat terhadap kontraksi otot polos lambung katak:
 Keadaan Normal
Pada keadaan normal dapat terlihat adanya sifat-sifat otot polos sebagai berikut :
a) Rhytmicity yaitu terjadinya kontraksi secara ritmis dari otot polos
tanpa rangsangan dari luar
b) Tonik kontraksi yaitu otot polos mempunyai tonus tertentu, baik
dalam keadaan relaksasi maupun kontraksi. Tapi sewaktu-waktu tonus dapat
meningkat dan beberapa lama menurun lagi tanpa adanya rangsangan dari
luar.
c) Plasticity, sifat ini terutama pada otot visceral. Pada panjang yang
berbeda tegangan otot polos bisa sama maupun sebaliknya, pada panjang yang
sama bisa mempunytai tonus yang berbeda.
 Penambahan Asetilkolin
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa pada penambahan
Asetilkolin pada larutan thyrode terjadi kenaikkan frekuensi (kontraksi per menit)
pada tonus otot polos lambung katak. Asetilkolin merupakan parasymatic agent
yang menurunkan potensial membran dengan threshold agar tetap. Dan
kenyataannya pada percobaan kami naik-turun yang mungkin disebabkan
lambung katak kami. Dipolarisasi disini disebabkan penurunan permeabilitas Na
dan Influx Na ke dalam membran karena adanya pemasukan Ca ke dalam sel.
Dalam grafik pada penulis didapatkan gambaran grafik amplitudo yang
mengalami kenaikkan dibandingkan dengan amplitudo grafik kontrolnya.

 Penambahan Adrenalin
Pada penambahan adrenalin terjadi penurunan potensial sehingga
frekuensi dan kontraksi ritmis turun. Adrenalin merupakan suatu sympatic agent
yang meningkatkan potensial membran dengan threshold tetap,sehingga
depolarisasi sukar terjadi,akibatnya potensial yang terjadi kecil. Adrenalin juga
menghambat permeabilitas Na, sekaligus menghambat pemasukan Na ke dalam
sel, sehingga frekuensi kontraksi meningkat dan otot sulit mencapai nilai ambang
karena jarang terjadi potensial aksi. Peningkatan frekuensi ini juga menyebabkan
peningkatan tonus otot. Penghambatan ini juga berhubungan dengan penurunan
arus keluar Ca dari sel-sel otot.Dari grafik kami didapatkan keadaan tonus yang
turun yang berbeda dengan keadaan aslinya(setelah penambahan adrenalin).

 Penambahan Pilokarpin
Penambahan pilokarpin bersifat menurunkan potensial membran sehingga
amplitudo meningkat. Bahan ini juga menyebabkan peningkatan permeabelitas
membran terhadap Na,sehingga terjadi peningkatan frekuensi kontraksi yang
diikuti oleh peningkatan tonus otot. Dalam grafik hasil percobaan terjadi
peningkatan kontraksi sehingga menyebabkan amplitudo naik dibandingkan
dengan grafik kontrolnya.

 Penambahan Atropin Sulfat


Atropin sulfat mempunyai fungsi yang sama dengan adrenalin yang
menaikkan potensial membran sehingga permeabilitas membrane menurun.
Atropin sulfat merupakan parasympatolitic agent yang menghambat asetilkolin
agar tidak dapat bekerja pada membran, akibatnya frekuensi, amplitude, dan tonus
yang didapatkan dari percobaan lebih rendah dari kontrolnya.Pada percobaan
kami didapatkan grafik control dan percobaan yang tetap pada tonus lambung
tersebut
Dalam praktikum yang kami lakukan banyak sekali terjadi penyimpangan dengan
teori yang sesungguhnya di atas. Hal tersebut dapat terjadi karena ketegangan otot dari
masing-masing katak yang digunakan dalam percobaan tidak sama,atau mungkin pula
terjadi karena kesalahan saat melakukan preparasi otot polos lambung katak,atau pada
saat penambahan obat serta pembilasan otot polos pada saat akan menentukan
kontrolnya. Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin sekali terjadi sehingga mempengaruhi
hasil dari praktikum yag kami lakukan.

4.2Diskusi Jawaban Pertanyaan


1. Mengapa pada praktikum kontraksi otot polos lambung katak ini
digunakan larutan thyrode (bukan Ringer)?
Karena larutan thyrode memiliki kandungan yang mendekati komposisi
cair tubuh katak.
2. Apakah kontraksi otot polos lambung katak tetap bisa berlangsung bila
posisi kardia diletakkan dibagian atas (berhubungan dengan penulis otot)?
Otot polos lambung akan tetap bisa mengalami kontraksi, karena otot
polos merupakan otot yang bekerja secara tak sadar, tidak dipengaruhi
oleh kehendak atau sistem saraf pusat, sehingga tidak berpengaruh juga
terhadap posisi dan letak otot tersebut dalam praktikum.
3. Jelaskan pengaruh asetilkolin, adrenalin, pilokarpin dan sulfas atropine
terhadap frekuensi, amplitudo dan tonus kontraksi otot polos lambung
katak?
Asetilkolin dan pilokarpin dapat meningkatkan frekuensi, amplitudo, dan
tonus pada kontraksi yang terjadi di otot polos lambung, sedangkan
adrenalin dan sulfas atropin memberikan pengaruh untuk menurunkan
frekuensi, amplitudo, dan tonus.
4. Setelah saudara mengamati efek keempat obat tersebut di atas
klasifikasikanlah kemudian kedalam kelompok kolinergik atau adrenergik!
Kolinergik : asetilkolin dan pilokarpin.
Adregenik : adrenalin dan sulfas atropin.
V. KESIMPULAN

1. Otot polos dapat berkontraksi seara ritmis tanpa adanya


rangsangan dari luar.
2. Adrenalin dan Pilokarpin dapat menyebabkan peningkatan
kontraksi otot polos. Keduanya meningkatkan frekuensi, amplitudo, dan tonus
otot sehingga dapat digolongkan obat para symphatonimetikum.
3. Asetilkolin dan Atropin Sulfat dapat menyebabkan penurunan
frekuensi, amplitudo, dan tonus sehingga dapat digolongkan sebagai obat
symphatonimetikum.
4. adanya penyimpangan hasil percobaan terhadap teori yang
sesungguhnya, dapat disebabkn karena beberapa faktor,yaitu:
- lambung katak terlalu banyak mendapatkan sentuhan dari luar yang
mengakibatkan stress pada lambung katak, sehingga mempengaruhi kontraksi
otot polos lambung katak tersebut.
- Pencucian otot polos lambung yang kurang bersih, sehingga obat yang telah
diberikan sebelumnya mempengaruhi kerja obat yang diberikan selanjutnya.
- Kadar obat yang diberikan untuk merangsang kontraksi otot kurang sesuai
sehingga pengaruh yang diberikan kurang jelas untuk diamati.
- Pemasangan alat yang kurang tepat sehingga grafik tidak terbaca secara jelas,
dan hal itu dapat berpengaruh terhadap pengukuran amplitudo gelombang
yang tergambar pada penulis.
KEPUSTAKAAN

 Ganong, W.F. 1999. Fisiologi Kedokteran ed 17. EGC: Jakarta


 Guyton, Arthur C. 1997 : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 9. EGC : Jakarta
LAMPIRAN

You might also like