You are on page 1of 63

Merangkai Fakta

menjadi Cerita:
Eksposisi, Narasi, dan Deskripsi

Pengantar Kuliah Kelima


Dasar-dasar Penulisan
Paragraphing
Kalimat Topik dan Pendukung (1)
• Paragraf hendaklah mengandung kalimat topik disertai
uraian yang mendukung atau menjelaskan kalimat topik
tadi. Kalimat topik ini bisa diletakan di depan (deduktif,
dari umum ke khusus), bisa juga di belakang (induktif, dari
khusus ke umum).
• Contoh 1 (di depan):
Migrasi burung pemangsa sebetulnya adalah fenomena
alam global. Diperkirakan sekitar 63% dari semua burung
pemangsa di dunia (83 dari 292 jenis) bermigrasi setiap
tahun. Umumnya, mereka berpindah karena menipisnya
makanan dan perubahan suhu akibat musim dingin, atau
kebutuhan mendapatkan lokasi yang cocok untuk berbiak,
merawat dan membesarkan anak. “Dalam kasus ekstrim,
migrasi dapat terjadi dalam jarak ribuan kilometer, seperti
migrasi burung dari belahan bumi utara ke daerah
khatulistiwa,” kata Dewi Prawiradilaga.
Kalimat Topik dan Pendukung (2)
• Contoh 2 (di belakang)
• Volume produksi tahun 2005 turun 4% dibandingkan dengan
tahun 2004. Pada tahun 2003 juga terjadi penurunan,
bahkan sampai 12%, dibandingkan dengan 2002. “Produksi
selama 2006 ini pun dipastikan tak akan sebesar tahun
lalu,” kata Hanna Wijaya. Menurutnya, Cina dan Thailand
kini menjadi pesaing kuat. Karena kondisi yang seperti ini,
perusahaan produsen pakaian olahraga ini berencana
menutup satu dari tiga pabriknya.
Jembatan
• Setiap paragraf umumnya memiliki pokok pikiran tersendiri.
Untuk merangkai berbagai pokok pikiran tersebut, buatlah
jembatan (bridge) yang menghubungkan satu paragraf
dengan paragraf berikutnya, agar uraian tidak terasa
melompat. Caranya, dengan menggunakan kata yang sama,
bermakna sama, atau berasosiasi dengan topik yang
dijelaskan sebelumnya.
• Contoh:
• … Celana saya sempit, karena itu ketika hendak sujud, saya
terpaksa menarik-narik celana itu ke atas terlebih dulu.
Akibatnya kaki saya bergerak-gerak seperti orang berjalan
di tempat. Buya melihat ini sebagai kesalahan, lalu
menegur saya.
• Walau teguran itu disampaikan di hadapan orang ramai saya
tidak merasa malu, sebab …
Jembatan (2)
• … perang selesai, dan kami kembali ke kota. Tetapi
kehidupan terasa amat sulit. Ayah belum kembali bekerja.
Lebih dari satu tahun sesudah di-screening dia tak kunjung
dipanggil untuk kembali menjadi pegawai Dinas Kehutanan.
Hasil yang diperolehnya sebagai tukang jahit, pekerjaan
yang dilakoni ayah selama hampir sepuluh bulan, tidak
mencukupi biaya hidup kami sekeluarga.
• Satu per satu perhiasan emas ibu dijual untuk berbagai
keperluan, termasuk untuk pembeli pakaian, buku, dan
biaya sekolahku dan dua adikku. “Ini adalah gelang
terakhir yang dapat kita jadikan uang, buat …”
• Biaya hidup yang tidak cukup merupakan kalimat perangkai
topik berikutnya, menjual berbagai keperluan.
Kutipan dan Parafrasa (1)
• Selang-selingkan kutipan langsung dengan kutipan tidak
langsung; dan parafrasa dengan kutipan agar tidak
monoton dan membosankan.
• Contoh 1:
• … Surat tersebut menyatakan, sebagian dokumen yang
dimiliki PT Arimbi palsu. “Bahkan surat izin mendirikan
bangunan yang diperlihatkan hanya photocopy,” kata
Haryono, staf di kantor bupati. Menurut dia, direksi PT
Arimbi berjanji akan memperlihatkan IMB yang asli. Namun
sampai awal pekan ini, janji untuk memperlihatkan IMB
tersebut tak kunjung dipenuhi. Karena itulah, surat
teguran dilayangkan sekali lagi. “Jika tidak digubris, kami
akan bertindak,” kata Darwis Hamid Kepala Dinas
Perumahan.
• Teks yang berwarna biru adalah parafrasa, merah
merupakan kutipan langsung, dan hijau adalah kutipan
tidak langsung.
Kutipan dan Parafrasa (2)
• Contoh 2:
• Angka produksi tahun lalu merosot jauh dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. “Produksi tahun 2003 hanya 63%
produksi tahun 2002,” kata Wijaya. Penurunan yang drastis
itu, katanya, terjadi karena berbagai penyebab. Penyebab
pertama adalah kondisi air yang buruk, yang membuat
banyak benih udang mati setelah dua minggu. Selain itu,
ada juga kesulitan mendapatkan benih itu sendiri.
“Sepanjang 2003 itu,” kata Wijaya, “dapat dikatakan kami
tidak memperoleh keuntungan sama sekali walaupun juga
tidak rugi.”
Ungkapan yang Akrab dg Pembaca (1)
• Gunakan kiasan, perumpamaan, atau hal-hal yang akrab
dengan pembaca, yakni yang kita perkirakan pernah
dialami pembaca.
• Kiasan, perumpamaan, atau hal-hal yang diduga pernah
dialami pembaca itu dimaksudkan untuk mengajak
pembaca berimajinasi, “melihat” sesuatu yang dia ketahui,
agar uraian dapat dipahami dengan mudah. Cara ini juga
dapat memperkaya style dalam penulisan.
• Contoh:
… Kali ini dia membuat telinga “orang-orang Senayan”
menjadi merah. Wahid berkata, “DPR kok seperti taman
kanak-kanak.”
Ungkapan yang Akrab dg Pembaca (2)
• … Jenderal Endriartono mengunci mulutnya. Sedikit pun
dia tak mau menjawab pertanyaan mengenai alasan
pengunduran dirinya.
• …Mati semut karena gula. Percintaannya dengan penyanyi
muda belia itu membuat dia hanyut. Dalam tiga bulan
terakhir ini, dia hanya tiga atau empat jam berada di
kantor dalam sehari. Menurut isterinya dia pernah tidak
pulang ke rumah. Setelah memberi teguran dua kali, dan
tidak membawa perubahan, rapat direksi memutuskan
untuk memberi X uang pesangon dan memberhentikan dia
dari pekerjaan.
Ungkapan yang Akrab dg Pembaca (3)
• …Konon ada rivalitas yang agak sengit di antara orang-
orang di sekitar Presiden Soeharto. Oleh sebagian orang,
persaingan itu dinilai merambat ke luar melibatkan aktivis
politik sipil. Maka ketika mahasiswa melakukan long march
dari Salemba ke kampus Universitas Trisakti, pembakaran
terjadi di Senen. Peristiwa 15 Januari pecah. Sebelas
media cetak ditutup, dan beberapa aktivis politik ditahan.
Gajah berkelahi sesama gajah, pelanduk mati di tengah-
tengah.
• …Dia menjatuhkan badan dan menangkap bola itu, segesit
lompatan kucing menerkam tikus.
• Buku baginya bagaikan ekstasi.
• Jalannya pelan, langkahnya perlahan, hampir tak ada
ubahnya dengan pengantin.
Ungkapan yang Akrab dg Pembaca (4)
• Seperti orang kebakaran jenggot, sehabis membaca
pamflet itu dia menelepon kantor pusat di Semarang.
Kemudian dia kumpulkan semua karyawan serta
mengancam akan menyelidiki dan memecat si pembuat
selebaran gelap tersebut.
• Suryo bagaikan botol kecap penjual bakso. Dia bagi-
bagikan cintanya ke sana-sini, dan setelah itu kembali
pulang ke sisi isterinya.
Gaya Bahasa
• Gunakan gaya bahasa pada tempat yang sesuai
• Gaya bahasa juga digunakan untuk mempermudah
pembaca memahami isi pesan, membangun suasana yang
membuat uraian jadi hidup.
• Ada banyak sekali gaya bahasa yang bisa digunakan,
misalnya: personifikasi, repetisi, sinis, anekdot, uraian lucu,
dan sebagainya.
Gaya Personifikasi
• Gaya personifikasi adalah gaya ‘menghidupkan’ benda-
benda mati seakan-akan orang yang bisa berpikir, terharu,
bertindak, dan sebagainya.
• Contoh:
• Daun nyiur itu melambai-lambai seolah tangan perawan
yang memanggil kekasihnya datang mendekat. Sementara
ombak berkejar-kejaran riang, seakan berpacu dengan
lumba-lumba yang sesekali melompat di antara lidah
ombak.
• Hujan tercurah dengan lebatnya. Langit terbatuk-batuk,
memuntahkan lidah api panjang yang membelah langit.
• Washington akhirnya memutuskan untuk menyerbu Irak dan
menyingkirkan Saddam Husein.
• Lokomotif itu terengah-engah menarik rangkaian gerbong
yang dijejali penumpang di seluruh sudut – di dalam, di
antara sambungan gerbong, bahkan juga di atap gerbong.
Gaya Repetisi
• Gaya repetisi adalah gaya yang mengulang-ulang sebuah
kata atau frasa dengan tujuan memberi penekanan pada
bagian yang diulang-ulang tersebut.
• Contoh:
• Jabatan bukan untuk menaikkan status sosial. Jabatan
tidak berarti bahwa dengan itu orang harus memberi
hormat. Jabatan tidak untuk menghimpun kekayaan.
Jabatan adalah sesuatu yang di dalamnya terkandung tugas
serta tanggungjawab terhadap bawahan, atasan, dan orang
banyak.
Gaya Sinisme
• Sinisme tak jarang memperkuat pesan yang disampaikan.
Namun hendaknya sinisme hanya dipakai pada tempat atau
untuk hal yang tepat, dan jangan terlalu sering, karena
bisa terkesan nyinyir.
• Contoh-contoh:
• Kalau korupsi itu berbau, pastilah bau itu busuk.
Seandainya korupsi itu memang busuk, agaknya hampir
setiap tempat di Indonesia harus dimandikan dengan
parfum.
• Kreativitas kita luar biasa. Untuk menghibur diri
menyaksikan sanak saudara kita menjadi pekerja kasar di
rantau orang, kita memuji-muji TKI sebagai mesin
pencetak devisa.
Gaya Anekdot (1)
• Sesekali, anekdot pun bisa digunakan untuk menarik
perhatian pembaca. Anekdot selalu memancing rasa geli.
Bagi artikel ia menjadi daya tarik yang memikat perhatian
pembaca, dan kadang-kadang dapat membantu audience
memahami uraian dengan mudah.
• Contoh I:
Seorang Eropa (OE) dan seorang Indonesia (OI) bertemu. Mereka terlibat
pembicaraan tentang gaji masing-masing dan cara membelanjakannya.
OE: Gaji saya € 3.000. € 1.000 untuk tempat tinggal, € 1.000 untuk makan,
€ 500 untuk hiburan.
OI: Lalu sisa € 500 untuk apa?
OE (ketus): Itu urusan saya, Anda tidak berhak bertanya! Kalau anda
bagaimana?
OI: Gaji saya Rp 950 ribu. Rp 450 ribu untuk tempat tinggal, Rp 350 ribu
untuk makan, Rp 250 ribu untuk transport, Rp 200 ribu untuk sekolah
anak, Rp 200 ribu untuk bayar cicilan pinjaman, Rp 100 ribu untuk ....
OE (memotong): Stop! Jumlah belanja Anda sudah melampui gaji. Sisanya
dari mana?
OI (dengan enteng): Begini Mister, tentang uang yang kurang, itu urusan
saya. Anda tidak berhak bertanya-tanya!
Gaya Anekdot (2)
II
Suatu hari di sebuah kampung ada rombongan jenasah yang
diusung menuju ke pemakaman. Rombongan ini melintasi gubuk
sebuah keluarga fakir miskin. Di sisi keranda ada seorang wanita
yang berjalan sambil terus menangis tersedu-sedu. “Dulu engkau
begitu kaya dan dimuliakan orang. Kini mereka membawamu ke
rumah yang tidak ada kasurnya, tidak ada seprainya, tidak ada
lampu maupun nasi dan lauk-pauknya,” isak wanita tadi.
Mendengar itu anak pemilik rumah menukas, “Ayah, itu
berarti mereka akan membawa jenasah itu ke rumah kita!”
III
Abbas seorang yang sangat patuh kepada kedua orang tuanya.
Orang tuanya berpesan, “Jangan berbuat kesalahan dua kali.”
Maka ketika ia terlambat masuk kantor, ia memutuskan tidak
akan terlambat ketika pulang kantor.
Gaya Anekdot (3)
IV. Anekdot Ilustratif
Seorang pengusaha menghabiskan akhir pekannya dengan memancing
di sebuah danau. Ia menemukan sebuah botol yang terapung dan
tertutup rapi. Iseng-iseng, ia mengambil dan membuka tutup botol. Tiba-
tiba dari dalam botol keluar asap yang lalu berubah mejadi jin.
"Terimakasih tuan, tuan telah membebaskan saya. Untuk itu, silakan
tuan mengajukan tiga permintaan, saya akan mengabulkannya" kata jin.
Setelah kagetnya reda, si pengusaha berkata, "Baiklah Jin saya ingin
tahun ini tiga kejadian besar terjadi di negeri ini. Pertama, saya ingin
nilai tukar rupiah kembali menjadi Rp 2500/US$. Kedua, saya mau semua
uang hasil korupsi baik oleh swasta ataupun pejabat pemerintah
dikembalikan kepada rakyat dan semua pelakunya dipenjarakan. Ketiga,
saya ingin hukum benar-benar ditegakkan di negeri ini."
Sang Jin berpikir sejenak. Kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala.
Pelan-pelan jasadnya kembali menjadi asap lalu berkumpul masuk ke
dalam botol itu kembali. Dari dalam botol si Jin berseru, "Tuan, tolong
botolnya ditutup kembali!"
Uraian Lucu
• Sama dengan anekdot yang dikutip sebagai “bumbu”
artikel, uraian yang bernuansa lucu dapat menjadi daya
tarik artikel yang membuat khalayak suka dan terhibur saat
membaca.
• Contoh:
• Uang ribuan yang dia berikan itu kumal, lembab, dan bau.
Warna birunya telah berubah menjadi kecokelatan.
Agaknya perjalanan lembaran ribuan ini sudah cukup
panjang. Mungkin ia pernah singgah di kantong pencopet
sehabis ngendon di kutang pelacur jalanan, pindah ke
penjual rokok, dipertaruhkan penjudi kiu-kiu, atau boleh
jadi pernah jatuh ke tangan pedagang ikan asin.
Membangun Suasana
• Dukunglah suasana yang hendak dikesankan dengan kata-
kata yang tepat.
• Suasana itu dapat beraneka rupa, antara lain panik,
mencekam, kacau balau, gembira, atau sendu. Dalam
membangun suasana yang hendak diceritakan, fakta
hendaklah dipakai secermat mungkin. Karena itu ia tak
dapat dipaksakan. Jika tidak ada fakta pendukung, jangan
paksakan diri untuk mencari-cari.
• Contoh:
• Daerah di seputar Semanggi malam itu sunyi senyap. Batu,
potongan kayu, sandal dan sepatu demonstran yang
tertinggal berserakan di jalan. Tak satu kendaraan pun yang
melintas. Dari empat truk Marinir yang di dalamnya ada
beberapa serdadu berbaret ungu di depan Universitas
Atmajaya juga tidak terdengar bunyi apa pun.
Ungkapan Populer (1)
• Ungkapan yang “populer dalam semusim” dapat dipakai
sebagai warna tulisan.
• Ungkapan yang “populer dalam semusim” ini biasanya lahir
sebagai kreasi masyarakat, dapat pula dari iklan, lagu,
atau pun film.
• Contoh:
… beberapa kekuatan politik.
Menurut hasil jajak pendapat, popularitas Yudhoyono
kini agak merosot. Tapi, para pengamat politik masih yakin
bahwa SBY akan keluar sebagai pemenang. Bagi kelompok
masyarakat yang kehilangan harapan pada Megawati,
tampaknya “apa pun makanannya, presidennya pasti SBY”.
Dalam kunjungan ke berbagai daerah buat
berkampanye, SBY …
Ungkapan Populer (2)
• Siapa takut?!
• Emangnya gue pikirin …
• Gitu aja kok repot?!
• … sesama Golkar dilarang saling mendahului …
Syarat Pemakaian Gaya
• Pemakaian gaya harus disertai pertimbangan tentang apa
tema yang ditulis dan kelompok khalayak seperti apa yang
menjadi target. Selaraskan gaya dengan tema dan selera
khalayak yang jadi sasaran.
• Manfaat, bobot, atau kualitas sebuah tulisan tetap
ditentukan oleh kejelasan dan kebaruan gagasan yang
diutarakan, kekuatan fakta pendukung, dan kejernihan
uraian yang dibuat (bahasa yang dipakai). Gaya hanyalah
kosmetik. Manfaatkan kosmetik itu secukupnya. Jika
kurang, tulisan bisa jadi tawar. Kalau berlebihan, ia akan
menjemukan.
Pokok Bahasan
• Mengenal Eksposisi, Narasi dan Deskripsi
• Berlatih membuat END
Eksposisi
Eksposisi (1)
• Eksposisi adalah teknik menyampaikan pesan dengan menyingkapkan
atau memaparkan sesuatu yang selama ini terselubung, terlindungi,
tersembunyi, atau tak diketahui orang banyak. Dalam hal ini, yang
dipaparkan adalah gagasan, pendapat, atau perasaan penulisnya
dengan tujuan agar diketahui khalayak. (Marahimin, h. 193)
• Dalam eksposisi, inti dari apa yang akan diungkap ini disebut tesis.
(Setara dengan tema pada narasi).
• Tesis dapat diungkapkan melalui sebuah kalimat utuh atau penggalan
kalimat. Bahkan kadang tesis tidak diungkap secara gamblang pada
sebuah kalimat di dalam eksposisi, namun hanya tersirat saja.
• Untuk memperkuat tesis diperlukan kalimat-kalimat pendukung yang
memperkuat atau membuktikan pernyataan yang disampaikan di
dalam tesis tadi. Dengan kata lain, sebuah eksposisi terdiri atas
sebuah tesis yang diikuti oleh uraian pendukung atau argumentasi
yang membuktikan kebenaran tesis tersebut.
• Setelah uraian pendukung, eksposisi ditutup dengan kesimpulan.
Eksposisi (2)
• Perhatikan contoh berikut:
• Tesis:
Seharusnya merokok dilarang di negeri ini.
• Uraian penunjang/argumen:
1. Merokok hanya menghamburkan uang tanpa manfaat.
2. Merokok merusak kesehatan diri sendiri (perokok aktif). Banyak penyakit
yang ditimbulkan kebiasaan merokok
3. Merokok juga merusak kesehatan orang-orang di sekitarnya (perokok pasif).
4. Merokok bersifat kontraproduktif.
5. Merokok membuat kecanduan. Seorang pecandu merokok yang kehabisan
rokok tidak bisa berpikir dan tidak bisa bekerja dengan baik.
6. Keliru jika merokok dikatakan bisa menghilangkan stress, faktanya merokok
justru mempertinggi stress.
7. Banyak kegiatan lain yang lebih positif untuk menghilangkan stress.
8. Dana yang didapat dari cukai rokok tidak sebanding dengan biaya yang
dihabiskan untuk menanggulangi akibat negatif merokok.
• Kesimpulan:
Melihat besarnya kerusakan dan kerugian akibat rokok, serta manfaat yang
tidak sebanding dengan mudaratnya, seharusnya merokok dilarang saja.
Eksposisi (3)
• Simak contoh tadi. Kesimpulan yang diberikan bukan
sekadar menyarikan uraian pendukung, namun juga
menegaskan tesis.
• Dengan demikian kerangka Eksposisi adalah:
A. Tesis
B. 1. Kelas I (pembuktian pertama)
2. Kelas II (pembuktian kedua)
3. Kelas III (pembuktian ketiga)
4. dst. (kelas/pembuktian selanjutnya)
C. Kesimpulan
Narasi
Narasi
• Narasi adalah cara penyampaian pesan dengan bertutur.
Penulis menuliskan ceritanya berdasarkan pada urut-urutan
suatu (atau serangkaian) kejadian atau peristiwa. Di dalam
kejadian ada tokoh atau beberapa tokoh, yang mengalami
atau menghadapi suatu (atau serangkaian) konflik.
(Marahimin, h. 96)
• Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan unsur pokok
narasi. Secara kesatuan ketiganya biasa disebut alur atau
plot. Dengan kata lain, narasi adalah cerita berdasarkan
alur, yang digunakan penulis untuk menyampaikan
gagasannya kepada khalayak.
• Narasi bisa fakta, ilustrasi (faktual sebagai pembanding),
bisa juga fiksi.
Deskripsi
Pengertian Deskripsi (1)
• Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan
kata-kata sautu benda, tempat, suasana, atau keadaan
(Ismail Marahimin, p. 45). Dengan kata lain, deskripsi
adalah melukis atau memotret benda atau suasana dengan
kata-kata.
• Melalui deskripsi yang ditulisnya, penulis berharap pembaca
dapat turut ‘melihat’ apa yang dilihatnya, ‘mendengar’
yang didengarnya, ‘mencium’ aroma yang diciumnya,
‘mencicipi’ apa yang dimakannya, ‘merasakan’ apa yang
dirasakannya, dan akhirnya sampai pada kesimpulan yang
sama dengan yang disimpulkannya.
• Jika ditulis dengan baik, penulisnya mempunyai
pengamatan yang tajam, alat-alat indera yang berfungsi
sempurna, dan kemudian ia mampu menuliskannya dengan
pilihan kata yang tepat, atau menggunakan pembanding
yang tepat, deskripsi bisa menjadi tulang punggung tulisan
yang ‘hidup’ dan ‘menawan’.
Pengertian Deskripsi (2)
• Deskripsi sangat diperlukan agar pembaca bisa
membayangkan situasi atau suasana yang sedang terjadi;
perasaan yang dialami; atau benda, alam dan sosok yang
diceritakan, secara jelas, seolah-olah ia berada di lokasi
dan tengah mengamati peristiwa yang berlangsung atau
merasakan apa yang dirasakan subjek yang digambarkan.
• Deskripsi yang baik, tak sekadar melibatkan mata atau
penglihatan, namun juga keempat indria yang lainnya:
pendengaran (telinga), pengecapan (lidah), pembauan
(hidung), dan perabaan (kulit), ditambah lagi dengan
penalaran dan logika.
• Agar suasana bisa tergambar dengan baik, penulis harus bisa
“memotret/melukis” suasana, situasi, benda atau sosok
yang akan dideskripsikan dengan kata-kata yang presisi dan
bisa mewakili situasi, peristiwa, benda atau sosok tersebut,
termasuk juga bisa menggambarkan nuansa emosi yang akan
disampaikan.
Deskripsi dan Kemampuan Penulis
• Ada beragam cara dalam menuliskan deskripsi. Perbedaan ini timbul
karena pada dasarnya tak ada dua manusia yang mempunyai
pengamatan yang sama. Perbedaan hasil pengamatan bisa timbul
karena perbedaan minat atau pun kemampuan dan pengetahuan
pengamatnya.
• Ambil contoh dalam peristiwa tawar-menawar antara penjual dan
pembeli mobil. Orang yang menjual mobil tentunya kan memberikan
deskripsi yang berbeda dibandingkan dengan orang yang akan membeli
mobil. Padahal, yang mereka amati adalah mobil yang sama, di tempat
yang sama, pada waktu yang sama pula. Bila kemudian mereka
meminta pendapat seorang ahli mobil, ahli ini pun akan memberikan
deskripsi yang berbeda pula. Hal ini karena masing-masing pengamat
menyeleksi informasi atau hasil observasi mereka sesuai dengan tujuan
atau keinginan (selective retention) atau kemampuan profesional
mereka.
• Meski ada perbedaan penulisan deskripsi, namun pada garis besarnya
deskripsi dibedakan menjadi deskripsi ekspositori dan deskripsi
impresionistis.
Deskripsi Ekspositori
• Deskripsi ekspositori adalah penggambaran benda, sosok, atau
suasana secara sangat logis dan rinci. Isi deskripsi ini biasanya
seperti daftar rincian semua hal yang penting menurut persepsi
penulisnya. Informasi-informasi ini disusun berdasarkan sistem dan
urutan logis objek yang diamati. (Marahimim, h. 46)
• Yang dimaksud dengan urutan logis adalah urutan berdasarkan
kelaziman yang memudahkan orang mengamati. Misalnya dari atas
ke bawah, kiri ke kanan, depan ke belakang, besar ke kecil, dan
sebagainya. Untuk menggambarkan manusia, misalnya, logisnya
digambarkan dari ujung kepala ke ujung kaki, bukan dari kiri ke
kanan atau depan ke belakang. Begitu pula untuk menggambarkan
rangkaian kereta api lazimnya dilakukan dari lokomotif di depan
berlanjut ke satu per satu gerbong di belakangnya – bukan dari
bagian atap ke roda.
• Selain urutan logis, yang lazim digunakan adalah urutan peristiwa
(kronologis/proses/temporal/pengembangan waktu), ruang atau
bentuk (spasial/geografis), serta sebab akibat (kausalitas).
Deskripsi Impresionistis
• Deskripsi impresionistis disebut juga deskripsi stimulatif. Deskripsi jenis ini
menggambarkan kesan (impresi) penulisnya untuk merangsang (menstimuli)
pembacanya.
• Berbeda dengan deskripsi ekspositori yang pada umumya lebih ketat terikat
pada objek atau proses yang digambarkan, deskripsi impresionis lebih
menekankan kesan atau impresi penulisnya ketika melakukan pengamatan
(observasi) atau ketika menulis impresi tadi. (Marahimin, h. 46-47).
• Urut-urutan yang lazim digunakan dalam deskripsi impresionis adalah kaut-
lemahnya kesan penulis terhadap bagian-bagian objek yang
digambarkannya. Misalnya untuk menggambarkan kejorokan sebuah rumah,
biasanya dimulai dengan bau yang tercium. Rangsang bau merupakan yang
paling kuat menerpa manusia dibandingkan rangsang penglihatan dan
pendengaran. Setelah menggambarkan aromanya, kemudian berlanjut ke
suasana yang paling bertentangan dengan nilai dan norma yang dianut
masyarakat atau penulis. Misalnya digambarkan piring dan gelas kotor yang
berserakan di meja, pakaian kotor bergeletakan di lantai, sampah bekas
pembungkus bertebaran di mana-mana, tikus dan kecoa berlarian ke sana
ke mari, dan sebagainya. Selanjutnya penggambaran beralih ke
pencahayaan ruangan yang suram, ventilasi yang sumpek, dan sebagainya.
• Dalam deskripsi impresionistis, unsur subjektivitas penulis sangat
menentukan urut-urutan apa yang digambarkannya.
Deskripsi – Contoh 1
Bis di Jakarta banyak yang sudah reyot, kebersihannya
pun tidak terpelihara. Di lantai bis banyak berserakan
segala macam sampah dan dbu. Para penumpang selalu
berjubel, dan mereka biasanya meludah seenaknya di lantai
bis. Ada pula banyak tukang copet di dalam bis, dan mereka
tidak pilih bulu. Lelaki, wanita, tua, muda, semua yang
lengah pasti dicopet. Biasanya ada pula penjaja majalah,
yang menawarkan majalah aneka warna, dengan harga
murah, tetapi ternyata majalah yang mereka jual adalah
terbitan tiga tahun yang lalu.
Deskripsi – Contoh 2
Ketika saya sedang menaiki bis kota kemarin, di pintu saya
dihadang dua orang tukang copet. Mereka berpakaian perlente,
salah-salah lihat seperti mahasiswa, karena membawa buku dan
map-map. Ketika saya melewati mereka, mereka mencoba
meraba saku saya, tapi saya cukup waspada. Seorang wanita
yang naik di belakang saya tiba-tiba menjerit kehilangan
dompet. Kedua ‘mahasiswa’ itu segera turun dan menghilang di
antara kerumunan orang-orang di terminal.
Di lantai bis banyak berserakan sampah. Udara di dalam bisa
sangat panas karena penumpangnya penuh sesak. Untung saya
mendapat tempat duduk di dekat jendela, tapi orang tua yang
duduk di samping saya batuk-batuk dan meludahkan dahak
seenaknya ke lantai bis.
Bis masih belum berangkat walaupun sudah penuh sesak.
Melalui jendela bis ada orang yang menawarkan majalah aneka
warna. Murah, cuma lima ratus rupiah. Orang tua yang batuk-
batuk itu membeli sebuah. Ketika bis mulai bergerak, tiba-tiba
orang tua itu memaki, “Sialan! Terbitan tiga tahun yang lalu!”
Fakta vs Realita
• Apa perbedaan antara contoh pertama dan kedua?
• Deskripsi seperti contoh pertama adalah kenyataan yang sehari-hari kita
temui di bis kota. Dengan mudah kita bisa membuktikan kebenarannya.
Bahkan tanpa perlu memberikan pembuktian apa pun, banyak orang
percaya begitulah keadaan bis-bis kota di Jakarta pada umumnya.
Memang bukan mustahil ada bis kota yang bersih, lega tak berjejal
penumpang, tak ada tukang copet, pengamen, penjaja dan sebagainya.
Namun secara umum gambaran yang dilukiskan penulis adalah benar.
Inilah realita, kebenaran yang diyakini banyak orang tanpa perlu
dibuktikan lagi kebenarannya dengan teori, dalil atau argumen apa pun.
• Pada contoh kedua, penulis hanya mendeskripsikan apa yang benar-
benar dilihatnya, atau diakuinya sebagai dilihatnya, pada suatu tempat
dan waktu tertentu (moment opname). Pembaca harus percaya saja dan
tidak boleh membantah sepanjang yang dideskripsikannya masuk akal
(logis) dan masih sesuai dengan kenyataan yang dilihat sehari-hari. Inilah
fakta, yakni persepsi penulis tentang suatu peristiwa, keadaan, atau
benda yang diobservasinya pada suatu waktu dan tempat tertentu sesuai
dengan apa yang dicerap (perceived) dengan panca inderanya (dilihat,
didengar, diraba, dicium, dan dirasakannya) secara langsung.
• Dalam memberikan deskripsi yang kita berikan adalah fakta, bukan
realita.
Deskripsi dan Verbalisasi (1)
 Tujuan deskripsi adalah agar orang lain bisa mengenali atau
membayangkan dengan jelas, sehingga membantunya
memahami konteks keseluruhan tulisan Anda. Untuk itu, apa
yang Anda (atau subjek Anda) lihat (visual), alami, atau
rasakan harus ditransformasikan ke dalam bahasa verbal.
 Tidak semua objek/subjek perlu dideskripsikan. Lebih dulu
pertimbangkanlah, apakah objek/subjek tersebut memang
penting untuk dideskripsikan? Apa relevansinya terhadap
keseluruhan cerita? Ingat, tujuan deskripsi adalah untuk
memberi gambaran yang menguatkan mengenai hal yang
Anda ceritakan.
 Gambarkan apa yang ada di situ: kalau ruangan, sebutkan
luasnya, furniturnya, warna dindingnya, ada berapa
lampunya, ada berapa kursi, AC-nya central atau split (atau
malah window!), seberapa dingin, berisik nggak ( untuk
menggambarkan gedung kuno), dll
Deskripsi dan Verbalisasi (2)
 Cari yang khas: apakah hidungnya mancung? Apakah
rambutnya lurus seperti baru di-rebonding atau kriting
seperti supermi? Tapi jangan juga berlebihan seperti
gambaran para pujangga kuno yang menggambarkan wanita
cantik menjadi: rambutnya mayang terurai, matanya bak
bintang kejora, bibirnya merah delima, giginya bak biji
mentimun, dagunya lebah bergantung, dsb. Selain klise, juga
jelek – bahkan sangat jelek.
 Cari pembanding yang dikenal luas: wajahnya mirip Dian
Sastro, poninya seperti Okky Lukman, tubuhnya tinggi besar
seperti Ade Rai, kepalanya dicukur plontos seperti Michael
Jordan, batu-batu sebesar kerbau dewasa, dengung seperti
suara lebah, cerewetnya seperti Indy Barent, dsb.
 Beri kesan: ingat, kesan adalah opini, tapi sebatas yang
ringan-ringan bolehlah. Misal: senyumnya sangat menggoda,
tubuhnya sexy, matanya penuh pesona, dsb.
Deskripsi dan Kekuatan Tulisan
• Kekuatan tulisan seringkali terletak pada deskripsinya.
Deskripsi yang baik bisa menghidupkan suasana sehingga
pembaca bisa membayangkan apa yang tengah dibacanya
seolah-olah ia berada di lokasi dan turut merasakan
kejadian atau melihat langsung pemandangan, benda, orang
dsb yang dideskripsikan penulis.
• Untuk bisa memberikan deskripsi dengan baik, penulis harus
bukan saja memahami dan menguasai permasalahan yang
ditulisnya dengan baik hingga ke detil-detilnya, namun juga
menguasai kosa kata yang baik.
• Penulis harus menguasai kata-kata spesifik, yakni kata yang
dapat mewakili konsep yang akan disampaikan seakurat
mungkin.
Deskripsi & Kata Spesifik (1)
•Bahasa jurnalistik memiliki keterbatasan ruang. Ia harus mampu
memberi gambaran serta mampu menyampaikan makna yang tepat
dan akurat dengan kata yang terbatas. Itu sebabnya pemilihan
istilah menjadi sangat penting. Perhatikan contoh berikut:
•Tersangka tertangkap basah dengan senjata di tangan,
sementara korban terkapar bersimbah darah di sampingnya.
Benda apa yang dipegang tersangka? Senjata. Tapi senjata
macam apa? Pistol, golok, kapak, pisau, badik, clurit, sangkur,
kelewang, tongkat, pemukul bisbol, pentung, gada, nun-cha-ku
(double stick), ketapel, tombak, atau palu? Kita tidak
mendapatkan informasi yang jelas dan akurat dari kata senjata.
Agar dapat menyampaikan pesan secara lebih akurat, kita bisa
menggunakan istilah yang lebih spesifik dan memberikan gambaran
yang lebih tepat dan tak mungkin menciptakan penafsiran keliru.
Untuk itu, tentu saja kita harus memiliki kosa kata yang cukup
kaya, dan piawai menggunakannya secara tepat.
Deskripsi & Kata Spesifik (2)
•Agar dapat memilih kata yang paling tepat untuk mengabstraksikan
suatu benda atau peristiwa, kita harus mengenal jenjang abstraksi
berdasarkan pengertian yang dikandung istilah yang kita gunakan. Ada
istilah yang tergolong pada abstraksi tinggi, yakni istilah yang
mengandung pengertian yang bersifat umum dan luas. Di bawahnya ada
kata-kata yang mempunyai pengertian lebih khusus, lebih sempit dan
spesifik.
•Perhatikan contoh berikut:

Senjata Senjata tajam, ~ api, ~ tumpul, dll.


Senjata tajam Pisau, badik, tombak, clurit, sangkur, panah, dll.
Pisau Belati, cutter, pisau lipat, ~ cukur, ~ dapur, dll.
Pisau dapur Pisau cap Garpu, ~ daging, ~ cincang, dll.
Pisau Cap Garpu (tak ada pilihan lain)
Deskripsi & Kata Spesifik (3)
Kendaraan Pswt terbang, kereta api, sepeda motor, sepeda
Sepeda motor SM Besar, SM Balap, SM Bebek, Scooter, merek2
Yamaha RX King, Bebek, Mio
Yamaha RX King Warna, Nomor polisi

Kendaraan Pswt terbang, kereta api, sepeda motor, sepeda


Mobil Bis, truk, sedan, bak terbuka, mobil sewaan, jenis
Sedan Sedan pribadi, hatchback, taksi, -merek
Taksi Blue Bird, Prestasi, Gamya, Putra, dll
Blue Bird Warna, Nomor polisi
Deskripsi & Ungkapan Ekspresif (1)
•Jurnalistik menginginkan pesan yang disampaikan bisa cepat dan
langsung mengena ke dalam pikiran pembaca. Padahal, kita tahu
seringkali orang membaca/mendengar/memirsa pesan kita tidak
dengan sepenuh perhatian. Untuk merebut perhatian khalayak,
seringkali kita memerlukan istilah yang ekspresif dalam pengertian,
yakni kata-kata yang mampu memberikan tekanan/gambaran emosi
untuk menghidupkan suasana yang dideskripsikan.
•Contoh:
•Bunyi tembakan terdengar dua kali, pemuda itu pun jatuh ke aspal.
•Bunyi tembakan terdengar dua kali, pemuda itu pun roboh ke aspal.
•Bunyi tembakan terdengar dua kali, pemuda itu pun terkapar ke aspal.
•Bunyi tembakan terdengar dua kali, pemuda itu pun tersungkur ke aspal.
•Bunyi tembakan terdengar dua kali, pemuda itu pun terjungkal ke aspal.
Mana di antara pilihan kata tersebut yang lebih ekspresif? Meski kata
jatuh bisa bermakna jelas dan bisa memberikan gambaran yang tepat,
namun kata tersebut kurang kuat dan kurang ekspresif menyampaikan
suasana yang terjadi. Kata roboh sudah lebih baik dan ekspresif,
namun kata tersungkur dan terjungkal mampu memberikan gambaran
yang paling ekspresif dan bertenaga.
Deskripsi & Ungkapan Ekspresif (2)
•Ungkapan ekspresif sangat sering kita jumpai di berbagai media
massa untuk menekankan pesan dan mencuri perhatian pembaca.
•Kita simak beberapa contoh:
Sebulan menjelang lebaran, harga-harga telah membumbung tinggi.
Massa pendukung PDI Perjuangan menyemut di kawasan Bundaran HI.
Tommy Soeharto diganjar hukuman 15 tahun mendekam di penjara.
Perekonomian Indonesia porak-poranda.
Gawang Persib dihujani gol.
Berkat prestasinya yang luar biasa, Angie ditimbun hadiah.
Seluruh rakyat menjerit menghadapi kenaikan Tarif Dasar Listrik.

Ungkapan ekspresif memang memberi makna yang lebih kuat dan


menarik pembaca. Namun yang harus diingat, jangan menggunakan
kata-kata ekspresif sekadar untuk membesar-besarkan masalah
sesungguhnya (hyperbolism) atau mencari sensasi. Tujuan
ungkapan ekspresif semata untuk lebih menghidupkan tulisan dan
membetot perhatian pembaca. Penggunaannya harus berlandaskan
kenyataan dan faktual.
Contoh 1
• Laki-laki gondrong itu berjalan dengan terhuyung-huyung,
miring ke kiri dan miring ke kanan, seolah-olah tengah
berada di kapal yang dilamun badai. Bajunya tidak
terkancing dengan baik, memamerkan dadanya yang
kerémpéng. Matanya merah dan tatapannya nyalang.
Mulutnya meracaukan kata-kata yang tak jelas. Tangannya
mencekik botol whisky yang isinya tinggal seperempat erat-
erat. Dari mulutnya meruap bau alkohol yang sangat tajam.
“Lu jangan nanya-nanya melulu. Gua lagi happy neh!”
katanya dengan suara pélo katanya kepada polisi yang
menanyainya.
Contoh 2
Ruang itu berukuran 3x4 m. Seluruh dindingnya terbuat
dari bilik bambu, lantainya dari tanah liat yang dikeraskan.
Tak ada jendela atau kisi-kisi. Satu-satunya sumber
masuknya udara hanyalah pintu yang juga terbuat dari bilik.
Di ruang seperti itulah Tini dan Tono tinggal.
Boleh dibilang tak ada perabotan di ruangan tersebut.
Lemari, tempat tidur, meja dan kursi, semuanya tidak ada.
Yang ada hanya selembar tikar yang sudah koyak di sana-
sini, dan kompor minyak tanah yang diletakkan di dekat
pintu. “Kami memang tak punya ada-apa, tapi kami bahagia
karena kami masih memiliki cinta,” kata Tini sambil
memandang suaminya.
Proses Merangkai Fakta
• Untuk mengembangkan sebuah tulisan, dibutuhkan
kemampuan merangkai fakta.
• Pada tulisan features, pokok gagasan (main idea)
dikembangkan dengan cara banyak bertanya, misalnya
mengapa masalah tersebut terjadi, apa penyebabnya, apa
latar belakangnya, bagaimana jalan peristiwanya, dan
sebagainya.
• Sementara pada tulisan opini, tulisan dikembangkan
dengan mengidentifikasi segenap fakta yang dapat
mendukung analisis dan opini yang hendak dikemukakan.
• Untuk itu kita harus memiliki penalaran (reasoning 
proses berpikir dan analisis), mempelajari masalah
(lengkap dengan latar belakangnya) dan melakukan riset
(kepustakaan, penelitian, survei, dll).
Merangkai Fakta (1)
Contoh kasus: News Feature
• Telusurilah jawaban why dan how untuk peristiwa/
masalah yang tengah aktual sebagai news.
Masalah:
• Wabah malaria berjangkit di dua desa nelayan di Cilacap,
Jawa Tengah. Setelah kurang lebih dua minggu, 67
penduduk meninggal dunia karena wabah itu.
Merangkai Fakta (2)
Pertanyaan dan Jawaban:
• WHY 67 penduduk meninggal dunia, dan HOW wabah
malaria itu?
Why 67 penduduk meninggal dunia?
• Karena diserang malaria (malaria mewabah).
Why malaria menyerang (mewabah)?
• Karena populasi nyamuk malaria meningkat pesat.
Why populasi nyamuk malaria meningkat?
• Karena jentik-jentik nyamuk di air payau yang tadinya
tidak mendapat sinar matahari, sekarang mendapat sinar
matahari dan melanjutkan siklus kehidupannya menjadi
nyamuk (kalau tidak mendapat sinar matahari, jentik-
jentik mati di air).
Merangkai Fakta (3)
Why jentik-jentik nyamuk di air payau itu kini mendapat
sinar matahari?
• Karena pohon bakau yang melindungi air payau tempat
mereka hidup dibabat penduduk (nelayan).
Why pohon bakau dibabat?
• Karena penduduk hendak membuat tambak.
Why mereka membuat tambak? Bukankah mereka nelayan?
• Karena hasil tangkapan mereka di Segara Anakan (selat
yang memisahkan Cilacap dengan Nusakambangan) kini
tidak lagi mencukupi buat hidup.
Why hasil tangkapan itu tidak lagi mencukupi?
• Karena ikan dan udang pindah dari situ.
Why ikan dan udang itu pindah?
• Karena Segara Anakan kian dangkal.
Merangkai Fakta (4)
Why Segara Anakan mendangkal?
• Karena ada lima sungai dari Jawa Barat dan Jawa Tengah
yang menumpahkan lumpur ke situ setiap detik.
How wabah malaria itu sekarang?
• Di setiap rumah ditemukan paling tidak seorang penduduk
menderita demam menggigil.
How populasi nyamuk malaria itu sekarang?
• Menurut survei Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
kini rata-rata setiap jam seorang penduduk di sana dapat
membunuh 19 ekor nyamuk yang hinggap di tubuhnya.
How penghasilan nelayan yang tidak mencukupi itu?
• Menurut pengakuan lurah, “Sekarang hasil pendapatan
melaut dalam sehari hanya cukup untuk hidup pas-pasan.”
Merangkai Fakta (5)
How penebangan bakau itu?
• Di lakukan di dua desa – Ujunggalang dan Ujunggagak –
dua tempat di setiap desa, masing-masing seluas 0,75
hektar (seluruhnya 3 hektar).
• Penebangan atas ijin bupati, dan juga sudah dilaporkan ke
Perhutani.
How penanggulangan wabah ini?
• Sampai hari ini tim medis dari Dinas Kesehatan Jawa
Tengah belum ditarik pulang ke Semarang. Mereka
melakukan penyemprotan dengan DDT.
Merangkai Fakta (6)
Artikel Opini
• Identifikasi segenap fakta yang dapat mendukung analisis
dan opini yang hendak dikemukakan.
Kenyataan:
• Megawati Soekarnoputri, presiden yang sedang berkuasa,
kalah pada pemungutan suara 20 September 2004, dan
rakyat memilih Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
presiden menggantikannya.
Kesimpulan Sementara:
• Megawati kehilangan popularitas dikalahkan oleh dirinya
sendiri, karena kinerja pemerintahannya, dan masalah PDI-
P, serta Taufik Kiemas. Rakyat yang kehilangan harapan
“mencoba memberi kesempatan” pada SBY, yang track
record-nya sama sekali tidak menonjol dan ketokohannya
pun belum teruji.
Merangkai Fakta (7)
Fakta Pendukung -- Megawati dikalahkan Megawati
• Issue bahwa dia meninggalkan wong cilik.
• Sikap diam (tidak berkomentar, memberi penjelasan) yang
kerap diperlihatkan Megawati  menciptakan
miskomunikasi dan mispersepsi.
• Kurang tanggap pada nasib orang banyak: kasus TKI ilegal
dari Malaysia yang telantar di Nunukan.
• Kerap menyatakan tidak suka terhadap kritik.
• Bersikap tidak tegas dengan ‘menggantung nasib’
Yudhoyono serta menunggu Menko Polkamnya tersebut
mengundurkan diri.
• Mencerca birokrasi dalam pidatonya (seharusnya tidak dia
ungkapkan, melainkan dia benahi).
• Menyatakan “pusing” dalam pidatonya karena satu
persoalan belum selesai persoalan lain sudah muncul pula.
• Mutung melihat iklan Yudhoyono di televisi (yang
kemudian mencalonkan diri menjadi presiden).
Merangkai Fakta (8)
Fakta Pendukung – Kinerja Pemerintahan Megawati
• Hasil kebijaksanaan ekonomi yang hanya sebatas
mempertahankan baiknya indikator makro, tetapi tidak
berhasil menghidupkan sektor ril dan menciptakan
lapangan kerja.
• Kebijaksanaan penegakan hukum (perihal pelanggaran hak
asasi manusia, dan pengusutan dugaan korupsi).
Fakta Pendukung – Sebab Lain Kemerosotan Popularitas
Megawati
• Pertikaian internal PDI-P yang membuat pendukungnya
“pergi”.
• Tingkah laku dan pernyataan-pernyataan Taufik Kiemas.
• Lenyapnya citra sebagai “orang tertindas” (pada masa
orde baru). citra ini justru beralih ke SBY
Merangkai Fakta (9)
Fakta Pendukung – Yudhoyono 01 (track record)
• Sebagai Pangdam Sriwijaya
• Sebagai Kepala Staf Umum Mabes TNI
• Sebagai Menteri Pertambangan dan Energi
• Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
(semasa Presiden Abdurrahman Wahid mengundurkan diri,
menentang rencana dekrit presiden, walau digosipkan
sebagai orang peragu)
• Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
(semasa Presiden Megawati): konflik horizontal di berbagai
daerah, kasus bom, masalah Aceh, dan mundur karena
menjadi kandidat presiden.
Merangkai Fakta (10)
Fakta Pendukung – Yudhoyono 02 (pribadi)
• Tidak pernah dilanda gosip korupsi.
• Tidak pernah dilanda gosip perihal keadaan
rumahtangganya.
• Selalu berusaha menampilkan kesan “intelektual” dalam
berbicara, dengan bahasa yang ditata baik, walau dengan
bahasa tubuh yang terlihat sangat “terprogram”.
• Berpenampilan gagah, “cakap” di mata kaum perempuan.
• Kemungkinan adanya keinginan sebagian anggota
masyarakat yang jemu menyaksikan teror, konflik sosial,
dan kriminalitas untuk mengembalikan kepemimpinan
kepada (mantan) militer.
• Kemungkinan ada citra “teraniaya” ketika dinilai “seperti
anak-anak” oleh Taufik Kiemas dan didiamkan Megawati di
dalam kabinet.
Latihan
• Topik: Banyak lulusan perguruan tinggi yang kesulitan
mencari pekerjaan
• Carilah fakta pendukungnya dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan.
U
• S

You might also like