You are on page 1of 10

Hak Perempuan

Menurut Pandangan Islam


(Terhadap Tanah Ulayat di Minangkabau)
Oleh : H. Mas’oed Abidin
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
Perwakilan Sumatera Barat - Padang

Pendahuluan Perjalanan Perempuan

1. Perempuan sering disebut dengan panggilan 'wanita'. Panggilan ini lazim


dipakai di negeri kita. Seperti darma wanita, karya wanita, wanita karir, korp wanita,
wanita Islam dsb. Kata-kata "wanita" (bhs.Sans), berarti lawan dari jenis laki-laki,
juga diartikan perempuan (lihat :KUBI).1

2. Ada lagi yang memanggil wanita dengan sebutan 'perempuan.'


(bhs.kawi,KUBI). Kata "empu" berasal dari Jawa kuno, berarti pemimpin (raja), orang
pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat keutamaan yang lain. Bila
istilah ini yang lebih mendekati kebenaran, saya lebih cenderung memakai kata
perempuan selain wanita. Karena di dalamnya tergambar banyak peran.2

3. Di masa jahiliyah berlaku pelecehan gender yang terbukti dengan


kelahirannya di sambut kematian. Keberadaannya pada zaman jahiliyah sangat tidak
diterima, ada paham bahwa wanita pembawa aib keluarga. Jabang-jabang bayi itu
mesti dibunuh, begitu kesaksian Kitab suci tentang perangai orang-orang jahiliyah.3

4. Kondisi ini sama dengan masa Fir’aun, terhadap anak lelaki yang di
lahirkan kaum Musa (keluarga ‘Imran) harus dibunuh, yang pada masa sekarang
mirip rasilalisme, atau ethnic cleansing.

5. Kitab suci Al Qur'an menyebutkan perempuan dengan sebutan Annisa' atau


Ummahat. Konotasinya adalah ibu. "Ibu" bisa berakronim "Ikutan Bagi Ummat."
Annisa' adalah tiang bagi suatu negeri 4.

Dalam bagian lain Nabi saw meungkapkan, dunia ini indah berisikan pelbagai
perhiasan (mata'un), perhiasan yang paling indah adalah isteri-isteri yang saleh
(perempuan atau ibu yang tetap pada perannya dan konsekwen dengan citranya) (Al
Hadits).

Begitu penafsiran Islam tentang kedudukan perempuan, yang diyakini


seorang Muslim (walau ditolak non Muslim yang menganggap Islam sebagai
misunderstood religion.)
6. Sejak hampir dua millenium berlalu, menurut Al Qur'anul Karim,
perempuan telah ditetapkan dalam derajat yang sama dengan jenis laki-laki dengan
penamaan azwajan atau pasangan hidup (Q.S.16:72, 30:21, 42:11). Dalam masa
pemerintahan abad pertengahan “le roi cest moi” di Perancis, orang masih

1
mempertanyakan, apakah makhluk perempuan tergolong jenis manusia yang punya
hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki? Atau hanya sekedar benda yang
boleh dipindah-tangankan sewaktu-waktu atau untuk diperjual-belikan sebagai
komoditi budak yang menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya?
Kata woman dalam bahasa Inggris berasal dari “womb man”, atau manusia
berkantong, sebuah pemahaman Eropa klasik tentang suatu makhluk setengah
manusia yang mempunyai kantong dan bertugas menjadi tempat tumbuh calon
manusia. Ah “dia” kan hanya womb man atau manusia kantong (“manusia” yang
hanya kantong tempat manusia).
7. Dalam kebudayaan Minangkabau sejak lama yang kemudian berkembang
menjadi “adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah” menempatkan wanita sebagai
‘orang rumah’ dan ‘pemimpin’ masyarakatnya dengan sebutan “bundo kandung”,
menyiratkan kokohnya kedudukan perempuan Minangkabau pada posisi sentral.

Dalam budaya Minangkabau perempuanlah pemilik seluruh kekayaan,


rumah, anak, suku bahkan kaumnya.

Namun, laki-laki dalam oposisi-biner perannya adalah sebagai pelindung dan


pemelihara harta untuk ‘perempuan’-nya dan ‘anak turunan’-nya.

Maka generasi Minangkabau yang dilahirkan senantiasa bernasab ayahnya


(laki-laki) dan bersuku ibunya (perempuan), suatu persenyawaan budaya yang sangat
indah.

Hak asasi perempuan

Hak asasi perempuan dalam rangkuman Hak Asasi Manusia yang diper-
juangkan hingga hari ini, sudah diperlakukan sangat sempurna sejak 15 abad dalam
ajaran Islam. Itu berarti delapan abad mendahului pandangan ragu-ragu mengakui
perempuan.

Agama Islam melihat perempuan (ibu) sebagai mitra yang setara


(partisipatif) bagi jenis laki-laki.

Dalam konteks Islam ini, sesungguhnya tak perlu ada emansipasi bila
emansipasi diartikan perjuangan untuk persamaan derajat.

Yang diperlukan adalah pengamalan sepenuhnya peran perempuan sebagai


mitra, yang satu dan lainnya saling terkait, saling membutuhkan, dan bukan untuk
eksploatasi. Sebagai pemahaman azwaajan, pasangan atau kesetaraan.

Tidak punya arti sesuatu kalau pasangannya tidak ada.

Tidak jelas eksistensi sesuatu kalau tidak ada yang setara di sampingnya.

“Pasangan”, mungkin tidak ada kata yang lebih tepat dari itu.

Di barat, selama ini memang ada gejala kecenderungan penguasaan hak-hak


wanita itu, bahkan paling akhir adalah hilangnya wewenang "ibu" dalam rumah
tangga sebagai salah satu unit inti dalam keluarga besar (extended family).

2
a). Secara moral utuh, perempuan punya hak sebagai IBU, adalah Ikutan Bagi
Umat.

Masyarakat yang baik terlahir dari Ibu yang baik.

Kaum Ibu pemelihara tetangga, dan perekat silaturrahim.Walaupun tidak


jarang, kaum Ibu bisa menjadi perusak rumah tangga tetangganya.5

b). Penghormatan kepada Ibu menempati urutan kedua sesudah iman kepada
Allah.

Bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Ibu, diwasiatkan sejalan
untuk seluruh manusia.

Penghormatan kepada Ibu (kedua orang tua), merupakan disiplin hidup yang
tak boleh diabaikan. Disiplin ini tidak terbatas kepada adanya perbedaan dari
keyakinan yang di anut.

Bahkan, dalam hubungan pergaulan duniawi sangat ditekankan harus


dipelihara jalinan yang baik (ihsan).6

c). Ibu menjadi pembentuk generasi berdisiplin dan memiliki sikap


mensyukuri segala nikmat Allah. Dari rahim dalam Ibu dilahirkan manusia yang
bersih (menurut fithrah, beragama tauhid).

Maka, pembinaan sektor agama merupakan faktor terpenting membantu


keberhasilan pendidikan anak yang didasarkan kepada akhlaq Islami.

Dibawah telapak kakinya terbentang jalan kepada keselamatan (Sorga)

Kebahagiaan menanti setiap insan yang berhasil meniti jalan keselamatan yang
di ajarkannya dengan baik, penuh kepatuhan dan rasa hormat yang tinggi.7

Dari dalam lubuk hatinya yang tulus dan dengan tangannya yang terampil
dicetak generasi bertauhid yang berwatak taqwa, selalu khusyuk dalam berkarya
(amal) dan kaya dengan rasa malu.

Watak (karakter) yang manusiawi akan menjadi inti masyarakat yang hidup
dengan tamaddun (budaya).

Posisi perempuan dalam Al Quran

Sebagai yang di-wahyyukan kepada Muhammad SAW, Al-Quran telah


menempatkan perempuan pada posisi azwajan (pasangan hidup kaum lelaki), mitra
sejajar/setara (QS.16:72), berperan menciptakan sakinah (kebahagiaan), mewujudkan
rahmah yang tenteram, melalui mawaddah berupa kasih sayang (QS.30:21).

Citra perempuan ini diperankan secara sempurna dengan posisi sentral


sebagai IBU (Ikutan Bagi Ummat), salah satu unit inti dalam keluarga besar
(extended family, bundo kanduang di Minangkabau). Perempuan adalah “tiang
negeri” (al Hadist).

3
Posisi ini adalah penghormatan mulia, “sorga terletak di bawah telapak kaki
ibu” (al Hadist).8

Tuntutan ekonomi atau mengumpulkan materi menjadi perhatian utama yang


perlu disegerakan, sehingga seorang wanita tidak lagi mampu mengangkat wajahnya
jika ia tidak memiliki pekerjaan di luar rumah. Perempuan sekarang mestinya tidak
bergelimang dalam dapur, sumur dan kasur. Tapi dia harus keluar dari rotasi ini, dan
masuk ke dalam lingkaran kantor, mandor dan kontraktor.9

Kondisi ini telah menyumbang lahirnya "X Generation", generasi yang sangat
dicemasi masuk kelingkungan Asia dimasa depan.10

Pemelihara budaya dan Generasi

Generasi berbudaya memiliki prinsip yang teguh, elastis dan toleran bergaul,
lemah lembut bertutur kata, tegas dan keras melawan kejahatan, kokoh menghadapi
setiap percabaran budaya dan tegar menghadapi percaturan kehidupan dunia.

Generasi yang siap menghadapi pergolakan dan pertarungan budaya


kesejagatan (global), hanyalah yang mampu menghindari teman buruk, sanggup
membuat lingkungan sehat serta bijak menata pergaulan baik, penuh kenyamanan,
tahu diri, hemat, dan tidak malas.

Sesuai pesan Rasulullah SAW;”Jauhilah hidup ber-senang-senang (foya-foya),


karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang hidup bermewah-mewah (malas dan lalai)”
(HR.Ahmad).

Generasi yang memiliki kemampuan tinggi menghadapi setiap perubahan


dalam upaya mewujudkan kebaikan tanpa harus mengabaikan nilai-nilai moral dan
tatanan pergaulan. Maka, kedua orang tua wajib melakukan pengawasan melekat
terhadap anak-anaknya sepanjang masa. Terutama terhadap tiga prilaku tercela
(buruk), yaitu dusta (bohong), mencuri dan mencela (caci maki). Sesuai sabda
Rasulullah SAW; “Jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada kejahatan, dan
kejahatan membawa kepada neraka” (Hadist Shahih).

Pendidik Utama Bangsa

Peran Perempuan sebagai Ibu adalah inti di tengah rumah tangga dan
masyarakat (negara). Ibu merupakan guru pertama dalam perkataan, pergaulan dan
penularan tauladan cinta kasih terhadap anak-anaknya.

Anak adalah amanah Allah, yang tumbuh melalui belajar dari lingkungannya.
Melalui pendidikan keteladanan. Teladan yang baik adalah landasan paling
fundamental bagi pembentukan watak generasi.11

Dalam perkembangan masa yang mengikuti gerak globalisasi terjadi


perubahan cuaca budaya. Perubahan yang seringkali melahirkan
ketimpangan-ketimpangan.

4
Bahkan kepincangan yang diperbesar oleh tidak adanya keseimbangan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kesempatan serta terdapatnya perbedaan
kesempatan yang sangat mencolok (fasilitas, pendidikan, lapangan kerja, hiburan,
penyiaran mass-media,) antara kota dan kampung. Akibat nyatanya adalah mobilitas
terpaksa yang pada akhirnya sangat mengganggu pertumbuhan masyarakat (social
growth).

Perpindahan penduduk secara besar-besaran ke kota sebenarnya merupakan


penyakit menular di tengah-tengah kemajuan negeri yang tengah berkembang.

Dusun-dusun mulai ditinggalkan, kota-kota menjadi sempit untuk tempat


tinggal pendatang baru. Kehidupan yang keras menyebabkan orang terpaksa menjual
diri. Dasar-dasar kehidupan menjadi rapuh, akhlak karimahpun hilang.12

Materi dan uang sudah menjadi buruan. Kehidupan terancam bahaya, karena
kesinambungannya berubah oleh meluasnya keluarga nomaden modern. Beban
resikonya tidak mudah diperhitungkan lagi. Kerusakan yang sulit menghindarinya
adalah hilangnya jati diri. Mentalitas mengarah pada materialistik, permisivistik,
bahkan hedonistik. Biaya untuk perbaikannya niscaya lebih besar dari biaya yang
telah dikeluarkan untuk pertumbuhan ekonomi.

Perempuan Minangkabau Profil Perempuan Mandiri

Dalam keadaan seperti itu, kaum perempuan harus memaksimalkan peran


keperempuanannya, sebagai ibu di rumahtangganya dan pendidik di tengah
bangsanya. Peran dan citra perempuan mandiri terlihat jika pembedaan jenis kelamin
berlaku secara jelas dan pasti. Perbedaan kewajiban dan hak serta kedudukan itu,
memastikan berlakunya dual-sex.13

"Pendidikan formal yang dapat membuat wanita sejajar dengan laki-laki


berpeluang menjadikan wanita kehilangan jati dirinya sebagai wanita. Secara tidak
sadar wanita yang terpelajar itu menjadi lebih maskulin daripada laki-laki.

Ujung dari proses itu adalah ancaman kehidupan rumah tangganya", kata
Hani'ah.

Selanjutnya, "Sifat feminim yang merupakan sumber kasih sayang,


kelembutan, keindahan, dan sumber cahaya ilahi mempunyai potensi untuk
menyerap dan mengubah kekuatan kasar menjadi sensitivitas, rasionalitas menjadi
intuisi, dan dorongan seksual menjadi spiritualitas sehingga memiliki daya tahan
terhadap kesakitan, penderitaan dan kegagalan."14

Sebenarnya tidak hanya ajaran Agama Islam yang mengungkapkan secara


jelas peran dan citra perempuan itu.

Para penulis sastera juga mengungkapkan peran perempuan Melayu (Timur)


dengan pendirian yang kokoh, seperti terungkapkan dalam Syair Siti Zubaidah
Perang China ; "Daripada masuk agama itu, baiklah mati supaya tentu, menyembah
berhala bertuhankan batu, kafir laknat agama tak tentu,"15

5
Perempuan Melayu dengan sifat-sifat mulia diantaranya lembut hatinya,
penyabar, penyayang kepada sesama, keras dalam mempertahankan harga diri,
tegas, teguh dan kuat iman dalam melaksanakan suruhan Allah, pendamai, suka
memaafkan dan mampu menjadi pemimpin masyarakatnya.

Wanita Melayu juga mempergunakan akal di dalam berbuat dan bertindak,


bahkan terkadang terlalu keras dan berani, seperti ditunjukkan dalam syair Siti
Zubaidah itu,kata H. Ahmad Samin Siregar. 16

Kepemilikan Perempuan menurut Islam

1). Menjadi pemilik dari apa yang dimiliki pasangannya.

2). Apa yang sudah diberikan kepadanya secara ikhlas (nihlah) tidak boleh
dirampas kembali.

3). Perempuan mempunyai hak perlindungan dari pasangannya.

4). Perempuan mempunyai kewajiban menjaga kepemilikan dibelakang


pasangannya.

Dan semuanya terlihat dalam hukum perkawinan menurut Islam.

Kepemilikan tanah ulayat

Sebagai pusako tinggi, sesuai hukum adat dikuasai oleh lini materilineal,
hukum garis keibuan. Kadang ditemui kerancuan dalam pelaksanaannya. Bahwa
gender lelaki dari garis ibu menjadi penguasa dari harta pusaka, baik dalam
penyerahan kepada pihak lain, menjualnya, menggadainya, tanpa mengindahkan
hak-hak kaum perempuan.

Kenapa ini terjadi. Jawabannya terserah kepada kepatuhan orang beradat. Dari
pandangan agama Islam, bisa disimpulkan bahwa yang tidak mau mengindahkan
hak-hak perempuan, sebenarnya adalah mereka yang tidak beriman atau lebih halus
lagi, kurang mengamalkan ajaran agama Islam.

Sebenar hakikat dari adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah itu,
adalah aplikatif, bukan simbolis.

Padang, 18 Oktober 1999.

Catatan

Pada masa dahulu banyak penulisan cerita tentang wanita yang dianggap hanya sejenis
komoditi penggembira, penghibur, teman bercanda.

2 Antara lain pemimpin, pandai, pintar, dan memiliki segala sifat keutamaan rahim, penuh
kasih sayang, juga dengan jelas mengungkapkan citra perempuan sebagai makhluk pilihan,
pendamping jenis kelamin lain (laki-laki). Laki-laki yang kebanyakannya, dalam pandangan

6
sebagian wanita, memiliki sifat pantang kerendahan, pantang kalongkahan, superiority
complex, tak mau disalahkan dan tak mau dikalahkan, tidak sedikit yang akhirnya bisa bertekuk
lutut dihadapan perempuan.

3 (QS.QS.16,an-Nahl :57-60).

4 Bila Annisa'-nya baik, baiklah negeri itu, dan bila Annisa'-nya rusak, celakalah negeri itu (Al
Hadits). Sorga di bawah telapak kaki ibu (Ummahat) sesuai ajaran Islam. Kaidah Al-Qurani
menyebutkan, Nisa'-nisa' kamu adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun (para
lelaki) menjadi benih bagi Nisa'-nisa' kamu. Kamu dapat mendatangi ladang-ladangmu
darimana (kapan saja). Karena itu kamu berkewajiban memelihara eksistensi atau identitas
(Qaddimu li anfusikum) dengan senantiasa bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23).

5 "Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri" (al Hadist). Jika kaum Ibu dalam suatu negeri (bangsa)
berkelakuan baik (shalihah), niscaya akan sejahtera negeri itu. Sebaliknya, bila kaum Ibu
disuatu negeri berperangai buruk (fasad) akibatnya negeri itu akan binasa seluruhnya.
Banyak sekali hadist Nabi menyatakan pentingnya pemeliharaan hubungan bertetangga, serta
menanamkan sikap peduli dengan berprilaku solidaritas tinggi dalam kehidupan keliling.
Diantaranya Rasulullah SAW bersabda; "Demi Allah, dia tidak beriman”, "Siapakah dia
wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa
aman dari kejahatan-kejahatannya". (Hadist diriwayatkan Asy-Syaikhan).
Dalam Hadist lainnya disebutkan ;“Tidaklah beriman kepadaku orang yang perutnya
kenyang, sedangkan tetangganya (dibiarkan) kelaparan disampingnya, sementara dia
juga mengetahui (keadaan)nya” (HR.Ath-Thabarani dan Al Bazzar).
Bimbingan Risalah ini menekankan pentingnya pendidikan akhlaq Islam Satu bangsa akan
tegak kokoh dengan akhlak (moralitas budaya dan ajaran agama yang benar).
Tata krama pergaulan dimulai dari penghormatan di rumah tangga dan dikembangkan
kelingkungan tetangga dan ketengah pergaulan warga masyarakat (bangsa). Sesuai bimbingan
Al Quran (QS.41, Fush-shilat, ayat 34).

6 Tuntunan Al Quran menjelaskan; (QS. 31, Luqman; ayat 14-15).

7 Rasulullah SAW menyebutkan bahwa; “Sorga terletak dibawah telapak kaki


Ibu”(al Hadist). Sahabat Abu Hurairah RA., meriwayatkan ada seseorang bertanya
kepada Rasulullah;
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli
dengan cara yang baik?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. (sampai tiga kali), baru
terakhir Beliau menjawab, “Bapakmu”. (HR.Asy-Syaikhan).
Dalam hadist lainnya ditemui pula; Shahabat Abdullah Ibn ‘Umar menceritakan,
“Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya”. (HR.Asy-Syaikhan).
Disiplin tumbuh melalui pendidikan akhlak, teladan paling ideal dimata anak
(generasi), Menanamkan ajaran agama yang benar (syari’at). Jangan berbuat
kedurhakaan. Memperkenalkan hari akhirat, sebagai tempat kembali terakhir.
Dalam rangka berbakti kepada dua orang tua (birrul walidaini) diajarkan supaya
jangan berkata keras. Harus bergaul dengan lemah lembut, dan menyimak
perintah kedua orang tua dengan cermat. Jangan bermuka masam (cemberut)
kepada keduanya, tidak memotong perkataan keduanya, serta mengajarkan dialog
(mujadalah) dengan cara baik (ihsan). Bimbingan Kitabullah menyebutkan dengan
sangat jelas sekali. (QS.17, al-Israk; ayat 234-24). Dalam wahyu lainnya,
(QS.46, al Ahqaaf; ayat 15-16). Generasi yang menolak kebenaran (al-haq) dari
Allah, akan berkembang menjadi generasi permissif (berbuat sekehendak hati) dan
menjadi mangsa dari perilaku anarkisme dan hedonisme sepanjang masa. Inilah
generasi yang lemah (loss generation), yang tercerabut dari akar budaya dan
agama. Allah SWT memperingatkan (QS: 46, al-Ahqaaf, ayat 17-18).
Maka birrul walidaini (berbakti kepada dua orang tua), merupakan pelajaran
dasar satu generasi, yang harus di turunkan turun temurun. Nabi Muhammad SAW,
bersabda; “Berbaktilah kepada bapak-bapak (orang tua) kalian, niscaya
anak-anak kalian akan berbakti pula kepada kalian. Dan tahanlah diri

7
kalian (dari hal-hal yang hina), niscaya istri-istri kalian juga akan
menahan diri (dari hal-hal yang hina)”.(HR. Ath-Thabarani).

8 Walaupun tidak jarang terjadi, kalangan liberal seringkali merendahkan atau menolak peran
perempuan sebagai ibu di dalam rumah tangga. Melahirkan dan mengasuh anak dilihat
sebagai suatu peran yang out of date. Bila seseorang memerlukan anak bisa ditempuh jalan
pintas melalui adopsi atau mungkin satu ketika dengan teknologi kloning (?).

9 Akibat nyata adalah anak-anak dirawat baby-sitter, paling-paling dititipkan di TPA (tempat
penitipan anak), atau dikurung di rumahnya sendiri sampai orang tua kembali ke rumah.

10 Satu generasi yang bertumbuh tanpa aturan, jauh dari moralitas, berkecendrungan
meninggalkan tamaddun budayanya. Tercermin pada perbuatan suka bolos sekolah, memadat,
menenggak minuman keras, pergaulan bebas, morfinis, dan perbuatan tak berakhlak. "X",
mereka hilang dari akar budaya masyarakat yang melahirkannya. Disinilah pentingnya peran
ibu. Semestinya para perempuan (ibu) yang memelihara perannya sebagai ibu berhak
mendapatkan "medali" sebagai pengatur rumahtangga dan ibu pendidik bangsa. Inilah darma
ibu yang sesungguhnya, yang sebenar-benar darma.

11 Anak-anaknya (generasi pelanjutnya) senantiasa akan berkembang menyerupai ibu dan


bapaknya. Peran pendidikan amat menentukan, karena pendidikan adalah teladan paling ideal
dimata anak (lihat Nashih ‘Ulwan, dalam Tarbiyatul Aulaad). Jika ibu menegakkan hukum-
hukum Allah, begitu pula generasi yang di lahirkannya. Urgensi pelatihan ibadah untuk anak
sedari kecil dengan membiasakan mengerjakan shalat dan ibadah (puasa, shadaqah,
mendatangi masjid, menghafal al-Quran) akan menjadi alat bantu utama melatih disiplin anak
dari dini.
Sabda Rasulullah SAW. membimbingkan; “Suruhlah anak-anak kamu mengerjakan shalat,
selagi mereka berumur tujuh tahun, dan pukulllah mereka (dengan tidak mencederai) karena
meninggalkan shalat ini, sedang mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat
tidur mereka” (HR.Abu Daud dan Al Hakim).

12 Peran orangtua menjadi tumpul karena ketegangan-ketegangan antara ayah dan ibu yang
umumnya timbul karena tekanan ekonomi dan desakan materi. Ujungnya, anak-anak terlantar
dan keluarga menjadi berantakan. Efisiensi sebagai kaidah produktifitas mulai diterapkan
secara salah dalam kehidupan keluarga modern. Orangtua lanjut usia (Lansia) mulai tak
dihiraukan, dan tempat mereka adalah Panti Jompo. Suatu tempat yang tak memungkinkan
para lansia mewariskan nilai-nilai luhur pada anak dan cucunya.

13 Gejala yang mulai meruyak dalam kehidupan modern sekarang, atau setidaknya dalam
masyarakat liberal, adalah keinginan diterapkannya uni-sex (terlihat pada pakaian, asessories,
pergaulan, kesempatan, pekerjaan dan jamahan keseharian sosial budaya).

14 (Hani'ah, "Wanita Karir dalam Karya Sastra: Ada Apa Dengan Mereka?", makalah Munas IV
dan Pertemuan Ilmiah Nasional VIII, HISKI 12-14 Desember 1997 di Padang).

15 (Syair Siti Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib Abdul Ghani, hal. 230).

16 Ibid. Pendapatnya diketengahkan pada Munas PIN VIII, HISKI 12-14 Desember 1997 di
Padang.

8
1
Catatan
Pada masa dahulu banyak penulisan cerita tentang wanita yang dianggap hanya sejenis komoditi
penggembira, penghibur, teman bercanda.

2
Antara lain pemimpin, pandai, pintar, dan memiliki segala sifat keutamaan rahim, penuh kasih sayang, juga
dengan jelas mengungkapkan citra perempuan sebagai makhluk pilihan, pendamping jenis kelamin lain
(laki-laki). Laki-laki yang kebanyakannya, dalam pandangan sebagian wanita, memiliki sifat pantang
kerendahan, pantang kalongkahan, superiority complex, tak mau disalahkan dan tak mau dikalahkan, tidak
sedikit yang akhirnya bisa bertekuk lutut dihadapan perempuan.
3
(QS.QS.16,an-Nahl :57-60).
4
Bila Annisa'-nya baik, baiklah negeri itu, dan bila Annisa'-nya rusak, celakalah negeri itu (Al Hadits). Sorga di
bawah telapak kaki ibu (Ummahat) sesuai ajaran Islam. Kaidah Al-Qurani menyebutkan, Nisa'-nisa' kamu
adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun (para lelaki) menjadi benih bagi Nisa'-nisa' kamu. Kamu
dapat mendatangi ladang-ladangmu darimana (kapan saja). Karena itu kamu berkewajiban memelihara
eksistensi atau identitas (Qaddimu li anfusikum) dengan senantiasa bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23).
5
"Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri" (al Hadist). Jika kaum Ibu dalam suatu negeri (bangsa) berkelakuan baik
(shalihah), niscaya akan sejahtera negeri itu. Sebaliknya, bila kaum Ibu disuatu negeri berperangai buruk
(fasad) akibatnya negeri itu akan binasa seluruhnya.
Banyak sekali hadist Nabi menyatakan pentingnya pemeliharaan hubungan bertetangga, serta menanamkan
sikap peduli dengan berprilaku solidaritas tinggi dalam kehidupan keliling.
Diantaranya Rasulullah SAW bersabda; "Demi Allah, dia tidak beriman”, "Siapakah dia wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab, "Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan-kejahatannya".
(Hadist diriwayatkan Asy-Syaikhan).
Dalam Hadist lainnya disebutkan ;“Tidaklah beriman kepadaku orang yang perutnya kenyang, sedangkan
tetangganya (dibiarkan) kelaparan disampingnya, sementara dia juga mengetahui (keadaan)nya”
(HR.Ath-Thabarani dan Al Bazzar).
Bimbingan Risalah ini menekankan pentingnya pendidikan akhlaq Islam Satu bangsa akan tegak kokoh dengan
akhlak (moralitas budaya dan ajaran agama yang benar).
Tata krama pergaulan dimulai dari penghormatan di rumah tangga dan dikembangkan kelingkungan tetangga
dan ketengah pergaulan warga masyarakat (bangsa). Sesuai bimbingan Al Quran (QS.41, Fush-shilat, ayat
34).
6
Tuntunan Al Quran menjelaskan; (QS. 31, Luqman; ayat 14-15).
7
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa; “Sorga terletak dibawah telapak kaki Ibu”(al Hadist).
Sahabat Abu Hurairah RA., meriwayatkan ada seseorang bertanya kepada Rasulullah;
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan cara
yang baik?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. (sampai tiga kali), baru terakhir Beliau menjawab,
“Bapakmu”. (HR.Asy-Syaikhan).
Dalam hadist lainnya ditemui pula; Shahabat Abdullah Ibn ‘Umar menceritakan,
“Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya”. (HR.Asy-Syaikhan).
Disiplin tumbuh melalui pendidikan akhlak, teladan paling ideal dimata anak
(generasi), Menanamkan ajaran agama yang benar (syari’at). Jangan berbuat kedurhakaan.
Memperkenalkan hari akhirat, sebagai tempat kembali terakhir. Dalam rangka berbakti kepada
dua orang tua (birrul walidaini) diajarkan supaya jangan berkata keras. Harus bergaul dengan
lemah lembut, dan menyimak perintah kedua orang tua dengan cermat. Jangan bermuka masam
(cemberut) kepada keduanya, tidak memotong perkataan keduanya, serta mengajarkan dialog
(mujadalah) dengan cara baik (ihsan). Bimbingan Kitabullah menyebutkan dengan sangat jelas
sekali. (QS.17, al-Israk; ayat 234-24). Dalam wahyu lainnya, (QS.46, al Ahqaaf; ayat 15-
16). Generasi yang menolak kebenaran (al-haq) dari Allah, akan berkembang menjadi generasi
permissif (berbuat sekehendak hati) dan menjadi mangsa dari perilaku anarkisme dan hedonisme
sepanjang masa. Inilah generasi yang lemah (loss generation), yang tercerabut dari akar budaya
dan agama. Allah SWT memperingatkan (QS: 46, al-Ahqaaf, ayat 17-18).
Maka birrul walidaini (berbakti kepada dua orang tua), merupakan pelajaran dasar satu
generasi, yang harus di turunkan turun temurun. Nabi Muhammad SAW, bersabda; “Berbaktilah
kepada bapak-bapak (orang tua) kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakti pula
kepada kalian. Dan tahanlah diri kalian (dari hal-hal yang hina), niscaya istri-istri
kalian juga akan menahan diri (dari hal-hal yang hina)”.(HR. Ath-Thabarani).
8
Walaupun tidak jarang terjadi, kalangan liberal seringkali merendahkan atau menolak peran perempuan
sebagai ibu di dalam rumah tangga. Melahirkan dan mengasuh anak dilihat sebagai suatu peran yang out of
date. Bila seseorang memerlukan anak bisa ditempuh jalan pintas melalui adopsi atau mungkin satu ketika
dengan teknologi kloning (?).
9
Akibat nyata adalah anak-anak dirawat baby-sitter, paling-paling dititipkan di TPA (tempat penitipan anak),
atau dikurung di rumahnya sendiri sampai orang tua kembali ke rumah.
10
Satu generasi yang bertumbuh tanpa aturan, jauh dari moralitas, berkecendrungan meninggalkan tamaddun
budayanya. Tercermin pada perbuatan suka bolos sekolah, memadat, menenggak minuman keras, pergaulan
bebas, morfinis, dan perbuatan tak berakhlak. "X", mereka hilang dari akar budaya masyarakat yang
melahirkannya. Disinilah pentingnya peran ibu. Semestinya para perempuan (ibu) yang memelihara perannya
sebagai ibu berhak mendapatkan "medali" sebagai pengatur rumahtangga dan ibu pendidik bangsa. Inilah
darma ibu yang sesungguhnya, yang sebenar-benar darma.
11
Anak-anaknya (generasi pelanjutnya) senantiasa akan berkembang menyerupai ibu dan bapaknya. Peran
pendidikan amat menentukan, karena pendidikan adalah teladan paling ideal dimata anak (lihat Nashih ‘Ulwan,
dalam Tarbiyatul Aulaad). Jika ibu menegakkan hukum-hukum Allah, begitu pula generasi yang di lahirkannya.
Urgensi pelatihan ibadah untuk anak sedari kecil dengan membiasakan mengerjakan shalat dan ibadah (puasa,
shadaqah, mendatangi masjid, menghafal al-Quran) akan menjadi alat bantu utama melatih disiplin anak dari
dini.
Sabda Rasulullah SAW. membimbingkan; “Suruhlah anak-anak kamu mengerjakan shalat, selagi mereka
berumur tujuh tahun, dan pukulllah mereka (dengan tidak mencederai) karena meninggalkan shalat ini, sedang
mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR.Abu Daud dan Al Hakim).
12
Peran orangtua menjadi tumpul karena ketegangan-ketegangan antara ayah dan ibu yang umumnya timbul
karena tekanan ekonomi dan desakan materi. Ujungnya, anak-anak terlantar dan keluarga menjadi berantakan.
Efisiensi sebagai kaidah produktifitas mulai diterapkan secara salah dalam kehidupan keluarga modern.
Orangtua lanjut usia (Lansia) mulai tak dihiraukan, dan tempat mereka adalah Panti Jompo. Suatu tempat yang
tak memungkinkan para lansia mewariskan nilai-nilai luhur pada anak dan cucunya.
13
Gejala yang mulai meruyak dalam kehidupan modern sekarang, atau setidaknya dalam masyarakat liberal,
adalah keinginan diterapkannya uni-sex (terlihat pada pakaian, asessories, pergaulan, kesempatan, pekerjaan
dan jamahan keseharian sosial budaya).
14
(Hani'ah, "Wanita Karir dalam Karya Sastra: Ada Apa Dengan Mereka?", makalah Munas IV dan Pertemuan
Ilmiah Nasional VIII, HISKI 12-14 Desember 1997 di Padang).
15
(Syair Siti Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib Abdul Ghani, hal. 230).
16
Ibid. Pendapatnya diketengahkan pada Munas PIN VIII, HISKI 12-14 Desember 1997 di Padang.

You might also like