You are on page 1of 22

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI PENGECORAN LOGAM

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id


DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2


a. Latar Balakang ..................................................................................................... 2
b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian ............................................ 3

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 5


a. Profil Usaha ........................................................................................................... 5
b. Pola Pembiayaan ................................................................................................. 5

3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 7


a. Permintaan............................................................................................................ 7
b. Penawaran ............................................................................................................ 8
c. Harga ...................................................................................................................... 8
d. Persaingan ............................................................................................................ 9
e. Jalur Pemasaran .................................................................................................. 9

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 10


a. Lokasi Usaha ...................................................................................................... 10
b. Fasilitas Produksi............................................................................................... 10
c. Bahan Baku ......................................................................................................... 10
d. Tenaga Kerja ...................................................................................................... 10
e. Proses Produksi.................................................................................................. 11
f. Mutu Produksi ..................................................................................................... 12
g. Produksi Optimum ............................................................................................ 13
h. Kendala Produksi ............................................................................................... 13

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 14


a. Komponen dan Struktur Pembiayaan........................................................... 14
b. Pendapatan ......................................................................................................... 15
c. Kebutuhan Modal Kerja .................................................................................... 15
d. Aliran Kas ............................................................................................................ 15
e. Evaluasi Profitabilitas ....................................................................................... 16
f. Hambatan............................................................................................................. 16

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 17


a. Aspek Sosial Ekonomi ...................................................................................... 17
b. Dampak Lingkungan ......................................................................................... 17

7. Penutup ................................ ................................ ..................... 19


a. Kesimpulan ......................................................................................................... 19
b. Saran .................................................................................................................... 19

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 21

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 1


1. Pendahuluan

a. Latar Balakang

Sektor industri barang dari logam terdiri dari perusahaan besar, sedang, kecil
dan usaha rumah tangga. Direktorat Jendral Industri Logam, Mesin dan
Elektronika Deperindag membagi perusahaan industri logam dalam lima
kelompok sesuai dengan tingkatan teknologi serta hasil produksi maupun
jasanya. Kelompok I adalah usaha industri yang membuat barang-barang
sederhana termasuk industri pedesaan dan kerajinan rumah tangga. Produk
yang dihasilkan berupa alat-alat pertanian, pertukangan, perkakas tangan
dan alat-alat rumah tangga. Kelompok II adalah industri yang sudah mampu
membuat produk yang mempunyai nilai teknis lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok pertama. Produk-produknya antara lain mesin pembuat
mie, dll. Kelompok III adalah industri pembuat komponen, baik komponen
untuk kendaraan bermotor, mesin dan peralatan pabrik maupun pembuat
komponen lainnya yang memenuhi persyaratan mutu dan presisi tertentu.
Kelompok IV adalah industri pembuat barang-barang perhiasan emas dan
perak. Kelompok V adalah industri jasa, baik servis dan reparasi untuk
kendaraan bermotor, alat listrik, bengkel reparasi alat dan mesin pertanian
dll.

Berdasarkan pengelompokkan diatas, industri-industri kelompok kedua dan


ketiga umumnya telah mendapat bantuan pembinaan dari segi modal baik
dari perbankan maupun dari perusahaan besar swasta maupun nasional.
Sedangkan kelompok industri pertama sebagian besar masih belum
tersentuh oleh lembaga perbankan, hal ini disebabkan karena belum mampu
memenuhi persyaratan bank teknis, karena ketidakmampuan mereka
menyediakan agunan atau jaminan serta persyaratan perizinan usaha
mereka dan kelemahan mereka dalam penguasaan aspek - aspek
pemasaran, teknik poduksi dan menajemen. Kendala-kendala ini
menyebabkan pengajuan kredit oleh usaha kecil kepada bank seringkali tidak
disetujui oleh bank, disebabkan karena bank tidak memiliki pengetahuan
atau informasi yang cukup tentang usaha yang mempunyai potensi untuk
dibiayai bank.

Usaha pengecoran logam mempunyai peranan strategis pada struktur


perekonomian nasional terutama dalam menunjang industri penghasil
komponen, industri-industri pengerjaan logam, dan industri-industri lainnya
seperti furniture. Keberadaan industri pengecoran logam menjadikan logam
bekas mempunyai nilai ekonomis yang lebih baik. Pemanfaatan logam bekas
menjadi bahan baku industri sehingga menjadi komoditi perdagangan,
mendorong berkembangnya usaha-usaha penampungan logam bekas di
sekitar lokasi usaha. Pemanfaatan logam bekas menjadi bahan baku industri
dan kecenderungan perkembangan industri yang membutuhkan barang-
barang coran logam ini, merupakan potensi besar bagi pengembangan usaha
pengecoran logam.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 2


Dalam rangka menunjang pengembangan usaha pengecoran logam yang
potensial ini, diperlukan acuan yang dapat dimanfaatkan investor, pengusaha
kecil dan menengah, serta perbankan sehingga memudahkan semua pihak
dalam mengimplementasikan pengembangan usaha pengecoran logam ini.

b. Tujuan, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian

Tujuan

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka


meningkatkan realisasi Kredit Untuk Usaha Kecil, khususnya melalui
penyediaan kredit untuk pengembangan usaha pembuatan alat-alat
rumah tangga dari logam cor.
2. Untuk menyediakan informasi dan pengetahuan untuk pengembangan
usaha kecil pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam cor
mengenai aspek pemasaran, teknik produksi, dan aspek keuangan.

Ruang Lingkup

Kelompok usaha yang dijadikan responden pada penelitian ini adalah usaha
yang membuat barang-barang sederhana termasuk industri pedesaan dan
kerajinan rumah tangga. Produk yang dihasilkan berupa alat-alat pertanian,
pertukangan, perkakas tangan dan alat-alat rumah tangga (Kelompok I).
Penyusunan lending model ini memerlukan studi mengenai pola
pembiayaannya yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut :

1. Aspek Pemasaran meliputi antara lain kondisi permintaan (termasuk


pasar ekspor), penawaran, persaingan, harga, proyeksi permintaan
pasar dll.
2. Aspek Produksi meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis
produk, proses pengolahan dan penanganannya
3. Aspek Keuangan meliputi perhitungan kebutuhan biaya investasi, dan
kelayakan keuangan. Perhitungan kelayakan keuangan menggunakan
analisis yang disesuaikan dengan jenis usaha yang dapat meliputi rugi
laba, cash flow, net present value, pay back ratio, benefit cost ratio
dan internal rate of return, termasuk analisa sensitivitas.
4. Aspek Pengelolaan usaha kecil pada garis besarnya meliputi aspek
manajemen dan hal-hal lainnya seperti latar belakang menjadi
pengusaha kecil, kursus yang pernah diikuti, penghargaan yang
pernah diperoleh.
5. Aspek Sosial Ekonomi meliputi pengaruh pengembangan usaha
komoditi yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan lapangan
kerja dan pengaruh terhadap sektor lain.
6. Aspek Dampak Lingkungan yang meliputi baik lingkungan fisik maupun
non fisik

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 3


Metode Penelitian

Survei lapang dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut:

1. Data primer dari pengusaha kecil (pengusaha pembuat alat-alat rumah


tangga dari logam cor) di Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten
Sukabumi;
2. Data sekunder dari instansi terkait (Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Sukabumi).
3. Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal).

Analisis data tersebut di atas selanjutnya dilakukan atas hal-hal sebagai


berikut:

1. Analisa usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh


komoditi yang diteliti (usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari
logam cor) dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi, sosial-
ekonomi, dan dampak lingkungannya;
2. Analisis pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek
keuangannya.

Untuk kepentingan pengumpulan dan analisis data tersebut di atas, sampel


usaha kecil di wilayah penelitian diambil secara acak dengan persyaratan
bahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak terdapat di wilayah studi,
tetapi dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank untuk
usahanya.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 4


2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

a. Profil Usaha

Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra


industri pengecoran besi dan non besi di Indonesia. Jumlah unit usaha
industri logam kecil dan menengah formal di daerah ini dan jumlah tenaga
kerja yang terserap tahun 1999 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk industri
kecil non formal sebagian besar berlokasi di Kecamatan Cisaat.

Studi kasus menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden pengusaha


beragam dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Usaha pembuatan
alat-alat rumah tangga dari logam cor merupakan pekerjaan atau sumber
penghasilan utama sebagian responden. Pengusaha memulai usaha
pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam cor dari modal sendiri, dengan
modal yang terbatas mereka hanya mampu membeli alat dan mesin bekas
dan biasanya memanfaatkan sebagian dari rumah untuk dijadikan ruangan
produksi.

Pengusaha industri kecil ini memanfaatkan keterampilan yang didapat dari


pengalaman bekerja pada industri logam yang lebih besar, membuat produk
yang lebih sederhana seperti gagang pintu (handle), meja, kaki sofa dan
lain-lain. Industri ini berkembang dengan mencari dan membina kerjasama
dengan perusahaan lain seperti meubel/furniture. Pengusaha biasanya
membuat produk atas job-order sesuai dengan sub-kontrak. Perputaran
piutang relatif pendek, tergantung lama waktu penyelesaian pesanan oleh
pengusaha.

Produk-produk yang dihasilkan oleh usaha ini sangat banyak macamnya dan
dipasarkan oleh pengusaha sampai ke luar propinsi. Pengusaha pengecoran
logam pada umumnya bersifat inovatif. Mereka mampu memproduksi hampir
segala macam produk yang diminta oleh pemesan. Karena keterbatasan
modal untuk memiliki sendiri beberapa peralatan/mesin, penyelesaian
(finishing) dilakukan di perusahaan industri permesinan atau di bengkel-
bengkel yang besar. Biaya penyelesaian ini mencapai 10% dari pendapatan
kotor pengusaha.

Sebagian besar dari perusahaan yang beroperasi mempunyai kelemahan


pada sisi permodalan, teknologi dan manajemen usaha. Agar jenis industri
ini dapat berkembang, perlu adanya pembinaan dari suatu lembaga baik
perbankan maupun perusahaan besar, dalam hal permodalan, teknologi dan
manajemen usaha.

b. Pola Pembiayaan

Berdasarkan pengelompokkan Dirjen Industri Logam, Mesin dan Elektronik


Deperindag, di Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi, kelompok industri

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 5


yang telah mampu menghasilkan mesin dan komponen mesin, lebih dominan
dan telah mendapat pembinaan teknis dan modal dari AMV (Astra Modal
Ventura), sedangkan industri kecil usaha pembuatan alat-alat rumah tangga
dari logam cor belum mendapatkan bantuan teknis dan modal, baik dari
perbankan maupun perusahaan besar.

Hasil wawancara dengan responden pengusaha pembuat alat-alat rumah


tangga dari logam cor menunjukkan bahwa keseluruhan kebutuhan biaya
untuk operasi usaha berasal dari dana sendiri. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari responden Bank umum yang beroperasi di Kabupaten
Sukabumi, tercatat hanya satu bank yang memberikan fasilitas kredit kepada
pengusaha usaha pengecoran logam skala menengah, dan inipun terbatas
hanya kepada satu orang pengusaha. Kredit yang diberikan adalah berupa
kredit modal kerja dengan jumlah plafond kredit per debitur disesuaikan
dengan skala usaha, omzet, dan jaminan yang diserahkan pada tingkat suku
bunga 18% dan jangka waktu pengembalian satu tahun. Kredit investasi
tersebut diberikan dengan jaminan sertifikat tanah/bangunan atau
tabungan/deposito. Beberapa persyaratan lainnya adalah atas pertimbangan
adanya kontinuitas pemasaran dan pasokan bahan baku, serta bantuan
teknis dari dinas terkait yang biayanya menjadi beban calon debitur.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 6


3. Aspek Pemasaran
a. Permintaan

Usaha pengecoran logam mempunyai peranan strategis pada struktur


perekonomian nasional terutama dalam menunjang industri penghasil
komponen dan industri-industri pengerjaan logam lainnya serta industri
furniture dari logam dan industri yang menggunakan produk pengecoran
logam. Keberadaan dan berkembangnya industri furniture rumah tangga,
khususnya meja dan sofa di Indonesia merupakan pasar potensial untuk
usaha pengecoran alat-alat rumah tangga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha kecil pembuat alat-alat


rumah tangga dari logam cor di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi,
semua responden menyatakan bahwa prospek pasar produk coran logam
yang mereka hasilkan adalah cerah. Semua responden menyatakan bahwa
permintaan terhadap produk serat cukup besar, yang semuanya tidak dapat
dipenuhi karena keterbatasan modal kerja.

Permintaan pasar dunia untuk produk barang rumah tangga dari logam dapat
dilihat pada Tabel 3.1, dengan negara tujuan ekspor utama adalah Amerika
Serikat, Jepang, dan Kanada. Ekspor produk barang rumah tangga sejak
tahun 1996 cukup berfluktuasi, namun masih menunjukkan trend
(kecendrungan) meningkat seperti dapat dilihat pada Grafik 3.1. Peningkatan
permintaan ekspor ini menjadi gambaran permintaan untuk produk peralatan
rumah tangga dari logam cukup potensial.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 7


Grafik 3.1. Ekspor Produksi Dan Nilai Ekspor Meja, Alat Dapur Dan Barang
Rumah Tangga Dari Aluminium

b. Penawaran

Analisa pasar terhadap penawaran produk pengecoran logam alat-alat rumah


tangga didekati dengan melihat perkembangan beberapa produksi industri
logam terutama untuk industri-industri logam yang menghasilkan produk
untuk kebutuhan rumah tangga. Produksi industri logam dapat dilihat pada
Tabel 3.2.

Pada Tabel 3.2 dapat dilihat terjadi penurunan produksi yang sangat besar
sejak tahun 1997 sampai tahun 1999, namun pada tahun 2000 terjadi
peningkatan (secara lebih jelas dapat dilihat pada Grafik 3.2). Penurunan
yang sangat besar ini disebabkan gejolak krisis moneter yang telah
berdampak menurunkan kinerja kelompok industri logam. Namun pada
tahun 2000 mulai bangkit kembali yang ditandai dengan peningkatan
produksi hampir disemua jenis industri logam.

Grafik 3.2. Produksi Beberapa Produk Industri Logam

c. Harga

Berdasarkan wawancara dengan responden harga bahan baku utama yaitu


aluminium adalah Rp. 11.000 per kilogram, dan harga kuningan Rp. 12.500
per kilogram. Harga bahan baku utama mengalami kecenderungan naik
setiap tahun, berkisar 5 persen setiap tahun dan peningkatan harga bahan
baku ini juga akan meningkatkan harga penjualan oleh produsen. Harga
produk usaha pengecoran logam ini adalah meja Rp. 300.000, kaki sofa Rp.
9.000 dan gagang pintu (handle) Rp. 6.000, sedangkan produk lain yaitu
sambungan pipa Rp. 30.000.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 8


d. Persaingan

Daerah pasar produk usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam
cor tidak begitu luas jika dibandingkan dengan industri logam menengah.
Sebagian besar dari produksinya dijual kepada industri-industri meubel.
Persaingan yang terjadi pada industri ini juga tidak tajam, karena para
pengusaha biasanya telah mempunyai pelanggan tetap. Upaya yang harus
dilakukan pengusaha adalah menjaga mutu sehingga pelanggan puas dan
tidak pindah ke pengusaha lain.

e. Jalur Pemasaran

Penjualan produk usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam cor ini
dilakukan sendiri oleh pengusaha dengan konsumen seluruhnya industri,
tetutama industri meubel. Pola pemasaran produk pengecoran logam alat
rumah tangga ini adalah pengusaha menjual langsung produknya kepada
industri meubel (untuk produk kaki sofa dan meja) sedangkan untuk gagang
pintu pengusaha memasarkan produknya ke pedagang pengecer. Daerah
penjualan produk pengecoran logam ini dilakukan di luar propinsi (75%) dan
di dalam propinsi (25%). Upaya pemasaran secara langsung tidak dilakukan
oleh responden. Upaya yang dilakukan adalah dengan menjaga mutu produk
yang dihasilkan, sehingga pelanggan puas dan dapat menarik pelanggan lain.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 9


4. Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha

Lokasi usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam cor terletak di
Desa Cibatu Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Desa Cibatu
merupakan sentra usaha industri logam baik logam tempa maupun logam
cor. Lahan yang dijadikan sebagai tempat usaha merupakan sebagian dari
rumah pemilik usaha. Pemilihan lokasi usaha pengecoran logam di Sukabumi
lebih berorientasi pasar, yaitu dengan pemilihan lokasi dekat kota dimana
peluang pasar cukup cerah. Faktor-faktor lainnya seperti tenaga kerja,
prasarana listrik fasilitas transportasi dan lain-lain, bukan faktor utama akan
tetapi faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi.

b. Fasilitas Produksi

Jenis dan besarnya ruangan produksi atau bangunan usaha pengecoran


logam ditentukan oleh kebutuhan alat produksi dan jenis-jenis produk yang
dihasilkan. Ruangan produksi ini harus memenuhi standar ketinggian
ruangan, luas ruangan kerja minimum untuk mengatur tata letak tungku
peleburan dan alat-alat produksi. Ruangan produksi untuk usaha pengecoran
alat-alat rumah tangga ini seluas 100 m2. Ruangan ini masih cukup untuk
menempatkan tungku peleburan dan beberapa mesin dan peralatan.

Tiap-tiap pekerjaan dalam usaha pengecoran logam dilakukan oleh tangan


atau oleh mesin. Mesin dan peralatan untuk pengecoran logam berbeda-beda
sesuai dengan keperluannya. Tabel 4.1 menunjukkan peralatan yang umum
digunakan untuk pengecoran logam.

c. Bahan Baku

Bahan baku pokok untuk proses pengecoran adalah aluminium dan kuningan,
dengan bahan penolong tembaga, babet, pasir cetak dan resin. Bahan baku
diperoleh dari pedagang pengumpul besi/logam bekas di sekitar lokasi usaha
atau di pasar di sekitar lokasi usaha. Untuk pembakaran/peleburan logam
digunakan arang sebagai sumber panas.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang terlibat dalam usaha ini sebanyak empat orang dengan
upah Rp. 500.000 per bulan. Pengusaha sendiri merupakan pengawas dan
juga sekaligus manajer. Tenaga kerja ini berasal dari daerah sekitar desa
Cibatu. Semua pekerja tidak mempunyai spesialisasi keahlian, dimana
masing-masing pekerja dapat melaksanakan beberapa keahlian. Tenaga
kerja ini telah biasa bekerja dengan tugasnya, karena usaha industri
pengocoran logam ini masih memakai teknologi tradisional yang tidak
menuntut tingkat keahlian yang khusus.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 10


e. Proses Produksi

Proses-proses dalam pengecoran berbeda-beda menurut keadaannya, yaitu


keadaan bahan, macam, ukuran dan jumlah produksi dari coran. Semua
proses dibagi menjadi :

1. Proses utama adalah peleburan bahan coran dan menuangkannya ke


dalam cetakan untuk dibuat coran
2. Proses pengolahan pasir cetak, pasir dibuat menjadi cetakan dan
dikembalikan ke tempat bahan cetakan setelah penuangan,
pendinginan dan penghancuran cetakan.
3. Proses peredaran rangka cetakan melalui pembuatan cetakan,
penuangan, pendinginan, penghanc

Diagram alir proses pembuatan coran logam adalah sebagai berikut :

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 11


Grafik 4.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Cor Logam

f. Mutu Produksi

Produk-produk yang dihasilkan oleh usaha pengecoran logam skala kecil


termasuk industri rumah tangga sangat banyak macamnya, tergantung
kepada pesanan dari mitra bisnis. Pengusaha pengecoran logam pada
umumnya bersifat inovatif. Mereka mampu memproduksi hampir segala
macam produk yang diminta oleh pemesan.

Responden pengusaha pembuat alat-alat rumah tangga dari logam cor


memproduksi meja, kaki sofa, gagang pintu (handle) dan sambungan pipa.
Jumlah yang di produksi tergantung kepada pesanan dari mitra usaha
industri meubel. Berdasarkan hasil survey rata-rata produksi selama satu
bulan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 12


g. Produksi Optimum

Berdasarkan hasil studi kasus untuk usaha pembuatan alat-alat rumah


tangga dari logam cor di wilayah Kabupaten Sukabumi, tingkat produksi
terutama ditentukan pesanan yang datang dari mitra industri furniture. Skala
usaha optimum adalah pada kapasitas 100%, dengan jumlah produksi rata-
rata per bulan seperti terlihat pada Tabel 4.2, dan jumlah tenaga kerja
sebanyak empat orang. Apabila terjadi peningkatan jumlah pesanan dapat
dilakukan dengan menambah jam kerja (lembur), atau dengan menambah
jumlah pekerja.

h. Kendala Produksi

Kendala dan hambatan yang dihadapi pengusaha pembuat alat-alat rumah


tangga dari logam cor, terutama dari mesin dan peralatan, dimana sampai
saat ini usaha kecil ini masih memakai jasa industri logam yang lebih lengkap
peralatannya, terutama untuk tahap finishing produk. Hal ini menyebabkan
pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar 10% dari pendapatannya.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 13


5. Aspek Keuangan

a. Komponen dan Struktur Pembiayaan

Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha dari


sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan
kredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat
dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri
pengecoran logam.

Untuk penyusunan dan proyek kelayakan usaha diperlukan adanya beberapa


asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya. Asumsi ini
diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha pembuatan alat-alat rumah
tangga dari logam cor di daerah penelitian serta informasi yang diperoleh
dari pengusaha dan pustaka. Asumsi tersebut disajikan pada Tabel 5.1.

1. Kebutuhan Biaya Investasi

Biaya investasi yang dibutuhkan untuk membangun usaha pembuatan alat-


alat rumah tangga dari logam cor ini meliputi sewa bangunan dan mesin
peralatan, dengan total biaya sebesar Rp 36.800.000. Rincian kebutuhan
biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 5.2.

2. Biaya Operasional/Produksi

Biaya operasional ini meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya
tetap per tahun sebesar Rp. 30.910.000. Biaya variabel diproyeksikan
dengan asumsi bahwa pada tahun pertama usaha beroperasi pada kapasitas
80 % (Rp 149.441.600), pada tahun kedua kapasitas 90 % (Rp
168.121.800), dan pada tahun ke tiga seterusnya beroperasi pada kapasitas
100 % (Rp. 186.802.000). Rincian biaya tetap per tahun dapat dilihat pada
Lampiran 3, dan rincian biaya variabel per tahun dapat dilihat pada Lampiran
2.

3. Rencana Pembiayaan Kredit

Investasi proyek dibiayai dari modal sendiri dan pinjaman dari bank dengan
Debt Equity Ratio (DER) 65% : 35%. Kredit investasi ini seluruhnya diterima
pada tahun ke nol proyek (masa konstruksi) dengan masa pinjaman selama
3 tahun, dan tingkat bunga 18 % per tahun. Cicilan pokok besarnya sama
setiap tahun dan pembayaran bunga dilakukan setiap tahun selama 3 tahun.
Masa pinjaman kredit modal kerja adalah 1 tahun dengan bunga sama.
Pembayaran kredit investasi dan kredit modal kerja dapat dilihat pada
Lampiran 5 dan Lampiran 6.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 14


b. Pendapatan

Pendapatan usaha industri pengecoran logam diperoleh dari produk utama,


yaitu meja, kaki sofa dan gagang pintu (handle), disamping itu pengrajin
juga membuat sambungan pipa (exhoos). Pendapatan usaha diproyeksikan
dengan asumsi bahwa pada tahun pertama usaha beroperasi pada kapasitas
80 % dan pada tahun kedua kapasitas 90 %, dan pada tahun ke tiga
seterusnya beroperasi pada kapasitas 100 %. Rincian jumlah dan harga
penjualan serta total penerimaan industri pengecoran logam dapat dilihat
pada Lampiran 4.

Berdasarkan informasi yang disajikan pada Lampiran 7, secara garis besar


proyeksi pendapatan dan keuntungan/kerugian usaha dapat dilihat pada
Tabel 5.4.

c. Kebutuhan Modal Kerja

Kebutuhan modal kerja awal diperlukan perusahaan untuk membiayai


operasi selama satu bulan pada tahun pertama. Modal kerja ini disiapkan
untuk mengatasi defisit pada tahun pertama dan setelah satu bulan
diasumsikan usaha ini sudah berjalan lancar. Kebutuhan modal kerja yang
dibutuhkan adalah sebesar Rp. 17.701.833.

d. Aliran Kas

Analisis keuangan digunakan untuk menganalisa kelayakan suatu proyek dari


segi keuangan. Proyek dikatakan sehat dari segi keuangan, jika dapat
memenuhi kewajiban finansial ke dalam dan ke luar serta dapat
mendatangkan keuntungan yang layak bagi perusahaan. Untuk mengkaji
kemampuan proyek memenuhi kewajiban finansialnya serta mendatangkan
keuntungan selama umur proyek, disusun perkiraan rugi laba dan perkiraan
arus kas yang dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 15


e. Evaluasi Profitabilitas

Evaluasi profitabilitas rencana investasi dilakukan dengan menilai kriteria


investasi untuk mengukur kelayakan pendirian industri meliputi NPV (Net
Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C ( Net Benefit/Cost).
Nilai NPV usaha pengecoran logam alat-alat rumah tangga adalah Rp
41.883.428 pada tingkat bunga 18%. Nilai IRR adalah 57,51%, yang
menunjukkan usaha ini masih layak sampai pada tingkat suku bunga
mencapai 57,51%. Nilai Net B/C adalah 2,14 sehingga proyek ini layak untuk
dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) 1,8 tahun.

Berdasarkan asumsi-asumsi yang dikemukakan sebelumnya, serta


berdasarkan proyeksi aliran kas, indikator-indikator profitabilitas usaha
industri pengecoran logam dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Analisa sensitivitas usaha dilakukan dengan mencoba penurunan harga jual


produk, kenaikan biaya bahan baku (biaya variabel) masing-masing sebesar
10%. Kenaikan biaya variabel sebesar 10% dan penurunan harga jual
sampai 10% menyebabkan nilai NPV negatif sehingga proyek tidak layak
untuk dilaksanakann. NPV tetap positif sampai kenaikan biaya produksi
sampai 8,5% dan penurunan harga jual sampai 6,5%. Hasil analisis seperti
ditunjukkan data pada Tabel 5.5 dan Lampiran 9 , Lampiran 10 dan Lampiran
11 menyatakan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap perubahan harga
jual produk.

f. Hambatan

Hampir semua pengusaha pengecoran logam yang diwawancarai mengalami


masalah atau kesulitan untuk membiayai modal kerja maupun modal
investasi usahanya. Keterbatasan modal untuk investasi mesin dan peralatan
menyebabkan pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar sepuluh persen
dari pendapatannya. Sedangkan untuk modal kerja sangat tergantung pada
pembayaran dari para pelanggannya. Pembayaran dari pelanggan ini menjadi
kendala bagi pengusaha apabila terjadi penundaan, sehingga pengusaha
harus mempunyai cadangan modal kerja.

Berkaitan dengan modal investasi dan modal kerja, pengusaha kecil


pengecoran logam mengalami kesulitan menjadi kreditur bank. Hal ini
disebabkan karena mereka belum mampu memenuhi persyaratan bank
teknis dan persyaratan perizinan usaha serta kelemahan mereka dalam
penguasaan aspek - aspek pemasaran, dan menajemen.

Kendala-kendala di atas menyebabkan pengajuan kredit oleh usaha kecil


kepada bank seringkali tidak disetujui oleh bank, disebabkan karena bank
tidak memiliki pengetahuan atau informasi yang cukup tentang usaha ini.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 16


6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan
a. Aspek Sosial Ekonomi

Desa Cibatu Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi dikenal sebagai daerah


industri pengecoran logam dan penempaan besi. Sebagian besar penduduk
bermatapencaharian di industri ini, baik sebagai pengusaha ataupun menjadi
buruh. Keberadaan industri pengecoran logam ini menjadikan logam bekas
memberikan nilai ekonomis yang lebih baik. Pemanfaatan logam bekas
menjadi bahan baku industri sehingga menjadi komoditi perdagangan,
mendorong berkembangnya usaha-usaha penampungan logam bekas di
sekitar lokasi usaha.

Karakteristik usaha pengecoran logam secara umum masih memakai


teknologi tradisional yang tidak menuntut tingkat keahlian yang khusus,
sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang tidak memerlukan pendidikan
formal. Pada kondisi teknologi produksi tersebut, usaha ini membutuhkan
tenaga kerja paling sedikit sekitar 4 HOK, dengan jam kerja sekitar 6 - 8 jam
per hari.

Secara umum keberadaan dan pengembangan usaha pengecoran logam


memberikan dampak yang positif bagi wilayah, yaitu dengan terbukanya
peluang kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat dan sekaligus
peningkatan pendapatan daerah.

b. Dampak Lingkungan

Usaha pengecoran logam menimbulkan jelaga dan asap dari kupola, debu
dari pasir cetak, bau yang tidak sedap dari minyak inti atau resin, dan suara
bising. Dampak ini memberikan pengaruh buruk pada kesehatan pekerja dan
penduduk sekitar pabrik. Oleh karena itu perlu diambil tindakan-tindakan
untuk meniadakan penyebab-penyebab pencemaran umum tersebut di atas.

Peralatan yang paling sederhana untuk menghilangkan asap dan debu dari
kapola adalah sebuah silinder dengan tutup berbentuk kerucut yang dipasang
di atas kapola. Debu ini dialirkan ke bidang miring dan jatuh ke dasar
penangkap debu.

Dalam industri pengecoran, suara dikeluarkan dari berbagai mesin.


Kebisingan tersebut menyebabkan perasaan tidak enak bagi para pekerja
dan orang-orang sekitar pabrik. Cara pencegahan dari kebisingan tersebut
adalah dengan jalan menutup mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan
atau menempatkankan mesin-mesin tersebut di ruangan yang kedap suara,
tetapi hal ini pada prakteknya susah dilaksanakan. Kalau kebisingan yang
terjadi dengan keterlaluan, sampai ke tingkat tertentu kebisingan dapat
ditahan dengan jalan membuat ruangan kedap suara, dengan memberi
lapisan bahan peredam getaran pada dinding dan di atas langit-langit.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 17


Dampak kebisingan yang dikeluarkan dari usaha pengecoran logam di sekitar
Desa Cibatu Kabupaten Cisaat juga dirasakan oleh masyarakat sekitar,
namun masih dalam tingkat wajar dan hal telah dimaklumi oleh masyarakat,
karena kebisingan tersebut telah menjadi hal yang biasa dan mereka
memang bermata pencaharian di industri ini. Sedangkan dampak debu dan
asap tidak dirasakan mengganggu oleh penduduk di sekitar lokasi.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 18


7. Penutup
a. Kesimpulan

1. Industri pengecoran logam mempunyai peranan strategis pada


struktur perekonomian nasional terutama dalam menunjang industri
penghasil komponen, industri-industri pengerjaan logam, dan industri-
industri lainnya seperti furniture/meubel. Perkembangan industri
pengguna barang-barang coran logam ini, merupakan potensi besar
bagi pengembangan usaha pengecoran logam.
2. Ketersediaan bahan baku dan bahan-bahan pembantu serta sarana
dan prasarana yang diperlukan di lokasi pengembangan, dan teknis
produksi relatif telah dikuasai oleh kebanyakan masyarakat,
menyebabkan usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam
cor ini berpotensi dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat.
3. Total biaya proyek yang dibutuhkan usaha pembuatan alat-alat rumah
tangga dari logam cor sebesar Rp. 54.501.833, yang dibiayai dari
pinjaman kredit 65% (Rp. 35.426.192) dan biaya sendiri 35% (Rp.
19.075.642), dengan bunga pinjaman 18% dan masa pinjaman kredit
investasi selama 3 tahun, dan kredit modal kerja 1 tahun.
4. Secara finansial usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam
cor ini layak dilaksanakan dengan NPV Rp. 41.883.428, IRR 57,51%,
Net B/C 2,14 dan PBP 1,8 tahun. Industri ini juga mampu melunasi
kewajiban bank, dan selama umur proyek industri ini tidak mengalami
defisit aliran kas.
5. Analisa sensitifitas menunjukkan usaha pembuatan alat-alat rumah
tangga dari logam cor lebih sensitif terhadap penurunan harga jual
produk dibandingkan dengan kenaikan biaya produksi, sehingga
penurunan harga produk yang lebih besar dari 6,5% menyebabkan
usaha ini sudah tidak layak
6. Pengembangan usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam
cor memberikan manfaat yang positif baik dari aspek sosial ekonomi,
wilayah maupun lingkungan.

b. Saran
1. Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkat teknologi
proses, dan aspek finansial, usaha pengecoran logam alat-alat rumah
tangga ini, layak untuk dibiayai.
2. Usaha pembuatan alat-alat rumah tangga dari logam cor perlu
diberikan pembinaan dan dukungan pelayanan untuk memperoleh
akses terhadap permodalan dan teknologi proses, serta perluasan
pasar.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 19


3. Untuk menjamin kelancaran pengembalian kredit, pihak perbankan
seyogyanya juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini,
khususnya pada aspek pemasaran, antara lain dalam bentuk
dukungan pelayanan dan informasi untuk perluasan pasar ekspor.

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 20


LAMPIRAN

Bank Indonesia – Industri Pengecoran Logam 21

You might also like