You are on page 1of 14

REDOKS

Reaksi Redoks adalah reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara
berurutan dari satu spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang sesungguhnya terdiri atas dua
reaksi yang berbeda, yaitu oksidasi (kehilangan elektron) dan reduksi (memperoleh elektron).
Reaksi ini merupakan pasangan, sebab elektron yang hilang pada reaksi oksidasi sama dengan
elektron yang diperoleh pada reaksi reduksi. Masing-masing reaksi (oksidasi dan reduksi)
disebut reaksi paruh (setengah reaksi), sebab diperlukan dua setengah reaksi ini untuk
membentuk sebuah reaksi dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi redoks.

Ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk oksidasi, yaitu kehilangan elektron,
memperoleh oksigen, atau kehilangan hidrogen. Dalam pembahasan ini, kita menggunakan
definisi kehilangan elektron. Sementara definisi lainnya berguna saat menjelaskan proses
fotosintesis dan pembakaran.

Oksidasi adalah reaksi dimana suatu senyawa kimia kehilangan elektron selama
perubahan dari reaktan menjadi produk. Sebagai contoh, ketika logam Kalium bereaksi dengan
gas Klorin membentuk garam Kalium Klorida (KCl), logam Kalium kehilangan satu elektron
yang kemudian akan digunakan oleh klorin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

K —–> K+ + e-

Ketika Kalium kehilangan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa logam Kalium itu
telah teroksidasi menjadi kation Kalium.

Seperti halnya oksidasi, ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan
reduksi, yaitu memperoleh elektron, kehilangan oksigen, atau memperoleh hidrogen. Reduksi
sering dilihat sebagai proses memperoleh elektron. Sebagai contoh, pada proses penyepuhan
perak pada perabot rumah tangga, kation perak direduksi menjadi logam perak dengan cara
memperoleh elektron. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Ag+ + e- ——> Ag

Ketika mendapatkan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa kation perak telah
tereduksi menjadi logam perak.

Baik oksidasi maupun reduksi tidak dapat terjadi sendiri, harus keduanya. Ketika elektron
tersebut hilang, sesuatu harus mendapatkannya. Sebagai contoh, reaksi yang terjadi antara logam
seng dengan larutan tembaga (II) sulfat dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut :

Zn(s) + CuSO4(aq) ——> ZnSO4(aq) + Cu(s)

Zn(s) + Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) + Cu(s) (persamaan ion bersih)

Sebenarnya, reaksi keseluruhannya terdiri atas dua reaksi paruh :


Zn(s) ——> Zn2+(aq) + 2e-

Cu2+(aq) + 2e- ——> Cu(s)

Logam seng kehilangan dua elektron, sedangkan kation tembaga (II) mendapatkan dua
elektron yang sama. Logam seng teroksidasi. Tetapi, tanpa adanya kation tembaga (II), tidak
akan terjadi suatu apa pun. Kation tembaga (II) disebut zat pengoksidasi (oksidator). Oksidator
menerima elektron yang berasal dari spesies kimia yang telah teroksidasi.

Sementara kation tembaga (II) tereduksi karena mendapatkan elektron. Spesies yang
memberikan elektron disebut zat pereduksi (reduktor). Dalam hal ini, reduktornya adalah logam
seng. Dengan demikian, oksidator adalah spesies yang tereduksi dan reduktor adalah spesies
yang teroksidasi. Baik oksidator maupun reduktor berada di ruas kiri (reaktan) persamaan
redoks.

Elektrokimia adalah salah satu dari cabang ilmu kimia yang mengkaji tentang perubahan
bentuk energi listrik menjadi energi kimia dan sebaliknya. Proses elektrokimia melibatkan reaksi
redoks. Proses transfer elektron akan menghasilkan sejumlah energi listrik. Aplikasi elektrokimia
dapat diterapkan dalam dua jenis sel, yaitu sel volta dan sel elektrolisis. Sebelum membahas
kedua jenis sel tersebut, kita terlebih dahulu akan mempelajari metode penyetaraan reaksi
redoks.

Persamaan reaksi redoks biasanya sangat kompleks, sehingga metode penyeteraan reaksi
kimia biasa tidak dapat diterapkan dengan baik. Dengan demikian, para kimiawan
mengembangkan dua metode untuk menyetarakan persamaan redoks. Salah satu metode disebut
metode perubahan bilangan oksidasi (PBO), yang berdasarkan pada perubahan bilangan oksidasi
yang terjadi selama reaksi. Metode lain, disebut metode setengah reaksi (metode ion-elektron).
Metode ini melibatkan dua buah reaksi paruh, yang kemudian digabungkan menjadi reaksi
redoks keseluruhan.

Berikut ini penjelasan sekilas tentang metode setengah reaksi : persamaan redoks yang
belum setara diubah menjadi persamaan ion dan kemudian dipecah menjadi dua reaksi paruh,
yaitu reaksi oksidasi dan reaksi reduksi; setiap reaksi paruh ini disetarakan dengan terpisah dan
kemudian digabungkan untuk menghasilkan ion yang telah disetarakan; akhirnya, ion-ion
pengamat kembali dimasukkan ke persamaan ion yang telah disetarakan, mengubah reaksi
menjadi bentuk molekulnya.

Sebagai contoh, saya akan menjelaskan langkah-langkah untuk menyetarakan persamaan


redoks berikut :

Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq) ——> Fe3+(aq) + Cr3+(aq)

1. Menuliskan persamaan reaksi keseluruhan

Fe2+ + Cr2O72- ——> Fe3+ + Cr3+


2. Membagi reaksi menjadi dua reaksi paruh

Fe2+ ——> Fe3+

Cr2O72- ——> Cr3+

3. Menyetarakan jenis atom dan jumlah atom dan muatan pada masing-masing setengah reaksi;
dalam suasana asam, tambahkan H2O untuk menyetarakan atom O dan H+ untuk menyetarakan
atom H

Fe2+ ——> Fe3+ + e-

6 e- + 14 H+ + Cr2O72- ——> 2 Cr3+ + 7 H2O

4. Menjumlahkan kedua setengah reaksi; elektron pada kedua sisi harus saling meniadakan; jika
oksidasi dan reduksi memiliki jumlah elektron yang berbeda, maka harus disamakan terlebih
dahulu

            6 Fe2+ ——> 6 Fe3+ + 6 e- ……………… (1)

6 e- + 14 H+ + Cr2O72- ——> 2 Cr3+ + 7 H2O ……………… (2)

6 Fe2+ + 14 H+ + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O ………………… [(1) +


(2)]

5. Mengecek kembali dan yakin bahwa kedua ruas memiliki jenis atom dan jumlah atom yang
sama, serta memiliki muatan yang sama pada kedua ruas persamaan reaksi

Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH- dalam jumlah
yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+. Persamaan
reaksi tersebut berubah menjadi sebagai berikut :

6 Fe2+ + 14 H+ + 14 OH- + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O + 14 OH-

6 Fe2+ + 14 H2O + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O + 14 OH-

6 Fe2+ + 7 H2O + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 14 OH-

Metode lain yang digunakan dalam menyetarakan persamaan reaksi redoks adalah
metode perubahan bilangan oksidasi (PBO). Saya akan menjelaskan langkah-langkah
penyetaraan reaksi redoks dengan metode PBO melalu contoh berikut :

MnO4-(aq) + C2O42-(aq) ——> Mn2+(aq) + CO2(g)

1. Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur


MnO4- + C2O42- ——> Mn2+ + CO2

+7 -2      +3   -2             +2       +4 -2

2. Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya perubahan
bilangan oksidasi

Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +7 menjadi +2; besarnya perubahan


bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5

C mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +3 menjadi +4; besarnya perubahan


bilangan okisdasi (Δ) sebesar 1

3. Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami perubahan
bilangan oksidasi

Mn : Δ = 5 x 1 = 5

C:Δ=1x2=2

4. Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada masing-masing
ruas

MnO4- + C2O42- ——> Mn2+ + 2 CO2

5. Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai koefisien
reaksi baru

Mn dikalikan 2 dan C dikalikan 5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu sebesar 10

2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2

6. Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan
dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O; sementara untuk menyetarakan
atom H, gunakan H+

16 H+ + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

7. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya
telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil

Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH- dalam jumlah
yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+. Persamaan
reaksi tersebut berubah menjadi sebagai berikut :

16 OH- + 16 H+ + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O + 16 OH-


16 H2O + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O + 16 OH-

             8 H2O + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 16 OH-

Pada pembahasan sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa saat sepotong logam seng
dicelupkan ke dalam larutan tembaga (II) sulfat, akan terjadi reaksi redoks. Logam seng akan
teroksidasi menjadi ion Zn2+, sementara ion Cu2+ akan tereduksi menjadi logam tembaga yang
menutupi permukaan logam seng. Persamaan untuk reaksi ini adalah sebagai berikut :

Zn(s) + Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) + Cu(s)

Ini merupakan contoh perpindahan elektron langsung. Logam seng memberikan dua
elektron (menjadi teroksidasi) ke ion Cu2+ yang menerima kedua elektron tersebut
(mereduksinya menjadi logam tembaga). Logam tembaga akan melapisi permukaan logam seng.

Seandainya kedua reaksi paruh tersebut dapat dipisahkan, sehingga ketika logam seng
teroksidasi, elektron akan dilepaskan dan dialirkan melalui kawat penghantar untuk mencapai ion
Cu2+ (perpindahan elektron tidak langsung), kita akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat.
Selama reaksi kimia berlangsung, akan terjadi aliran elektron yang menghasilkan energi listrik.
Peralatan yang dapat mengubah energi kimia (reaksi redoks) menjadi arus listrik (aliran elektron
= energi listrik) dikenal dengan Sel Volta atau Sel Galvani.

Salah satu contoh sel volta yang sering digunakan para kimiawan adalah Sel Daniell. Sel
volta ini menggunakan reaksi antara logam Zn dan ion Cu2+ untuk menghasilkan listrik. Sel
Daniell diberi nama menurut penemunya, John Frederic Daniell, seorang kimiawan Inggris yang
menemukannya pada tahun 1836).

Pada Sel Daniell, sepotong logam seng dimasukkan ke dalam larutan seng (II) sulfat,
ZnSO4(aq), pada satu wadah. Sementara, sepotong logam tembaga juga dimasukkan ke dalam
larutan tembaga (II) sulfat, CuSO4(aq), pada wadah lainnya. Potongan logam tersebut disebut
elektroda yang berfungsi sebagai ujung akhir atau penampung elektron. Kawat penghantar akan
menghubungkan elektroda-elektrodanya. Selanjutnya, rangkaian sel dilengkapi pula dengan
jembatan garam. Jembatan garam, biasanya berupa tabung berbentuk U yang terisi penuh dengan
larutan garam pekat, memberikan jalan bagi ion untuk bergerak dari satu tempat ke tempat
lainnya untuk menjaga larutan agar muatan listriknya tetap netral.

Sel Daniell bekerja atas dasar prinsip reaksi redoks. Logam seng teroksidasi dan
membebaskan elektron yang mengalir melalui kawat menuju elektroda tembaga. Selanjutnya,
elektron tersebut digunakan oleh ion Cu2+ yang mengalami reduksi membentuk logam tembaga.
Ion Cu2+ dari larutan tembaga (II) sulfat akan melapisi elektroda tembaga, sedangkan elektroda
seng semakin berkurang (habis). Kation-kation di dalam jembatan garam berpindah ke wadah
yang mengandung elektroda tembaga untuk menggantikan ion tembaga yang semakin habis.
Sebaliknya, anion-anion pada jembatan garam berpindah ke sisi elektroda seng, yang menjaga
agar larutan yang mengandung ion Zn2+ tetap bermuatan listrik netral.
Elektroda seng disebut anoda, yaitu elektroda yang menjadi tempat terjadinya reaksi
oksidasi. Oleh karena anoda melepaskan elektron, maka anoda kaya akan elektron sehingga
diberi tanda negatif (kutub negatif). Sementara, elektroda tembaga disebut katoda, yaitu
elektroda yang menjadi tempat terjadinya reaksi reduksi. Oleh karena katoda menerima elektron,
maka katoda kekurangan elektron sehingga diberi tanda positif (kutub positif).

Reaksi yang terjadi pada masing-masing elektroda (reaksi setengah sel) adalah sebagai berikut :

Anoda (-) : Zn(s) ——> Zn2+(aq) + 2e- ……………………. (1)

Katoda (+) : Cu2+(aq) + 2e- ——> Cu(s) ……………………. (2)

Reaksi Sel : Zn(s) + Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) + Cu(s) …………………………… [(1) + (2)]

Munculnya arus listrik (aliran elektron) yang terjadi dari anoda menuju katoda
disebabkan oleh perbedaan potensial elektrik antara kedua elektroda tersebut. Melalui percobaan,
perbedaan potensial elektrik antara katoda dan anoda dapat diukur dengan voltmeter dan hasilnya
berupa potensial standar sel (E°sel). Semakin besar perbedaan potensial elektrik, semakin besar
pula arus listrik dan potensial standar sel yang dihasilkan.

Reaksi yang terjadi pada sel volta dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih ringkas,
yaitu notasi sel. Sesuai dengan kesepakatan, reaksi oksidasi dinyatakan di sisi kiri, sementara
reaksi reduksi dinyatakan di sisi kanan. Notasi sel untuk Sel Daniell adalah sebagai berikut :

Zn(s) / Zn2+(aq) // Cu2+(aq) / Cu(s)

Saat konsentrasi ion Cu2+ dan Zn2+ masing-masing 1 M, terlihat pada voltmeter bahwa
besarnya potensial standar sel (E°sel) bagi Sel Daniell adalah 1,10 V pada suhu 25°C. Oleh
karena reaksi sel merupakan hasil penjumlahan dari dua reaksi setengah sel, maka potensial
standar sel merupakan hasil penjumlahan dari dua potensial standar setengah sel. Pada Sel
Daniell, potensial standar sel merupakan hasil penjumlahan potensial elektroda Cu dan Zn.
Dengan mengetahui potensial standar dari masing-masing elektroda, kita dapat menentukan
besarnya potensial standar sel lain yang terbentuk. Potensial yang digunakan dalam pemahasan
ini adalah potensial standar reduksi.

Potensial standar reduksi masing-masing elektroda dapat ditentukan dengan membandingkannya


terhadap elektroda standar (acuan), yaitu elektroda hidrogen standar (SHE = Standard Hydrogen
Electrode). Keadaan standar yang dimaksud adalah saat tekanan gas H2 sebesar 1 atm,
konsentrasi larutan ion H+ sebesar 1 M, dan dan pengukuran dilakukan pada suhu 25°C. Sesuai
dengan kesepakatan, SHE memiliki potensial standar reduksi sebesar nol (E°red SHE = 0).

2 H+ (1 M) + 2 e- ——> H2 (1 atm) E°red = 0 V

SHE dapat digunakan untuk menentukan besarnya potensial standar reduksi (E°red)
elektroda lainnya. Dengan demikian, kita dapat menyusun suatu daftar yang berisi urutan nilai
E°red elektroda-elektroda, dari yang terkecil (paling negatif) hingga yang terbesar (paling
positif). Susunan elektroda-elektroda tersebut di kenal dengan istilah Deret Volta (deret
kereaktifan logam).

Li – K – Ba – Sr – Ca – Na – Mg – Al – Mn – Zn – Cr – Fe – Cd – Co – Ni – Sn – Pb – H+ – Cu
– Ag – Hg – Pt – Au

Logam-logam yang terletak di sisi kiri H+ memiliki E°red bertanda negatif. Semakin ke
kiri, nilai E°red semakin kecil (semakin negatif). Hal ini menandakan bahwa logam-logam
tersebut semakin sulit mengalami reduksi dan cenderung mengalami oksidasi. Oleh sebab itu,
kekuatan reduktor akan meningkat dari kanan ke kiri.

Sebaliknya, logam-logam yang terletak di sisi kanan H+ memiliki E°red bertanda positif.
Semakin ke kanan, nilai E°red semakin besar (semakin positif). Hal ini berarti bahwa logam-
logam tersebut semakin mudah mengalami reduksi dan sulit mengalami oksidasi. Oleh sebab itu,
kekuatan oksidator akan meningkat dari kiri ke kanan. Singkat kata, logam yang terletak
disebelah kanan relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami reduksi. Sementara, logam yang
terletak di sebelah kiri relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami oksidasi. Logam yang
terletak disebelah kiri relatif terhadap logam lainnya mampu mereduksi ion logam menjadi
logam (mendesak ion dari larutannya menjadi logam). Sebaliknya, logam yang terletak di
sebelah kanan relatif terhadap logam lainnya mampu mengoksidasi logam menjadi ion logam
(melarutkan logam menjadi ion dalam larutannya).

Sebagai contoh, kita ingin merangkai sebuah sel volta dengan menggunakan elektroda Fe
dan Ni. Berdasarkan susunan logam pada deret volta, logam Fe terletak di sebelah kiri relatif
terhadap logam Ni. Hal ini menandakan bahwa logam Ni lebih mudah tereduksi dibandingkan
logam Fe. Akibatnya, dalam sel volta, elektroda Ni berfungsi sebagai katoda, sedangkan
elektroda Fe berfungsi sebagai anoda. Reaksi yang terjadi pada sel volta adalah sebagai berikut :

Katoda (+) : Ni2+ + 2 e- ——> Ni ……………………. (1)

Anoda (-) : Fe ——> Fe2+ + 2 e- ……………………. (2)

Reaksi Sel : Fe + Ni2+ ——> Fe2+ + Ni …………………………………… [(1) + (2)]

Notasi Sel : Fe / Fe2+ // Ni2+ / Ni

Sesuai dengan kesepakatan, potensial sel (E°sel) merupakan kombinasi dari E°red katoda
dan E°red anoda, yang ditunjukkan melalui persamaan berikut :

E°sel = E° katoda – E° anoda

Potensial reduksi standar (E°red) masing-masing elektroda dapat dilihat pada Tabel
Potensial Standar Reduksi. Dari tabel, terlihat bahwa nilai E°red Fe adalah sebesar -0,44 V.
Sementara nilai E°red Ni adalah sebesar -0,25 V. Dengan demikian, nilai E°sel Fe/Ni adalah
sebagai berikut :

E°sel = -0,25 – (-0,44) = +0,19 V

Suatu reaksi redoks dapat berlangsung spontan apabila nilai E°sel positif. Reaksi tidak dapat
berlangsung spontan apabila nilai E°sel negatif. Reaksi yang dapat berlangsung spontan justru
adalah reaksi kebalikannya.

Apabila larutan tidak dalam keadaan standar, maka hubungan antara potensial sel (Esel) dengan
potensial sel standar (E°sel) dapat dinyatakan dalam persamaan Nerst berikut ini :

E sel = E°sel – (RT/nF) ln Q

Pada suhu 298 K (25°C), persamaan Nerst berubah menjadi sebagai berikut :

E sel = E°sel – (0,0257/n) ln Q

E sel = E°sel – (0,0592/n) log Q

Esel = potensial sel pada keadaan tidak standar

E°sel = potensial sel pada keadaan standar

R = konstanta gas ideal = 8,314 J/mol.K

T = suhu mutlak (K) [dalam hal ini, kita menggunakan temperatur kamar, 25°C atau 298 K]

n = jumlah mol elektron yang terlibat dalam redoks

F = konstanta Faraday = 96500 C/F

Q = rasio konsentrasi ion produk terhadap konsentrasi ion reaktan

Selama proses reaksi redoks berlangsung, elektron akan mengalir dari anoda menuju
katoda. Akibatnya, konsentrasi ion reaktan akan berkurang, sebaliknya konsentrasi ion produk
akan bertambah. Nilai Q akan meningkat, yang menandakan bahwa nilai Esel akan menurun.
Pada saat reaksi mencapai kesetimbangan, aliran elektron akan terhenti. Akibatnya, Esel = 0 dan
Q = K (K= konstanta kesetimbangan kimia). Dengan demikian, konstanta kesetimbangan kimia
(K) dapat ditentukan melalui sel volta.

Melalui pembahasan persamaan Nerst, dapat terlihat bahwa besarnya potensial sel
dipengaruhi oleh konsentrasi. Dengan demikian, kita dapat merakit sel volta yang tersusun dari
dua elektroda yang identik, tetapi masing-masing memiliki konsentrasi ion yang berbeda. Sel
seperti ini dikenal dengan istilah Sel Konsentrasi.

Sebagai contoh, sel konsentrasi dengan elektroda Zn, masing-masing memiliki


konsentrasi ion seng sebesar 1,0 M dan 0,1 M. Larutan yang relatif pekat akan mengalami
reduksi, sementara larutan yang lebih encer mengalami oksidasi. Potensial standar sel (E°sel)
untuk sel konsentrasi adalah nol (0). Reaksi yang terjadi pada sel konsentrasi Zn adalah sebagai
berikut :

Katoda (+) : Zn2+ (1,0 M) + 2 e- ——> Zn …………………….. (1)

Anoda (-) : Zn ——> Zn2+ (0,1 M) + 2 e- …………………….. (2)

Reaksi Sel : Zn2+ (1,0 M) ——> Zn2+ (0,1 M) …………………………….. [(1) + (2)]

Notasi Sel : Zn / Zn2+ (0,1 M) // Zn2+ (1,0 M) / Zn

Potensial sel konsentrasi dapat diperoleh melalui persamaan Nerst berikut :

E sel = E°sel – (0,0257/2) ln ([Zn2+] encer / [Zn2+] pekat)

E sel = 0 – (0,0257/2) ln [(0,1] / [1,0])

E sel = 0,0296 volt

Potensial sel konsentrasi umumnya relatif kecil dan semakin berkurang selama proses
reaksi berlangsung. Reaksi akan terus berlangsung hingga kedua wadah mencapai keadaan
konsentrasi ion sama. Apabila konsentrasi ion kedua wadah telah sama, Esel = 0 dan aliran
elektron terhenti.

Aplikasi pengetahuan sel volta dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
contoh aplikasi sel volta adalah penggunaan batu baterai. Baterai adalah sel galvani, atau
gabungan dari beberapa sel galvani , yang dapat digunakan sebagai sumber arus listrik. Beberapa
jenis baterai yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :

1. The Dry Cell Battery

Dikenal dengan istilah sel Leclanche atau batu baterai kering. Pada batu baterai kering,
logam seng berfungsi sebagai anoda. Katodanya berupa batang grafit yang berada di tengah sel.
Terdapat satu lapis mangan dioksida dan karbon hitam mengelilingi batang grafit dan pasta
kental yang terbuat dari amonium klorida dan seng (II) klorida yang berfungsi sebagai elektrolit.
Potensial yang dihasilkan sekitar 1,5 volt.

Reaksi selnya adalah sebagai berikut :


Katoda (+) : 2 NH4+(aq) + 2 MnO2(s) + 2 e- ——> Mn2O3(s) + 2 NH3(aq) + H2O(l)
……………… (1)

Anoda (-) : Zn(s) ——> Zn2+(aq) + 2 e- …………….. (2)

Reaksi Sel : 2 NH4+(aq) + 2 MnO2(s) + Zn(s) ——> Mn2O3(s) + 2 NH3(aq) + H2O(l) + Zn2+
(aq) …………….. [(1) + (2)]

Pada batu baterai kering alkalin (baterai alkalin), amonium klorida yang bersifat asam
pada sel kering diganti dengan kalium hidroksida yang bersifat basa (alkalin). Dengan bahan
kimia ini, korosi pada bungkus logam seng dapat dikurangi.

2. The Mercury Battery

Sering digunakan pada dunia kedokteran dan industri elektronik. Sel merkuri mempunyai
struktur menyerupai sel kering. Dalam baterai ini, anodanya adalah logam seng (membentuk
amalgama dengan merkuri), sementara katodanya adalah baja (stainless steel cylinder). Elektrolit
yang digunakan dalam baterai ini adalah merkuri (II) Oksida, HgO. Potensial yang dihasilkan
sebesar 1,35 volt.

Reaksi selnya adalah sebagai berikut :

Katoda (+) : HgO(s) + H2O(l) + 2 e- ——> Hg(l) + 2 OH-(aq) …………………… (1)

Anoda (-) : Zn(Hg) + 2 OH-(aq) ——> ZnO(s) + H2O(l) + 2 e- ………………….. (2)

Reaksi sel : Zn(Hg) + HgO(s) ——> ZnO(s) + Hg(l) ………………………. [(1) + (2)]

3. The Lead Storage Battery


Dikenal dengan sebutan baterai mobil atau aki/accu. Baterai penyimpan plumbum
(timbal) terdiri dari enam sel yang terhubung secara seri. Anoda pada setiap sel adalah plumbum
(Pb), sedangkan katodanya adalah plumbum dioksida (PbO2). Elektroda dicelupkan ke dalam
larutan asam sulfat (H2SO4).

Reaksi selnya pada saat pemakaian aki adalah sebagai berikut :

Katoda (+) : PbO2(s) + 4 H+(aq) + SO42-(aq) + 2 e- ——> PbSO4(s) + 2 H2O(l)


………………… (1)

Anoda (-) : Pb(s) + SO42-(aq) ——> PbSO4(s) + 2 e- …………………………… (2)

Reaksi sel : PbO2(s) + Pb(s) + 4 H+(aq) + 2 SO42-(aq) ——> 2 PbSO4(s) + 2 H2O(l)


……………………. [(1) + (2)]

Pada kondisi normal, masing-masing sel menghasilkan potensial sebesar 2 volt. Dengan
demikian, sebuah aki dapat menghasilkan potensial sebesar 12 volt. Ketika reaksi diatas terjadi,
kedua elektroda menjadi terlapisi oleh padatan plumbum (II) sulfat, PbSO4, dan asam sulfatnya
semakin habis.

Semua sel galvani menghasilkan listrik sampai semua reaktannya habis, kemudian harus
dibuang. Hal ini terjadi pada sel kering dan sel merkuri. Namun, sel aki dapat diisi ulang
(rechargeable), sebab reaksi redoksnya dapat dibalik untuk menghasilkan reaktan awalnya.
Reaksi yang terjadi saat pengisian aki merupakan kebalikan dari reaksi yang terjadi saat
pemakaian aki.

 
 

4. The Lithium-Ion Battery

Digunakan pada peralatan elektronik, seperti komputer, kamera digital, dan telepon
seluler. Baterai ini memiliki massa yang ringan sehingga bersifat portable. Potensial yang
dihasilkan cukup besar, yaitu sekitar 3,4 volt. Anodanya adalah Li dalam grafit, sementara
katodanya adalah oksida logam transisi (seperti CoO2). Elektrolit yang digunakan adalah pelarut
organik dan sejumlah garam organik.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Katoda (+) : Li+(aq) + CoO2(s) + e- ——> LiCoO2(s) ………………. (1)

Anoda : Li(s) ——> Li+ (aq) + e- ………………. (2)

Reaksi sel : Li(s) + CoO2(s) ——> LiCoO2(s) ……………………. [(1) + (2)]

 
 5. Fuel Cell

Dikenal pula dengan istilah sel bahan bakar. Sebuah sel bahan bakar hidrogen-oksigen
yang sederhana tersusun atas dua elektroda inert dan larutan elektrolit, seperti kalium hidroksida.
Gelembung gas hidrogen dan oksigen dialirkan pada masing-masing elektroda. Potensial yang
dihasilkan adalah sebesar 1,23 volt.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Katoda (+) : O2(g) + 2 H2O(l) +4 e- ——> 4 OH-(aq) ………………..(1)

Anoda (-) : 2 H2(g) + 4 OH-(aq) ——> 4 H2O(l) + 4 e- ……………………… (2)

Reaksi sel : O2(g) + 2 H2(g) ——> 2 H2O(l) ………………. [(1) + (2)]

Korosi adalah persitiwa teroksidasinya besi membentuk karat besi (Fe2O3.xH2O).


Korosi besi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya air, gas oksigen, dan asam. Karat
besi dapat mengurangi kekuatan besi. Oleh karena itu, korosi besi harus dicegah.

Korosi merupakan salah satu reaksi redoks yang tidak diharapkan. Reaksi yang terjadi
selama proses korosi adalah sebagai berikut :

Katoda (+) : O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e- ——> 2 H2O(l) ……………………… (1)

Anoda (-) : 2 Fe(s) ——> 2 Fe2+(aq) + 4 e- ………………. (2)

Reaksi sel : 2 Fe(s) + O2(g) + 4 H+(aq) ——> 2 Fe2+(aq) + 2 H2O(l) …………….. [(1) + (2)]

E°sel = +1,67 volt

Ion Fe2+ akan teroksidasi kembali oleh sejumlah gas oksigen menghasilkan ion Fe3+
(karat besi). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

4 Fe2+(aq) + O2(g) + (4+2x) H2O(l) ——> 2 Fe2O3.xH2O(s) + 8 H+(aq)

Untuk melindung logam besi dari proses korosi, beberapa metode proteksi dapat
diterapkan, antara lain :

1. Melapisi permukaan logam besi dengan lapisan cat

2. Melapisi permukaan logam besi dengan lapisan minyak (gemuk)

3. Melapisi permukaan logam besi dengan oksida inert (seperti Cr2O3 atau Al2O3)
4. Proteksi Katodik (Pengorbanan Anoda)

Suatu metode proteksi logam besi dengan menggunakan logam-logam yang lebih reaktif
dibandingkan besi (logam-logam dengan E°red lebih kecil dari besi), seperti seng dan
magnesium. Dengan metode ini, logam-logam yang lebih reaktif tersebut akan teroksidasi,
sehingga logam besi terhindar dari peristiwa oksidasi. Oleh karena logam pelindung, dalam hal
ini “mengorbankan diri” untuk melindungi besi, maka logam tersebut harus diganti secara
berkala.

5. Melapisi permukaan logam besi dengan logam lain yang inert terhadap korosi

Metode ini menggunakan logam-logam yang kurang reaktif dibandingkan besi (logam-logam
dengan E°red lebih besar dari besi), seperti timah dan tembaga. Pelapisan secara sempurna
logam inert pada permukaan logam besi dapat mencegah kontak besi dengan agen penyebab
korosi (air, asam, dan gas oksigen). Akan tetapi, apabila terdapat cacat atau terkelupas (tergores),
akan terjadi percepatan korosi.

You might also like