Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970
mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara di wilayah negara
Republik Indonesia.
Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui
penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap
perencanaan, proses produksi, pemeliharaan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan
pemusnahan bahan, barang produk teknis dan alat produksi yang
mendukung dan dapat menimbulkan bahaya dan kecelakaan.
DK3N – LK3I 1
tinggi/rendah, pekerjaan dalam tangki atau lubang, serta di tempat kerjanya
yang terdapat atau menyebarkan suhu, kelembaban, debu, kotoran, api,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara dan getaran.
DK3N – LK3I 2
Undang-undang
1. Undang-undang Uap Tahun 1930, mengatur tentang keselamatan
dalam pemakaian pesawat uap. Pesawat uap menurut Undang-
undang ini adalah ketel uap, dan alat-alat lain yang bersambungan
dengan ketel uap, dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi dari
tekanan udara. Undang-undang ini melarang menjalankan atau
mempergunakan pesawat uap yang tidak mempunyai ijin yang
diberikan oleh kepala jawatan pengawasan keselamatan kerja
(sekarang Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan
dan Pengawasan Norma Kerja-Departemen Tenaga Kerja). Terhadap
pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan dilakukan pemeriksaan dan
pengujian dan apabila memenuhi persyaratan yang diatur peraturan
Pemerintah diberikan Akte Ijin.
Undang-undang ini juga mengatur prosedur pelaporan peledakan
pesawat uap, serta proses berita acara pelanggaran ketentuan
undang-undang ini.
DK3N – LK3I 3
Didalam penjelasan umum, disebutkan bahwa Undang-undang ini
merupakan pembaharuan dan perluasan dibandingkan dengan
undang-undang sebelumnya (Veilegheids Reglement Tahun 1910)
yaitu :
1. Perluasan Ruang lingkup
2. Perubahan pengawasan yang bersifat represif menjadi prefentif
3. Perumusan tehnis yang lebih tegas
4. Penyesuaian tata usaha/ administrasi yang diperlukan bagi
pelaksana pengawas
5. Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi
manajemen dan tenaga kerja
6. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan
DK3N – LK3I 4
6. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang
antara lain mengatur tentang Landasan, Asas dan Tujuan, Kesem-
patan dan perlakuan yang sama, Perencanaan tenaga kerja dan in-
formasi ketenagakerjan, Pelatihan kerja, Penempatan tenaga kerja,
Perluasan kesempatan kerja, Penggunaan tenaga kerja asing,
Hubungan kerja, Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan,
Hubungan industrial, Pemutusan hubungan kerja, Pembinaan, Pen-
gawasan, Penyidikan Ketentuan pidana dan sanksi administratif, dan
Ketentuan peralihan. Dalam Undang–undang ini K3 diatur dalam Bab
X Perlindungan, Pengupahan dan kesejahteraan Bagian I Perlindun-
gan Paragraf 5 Keselamatan dan kesehatan kerja pasal 86 dan 87.
Dalam pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak untuk men-
dapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral
dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan marta-
bat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan
pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diseleng-
garakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam pasal 87
disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem man-
ajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Peraturan Pemerintah
DK3N – LK3I 5
Pertambangan, mengatur pengaturan keselamatan kerja di bidang
pertambangan dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah
mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Menteri
Pertambangan melakukan pengawasan keselamatan kerja
berpedoman kepadan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 serta
Peraturan pelaksanaannya. Pengangkatan pejabat pegawasan
keselamatan kerja setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga
Kerja. Pejabat tersebut mengadakan kerjasama dengan pejabat
pengawasan keselamatan kerja dari departemen Tenaga Kerja baik di
Pusat dan di Daerah. Juga diatur pelaporan pelaksanaan
pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel
uap dari PeraturanPemerintah ini.
DK3N – LK3I 6
diri, pertolongan pertama pada kecelakaan, syarat-syarat pekerja,
kesehatan dan kebersihan , kewajibannnnn umum pengusaha, kepala
teknik dan pekerja, pengawasan, tugas dan wewenang pelaksana
inspeksi tambang, keberatan dan pertimbangan, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan dan penutup.
Peraturan Menteri
DK3N – LK3I 7
atas delapan pasal. Peraturan menteri ini mengatur setiap perusahaan
yang mempekerjakan para medis diwajibkan mengirimkan setiap
tenaga para medis untuk mendapat latihan bidang higiene
perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Penyelenggara
latihan adalah Pusat dan Balai Higiene Perusahaan, Keselamatan dan
kesehatan kerja.
DK3N – LK3I 8
19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor
01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
terdiri atas 9 pasal, mengatur kewajiban pengurus dan Badan yang
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan untuk melaporkan
penyakit akibat kerja yang ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan
berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Laporan disampaikan
dalam dua kali 24 jam setelah penyakit akibat kerja didiagnosa.
Dilampirkan daftar penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan.
DK3N – LK3I 9
24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1985 tentang
Keselamatan dan Kesehatan kera Pemakaian Asbes, terdiri atas
sepuluh bab dan 25 pasal, melarang pemakaian asbes biru dan cara
penggunaan asbes dengan menyemprotkan. Selain itu diatur
kewajiban pengurus untuk menyediakan alat pelindung diri,
penerangan pekerja, melaporkan proses dan jenis asbes yang
digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes,
analisa debu asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan
cara pencegahannya. Kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat
pelindung diri, memakai dan melepas alat pelidung diri di tempat yang
ditentukan, dan melaporkan kerusakan alat pelindung diri, alat kerja
dan/atau ventilasi.
Selain itu diatur kebersihan lingkungan kerja, dan pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja.
DK3N – LK3I 10
Menteri Tenaga Kerja nomor 01/Men/1980. Menteri tenaga kerja
dapat menunjuk ahli keselamatan kerja bidang konstruksi di
lingkungan Departemen Pekerjaan umum,atas usul Menteri Pekerjaan
Umum.
DK3N – LK3I 11
32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1989 tentang
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60
pasal, mengatur persyaratan istalasi penyalur petir tentang
kemampuan perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap
korosi, persyaratan bahan dan sertifikat atau hasil pengujian bagian-
bagian instalasi. Memuat persyaratan teknis untuk penerima,
penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang
mempunyai antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk
cerobong asap. Selain itu diatur juga pemeriksaan dan pengujian,
pengesahan dan ketentuan pidana.
DK3N – LK3I 12
melaporkan kecelakaan, tatacara pelaporan dan pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan oleh pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu
adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II laporan pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III bentuk laporan pemeriksaan
dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk laporan
pemeriksaan dan pengkajian peristiwa kebakaran/peledakan/bahaya
pembuangan limbah
DK3N – LK3I 13
mengkoordinasikan tudas-tugas sekretariat dan melaksanakan
keputusan P2K3.
40. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 333 Tahun 1989 tentang
Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja terdiri atas enam pasal,
mengatur mengenai tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat
kerja. Lampiran I adalah bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja, sedang Lampiran II adalah laporan medik
penyakit akibat kerja yang merupakan rahasia medik.
Keputusan Menteri ini merupakan pedoman pelaksanaan dari Undang-
undang No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-
undang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti dengan Undang-
undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat
karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan
hal-hal tenaga kerja, yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit
telinga, hidung dan tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang
penyakit dalam, bidang penyakit Paru, bidang penyakit akibat radiasi
mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi dan bidang penyakit kulit.
41. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 187 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, terdiri dari
enam bab dan 27 pasal, mengatur kewajiban pengusaha
mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, dengan menyediakan lembar data
keselamatan bahan dan label dan menunjuk petugas dan ahli K3 kimia.
Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai ambang batas
kuantitas bahan kimia, serta penunjukan petugas dan ahli K3 kimia.
DK3N – LK3I 14
B. Keterkaitan antara Peraturan Perundang-undangan di bidang K3
1. Umum
Contoh 1
Dari Undang-undang No. 31 tahun 1965 tentang Ketentuan
Pokok Tenaga Atom, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No.
11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi.
Dalam diktum mengingat di sebutkan selain UU No. 31 tahun
1965 tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom, dicantumkan pula
Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
DK3N – LK3I 15
Contoh 2
Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1979 tentang Keselamatan
Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi,
sebagai pelaksanaan dari UU No. 44 PrP tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas, Undang-undang No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja, dan Undang-undang No. 8
tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi Negara.
Contoh 3
Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pekerjaan Umum No. Kep. 174/Men/1986 – No. 104/KPT/1986
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat
Kegiatan Konstruksi. SKB ini ditetapkan atas dasar Undang-
undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-
undang Gangguan tahun 1926 dan Governement Besluits) No.
9 tahun 1941 tentang Syarat Umum untuk Bangunan Umum
yang dilelangkan.
DK3N – LK3I 16
4) memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang
berbahaya
5) memberi pertolongan pada kecelakaan
6) memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7) mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap,
uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
dan getaran
8) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja baik phisik maupun psychis, peracunan, insfeksi dan
penularan
9) memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10)menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
11)menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12)memeliharan kebersihan, kesehatan dan ketertiban
13)memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya
14)mengamankan dan memperlancar pengangkitan orang,
binatang, tanaman atau barang
15)mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16)mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang.
17)mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
18)menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah
tinggi.
DK3N – LK3I 17
Walaupun implementasi berbagai peraturan perundangan tersebut belum
optimal tetapi keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja telah
memberikan kecenderungan semakin baik. Hal tersebut berkat usaha
pemerintah, perusahaan, Asosiasi pekerja, lembaga masyarakat lainnya
dalam kampanye K3 yang dilancarkan sejak tahun 1984.
Dari analisa DK3N pada akhir abad 20, berbagai masalah dan tantangan
terhadap pelaksanaan K3 masih cukup besar, antara lain :
- Belum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur K3 secara
menyeluruh sebagai pelaksanaan Undang-undang Keselamatan Kerja.
- Peraturan Perundangan K3 dalam bentuk Standar jumlahnya masih
sangat terbatas dan banyak yang tidak sesuai lagi dengan ilmu dan
tehnologi mutakhir.
- Terdapat tumpang tindih pengaturan K3 yang dilaksanakan berbagai
instansi teknis
- Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundangan K3 masih
belum efektif dan menyeluruh
- Sistem pelaporan K3 belum dilaksanakan sesuai peraturan yang
berlaku
- Penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perundangan K3
sangat lemah.
- Kesadaran dan komitmen pengusaha dan pekerja terhadap K3 masih
belum tinggi, K3 masih dianggap sebagai beban dalam biaya belum
sebagai kebutuhan bagi kegiatan.
- Panitia Pembina K3 diperusahaan yang wajib dibentuk belum
terlaksana sesuai peraturan yang berlaku
- Sistem Manajemen K3 yang diharapkan dapat meningkatkan
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan dan
sekaligus akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, masih
mengalami kendala.
Hal tersebut disebabkan karena tingkat pemahaman terhadap SMK3
masih rendah, kurang sosialisasi dan biaya audit dirasa memberatkan.
DK3N – LK3I 18
IV. TREND PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3
Dalam era global yang tidak lama lagi akan kita masuki, persaingan
ekonomi menjadi sangat tajam karena pada saat itu proteksi pemerintah
terhadap berbagai produk dalam negeri baik untuk konsumsi dalam negeri
maupun ekspor dilarang di lakukan sesuai dengan persetujuan
internasional. Semua produk dari mana saja dapat masuk secara bebas
kemana saja dan pilihan diserahkan kepada masyarakat dalam persaingan
bebas.
Untuk menghadapi tuntutan internasional tersebut maka ada tiga hal pokok
di bidang K3 yang akan mendapat perhatian pemerintah, yaitu :
1. Sistem Manajemen K3
2. Standarisasi K3
3. Sertifikasi Kompetensi SDM K3
DK3N – LK3I 19
yang ditetapkan oleh standar internasional. Standar K3 pada garis
besarnya meliputi standar spesifikasi, standar tatacaradan standar
pengujian.
V. Penutup
DK3N – LK3I 20
Di era global dimana dunia seakan tanpa tapal batas akan terjadi
liberalisasi perekonomian. Perjanjian WTO 1994 menyatakan bahwa
“negara anggota tidak boleh membuat ketentuan teknis yang dapat
menghambat masuknya barang dari negara anggota kecuali bagi hal yang
menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja”.
DK3N – LK3I 21