Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Upaya dan usaha umat Islam di Sumatera Barat di dalam menghidupkan
perguruan Islam yang disebut Madrasah (kini lazim disebut Pesantren)
sepanjang sejarah pendidikan Islam di Indonesia.
Khusus untuk daerah Minangkabau, Provinsi Sumatera Barat, upaya itu
tampak jelas sejak dari mula pendiriannya oleh ulama di nagari dan masyarakat
selingkarannya. Demikian pula dengan pengembangan madrasah-madrasah itu,
sejak dari surau, mulai dari wirid ke madrasah, sampai ke perguruan tinggi,
selalu dengan perlibatan dan pemberdayaan semua potensi masyarakat, sejak
dari kampong sampai ke rantau.
Usaha-usaha terpadu ini, telah melahirkan berbagai tingkat pendidikan,
sejak dari tingkat awaliyah, ibtidaiyah, tsanawiyah, ‘aliyah, hingga ketingkat
kulliyah. Hasilnya, hingga saat ini, kita temui sebagai upaya bersama
masyarakat, yang sesungguhnya sudah melalui rentang waktu yang panjang.
Selama dua abad sampai sekarang, sejak kembalinya tiga serangkai ulama
zuama Minangkabau (1802), yaitu Haji Miskin di Pandai Sikek, Luhak Agam,
Haji Abdur Rahman, di Piobang, Luhak Limopuluah, dan Haji Muhammad
Arief, di Sumanik, Luhak nan Tuo, Tanah Datar, lazim dikenal bergelar Tuanku
Lintau. Ketiga mujahid dakwah ini telah membawa penyadaran pemikiran dan
memacu semangat umat mengamalkan agama Islam yang benar di dalam
kehidupan beradat di Minangkabau. Jalan yang mesti ditempuh adalah
menggiatkan masyarakat menuntut ilmu.
1 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah
2 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah
3 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah
DEKAT MENDEKATI
Pada dua decade 1970 pemerintah mulai membuka akses lebih besar ke
dunia pendidikan madrasah Islam, dengan mulai melakukan rekonsiliasi dengan
Islam melalui dekat mendekati dan penyesuaian penyesuaian (rapprochement).
Terjadi penyeragaman. Ciri khas dari Madrasah mulai tiada.
Konsekwensinya, pendidikan dan program madrasah disejajarkan dan
bergayut kepada pemerintah, maka akibat yang terasa adalah kurangnya
kemandirian perguruan madrasah dinagari-nagari dan dampak negatifnya
potensi masyarakat melemah.
Padahal pada awal keberadaan madrasah itu, sejak abad 18 sebagai kita
sebut di atas para ulama penggagas dan pengasuh madrasah memiliki jalinan
hubungan yang kuat dengan masyarakat. Ada suatu hubungan saling
menguntungkan (symbiotic relationship). Sehingga madrasah menjadi kekuatan
perlawanan membisu (silent opposition) dan respon pemimpin serta komunitas
Muslim terhadap penjajahan.
Merosotnya peran kelembagaan pendidikan madrasah di Minangkabau
dalam bentuk surau, telah mendorong pengasuh untuk mengadopsi sistim
pendidikan seperti perguruan tradisional di Jawa.
Akibatnya, pemeranan masyarakat dan lingkungan di dalam
menghidupkan kembali ruh pendidikan madrasah, khususnya dalam bidang
dana dan daya (tenaga pengajar) menjadi kurang.
Madrasah hanya dapat hidup dengan dukungan pemilik badan pengasuh
madrasah, serta pendapatan-pendapatan madrasah itu sendiri. Keadaan ini
menjadi lebih berat, ketika madrasah menjadi anak tiri pemerintah seperti di
masa lalu.
Ironisnya masyarakat lingkungan tidak pula mengaggap madrasah sebagai
anak kandungnya lagi.
Sering terjadi madrasah lahir dan tumbuh sebagai anak yatim di
lingkungan masyarakat yang melahirkan madrasah itu.
Peran serta masyarakat mesti ditumbuhkan kembali di dalam peningkatan
manajemen pendidikan yang lebih accountable dari segi keuangan maupun
4 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah
"Sesungguhnya Allah tidak akan merobah nasib satu kaum, hingga kaum itu sendiri
yang berusaha merobah sikap mereka sendiri."
Dalam kenyataan social dalam kehidupan anak nagari wajib diakui
keberadaan mereka dengan menjunjung tinggi puncak-puncak kebudayaan mereka,
menyadari potensi besar yang dimiliki akan mendorong kepada satu bentuk
kehidupan bertanggung jawab.
Inilah tuntutan terhadap Da'wah Ilallah, yakni seruan kepada Islam --
agama yang diberikan Khaliq untuk manusia --, yang penyiarannya dilanjutkan
oleh da'wah, untuk kesejahteraan hidup manusia. "Risalah merintis, da'wah dan
pendidikan melanjutkan"
6 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah
Generasi penerus harus taat hukum. Upaya ini dilakukan dengan memulai
dari lembaga pendidikan (madrasah), masyarakat lingkungan, keluarga dan
rumah tangga. Memungsikan peranan ninik mamak dan unsur masyarakat
secara efektif. Memperkaya warisan budaya dengan menanamkan sikap setia,
cinta dan rasa tanggung jawab, sehingga patah tumbuh hilang berganti.
Menanamkan aqidah shahih (tauhid) dengan istiqamah pada agama Islam
yang dianut. Menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur.
Apabila sains dipisah dari aqidah syariah dan akhlak, niscaya yang akan lahir
saintis tak bermoral agama. Kesudahannya, ilmu banyak dengan iman yang tipis,
berujung dengan sedikit kepedulian di tengah bermasyarakat.
Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus didalam membentuk SDM,
maka di samping kurikulum ilmu terpadu dan holistik, sangat perlu dirancang
kualita pendidik (murabbi) yang sejak awal mendapatkan pembinaan terpadu.
Pendekatan integratif dengan mempertimbangkan seluruh aspek metodologis
berasas kokoh tamaddun yang holistik, dan bukan utopis.
7 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah
KESIMPULANNYA,
9 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah
10 H. Mas’oed Abidin
1
Catatan Akhir :
Ahmad Khatib dilahirkan di Bukittinggi, pada tahun 1855, oleh ibu bernama Limbak Urai,
saudara dari Muhammad Shaleh Datuk Bagindo, Laras, Kepala Nagari Ampek Angkek berasal
dari Koto Tuo Balaigurah, Kecamatan Ampek Angkek Candung. Ayahnya adalah Abdullatief
Khatib Nagari, saudara dari Datuk Rangkayo Mangkuto, Laras, Kepala Nagari Kotogadang,
Kecamatan IV Koto, di seberang ngarai Bukittinggi. Ahmad Khatib anak terpandang, dari
keluarga berlatar belakang agama dan adat yang kuat, generasi pejuang Paderi, dari keluarga
Pakih Saghir dan Tuanku nan Tuo.
2
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta, LP3ES, 1980, hal.38
3
Pada masa mudanya dia dipanggil Muhammad Taher bin Syekh Muhamad, lahir di Ampek
Angkek tahun 1869, anak dari Syekh Cangking, cucu dari Faqih Saghir yang bergelar Syekh
Djalaluddin Ahmad Tuanku Sami’, pelopor kembali ke ajaran syariat bersama Tuanku Nan Tuo.
Mata rantai para ulama ini pada hakikatnya ikut menjadi pengawal ruh dakwah pendidikan di
madrasah-madrasah di Minangkabau, Sumatera Barat di zamannya. Mulai tahun 1900, Syekh
Taher Djalaluddin menetap di Malaya, dan diangkat menjadi Mufti Kerajaan Perak. Eratnya
hubungan Syekh Taher Djalaluddin dengan Al-Azhar di Kairo, maka dia menambahkan al-Azhari
di belakang namanya.
4
Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 , anak dari Muhammad Saleh
Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai. Ibunya berasal dari Betawi. Syekh Djamil Djambek
meninggal tahun 1947 di Bukittinggi.
5
Haji Rasul lahir di Sungai Batang, Maninjau, tahun 1879, anak seorang ulama Syekh
Muhammad Amarullah gelar Tuanku Kisai. Pada 1894, pergi ke Mekah, belajar selama 7 tahun.
Sekembali dari Mekah, diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo. Kemudian kembali bermukim di
Mekah sampai tahun 1906, memberi pelajaran di Mekah, di antara murid-muridnya termasuk
Ibrahim Musa dari Parabek, yang menjadi seorang pendukung terpenting dari pembaruan
pemikiran Islam di Minangkabau. Haji Rasul meninggal di jakarta 2 Juni 1945
6
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, anak dari Haji Ahmad, seorang
ulama dan pedagang. Ibunya berasal dari Bengkulu, masih trah dari pengikut pejuang Sentot Ali
Basyah. Untuk mengetahui biografi menarik lebih lanjut tentang tokoh-tokoh ini, lihat Tamar
Djaja, Pustaka Indonesia: Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air. Bulan Bintang Jakarta,
1966.
7
Syekh Ibrahim Musa dilahirkan di Parabek, Bukittinggi pada tahun 1882. Setelah
belajar pada beberapa perguruan, pada umur 18 tahun ia berangkat ke Mekah dan belajar di
negeri itu selama 8 tahun. Ia kembali ke Minangkabau pada tahun 1909 dan mulai mengajar
pada tahun 1912. kemudian ia berangkat lagi ke Mekah pada tahun berikutnya dan kembali
pada tahun 1915. Saat itu ia telah mendapat gelar Syekh Ibrahim Musa atau Inyiak Parabek
sebagai pengakuan tentang agama. Syekh Ibrahim Musa tetap diterima oleh golongan tradisi,
walaupun ia membantu gerakan pembaruan. Ia menjadi anggota dua organisasi Kaum Muda
dan kaum Tua, yaitu Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dan Ittihadul Ulama.
8
Zainuddin Labai al-Yunusi lahir di Bukit Surungan Padang Panjang pada tahun 1890.
Ayahnya bernama Syekh Muhammad Yunus. Zainuddin Labai adalah seorang auto-didact, yang
mempelajari ilmu dan agama dengan tenaga sendiri. Pengetahuannya banyak diperolehnya
dengan membaca dan kemampuan dalam bahasa-bahasa Inggris, Belanda dan Arab yang
dikuasainya. Koleksi bukunya meliputi buku-buku bermacam bidang seperti aljabar, ilmu bumi,
kimia dan agama. Enam tahun membantu Syekh Haji Abbas, seorang ulama di Padang Japang,
Payakumbuh dalam bidang kegiatan praktis. Dalam tahun 1913, Zainuddin memilih Padang
Panjang sebagai tempat tinggalnya. Ia memulai mengajar di Surau Jembatan Besi, bersama
Rasul dan Haji Abdullah Ahmad. Zainuddin Labai termasuk seorang yang mula-mula
mempergunakan sistem kelas dengan kurikulum teratur yang mencakup pengetahun umum
seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi di samping pelajaran agama. Ia pun
mengorganisir sebuah klub musik untuk murid-muridnya, yang pada saat itu kurang diminati
oleh kalangan kaum agama. Ia seorang yang produktif dalam menulis buku teks tentang fikh
dan tatabahasa Arab untuk sekolahnya. Ia memimpin majalah Al-Munir di Padang Panjang.
Zainuddin Labai adalah seorang termuda di antara tokoh pembaru pemikiran Islam di
Minangkabau. Ia termasuk seorang anggota pengurus Thawalib dan mendirikan pula
perkumpulan Diniyah pada tahun 1922 dengan tujuan bersama-sama membina kemajuan
sekolah itu.
9
Semuanya didorong oleh pengamalan Firman Allah,
َن ِل َينْ ِفرُوا كَافّ ًة فَلَول َن َفرَ ِمنْ ُك ّل فِ ْرقَةٍ ِم ْنهُمْ طَا ِئفَ ٌة ِل َيتَ َف ّقهُوا فِي الدّينِ َولِ ُي ْن ِذرُوا َقوْ َمهُمْ ِإذَا رَجَعُوا ِإَل ْيهِمْ لَ َعّلهُمْ َيحْ َذرُون
َ َومَا كَانَ ا ْل ُمؤْ ِمنُو
Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya."QS.IX, at Taubah, ayat 122.
10
QS.3:139 menyiratkan optimisme besar untuk penguasaan masa depan. Masa depan – al
akhirah – ditentukan oleh aktifitas amaliyah (QS.6:135) bandingkan dengan QS.11:93 dan
QS.11:121, bahwa kemuliaan (darjah) sesuai dengan sumbangan hasil usaha.
11
Syakhshiyah didifinisikan sebagai organisasi dinamik sesuatu sistem psyikofisikal di dalam diri
seorang yang menentukan tingkah laku dan fikirannya yang khusus. Sistem psyikofisikal
merangkum segala unsur-unsur psikologi seperti tabiat, sikap, nilai, kepercayaan dan emosi,
bersama dengan unsur-unsur fisikal seperti bentuk tubuh, saraf, kelenjar, wajah dan gerak gerik
seseorang (G.W Allport, dalam ”Pattern and Growth in Personality”, lihat juga, Mok Soon Sang,
1994:1).
12
Syakhshiyah mempunyai tiga ciri keunikan dengan arti kebolehan atau kemampuan untuk
berubah dan di ubah; sebagai hasil pembelajaran atau pengalaman dan organisasi. Maka
syakhshiyah bukan sekadar himpunan tingkahlaku, tetapi melibatkan corak tindakan dan
operasi yang bersifat konsisten.