You are on page 1of 3

Taubat

Arti kata : Taubat berasal dari bahasa arab yaitu ......... yang berarti kembali
Istilah : Kembali ke jalan yang benar yang diridhoi Allah SWT setelah melakukan perbuatan
maksiat dan tidak akan mengulanginya lagi.

Adanya penyesalan dari seseorang yang berbuat salah, merupakan langkah awal bagi orang yang
mau bertaubat kepada Allah SWT.

Seseorang yang melakukan taubat karena sadar bahwa perbuatan yang telah dilakukannya tidak baik
dan dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Oleh karena itu, perbuatan seperti itu tidak lagi
dilakukannya dan berusaha mengganti dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan bermanfaat.

Jadi pada dasarnya dapat dikatakan bahwa taubat itu adalah mengganti perbuatan-perbuatan yang
tercela dengan perbuatan-perbuatan yang terpuji.
Dalam surat Hud (11):114 disebutkan:

Artinya: “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menggantikan perbuatan-perbuatan jahat.”

Orang yang berbuat dosa wajib bertaubat. Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nur(24):31:

Artinya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.

Rasulullah bersabda:

Artinya: “Hai manusia bertaubatlah kepada Allah dan mintalah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya
aku sendiri bertaubat dalam sehari 100 kali. (HR. Muslim)

Taubat yang baik itu yaitu menyesali perbuatan dalam hati, memohon ampun dengan istighfar,
setelah itu mengubah sikap dan perbuatan yakni meninggalkan perbuatan buruk dan
menggantikannya dengan memperbanyak amal shaleh serta berjanji pada siri sendiri untuk tidak
melakukan perbuatan maksiat (dosa).

Agar tauat diterima oleh Allah SWT, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Menghentikan perbuatan maksiat, setelah sadar bahwa apa yang dilakukan dilarang agama.
2) Menyesali segala dosa yang telah diperbuat, yang disebut dengan nadam.
3) Berjanji sepenuh hatu untuk tidak lagi megulangi perbuatan dosa itu.
4) Jika dosa itu menyangkut orang lain maka harus meminta maaf terlebih dahulu kepada
orang yang bersangkutan.
5) Memperbanyak amal shaleh dan ibadah kepada Allah SWT.
6) Banyak mempelajari ilmu-ilmu agama.
7) Banyak bergaul dengan orang-orang shaleh.
8) Meyakini akan kebenaran ajaran islam diiringi dengan melakukan perintah dan menjauhi
larangan-Nya.

Menurut Imam Ghazali, tingkatan orang yang bertaubat ada empat tingkat, yaitu:
1) Taubat Nasuha
Orang-orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Semua perbuatan dosa yang
pernah dilakukannya tidak dikerjakan lagi selama hidupnya. Kecuali kesalahan-kesalahan
kecil yang tidak disengaja dilakukannya. Perbuatan yang demikian itu masih dalam taraf
kewajaran sebagai manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan. Orang-orang seperti
ini memiliki jiwa yang tenang (nafsul muthmainah).

2) Orang yang bertaubat, semua dosa besar tidak pernah diulanginya, namun terkadang masih
melakukan dosa kecil tanpa sengaja, tetapi dia cepat sadar dan bertaubat. Bahkan dia
mencela nafsunya yang masih juga mengerjakan perbuatan dosa. Untuk menghindari dosa
itu dia selalu mawas diri, berjaga-jaga agar tidak berbuat dosa lagi. Jiwa yang selalu
memperingatkannya tersebut dinamakan “nafsu lawwamah”. Allah berfirman:

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya.” (QS.
An-Najm(53):32).

3) Orang yang bertaubat dengan disertai niat untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa yang
pernah dilakukannya. Namun dia sering tidak berdaya melawan hawa nafsu untuk berbuat
dosa. Setia kali ia berbuat dosa, seketika itu juga segera bertaubat, jiwa seperti ini disebut
“nafsu musawalah”. Allahberfirman:

Artinya: “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa mereka, mereka mencampur
baurkan pekerjaan baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima
taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”. (QS. At-
Taubah(9):102)

4) Orang yang bertaubat, setelah itu melakukan perbuatan dosa dab tidak ada penyesalan
dalam dirinya atas dosa yang dilakukan, sehigga terus-menerus melakukan perbuatan
maksiat. Jiwa semacam itu sudah dikuasai oleh nafsu yang jahat (nafsu amarah). (QS. Yusuf
(12):53)

Raja’
Raja’ berasal dari bahasa arab yang artinya secara bahasa mengharap. Sedangkan pengertian yang
lebih luas adalah mengharap agar segala kegiatan atau aktivitas kehidupan baik ibadah (ta’abbud
dan taqarrub ilallah yang bersifat habul minallah) maupun muamalah (kegiatan kehidupan duniawi
yang bersifat hablun minan naas) yang dilakukannya mendapat ridho Allah SWT.

Hidup yang selalu mengaharap ridho Allah SWT tentunya harus disadari dengan niat ikhlas supaya
berniat amal sholeh yang dapat menumbuhkan dalam hati sanubari rasa ketentraman hidup karena
peduli terhadap nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan ang memiliki kontrol yang tinggi. Keshalehan
merupakan dasar berkiprah dalam segala aktivitas kehidupan. Sebab shibqah (celupan) ajaran agama
islam yang melekat pada pribadi seseorang merupakan faktor SDM terpenting dalam kehidupan
seorang muslim.

Juga sebaliknya bila ibadah mahdhah seseorang itu baik maka tentu akan mendapat ridho dari Allah
SWT walaupun dalam kegiatan duniawinya belum memiliki keahlian khusus, maka seseorang
tersebut baru akan mendapat nilai satu dari sepuluh nilai yang dijanjikan Allah SWT, seperti sabda
Rasulullah SAW yang artinya: “Ibadah itu ada sepuluh bagian, sembilan persepuluh diantaranya
terdapat dalam mencari yang halal (kegiatan duniawi). “ Maksudnya untuk mendapat keberhasilan
duniawi dan ukhrawi, sembilan persepuluhnya ditentukan dalam meraih keberhasilan menguasai
sektor kehidupan dunia. Sehubungan dengan hal itu, maka hendaknya seorang muslim yang
mengharapkan ridha Allah SWT untuk berhasil mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia
maupun di akhirat harus mampu meraih sukses dan menjauhkan sifat putus asa.

Contoh Raja’ dalam kehidupan

Sebagaimana Allah SWT menggambarkan bagaimana kehidupan keluarga Imran, walaupun


keshalehannya sudah istiqomah, ibadahnya mantap, duniawinya berhasil, tetapi belum dikaruniai
putra padahal usianya dan usia istrinya sudah lanjut, tetapi tetap tidak putus asa, berusaha, dan
berdo’a, sampai suatu hari bernadzar apabila dikaruniai putra maka akan diarahkan untuk senaniasa
mengabdi kepada Allah SWT. Tidak lama kemudian istrinya mengadung dan melahirkan, walaupun
yang dilahirkan seorang putri, namun tetap diterima dengan ketawakalan dan diberi nama “Siti
Maryam” yang kemudian Siti Maryam dititipkan untuk dididik oleh Nabi Zakaria menjadi anak yang
shalihah. Kelak di kemudian hari dari rahimnya lahirlah seorang rasul yang bernama “Isa Al-Masih”

Contoh lainnya:

 Firman Allah SWT yang mengandung makna minta dikasihani dalam QS Al-Qashah(28):34
yang artinya; “Ya Tuhanku! Sesungguhnya aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepada kepadaku.”
 Pemberitahuan yang menunjukkan kelemahan yang ada pada keluarga Imran dan istrinya
sebelum lahir Siti Maryam

You might also like