You are on page 1of 12

KAJIAN PASAR DAN PRODUK HILIR KELAPA SAWIT

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan


kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada
pengembangan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 1996
mencapai 2 juta Ha dengan produksi CPO hampir 5 juta ton. Pada tahun 2010 luas
perkebunan kelapa sawit direncanakan akan mencapai 7 juta Ha, dengan produksi CPO
lebih dari 12 juta ton. Pada tahun tersebut Indonesia diharapkan akan menjadi negara
penghasil minyak sawit terbesar di dunia.
Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati relatif
cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Peningkatan konsumsi minyak
nabati dalam negeri terlihat dari tahun 1987 hingga tahun 1995, permintaan lokal akan
minyak nabati naik dengan laju rata-rata 5.6% per tahunnya. Peningkatan ini sebagian
disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk sebesar 1.98% dan peningkatan
konsumsi minyak nabati per kapita sebesar 2.27%. Sedangkan laju peningkatan
permintaan akan minyak kelapa sawit adalah 9% (hampir dua kali dari laju peningkatan
permintaan akan minyak nabati).
Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO, maka diperlukan
usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir. Pengolahan CPO menjadi produk hilir
memberikan nilai tambah tinggi. Produk olahan dari CPO dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak goreng dan
margarin. Produk non pangan terutama oleokimia yaitu ester, asam lemak, surfaktan,
gliserin dan turunan-turunannya.
Industri penghasil oleokimia termasuk industri kimia agro (agrobased chemical
industry) yaitu industri yang mengolah bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable),
merupakan industri yang bersifat resources-based industries dan mempunyai peranan
penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat luas (basic needs) seperti
kosmetika, produk farmasi dan produk konsumsi lainnya. Selain itu industri tersebut
berperan pula dalam pemerataan dan pertumbuhan ekonomi (economic growth with
equality) serta pemberdayaan ekonomi rakyat.
Sampai saat ini beberapa produk industri bahan kimia khusus yang berbasis CPO
sepenuhnya masih tergantung impor, seperti produk isopropyl palmitat, isopropyl
miristat, asam palmitat dan asam oleat. Pengembangan industri bahan kimia khusus di
dalam negeri yang menghasilkan produk-produk tersebut mempunyai prospek yang baik.
Hal ini didukung potensi pasar dalam negeri cukup besar seperti industri kosmetika yang
berjumlah sekitar 600 perusahaan besar dan kecil serta industri farmasi, yang sebagian
besar membutuhkan produk-produk kimia khusus yang berbasis CPO.
Produk olahan CPO yang merupakan non pangan diantaranya adalah oleokimia.
Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil ester. Asam
lemak metil ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester
digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty
alcohol, alkanolamida, α-sulfonat, metil ester, gliserol monostearat, surfaktan gliserin
dan asam lemak lainnya. Perusahaan Lion of Japan bahkan telah menggunakan metil
ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester saat ini
telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif.
Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak,
diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan
lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2) Peralatan yang digunakan murah.
Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih
rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang
terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan
peralatan stainless steel yang kuat; 3) lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin
yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan
konsentrat gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan
gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang
lebih banyak; 4) metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan
lebih stabil terhadap panas; 5) dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat
menghasilkan superamida dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam
lemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%; 6) metil ester mudah
dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif.
Metil ester dihasilkan melalui reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi.
Esterifikasi adalah reaksi asam dengan alkohol menggunakan katalis asam menghasilkan
ester. Katalis yang biasa digunakan adalah asam sulfur. Persamaan reaksinya adalah
sbb:
asam
RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O
Asam alkohol katalis ester air

Pada reaksi transesterifikasi, terjadi pemindahan alkohol dari suatu ester menjadi
alkohol lain dalam proses yang sama melalui hidrolisis. Pada reaksi ini, jika suatu ester
dipecah oleh alkohol maka reaksinya disebut alkoholisis. Persamaan rekasinya adalah
sbb:

NaOCH3
RCOOR’ + ROH RCOOR’’ + R’OH
ester alkohol ester alkohol

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. Untuk menggeser


reaksi ke sebelah kanan, harus menggunakan alkohol berlebih. Pada reaksi ini, ester baru
akan terbentuk. Katalis yang paling efektif digunakan adalah sodium metilate. Tetapi
selain itu dapat digunakan juga sodium hidroksida. Jika pada reaksi ini, alkohol yang
digunakan adalah metanol, maka reaksinya disebut metanolisis. Metanol sering
digunakan karena harganya lebih murah. Reaksi transesterifikasi menggunakan metanol
dapat dilihat sebagai berikut:

RCOOCH2 CH2OH
NaOCH3
RCOOCH + 3 CH3OH 3 RCOCH3 + CHOH
katalis
RCOOCH2 CH2OH

lemak/minyak metanol metil ester gliserin


Kajian Pasar
Pengembangan produk turunan minyak sawit penting untuk dilakukan mengingat
peningkatan nilai tambah yang dapat diperoleh. Sebagai bahan perbandingan, pada
Gambar .1 disajikan perkembangn harga produk-produk oleokimia yang menggunakan
CPO sebagai bahan baku. Produk hilir sawit lanjutan yang dapat dihasilkan melalui
penerapan proses lanjutan terhadap produk-produk oleokimia yang telah berkembang di
Indonesia akan memberikan tambahan nilai tambah yang cukup besar. Nilai tambah
produk hilir sawit tersebut akan lebih besar dibandingkan nilai tambah produk-produk
oleokimia.

Gambar .1 Perkembangan harga produk oleokimia dan CPO

Peluang pengembangan produk turunan (hilir) minyak sawit mengingat lembaga-lembaga


riset di Indonesia telah melakukan riset-riset mengenai produk hilir sawit. Riset-riset
produk hilir sawit yang telah dikembangkan hingga skala produksi pilot plant oleh
lembaga riset di Indonesia sangat baik untuk diaplikasikan ke skala industri.

Oleokimia
Produk oleokimia sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai salah satu
jawaban kurang prospektusnya harga CPO dan PKO karena berlawanan dengan kondisi
supply-demand minyak mentah nabati yang saat ini dan di masa yang akan datang berada
dalam posisi excess supply, kesetimbangan produk oleokimia dunia justru diperkirakan
masih akan berada dalam kondisi excess demand hingga beberapa tahun mendatang.
Kondisi excess demand pada produk oleokimia ini tentu merupakan sebuah indikasi akan
prospektifnya harga komoditi tersebut.
Menurut FAO, di pasar dunia saat ini terjadi pertumbuhan demand yang stabil
atas produk-produk oleokimia dengan pertumbuhan 3% per tahunnya. Diramalkan
pertumbuhan industri oleokimia yang terbesar akan terjadi di kawasan Asia.
Pertumbuhan industri oleokimia yang diperkirakan terjadi sangat pesat di
kawasan Asia sebenarnya tidak terlepas dari pertumbuhan produksi minyak nabati (bahan
baku industri oleokimia) yang sangat tinggi di kawasan tersebut, seperti yang terlihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi minyak dan lemak dunia berdasarkan lokasi geografis (juta ton)
Rata-rata
1970 1980 1990 2000 pertumbuhan
(1960-2000)
Wilayah
Produksi % thd Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi
(juta total (juta (juta (juta (juta (juta (juta
ton) ton) ton) ton) ton) ton) ton)
North 13.3 33.17 20.6 34.05 19 23.57 22 20.95 27.27
Amerika
South 2.2 5.486 5 8.264 6.5 8.065 9.7 9.238 61.00
Amerika
Asia 8.4 20.95 13.5 22.31 24.4 30.27 39.3 37.43 53.63
Europe 7.5 18.7 9.8 16.2 17 21.09 19 18.1 40.03
USSR 5.2 12.97 5.3 8.76 6 7.444 8 7.619 29.05
All 3.5 8.728 6.3 10.41 7.7 9.553 7 6.667 17.30
others
Total 40.1 100 60.5 100 80.6 100 105 100 35.83
Sumber: FAO, 2000, diolah

Pada tahun 1960, produksi minyak dan lemak Asia baru mencapai 7.5 juta ton
(24.12% dari produksi minyak dan lemak dunia), namun kemudian produksi minyak dan
lemak nabati kawasan Asia meningkat pesat dimana produksi minyak dan lemak kawasan
ini pada tahun 1980 menjadi 8.4 juta ton (20.95% dari total produksi dunia). Peningkatan
produksi minyak dan lemak Asia selanjutnya terus mengalami peningkatan hingga pada
tahun 2000, kawasan ini telah menjadi kawasan produsen minyak dan lemak nabati
utama dunia dengan total produksi minyak dan lemak nabati mencapai 39.3 juta ton
(37.43% dari total produksi dunia). Selama kurun waktu 1960-2000, produksi minyak
dan lemak kawasan Asia telah mengalami perkembangan sebesar rata-rata 53.63% per
tahunnya ( Tabel 2).

Tabel 2. Produksi oleokimia dasar dunia berdasarkan wilayah 1988-2000, (dalam 000 ton)
Wilayah 1988 1995 2000 AAI % 1998-2000
North America 831.5 1,022.2 1,144.3 2.7
Western Europe 1,274.4 1,464.3 1,593.8 1.9
Asia 751.2 1,070.6 1,252.6 4.3
Other 212.0 265.0 310.07 3.2
Total World Natural Glycerine 3,315.1 4,122.2 2,641.7 2.8

Di pasar, produk oleokimia alami hanya mengalami persaingan dari produk


substitusinya, yaitu oleokimia natural, terlihat dalam industri surfactant alcohols (fatty
alcohols). Namun menurut FAO, sejak tahun 1995 sekitar 52% dari produksi fatty
alcohols dunia berasal dari minyak nabati, selanjutnya badan dunia tersebut
memperkirakan bahwa penggunaan minyak nabati, selanjutnya badan dunia tersebut
memperkirakan bahwa penggunaan minyak nabati dalam industri fatty alcohol akan terus
meningkat dan peningkatan yang terbesar akan terjadi di kawasan Asia Tenggara.

Supply dan Demand Oleokimia Dunia


Menurut FAO, sebagian besar permintaan dunia akan produk-produk oleokimia
didominasi atas permintaan akan dua produk, yaitu:
1. fatty acid (± 50% dari total permintaan dunia akan oleokimia)
2. fatty alkohol (± 20% dari total permintaan dunia akan oleokimia)
Kondisi kesetimbangan supply-demand oleokimia dunia setidaknya dilihat dari
posisi kesetimbangan antara total produksi dan total konsumsi dunia, dimana total
produksi dinyatakan sebagai supply dan total konsumsi dinyatakan sebagai demand.
Perkiraan besarnya produksi dan konsumsi dari fatty acid dunia diperkirakan dari
persentase pertumbuhan produksi dan konsumsi komoditi ini yang dikeluarkan oleh
FAO.
Tabel 3 Produksi natural fatty acid dunia, 1998-2000

Negara 1998 1995 2000 AAI % 1998-2000


Amerika Utara 590 680 750 2,0
Eropa Barat 895 1.1010 1.100 1,7
Asia 555 660 750 2,5
Lainnya 190 225 260 2,6
Total 2.230 2.575 2.860 2,1
Sumber FAO,2000
Note: AAI = Persentase pertumbuhan

Tabel 4. Konsumsi natural fatty acids dunia, 1987-2000

Negara 1987 1992 1997 2000 AAI % 1987-2000


Amerika 737 842 956 1.099 2,7
E 904 986 1.072 1.158 1,7-2,0
Jepang 245 310 384 407 4,8
Asia Tenggara 204 253 314 342 2,0
Total 2.090 2.391 2.726 3.006 2,5
Sumber FAO,2000
Note: AAI = Persentase pertumbuhan

Dengan menggunakan data-data pada Tabel 3 dan 4., prediksi produksi dan
konsumsi Fatty acid hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Prediksi produksi fatty acid dunia, 2001-2005

Negara 2001 2002 2003 2004 2005 AAI %


Amerika Utara 765 780.3 795.906 811.8241 828.0606 2,0
Eropa Barat 1118.7 1137.718 1157.059 1176.729 1196.734 1,7
Asia 768.75 787.9688 807.668 827.8597 848.5562 2,5
Lainnya 266.76 273.6958 280.8118 288.113 295.6039 2,6
Total 2919.21 2979.682 3041.445 3104.526 3168.954
Sumber FAO,2000
Note: AAI = Persentase pertumbuhan
Tabel 6. Prediksi konsumsi fatty acid dunia, 2001-2005 (ribu ton)

Negara 2001 2002 2003 2004 2005 AAI %


Amerika 1128.673 1159.147 1190.444 1222.586 1255.596 2,7
EC 1256.43 1363.227 1479.101 1604.824 1741.234 1,7-2,0
Jepang 426.536 447.0097 468.4662 490.9526 514.5183 4,8
Asia Tenggara 348.84 355.8168 362.9331 370.1918 377.5956 2,0
Total 3081.15 3158.179 3237.133 3318.062 3401.013 2,5
Sumber: diolah
Note: AAI = Persentase pertumbuhan

Dengan menggunakan data pada Tabel 5 dan 6 , dapat diperkirakan besarnya


supply dan demand komoditi fatty acid dunia seperti dalam Tabel 7.

Tabel 7 Kesetimbangan supply demand komoditi fatty acid dunia (ribu ton)

2001 2002 2003 2004 2005


Supply (produksi) 2919.21 2979.682 3041.445 3104.526 3168.954
Demand (konsumsi) 3081.15 3158.179 3237.133 3318.062 3401.013
Excess Demand Fatty 161.94 178.497 195.688 213.536 232.059
Acid Dunia
Sumber: diolah

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa hingga tahun 2005, kesetimbangan supply
demand komoditi fatty acid dunia akan berada dalam kondisi excess demand. Hal ini
tentu secara otomatis menunjukkan bahwa hingga tahun 2005 akan terjadi peningkatan
harga komoditi fatty acid di pasar dunia.
Kesetimbangan supply dan demand dari fatty alcohol dunia diperkirakan dengan
berdasarkan asumsi-asumsi berikut:
1. Pertumbuhan demand fatty alcohol = 3.5% per tahun (APOLIN 2001)
2. Produksi natural fatty alcohol tahun 2000 = 0.627 juta ton (FAO, 2000)
3. Demand fatty alcohol 2000 = 1.6 juta ton (APOLIN, 2000)
4. Pertumbuhan produksi natural fatty alcohol per tahun = 4.6% (FAO, 2000)
Tabel 8. Kesetimbangan supply demand komoditi fatty alcohol dunia (dibu ton)

2001 2002 2003 2004 2005


Supply (produksi) 655.84 686.01 717.57 750.58 785.10
Demand (konsumsi) 1656.00 1713.96 1773.95 1836.04 1900.30
Excess Demand Fatty 1000.16 1027.95 1056.38 1085.46 1115.20
Alcohol Dunia
Sumber: diolah

Dari tabel 8 terlihat bahwa komoditi fatty alcohol hingga tahun 2005 diperkirakan
juga akan berada dalam kondisi ekses demand. Hal ini tentunya merupakan indikator
yang baik akan kemungkinan peningkatan harga komoditi ini hingga tahun 2005.

Perkembangan Produksi dan Kapasitas Oleokimia Dunia


Dari tahun 1998 hingga tahun 2000, pertumbuhan produksi oleokimia natural
dunia terlihat cukup stabil, dengan total pertumbuhan rata-rata sebesar 2.8%.
Pertumbuhan produksi oleokimia dunia dalam periode 1988-2000 terdapat pada komoditi
fatty acid methyl ester yang selama periode tersebut telah mengalami pertumbuhan
produksi sebesar 6.45 per tahunnya. Natural fatty alcohol yang selama periode yang
sama mengalami pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 4.6% per tahunnya. Meskipun
demikian, produksi natural oleokimia dunia hingga tahun 2000 masih didominasi oleh
natural fatty acids dan natural fatty alcohol. Dari tahun 1988 hingga tahun 2000,
produksi natural fatty acid dunia rata-rata mencapai 64.61% dari total produksi natural
oleokimia dunia, sedangkan proporsi produksi natural fatty alcohol mencapai 13.04%
dari total produksi natural oleokimia dunia. Besarnya proporsi produksi dari natural
oleokimia dunia ini sebenarnya tidak terlepas dari tingginya permintaan dunia akan kedua
komoditi tersebut.

Ekspor Impor Oleokimia


Ekspor industri oleokimia telah dilakukan ke berbagai negara. Pasar ekspor yang
selama ini prospektif untuk komoditi asam lemak adalah Singapura, Eropa (Jerman
Prancis, Inggris, Belanda, Denmark dan Belgia), Jepang dan Amerika Serikat. Negara-
negara konsumen utama deterjen adalah Amerika Serikat (29,1 kg/kapita/tahun), Eropa
(15,5 kg/kapita/tahun), Singapura (7,8 kg/kapita/tahun) dan Jepang (7,2 kg/kapita/tahun);
sedangkan konsumen utama sabun berturut-turut adalah Singapura (4,5 kg/kapita/tahun),
Amerika Serikat (2,8 kg/kapita/tahun) dan Eropa (2,3 kg/kapita/tahun). Sejalan dengan
peningkatan jumlah dan pendapatan penduduk, kebutuhan akan kedua produk tersebut
(deterjen dan sabun) tampaknya akan semakin meningkat (AP31, 1993;Tri Karya
Pecindo, 1995).

Tabel 9. Produksi, ekspor dan impor oleokimia (ton/tahun)

No Komoditi
Produksi Ekspor Impor Produksi Ekspor Impor
(000) (000) (000) (000) (000) (000)
1 Fatty 108 106 3.98 108 60 4.4
Alcohol
2 Fatty Acid 289.6 263.09 17.4 291 99.8 18.3
3 Glycerin 50.12 8.4 0.7 - 8.5 0.8
4 Stearic Acid 51.6 46.2 1.3 52.6 46.7 1.50
Total 499.32 424.5 23.38 451.6 206.2 25
Sumber: Dit. IKHPP (diolah)

Surfaktan
Pada saat ini total produksi surfaktan anionik masih menempati peringkat
tertinggi yaitu sekitar 66% dari total produksi surfaktan dunia, sedangkan surfaktan
kationik hanya 9%, surfaktan nonionik 24% adn amfoterik kurang dari 1% (Sarney et al.,
1995). Surfaktan anionik yang paling banyak digunakan linier alkilbenzen sulfonat
(LAS) dan alkohol sulat (AS) yang terbuat dari bahan produk deterjen. Buangan produk
yang menggunakan surfaktan dari bahan sintetis minyak bumi secara alami sulit
terdegradasi.
Metil ester sulfonat diperkirakan akan menjadi salah satu surfaktan yang sangat
penting untuk tahun-tahun mendatang mengingat kebutuhan industri sabun dan deterjen
akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat. Potensi
Indonesia dalam pengembangan surfaktan MES dari minyak inti sawit (PKO) sangat
besar. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar
kedua di dunia setelah Malaysia dan diperkirakan pada tahun 2012 Indonesia akan
menjadi negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dengan total produksi PKO
sebesar 1.901.445 ton/tahun (Darnoko et al., 2001). Perkembangan luas areal perkebunan
kelapa sawit dan volume produksi minyak inti sawit (PKO) dapat dilihat pada Tabel .10
dan tabel .11.

Tabel .10 Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia (1996-2002)

Luas
Tahun
PB PR Total
1996 1.146.300 738.900 1.885.200
1997 1.739.100 813.200 2.552.300
1998 1.878.100 890.500 2.768.600
2000 2.397.800 1.038.300 3.436.100
2001 2.548.900 1.093.700 3.642.600
2002 2.704.500 1.144.400 3.848.900
2003 3.143.127 1.254.847 4.397.973

Tabel 11 perkembangan volume produksi minyak inti sawit (PKO) di Indonesia (1996-
2002)

Tahun Produksi PKO (ton)


1996 626.600
1997 927.500
1998 912.100
1999 1.012.400
2000 1.034.200
2001 1.047.900
2002 1.179.473
Sumber: Badan Pusat Statistik (2003)

Pada Tabel 12 disajikan jumlah dan nilai impor beberapa kelompok surfaktan
Indonesia selama 5 tahun terakhir.
Tabel .12. Jumlah dan nilai impor kelompok surfaktan Indonesia selama 5 tahun terakhir.

Surfaktan anionik Surfaktan kationik Surfaktan nonionik


Tahun Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai
(kg) (US$) (kg) (US$) (kg) (US$)
1998 3.205.039 8.347.694 1.992.013 5.218.462 5.476.893 10.818.341
1999 2.826.879 5.316.352 1.560.688 3.061.808 5.781.104 11.649.454
2000 4.582.638 8.338.010 2.232.422 4.752.271 7.464.422 13.888.984
2001 4.853.438 9.280.562 1.990.255 4.461.984 9.751.570 16.252.737
2002 5.144.644 10.329.265 2.205.202 4.729.703 12.735.550 27.629.653
Sumber: BPS (2003)

You might also like