You are on page 1of 6

Islam Dan Kerukunan Antar Umat Beragama

Articles | Mimbar Jumat


Written by Edy Rachmad on Friday, 24 September 2010 07:35   

“ Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil (muqsith).” Qur’an surah
al Mumtahanah ayat 8.
Dalam membahas tema di atas, setidaknya terdapat dua istilah kunci, yaitu
kata Islamdan kata Kerukunan Antar Umat Beragama. Islam adalah Agama yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia untuk kebahagian mereka di dunia dan di akhirat.
Kata Islam terambil dari kata ‘salima’ yang bermakna ‘selamat sejahtera’, dan setelah
dibentuk menjadi ‘aslama’ yang berarti ‘ menjadikan selamat sejahtera’. Kata ini juga
memiliki makna menyerahkan diri kepada peraturan dan kemauan Allah, karena ia
diturunkan dan bersumber dari Allah SWT. Dari makna ini sebenarnya Islam bukanlah
suatu agama baru. Semua agama-agama yang dibawa oleh para Nabi-Nabi sebelum
Nabi Muhammad SAW juga adalah agama yang pada prinsipnya mengajarkan untuk
meng-Esakan Allah SWT, beriman kepada zat dan sifat-sifatNya, beriman kepada kitab-
kitabNya, beriman kepada rasul-rasul dan hari akhirat, serta mentaati seluruh perintah
Nya dan larangan Nya. Q.surah 42 asy Syura ayat 13. Jika kemudian timbulnya agama-
agama di luar Islam, hal itu disebabkan para ahli-ahli kitab mereka berselisih tentang
kebenaran al Qur’an, yang berakibat timbulnya perpecahan dikalangan mereka.
Sebagian dari mereka yang yakin, masuk kedalam Islam, sebagian yang lain
menentang keras, bahkan memusuhi dan memerangi umat Islam.
Islam adalah agama rahmatal lil’alamin, yaitu suatu agama yang memberikan
kesejukan, kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan tidak hanya kepada
pemeluknya, tetapi juga kepada umat lain, bahkan kepada seluruh makhluk dan alam
semesta. Sebagai agama rahmatal lil’alamin, ia mengajarkan kepada umat manusia
bagaimana menghadapi dan melaksanakan kehidupan yang bersifat pluralistik. Historis
keberagamaan Islam pada era kenabian Muhammad SAW, masyarakat religius telah
terbentuk dan telah pula menjadi kesadaran umum pada saat itu.
Dalam kehidupan yang plural, Islam mengajarkan setidaknya empat hal pokok,
pertama, sebagai agama tauhid, Islam mengajarkan adanya kesatuan penciptaan yaitu
Allah SWT. Kedua, Sebagai agama tauhid, Islam mengajarkan kesatuan kemanusiaan.
Ketiga, sebagai agama tauhid Islam mengajarkan kesatuan petunjuk, yaitu al Qur’an
dan Sunnah Nabi SAW. Keempat, sebagai konsekwensi logis dari ketiga pokok
tersebut, maka bagi umat manusia hanya ada satu tujuan dan makna hidup yaitu
kebahagian di dunia dan kebahagian di akhirat.
Untuk mewujudkan kesatuan fundamental tersebut, maka setiap individu muslim harus
berpegang teguh pada ajaran agamanya dengan jalan mentaati peraturan-peraturan
Allah yang dirumuskan di dalam al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Terjadinya peristiwa penusukan terhadap Asia Sihombing dan Tiur Lindah (pengurus
Gereja HKBP Bekasi), bukan merupakan tindakan spontan yang dilakukan oleh 10
pelaku. Artinya, para pelaku penusukan dan pemukulan itu bukan disebabkan rasa iri
dan dengki melihat orang lain melakukan ibadah sesuai keyakinannya, tetapi lebih
disebabkan ekses dari tidak dipenuhinya peraturan pemerintah yang dituang dalam
Peraturan Bersama Menteri- bahwa untuk membangun sebuah rumah ibadah harus
memenuhi kretaria yang telah baku di negri ini, yang ketentuannya juga disepakati oleh
seluruh pimpinan agama-agama yang ada di negri ini, termasuk pimpinan Gereja
HKBP. Jika kemudian tidak atau belum terpenuhinya Peraturan Bersama Menteri yang
tertuang dalam Nomor 8 dan Nomor 9 tentang kerukunan dan keharmonisan antar umat
beragama, seharusnya pimpinan Gereja HKBP dan jemaatnya tidak secara emosional
dan memaksakan diri melangsungkan kebaktiannya setiap minggu di pemukiman yang
penduduknya mayoritas beragama Islam.
Semua orang di Negara ini, dijamin keberagamaannya, tapi tidak lantas semaunya,
yang kemudian secara massal melakukan kebaktian di pemukiman yang pemeluk
nyaberlainan agama. Pemaksaan pelaksanaan peribadatan seperti itu menunjukkan
arogansi agama, yang tidak cuma menganggap remeh agama lain, tetapi juga
melecehkan pemerintah dengan tidak mengacuhkan peraturan yang sudah disepakati
bersama.
Mungkin masih segar dalam ingatan setiap individu muslim di negri ini, ketika
Arswendo, melecehkan Nabi Muhammad SAW lewat angket yang dibuatnya, kemudian
diterbitkan Tabloid Monitor pada tahun 1990. Peristiwa itu kemudian menguak dan
merembet ke soal hubungan antara Islam-Kristen Protestan/Katolik di Indonesia.
Selama itu banyak kalangan menilai hubungan kedua agama itu sedang aman-aman
saja. Namun dipihak lain menilai bahwa ada semacam mesin penggerak di balik sikap
seorang figure (tokoh) yang wujud akhirnya melahirkan angket tersebut dan meletakkan
Nabi Muhammad SAW di bawah tokoh –tokoh abad 20.
Secara hakiki, tidak ada satu agama di dunia ini yang lahir untuk bermusuhan,
menghina,mengejek, menjelek-jelekkan agama lain, atau menganggap orang lain
adalah domba-domba sesat. Tapi seperti disebutkan di atas, dari rasa superioritas,
kepongahan dan merasa lebih hebat, kemudian penganut suatu agama tega menghina
penganut agama lain, tanpa alasan yang jelas, apalagi berdasar ajaran suci agama itu.
Dari sinilah biasanya terjadi pertentangan secara terbuka antar pemeluk agama. Bagi
kalangan yang berkepala dingin dan berpikiran jernih mungkin tidak habis mengerti,
mengapa hal seperti ini masih saja terjadi dan masih tidak malu dilakukan pada
manusia berbudaya, di zaman global dan dalam alam yang memerlukan suasana
persaudaraan yang hangat untuk menyongsong berbagai tantangan kemanusiaan yang
semakin berat, masa kini dan masa datang.
Ayat pembuka di atas menunjukkan betapa terbuka nya Islam kepada pemeluk agama
lain. Sebagaimana diriwayatkan, bahwa Nabi SAW pada tahun perdamaian Hudaibiyah
memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menulis perdamaian, yangdi mulai dengan
kalimat Bismillah, dan menuliskan perjanjian perdamaian yang disepakati antara Nabi
Muhammad SAW dengan Suhail ibnu Amar. Isi perjanjian itu menyepakati untuk
menghentikan peperangan selama 10 tahun, yang di dalamnya orang-orang merasa
aman, tidak meyerang sebagian yang lain dengan syarat barangsiapa yang datang
kepada Nabi dari kaum Quraisy tanpa izin walinya, maka Nabi mengembalikan orang
tersebut kepada kaum Quraisy. Dan barangsiapa yang datang kepada Quraisy dari
umat Islam, maka kaum Quraisy tidak mengembalikan orang tersebut kepada Nabi.
Kerukunan antar umat beragama di negri ini akan bisa terlaksana dengan baik, bila
semua pimpinan agama dan umatnya masing-masing mau menahan diri. Tidak merasa
lebih hebat dari umat lainnya. Namun apabila pemaksaan kehendak dan merasa
superior, maka hal itulah yang membuat tidak rukunnya umat beragama. Bukankah kata
rukun itu bermakna ‘satu hati’ untuk saling menghargai dan menghormati yang lain.
Demikian juga dengan pimpinan Gereja di jalan Durung N0 61 kelurahan Sidorejo
Kecamatan Medan Tembung, seharus nya mau bercermin dari kejadian di Bekasi itu.
Toh umat Islam yang mayoritas di tempat itu tidak pernah mengeluarkan rekomendasi
agar rumah tersebut dijadikan tempat kebaktian. Untuk itu pemerintah dan MUI harus
segera turun tangan sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Tulisan ini pun
dimuat atas permintaan dan desakan masyarakat muslim yang ada di sekitar jalan
Durung.(Fachrurrozy Pulungan )

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA��BISA!!!!!!!

OLEH : MUZAKKIR, S.Pd.I, MM

(Staff Sub.Bag.HUKMAS & KUB Pada Kanwil DEPAG.SULSEL)

Pada masa kini, keserasian dan kerukunan hubungan antarumat beragama di


Indonesia, dipersoalkan. Pasalnya di beberapa daerah di Indonesia, terjadi kerusuhan
bernuansa agama. Kerusuhan bernuansa agama yang memfenomena di tanah air,
telah menghapus citra Indonesia sebagai �negeri beraneka agama yang serasi dan
rukun�.

Dalam tahun-tahun belakangan ini semakin banyak didiskusikan mengenai kerukunan


hidup beragama. Diskusi-diskusi ini sangat penting, bersamaan dengan
berkembangnya sentimen-sentimen keagamaan, yang setidak-tidaknya telah
menantang pemikiran teologi kerukunan hidup beragama itu sendiri, khususnya untuk
membangun masa depan hubungan antaragama yang lebih baik--lebih terbuka, adil
dan demokratis.

Meski bukan tema baru dan sudah sering dibahas pada diskusi, seminar, konferensi,
maupun di artikel atau buku, tetapi persoalan kerukunan umat beragama senantiasa
perlu kembali disegarkan dan terus-menerus disosialisasikan. Penyegaran dan
sosialisasi itu disebabkan konflik antarumat beragama dan intern umat beragama di
Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, masih terus berlangsung hingga
hari ini

Alasan utama di angkatnya topik ini semata-mata hanyalah karena melihat masalah
konflik antar agama yang terjadi di Indonesia sudah mencapai tingkat yang
memprihatinkan. Sejumlah tragedi berdarah yang dilatarbelakangi isu agama telah
terjadi di Indonesia, sebut saja tragedi Situbondo, Ketapang, Ambon hingga Poso.
Konflik yang maksud disini� bukan hanya meliputi aksi saling membunuh antara umat
yang berbeda agama saja, melainkan juga meliputi hostilitas dan kecurigaan yang
mendalam terhadap pemeluk agama lain.Isu agama, jelas, merupakan isu yang sangat
sensitif, mengingat hal ini bersangkutan dengan hubungan manusia dengan Tuhan-nya.
Konsep kerukunan antar umat beragama muncul dengan latar belakang beberapa
peristiwa yang menimbulkan konflik antar umat beragama. Berbagai peristiwa konflik
muncul pada tahun 1960-an, seperti pendirian gereja oleh umat Kristen di
perkampungan miskin di Meulaboh, Aceh Barat.

Masyarakat Indonesia terdiri dari beragam kelompok agama, etnik dan tradisi.
Pluralisme bangsa kita ini dapat dipandang sebagai berkah karena meskipun
berpotensi menjadi sumber konflik dan perpecahan, juga berpotensi sebagai sumber
kekuatan. Potensi sumber kekuatan bisa terwujud jika kemajemukan dapat dikelola dan
dikembangkan guna melestarikan persatuan dan percepatan pencapaian kesejahteraan
bangsa.

Ini merupakan kondisi sosial yang memungkinkan semua golongan agama bisa hidup
bersama-sama tanpa mengurangi hak azasi masing-masing untuk melaksanakan
kewajiban agamanya. Konsep hidup beragama yang digunakan pemerintah mencakup
tiga kerukunan, yakni kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat
beragama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.

Umat beragama dan Pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara
kerukunan umat beragama dibidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat
beragama., termasuk dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan
pertimbangan ormas keagamaan yang berbadan hukum dan telah terdaftar di
pemerintah daerah setempat, termasuk pertimbangan dari Forum Kerukunan Umat
Beragama. Yang disingkat FKUB.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) mempunyai peran strategis dalam


meningkatkan dan mewujudkan kerukunan umat beragama di Indonesia. Namun, sejak
dikukuhkan kepengurusan FKUB, ternyata dalam pelaksanaan di lapangan banyak
menemui kendala, menyangkut masalah kelembagaan dan pendanaan.
Menurut Prof Dr Ridwan Lubis, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif� Hidayatullah Jakarta. Yang dikutip dari Harian Umum Duta Masyarakat tanggal
5 Desember 2009 mengatakan �FKUB belum berjalan makisimal� Ridwan Lubis
mengatakan, saat ini FKUB belum punya rambu-rambu sehingga dalam
pelaksanaannya selalu muncul multitafsir, karena itu harus ada pedoman untuk FKUB
tentang tata kerja dan masalah pendanaan. �FKUB ini unik, ada disain dari pusat, tapi
bukan lembaga struktural ke bawah dan kordinasinya bersifat konsultatif saja, FKUB
saat ini, memang ada yang sudah berjalan dengan baik, tapi sebagian lagi ada yang
belum. Ini disebabkan, pertama ada pemda yang tidak memberikan dukungan dana.
Kedua, ada pemda yang memberi dukungan dana tapi tidak langsung, cuma
memfasilitasi saja.

Kerukunan umat beragama yang dimiliki saat ini, merupakan modal yang sangat
berharga bagi kelangsungan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan segala
kekurangan dan kelebihannya, kerukunan umat beragama di Indonesia dinilai oleh
dunia internasional sebagai yang terbaik. ``Bahkan Indonesia dianggap sebagai
laboratorium kerukunan umat beragama. Paling tidak hal ini terungkap dari pernyataan
Menlu Italia, Franco Frattini dan pendiri komunitas Sant` Egidio, Andrea Riccardi dalam
pidato mereka pada pembukaan seminar internasional dengan tema: Unity in Diversity:
The Indonesian Model for a Society in which to Live Together, yang digelar pada 4
Maret 2009 di Roma,``

Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya perbedaan-
perbedaan dalam pemelukan agama. Kita sudah terbiasa menerimanya dengan hidup
berdampingan secara damai dalam balutan semangat kesatuan bangsa. Namun
penerimaan perbedaan saja tanpa pemahaman yang mendalam akan arti dan hakikat
yang sesungguhnya dari perbedaan tersebut ternyata masih sangat rentan terhadap
godaan kepentingan primordialisme dan egosentrisme individu maupun kelompok,
gangguan kedamaian itu akan mudah meluas manakala sentimen dan simbol-simbol
keagamaan dipakai sebagai sumbu atau pemicu.

Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan
agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu
dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi
sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli
dalam kehidupan umat manusia ini.

Sebagai penutup mari kita simak empat pelajaran berharga yg merupakan Posted by
sherwintobing | Posted in Budaya, Indonesia | Posted on 30-08-2007 yaitu:

Pelajaran pertama: Jangan menyalahkan agamanya apabila ada seorang


pemeluk agama yang berbuat salah, salahkan orangnya !!!! Sikap kepala batu dan
mencari celah pun harus dihindarkan dalam dialog antar agama.

Pelajaran kedua : Sudah jelas bahwa logika yang diambil tiap ajaran agama pasti
berbeda, masakan kita mau memaksakan ajaran agama lain sesuai dengan logika
kita yang terkadang sudah terkontaminasi fanatisme yang sempit ��,
Tumbuhkan rasa penasaran yang positif dan jangan mengeraskan hati anda
dengan bersikap sok tahu!!!..

Pelajaran ketiga: Biarkan umat lain menjalankan ajaran agamanya, jangan


tertawakan mereka!! Janganlah ada yang menghina suara adzan yang
membangunkan orang di pagi hari, janganlah ada yang menmprotes dentuman drum,
petikan gitar, dan suara nyanyian di gereja tiap hari minggu, janganlah ada yang
mengolok-olok wanita ber-jilbab sebagai ninja, janganlah ada yang tertawa mengatakan
bahwa Yesus Kristus mati seperti pakaian di tiang jemuran, dan lain-lain.
Berikan setiap umat kesempatan untuk beribadah sesuai pasal 29 ayat (2) UUD �45.
Sesuai kalimat yang dicetuskan Presiden kita yang terhormat, �Orang mau beribadah
kok dipersulit?�, seperti inilah harusnya kita bersikap.

Pelajaran keempat: Hindari diskriminasi terhadap agama lain (dan juga suku


lain, sebenarnya), semua orang berhak mendapatkan akses yang sama ke pendidikan,
kesehatan, jabatan politik, lapangan pekerjaan, dan sebagainya.

Sekarang mari kita melakukan refleksi singkat, apakah kita selama ini telah bersikap
salah dan mau berubah? Apakah kita merindukan kerukunan antar umat beragama di
Indonesia ini?
Jika jawaban anda Ya,

marilah kita mulai perubahan ini dari diri kita sendiri.

You might also like