You are on page 1of 10

PERUBAHAN KADAR SENYAWA BIOAKTIF

RIMPANG TEMULAWAK DALAM PENYIMPANAN


( Curcuma xanthorrhiza Roxb)
Oleh :
Y.Kiswanto *

ABSTRACT
Temulawak are used as raw materials of traditional and modern medicinal product. The reseach
was carried out to examine the bioactive component of bulk rhizome of Curcuma xanthorrhiza Roxb for
the period of 6 weeks. This experiment was conducted in the laboratory of INTAN Agricultural
Technology from July to August 2005.
This experiment used Completely Randomized Design with seven treatments and three
replications. The treatment were the period of storage: 0,1,2,3,4,5, and 6 weeks. Performance evaluation
was made for curcumin and essential oil. It has also water content and starch.
The result of this experiment indicated that content of curcumin and essential oil significantly
reduced by six weeks of storage. The content of curcumin decrease for 29 % that is from 2,81 % to 2 %.
Essential oil decrease 87 % that is from 14,27 % to 1,89%. From this experiment it better we used
Temulawak as raw material for medicinal or helth food before three weeks period of storage.

Key words : storage, curcumin. essential oil

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman obat merupakan komoditas yang sangat spesifik, karena persyaratan standar mutu
ditetapkan sesuai dengan kandungan senyawa aktif yang berkasiat obat. Dengan demikian, untuk
mencapai kualitas yang diharapkan diperlukan penanganan dan pengelolaan produktif tanaman obat
dilapangan harus hati-hati, agar produksi bimasanya baik dan juga kadar serta kandungan senyawa
aktifnya stabil.
Salah satu jenis tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan adalah temulawak. Pada
tanaman temu lawak harus betul-betul diperhatikan penanganan dan pengelolaan pasca panennya karena
akan sangat berpengaruh pada senyawa yang berkhasiat sebagai obat. Tanpa adanya usaha perbaikan
penanganan akan menyebabkan tidak terjaminnya kualitas produk temulawak.
Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki dua musim, maka tak jarang menimbulkan
kerugian dan kerusakan pada produk temulawak selama disimpan, sehingga hal ini akan dapat
menurunkan kualitas dan dapat mengakibatkan penurunan nilai ekonominya. Dalam penelitian ini akan
diteliti berapa besar perubahan sifat fisik dan kimia yang terjadi, kimia dan biologi rimpang temulawak,
maka diperlukan informasi mengenai sejauh mana rimpang temulawak, maka diperlukan infromasi
mengani sejauh mana rimpang temulawak yang disimpan pada suhu ruang itu masih layak digunakan
sebagai bahan untuk pembuatan obat dan makanan. Hingga saat ini belum ada informasi yang
mengungkapkan tentang hal tersebut.

*) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta


Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan sifat fisik, kimiawi dan biologis pada
rimpang temulawak selama penyimpanan suhu ruang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan informasi mengenai batas waktu penyimpanan
rimpang temulawak yang disimpan pada suhu kamar (pada musim kemarau) serta komposisi kimianya
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produk makanan dan obat.

TINJAUAN PUSTAKA
Komponen Bioaktif pada Temulawak
Tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional mempunyai aktivitas biologik karena dalam
tumbuhan tersebut terkandung berbagai senyawa kimia, khususnya metabolit sekunder yang dapat
mempengaruhi sel-sel hidup suatu organisme.
Kandungan kimia rimpang temulawak yang memberi arti pada penggunaannya sebagai sumber
bahan pangan, bahan baku industri, atau bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu :
a. Fraksi Pati
Fraksi ini dalam rimpang temulawak yang memberi arti pada penggunaannya sebagai sumber bahan
pangan, bahan baku industri, atau bahan baku obat dapat dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu :
b. Fraksi Kurkuminoid
Fraksi kurkuminoid merupakan komponen yang memberi warna kuning pada rimpang temulawak.
Selain dapat digunakan sebagai zat warna dalam makanan, minuman, atau kosmetika, komponen
kurkuminoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas biologik dalam spektrum luas.
c. Fraksi Minyak Atsiri
Fraksi minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang temulawak terdiri dari senyawa turunan
monoterpen dan seskuiterpen. Seperti halnya komponen kurkuminoid, fraksi minyak atsiri asal
rimpang temulawak ini mempunyai aktivitas biologik dengan spektrum luas yang dalam beberapa hal
bekerja sinergistik dengan fraksi kurkuminoid.

PERUBAHAN KOMPOSISI KIMIA RIMPANG TEMULAWAK

Air

Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang mempengaruhi rupa, tekstur
maupun cita rasa bahan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan “acceptability” suatu
bahan makanan kesegaran dan daya tahan suatu bahan (F.G. Winarno, 1980).
Kepekaan suatu komoditi terhadap kehilangan air akibat penguapan tergantung defisit tekanan
uap dari atmosfir disekitarnya serta struktur lapisan permukaan komoditi yang bersangkutan. Kecuali
menyebabkan perubahan fisiologis dalam jaringan tanaman. (Anonim, 1990), Rimpang temulawak segar
mengandung air sekiat 75% - 80%.
Pati

Pati merupakan salah satu komponen yang cukup besar dari temulawak, berbentuk serbuk, warna
putih kekuningan karena mengandung spora kurkuminoid, mempunyai bentuk bulat telur sampai lonjong
dengan salah satu ujungnya persegi, ukuran antara 33 hingga 100 µm dengan ukuran rerata 60 µm, letak
hilus tidak sentral, terdapat lamela yang tidak konsentris. Bentuk pati temulawak ini demikian khasnya,
sehingga digunakan sebagai salah satu unsur pengeal untuk identfikasi simplisia rimpang temulawak
(Materia Media Indonesia, 1979).
Kurkuminoid
Kurkuminoid rimpang temulawak adalah suatu zat yang terdiri dari campuran komponen
senyawa yang bernama kurkumin dan desmetoksi kurkumin, mempunyai warna kuning atau kuning
jingga, berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial, dan
alkali hidroksida. Kurkumin tidak larut dalam air dan dietileter. Kurkuminoid mempunyai aroma khas,
tidak bersifat toksik (Kiso, 1985).
Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (Bobot molekul = 368) sedangkan desmetoksi kurkumin
mempunyai rumus molekul C21H20O6

OCH3 OCH3
HO OH

O OH

Gambar 1. Struktur Kurkumin


dengan bobot molekul 385.
Sifat kimia kurkuminoid yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH
lingkungan. Dalam susana asam, kurkuminoid berwarna kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam
suasana basa berwarna merah.
Keunikan lain terjadi pada sifat kurkumin dalam suasana basa, karena selain terjadi proses
disosiasi, pada suasana basa kurkumin dapat mengalami degradasi membentuk asa ferulat dan
ferulloilmetan. Degradasi ini terjadi bila kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5 – 10,0 dalam waktu
yang relatif lama, walaupun hal ini tidak berarti bahwa dalam waktu yang relatif singkat tidak terjadi
degradasi kurkumin, karena proses degradasi sangat dipengaruhi juga oleh suhu lingkungan. Salah satu
hasil degradasi, yaitu feruloilmetan mempunyai warna kuning coklat yang akan mempengaruhi warna
merah yang seharusnya terjadi.
Sifat krukuminoid lain yang penting adalah aktivitasnya terhadap cahaya. Bila kurkumin terkena
cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin atau terjadi degradasi struktur
(Tonnesen dan Karsen, 1985).
Minyak Atsiri

Menurut Krisnamurthy (1976) dinyatakan bahwa minyak atsiri rimpang temulawak merupakan
cairan berwarna kuning atau kuning jingga, mempunyai rasa yang tajam, bau khas aromatik, mempunyai
indeks bias 1,5130 (240C), bobot jenis 0,9423 dan rotasi optis – 140 pada 240 C. Rimpang temulawak
merupakan salah satu tumbuhan yang rimpangnya mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup
besar, yaitu berkisar antara 3 – 12% (Maiwald dan Schwantes, 1971).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2005, di laboratorium Kimia dan Biokimia
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta.

Bahan dan Alat

Bahan yang diteliti adalah rimpang temulawak (curcuma xanthorriza) dengan varietas lokal yang
diperoleh dari desa Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta yang memiliki ketinggian antara 100 – 499 dpl
dan umur panennya + 15 bulan. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah kurkumin standar dan
glukosa standar. Khemekalia yang digunakan untuk analisis antara lain : aquades, eter alkohol, HCI,
NaOH, reagensia Nelson, arsenolmolybdat, H2SO4 dan K2SO4.
Alat yang digunakan untuk analisa adalah erlemeyer, kompor, kertas saring, kruss gooch,
timbangan analitis, desikator, oven, gelas ukur, botol timbang, kertas lakmus.

Prosedur Analisa

Adapun prosedur analisa adalah sebagai berikut :


1. Cara pengambilan sampel
sampel diambil dengan cara membongkar rimpang temulawak dari dalam tanah.
2. Pelaksanaan penelitian
Rimpang temulawak dilakukan sortasi dipilih yang tidak busuk dan tidak cacat, setiap 1 kg berisi 5 –
6 rimpang temulawak. kemudian rimpang temulawak dicuci agar kotoran yang masih menempel
hilang dan kemudian ditiriskan. Setelah ditiriskan selama 2 jam, kemudian disimpan di atas tampah
pada suhu kamar. pengamatan ini dilakukan setiap 1 minggu sekali dimulai dari rimpang temulawak
segar kecuali pada pengamatan minyak atsiri dilakukan setiap 2 minggu sekali. Adapun yang
dianalisa adalah sebagai berikut : -
- Kadar Air
- Kadar Pati
- Kadar Kurkumin
- Kadar Minyak Atsiri
Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
dengan perlakuan penyimpangan suhu kamar selama 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 minggu, perlakuan diulang
sebanyak tiga kali. Apabila antar perlakuan menunjukkan perbedaan, maka dilakukan uji DMRT (Duncan
Multiple Range Test).

Temulawak segar

Sortasi

Pencucian

Penirisan

Penyimpanan Suhu Kamar (+ 210 C – 250C)

0 minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu 5 minggu 6 minggu

Dilakukan pengamatan :
− Kadar Air
− Kadar Pati
− Kadar Kurkumin
− Kadar Minyak Atsari

Gambar 2. Proses penyimpanan rimpang temulawak segar


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil pengamatan terhadap analisa kadar air pada rimpang temulawak dari berbagai tingkat
penyimpangan di sajikan dalam Gambar 3.

80 a
70 b c
60 d e
Kadar Air (%)

50 f g
40
30
20
10
0
1
0 21 32 43 54 65 76
Waktu Penyimpanan (Minggu)

Gambar 3. Perubahan kadar air rimpang temulawak selama penyimpanan 6 minggu pada suhu kamar.

Dari gambar di atas terlihat bahwa kadar air pada rimpang temulawak setelah dipanen sampai
penyimpanan 6 minggu mengalami penurunan. Setelah dilakukan perhitungan statistik ternyata kadar air
rimpang temulawak menunjukkan adanya beda nyata pada umur simpan yang berbeda. Untuk mengetahui
adanya beda nyata tersebut selanjutnya di hitung dengan DMRT pada taraf 5%.
Kadar air tertinggi ditunjukkan pada perlakuan A1 (penyimpanan Minggu 0/segar) yaitu sebesar
81,11%, sedangkan kadar air terendah ditunjukkan pada perlakuan A7 (penyimpanan minggu 6) yaitu
sebesar 57,51 %. Menurunnya kadar air pada rimpang temulawak selama penyimpanan disebabkan
karena selama rimpang temulawak pada saat dipisahkan dari induknya masih mengalami proses
transpirasi yaitu proses penguapan air dari jaringan hidup pada hasil holtikultura, sehingga proses
transpirasi in dapat menyebabkan berkurangnya kandungan air.
Dinyatakan oleh Tri Rosandari (1984) bahwa dalam penyimpanan suhu kamar kadar air rimpang
temulawak akan berkurang karena terjadi penguapan. Semakin lama umur simpannya, maka kandungan
airnya semakin berkurang. Dengan berkurangnya kandungan air dapat menyebabkan susut berat dan
kelayuan.
Kadar Pati
Hasil pengamatan terhadap analisa kadar pati rimpang temulawak dari berbagai tingkat
penyimpanan disajikan dalam Gambar 4.

50 a
45 b
40 c d
Kadar Pati (%)

35
30 e
f g
25
20
15
10
5
0
1
0 21 32 43 54 65 76
Waktu Penyimpanan (Minggu)

Gambar 4. Perubahan kadar pati rimpang temulawak selama penyimpanan 6 minggu pada suhu kamar

Dari gambar di atas, terlihat bahwa kadar pati rimpang temulawak setelah dipanen sampai
penyimpanan 6 minggu mengalami penurunan. Setelah dilakukan perhitungan statistik ternyata kadar pati
rimpang temulawak menunjukkan adanya beda nyata pada umur simpan yang berbeda. Untuk mengetahui
adanya beda nyata tersebut selanjutnya di hitung dengan DMRT pada taraf 5%.
Kadar pati tertinggi ditunjukkan pada perlakuan A1 (penyimpanan 0 minggu /segar) yaitu sebesar
48,93%. Kadar pati terendah ditunjukkan oleh perlakuan A7 (penyimpanan minggu 6) yaitu sebesar
24,81%. Menurunnya kadar pati pada rimpang temulawak selama penyimpanan disebabkan karena masih
terjadi metabolisme terutama respirasi dan transpirasi, sehingga bahan mengalami pengurangan zat-zat
penyusunan di mana salah satu zat penyusunnya adalah pati yang digunakan untuk respirasi.
Menurut Winarno dan Aman (1973) umbi setelah dipanen masih berlangsung proses metabolisme
dan proses kehidupan lainnya. Proses metabolisme yang penting adalah respirasi (pernafasan) dan
transpirasi (kehilangan air). Pada dasarnya respirasi atau pernafasan adalah oksidasi enzimatik pada
senyawa makromolekul seperti gula, protein, pati dan lemak hingga di hasilkan CO2 dan H2O yang
disertai dengan pembebasan energi atau panas dalam bentuk ATP. Energi tersebut selanjutnya digunakan
untuk mempertahankan proses kehidupan.
Kadar Minyak Atsiri

Hasil pengamatan terhadap analisa kadar minyak atsiri pada rimpang temulawak berbagai tingkat
penyimpanan disajikan dalam Gambar 5.
a
16
14

Kadar Minyak Atsiri


12
10
b
8
6
c
4
d
2
0
1 2 3 4
Waktu Penyimpnan (Minggu)

Gambar 5. Perubahan kadar minyak atsiri rimpang temulawak selama penyimpanan 6 minggu
pada suhu kamar.

Dari gambar 5 terlihat bahwa kadar minyak atsiri pada rimpang temulawak setelah dipanen
sampai penyimpanan 6 minggu mengalami penurunan. Setelah dilakukan perhitungan statistik ternyata
kadar minyak atsiri rimpang temulawak menunjukkan adanya beda nyata pada lama simpan yang
berbeda. Untuk mengetahui beda nyata selanjutnya dihitung dengan DMRT pada taraf 5%.
Kadar minyak atsiri rimpang temulawak tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan A1 (penyimpanan 0
minggu /segar) yaitu14,28% dan kadar minyak atsiri rimpang temulawak terendah ditunjukkan oleh
perlakuan A7 (penyimpanan 6 minggu) yaitu sebesar 1,98%. Menurunnya kadar minyak atsiri pada
rimpang temulawak selama penyimpanan disebabkan karena minyak atsiri mempunyai sifat dapat
menguap (bersifat volatile) pada suhu kamar dan penguapan akan semakin besar dengan kenaikan suhu
dan kelembaban relative yang rendah.
Persyaratan mutu ekspor untuk persyaratan simplisia kering tidak kurang dari sebagai obat-obatan
minimal mengandung minyak atsiri 5% (Hadad,M.1993). Sedangkan pada hasil analisis minyak atsiri
rimpang temulawak segar setelah disimpan selama 6 minggu kadar minyak atsirinya 1,89%. Sehingga
kalau ditinjau dari kadar minyak atsiri, penyimpanan rimpang temulawak yang masih layak untuk
digunakan sebagai bahan makanan dan obat-obatan yaitu pada penyimpanan 3 minggu pada suhu kamar,
karena pada penyimpanan 3 minggu masih mengandung minyak atsiri sebesar 6,05%. Namun untuk
toleransi batas waktu yang aman untuk penyimpanan rimpang temulawak yang digunakan sebagai bahan
makanan dan obat-obatan adalah 2 minggu karena masih mengandung minyak atsiri 7,48%.
Kadar Kurkumin

Hasil pengamatan terhadap analisa kadar kurkumin pada rimpang temulawak dari berbadai
tingkat penyimpanan disajikan dalam Gambar 6.
Dari gambar di atas terlihat bahwa kadar kurkumin pada rimpang temulawak setelah dipanen
sampai penyimpanan 6 minggu mengalami penurunan. Setelah dilakukan perhitungan statistik ternyata
kadar kurkumin rimpang temulawak menunjukkan adanya beda nyata pada umur simpan yang berbeda.
Untuk mengetahui beda nyata tersebut selanjutnya dihitung dengan uji DMRT pada taraf 5%.

3 a b
c d e
2,5
f
Kadar Kurkumin (%)

2 g

1,5

0,5

0
10 21 32 43 54 65 76
Waktu Penyimpanan (Minggu)

Gambar 6. Perubahan kadar kurkumin rimpang temulawak selama penyimpanan 6 minggu pada
suhu kamar.

Kadar kurkumin tertinggi pada perlakuan A1 (penyimpanan 0 minggu /segar) yaitu 2,81% dan
kadar kurkumin terendah pada perlakuan A7 (penyimpanan 6 minggu) yaitu sebesar 2%. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh suhu dan RH lingkungan penyimpanannya. Semakin tinggi suhu dan semakin
rendah RH, kadar kurkumin akan menurun, karena degradasi.
Kadar kurkumin pada penyimpanan minggu ke 6 sebesar 2% dengan suhu 250 C dan RH 60-75 %
. Sedangkan kadar kurkumin pada penyimpanan 0 minggu / segar sebesar 2,81% dengan suhu 250 C dan
RH 60-75 % Dinyatakan oleh Rusmiati (1980) bahwa kadar kurkumin yang terkandung dalam rimpang
temulawak 1,6% terhitung berdasarkan berat kering dan dari hasil analisa kurkumin rimpang temulawak
pada penyimpanan suhu kamar selama 6 minggu sebesar 2,00% maka rimpang temulawak masih dapat
untuk dimanfaatkan sebagai bahan minuman
KESIMPULAN

Dari hasil penelitian rimpang temulawak yang disimpan pada suhu kamar selama 6 minggu dapat
disimpulkan bahwa :
1. Makin lama waktu penyimpanan rimpang temulawak akan terjadi penurunan kadar air, kadar pati ,
kadar kurkumin dan minyak atsiri.
2. Selama waktu penyimpanan 6 minggu kadar air mengalami penurunan sebesar sebesar 30%. Kadar
ait tertinggi sebesar 81,11% pada penyimpanan 0 minggu, sedangkan kadar air terendah 57,51% pada
penyimpanan 6 minggu.
3. Penurunan kadar pati selama penyimpanan 6 minggu sebesar 50%. Kadar pati tertinggi sebesar
48,93% pada penyimpanan 0 minggu, sedangkan kadar pati terendah sebesar 24,81% pada
penyimpanan 6 minggu.
4. Penurunan kadar kurkumin rimpang temulawak selama 6 minggu penyimpanan sebesar 29%. Kadar
kurkumin tertinggi 2,81% pada penyimpanan 0 minggu sedangkan kadar kurkumin terendah sebesar
2% pada penyimpanan 6 minggu.
5. Penurunan kadar minyak atsiri sebesar 87%. Kadar minyak atsiri tertinggi sebesar 14,28% pada
penyimpanan 0 minggu sedangkan kadar minyak atsiri terendah sebesar 1,89% pada penyimpanan 6
minggu.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC, 1970. Official Menthods of Analysis of The Assosiation of Official Analytical Chemists,
Wasington DC.
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Govinndarajan, 1986. Criticial Review in Food Science and Nutrition, Vol 1, CRD Press, Crawood,
Parkway leveland, OHIO.
Hadad, M. 1993. Prospek Ekspor Temu Lawak. Suara Karya 30 Juni 1993.
Kiso. 1985.Antihepatotonic Principles of Curcuma Longa Rhizome. Simposium Nasional Temulawak.
UNPAD. Bandung.
Maiwald, I. dan P.A. Schwantes. 1971. Curcuma Xanthorrhiza Roxb. Zeitschrift For Phytotherapic.
Tonnesen. H.H. and J.Karlsen. 1985. Studies On Curcumin and Curcuminoids Alkaline Degradation of
Curcuming Z.Lebens, Unters, Forsch, 180 : 132-134
Thomas, A.N.S.1989. Tanaman Obat Tradisional. Kanisius. Yogyakarta.
Tri Rosandari, 1984. Tinjauan Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Pati Temulawak. Fakultas Teknologi
Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan. Dept. Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta. IPB. Bogor.
Yuli, W.S. 1997. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Trubus Agriwidya. Unggaran.

You might also like