You are on page 1of 12

Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

AKIDAH TAUHID DAN AKHLAK QURANI


RUH DAKWAH PENDIDIKAN, STRATEGI MENGHIDUPKAN
PEMBINAAN MADRASAH, DI SUMATERA BARAT
Oleh : H. Mas’oed Abidin

PENDAHULUAN
Upaya dan usaha umat Islam di Sumatera Barat di dalam menghidupkan
perguruan Islam yang disebut Madrasah (kini lazim disebut Pesantren)
sepanjang sejarah pendidikan Islam di Indonesia.
Khusus untuk daerah Minangkabau, Provinsi Sumatera Barat, upaya itu
tampak jelas sejak dari mula pendiriannya oleh ulama di nagari dan masyarakat
selingkarannya. Demikian pula dengan pengembangan madrasah-madrasah itu,
sejak dari surau, mulai dari wirid ke madrasah, sampai ke perguruan tinggi,
selalu dengan perlibatan dan pemberdayaan semua potensi masyarakat, sejak
dari kampong sampai ke rantau.
Usaha-usaha terpadu ini, telah melahirkan berbagai tingkat pendidikan,
sejak dari tingkat awaliyah, ibtidaiyah, tsanawiyah, ‘aliyah, hingga ketingkat
kulliyah. Hasilnya, hingga saat ini, kita temui sebagai upaya bersama
masyarakat, yang sesungguhnya sudah melalui rentang waktu yang panjang.
Selama dua abad sampai sekarang, sejak kembalinya tiga serangkai ulama
zuama Minangkabau (1802), yaitu Haji Miskin di Pandai Sikek, Luhak Agam,
Haji Abdur Rahman, di Piobang, Luhak Limopuluah, dan Haji Muhammad
Arief, di Sumanik, Luhak nan Tuo, Tanah Datar, lazim dikenal bergelar Tuanku
Lintau. Ketiga mujahid dakwah ini telah membawa penyadaran pemikiran dan
memacu semangat umat mengamalkan agama Islam yang benar di dalam
kehidupan beradat di Minangkabau. Jalan yang mesti ditempuh adalah
menggiatkan masyarakat menuntut ilmu.

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL PENGUJUNG ABAD KE-19


Sumatera Barat menandai satu masa perkembangan sosial dan intelektual
yang deras dipengujung abad ke 19. Diawali pulangnya putra-putra
Minangkabau dari menimba ilmu di Mekah.

1 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

Mereka membawa ruh pembaharuan pendidikan Islam sebagaimana


digerakan Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani dari Mesir. Ruh
pendidikan madrasah di Minangkabau itu, tidak dapat dilepaskan dari
pelajaran-pelajaran yang diberikan seorang pelopor gerakan pembaruan di
Minangkabau yang banyak menyebarkan pikirannya dari Mekah pada awal
abad ke-20 Beliau adalah Syekh Ahmad Khatib EL Minangkabawy (1855)1,
turunan dari seorang hakim gerakan Paderi yang sangat anti penjajahan
Belanda. 2
Di samping itu ada seorang pembaru yang tidak dapat dilupakan, walau
lebih dikenal di tanah serantau, yaitu Syekh Taher Djalaluddin (1869-1956)3.
Syekh Taher Djalaluddin terbilang seorang tertua dan pelopor ajaran Ahmad
Khatib di Minangkabau dan di tanah Melayu. Dia juga adalah guru kalangan
pembaru Minangkabau. Pengaruhnya tersebar pada murid-muridnya melalui
majalah Al-Imam dan melalui sekolah yang didirikannya di Singapura bersama
Raja Ali Haji bin Ahmad pada tahun 1908. Sekolah yang bernama Al-Iqbal al-
Islamiyah, menjadi model Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Haji Abdullah
Ahmad di Padang pada tahun 1908.
Ulama-ulama Minangkabau itu, di antaranya Muhammad Djamil
Djambek atau Inyik Djambek (1860-1947)4, M. Thaib Umar di Sungayang (1874-
1920), Haji Abdul Karim Amarullah atau Inyik Rasul (1879-1945)5, Haji
Abdullah Ahmad (1878 – 1933)6, dan Syekh Ibrahim Musa7. Mereka
menyebarkan peranannya dalam mendirikan lembaga pendidikan Islam yang
bersifat modern.
Nafas yang ditiupkan oleh ruh dakwah pendidikan membawa satu
perubahan besar dan signifikan di masanya. Para ulama suluah bendang di
nagari memasuki era baru. Mereka menjadi kelompok pembaru di sisi ehidupan
sosial masyarakat. Di antaranya Zainuddin Labai al-Yunusi (1890- 1934)8 di
Padangpanjang.

MADRASAH DAN SURAU MENGAWAL RUHUL ISLAM


Umumnya para murid bekas ulama-ulama tersebut kemudian menjadi
pelopor pembaruan pemikiran Islam di Ranah Minang melalui surau. Keadaan
ini bergerak terus, sesuai dinamika dan tuntutan zaman, hingga ke masa
pergerakan kemerdekaan.

2 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

Madrasah telah menjadi markas pergerakan bawah tanah (silent operation)


menentang kaum penjajah, sehingga berakibat semua gerak dan geliatnya selalu
dicurigai oleh penguasa penjajahan semasa. Dicatat oleh sejarah bahwa benang
merah yang dipunyai para pejuang adalah terpelajar, beragama yang taat dan
peribadi mandiri.
Dari surau penguatan madrasah dimulai. Orientasi pendidikan ditekankan
pada penanaman aqidah. Didukung dengan ilmu-ilmu agama, pembinaan fisik,
dan mental (melalui latihan silat), pelajaran kesenian dan ketrampilan. Lulusan
surau ideal inilah kombinasi ulama, pejuang, jiwa seni, mandiri dan terampil.
Setelah masuknya pendidikan modern awal abad ke 20 (1929) surau
berkembang dengan sistem klasikal. Contohnya Madrasah Irsyadin Naas (MIN),
Perguruan Diniyah Puteri, Thawalib dan Perguruan Muhammadiyah.

BERURAT KE HATI MASYARAKAT


Para pemuka masyarakat di masa itu umunya jebolan madrasah. Mereka
memiliki pikiran maju rasional dan cinta tanah airnya. Sesuai bimbingan agama
Islam yang diterima dari pelajaran surau dan madrasah. Para thalabah lulusan
madrasah Thawalib dan pendidikan sistim surau, umumnya berkiprah di
kampung halaman setelah selesai menuntut ilmu, dengan mendirikan sekolah-
sekolah agama, bersama-sama dengan masyarakat, memulainya dari akar
rumput.
Pemberdayaan potensi masyarakat digerakkan secara maksimal dan
terpadu untuk menghidupkan pendidikan Islam. Untuk mencerdaskan umat
dan menanamkan budi pekerti (akhlak Islami). Seiring pula dengan berlakunya
kaedah adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah, para ulama adalah
tempat meminta kata putus (bamuti).9
Pandangan dan pemahaman para lulusan madrasah sangat nyata berbeda
dengan anutan jebolan sekolah gubernemen di masa penjajahan. Maka tidak
jarang terjadi di masa itu, ada pandanagan dan anggapan pemisah antara kaum
ulama (santri, urang siak, mualim, urang surau) yang bersekolah di madrasah
dengan kalangan ambtenaren berdasi berpentalon.
Perbedaan tajam itu, berakibat kepada perlakuan pemerintah masa itu,
dalam melihat dan menilai madrasah, sebagai lembaga pendidikan kelas dua,
bahkan terkesan berlawanan dengan pihak pemerintah.

3 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

Di masa perjalanan kemerdekaan, dan pembangunan sentralistik madrasah


mengalami pembedahan-pembedahan pula pada tubuhnya.

DEKAT MENDEKATI
Pada dua decade 1970 pemerintah mulai membuka akses lebih besar ke
dunia pendidikan madrasah Islam, dengan mulai melakukan rekonsiliasi dengan
Islam melalui dekat mendekati dan penyesuaian penyesuaian (rapprochement).
Terjadi penyeragaman. Ciri khas dari Madrasah mulai tiada.
Konsekwensinya, pendidikan dan program madrasah disejajarkan dan
bergayut kepada pemerintah, maka akibat yang terasa adalah kurangnya
kemandirian perguruan madrasah dinagari-nagari dan dampak negatifnya
potensi masyarakat melemah.
Padahal pada awal keberadaan madrasah itu, sejak abad 18 sebagai kita
sebut di atas para ulama penggagas dan pengasuh madrasah memiliki jalinan
hubungan yang kuat dengan masyarakat. Ada suatu hubungan saling
menguntungkan (symbiotic relationship). Sehingga madrasah menjadi kekuatan
perlawanan membisu (silent opposition) dan respon pemimpin serta komunitas
Muslim terhadap penjajahan.
Merosotnya peran kelembagaan pendidikan madrasah di Minangkabau
dalam bentuk surau, telah mendorong pengasuh untuk mengadopsi sistim
pendidikan seperti perguruan tradisional di Jawa.
Akibatnya, pemeranan masyarakat dan lingkungan di dalam
menghidupkan kembali ruh pendidikan madrasah, khususnya dalam bidang
dana dan daya (tenaga pengajar) menjadi kurang.
Madrasah hanya dapat hidup dengan dukungan pemilik badan pengasuh
madrasah, serta pendapatan-pendapatan madrasah itu sendiri. Keadaan ini
menjadi lebih berat, ketika madrasah menjadi anak tiri pemerintah seperti di
masa lalu.
Ironisnya masyarakat lingkungan tidak pula mengaggap madrasah sebagai
anak kandungnya lagi.
Sering terjadi madrasah lahir dan tumbuh sebagai anak yatim di
lingkungan masyarakat yang melahirkan madrasah itu.
Peran serta masyarakat mesti ditumbuhkan kembali di dalam peningkatan
manajemen pendidikan yang lebih accountable dari segi keuangan maupun

4 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

organisasi, sehingga sumber finansial masyarakat dipertanggung jawabkan lebih


efisien dan kualitas pendidikan – quality oriented – yang mendorong madrasah
menjadi lembaga center of excellence.
Tantangan kesejagatan yang deras kini berupa materialistis, sekularistis,
hedonistic dan hilangnya budaya luhur, menuntut agar Madrasah dapat
menghasilkan anak didik berparadigma ilmu yang komprehensif, yakni
pengetahuan agama plus keterampilan. Konsekwensinya sistim pendidikan
Islam tidak boleh terpisah. Mesti menjadi bagian integral dari kehidupan
masyarakat Muslim keseluruhan.
Perlu penerapan nilai-nilai agama dan ibadah.
Penguatan perilaku beradat.
Pengintegrasian iptek, imtaq dan akhlaq.
Melalui pengembangan ini madrasah akan menjadi pusat membangun
sahsiah generasi dengan sifat-sifat ruhaniah yang halus, dan sifat-sifat akhlaq
yang mulia.
Secara ideal, peran madrasah adalah perwujudan dari tujuan pendidikan
nasional yang "Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab, serta berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”. (UU No. 20 th 2003, Sistem Pendidikan Nasional).
Dengan terjaganya ruh dakwah dan pendidikan, maka madrasah akan
lebih mudah mencapai sasarannya. Membuat anak didik menjadi terdidik,
berkualitas, capable, fungsional, integrated ditengah masyarakatnya. Inilah hakikat dari
dakwah bil hal.
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk mempunyai kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara”.

PENDIDIKAN DAN PERAN DAKWAH


Peran da'wah di Minangkabau adalah menyadarkan umat akan peran
membentuk diri mereka sendiri, ْ‫س ِهم‬
ِ ُ‫حتّى ُي َغيّرُوا مَا ِبَأنْف‬
َ ٍ‫ن الَّ لَ ُيغَيّ ُر مَا بِ َق ْوم‬
ّ ِ‫إ‬
5 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

"Sesungguhnya Allah tidak akan merobah nasib satu kaum, hingga kaum itu sendiri
yang berusaha merobah sikap mereka sendiri."
Dalam kenyataan social dalam kehidupan anak nagari wajib diakui
keberadaan mereka dengan menjunjung tinggi puncak-puncak kebudayaan mereka,
menyadari potensi besar yang dimiliki akan mendorong kepada satu bentuk
kehidupan bertanggung jawab.
Inilah tuntutan terhadap Da'wah Ilallah, yakni seruan kepada Islam --
agama yang diberikan Khaliq untuk manusia --, yang penyiarannya dilanjutkan
oleh da'wah, untuk kesejahteraan hidup manusia. "Risalah merintis, da'wah dan
pendidikan melanjutkan"

KEWAJIBAN MEMBANGUN GENERASI PENYUMBANG (INNOVATOR)


UUD 1945 meletakkan kewajibkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan Nasional yang meningkatkan
Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian ada kewajiban
membentuk generasi penyumbang dalam bidang pemikiran (aqliyah), ataupun
pembaharuan (inovator) harus menjadi sasaran perioritas.10
Keberhasilan akan selalu ditentukan oleh adanya keunggulan pada institusi
di bidang pendidikan. Pendidikan ditujukan untuk membentuk generasi yang
menguasai pengetahuan dengan kemampuan dan pemahaman mengidentifikasi
masalah yang dihadapi. Seterusnya, mengarah kepada kaderisasi diiringi oleh
penswadayaan kesempatan-kesempatan yang ada. Generasi baru yang mampu
mencipta akan menjadi syarat utama keunggulan. Kekuatan budaya bertumpu
kepada individu dan masyarakat yang mampu mempersatukan seluruh potensi
yang ada.

6 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

Generasi penerus harus taat hukum. Upaya ini dilakukan dengan memulai
dari lembaga pendidikan (madrasah), masyarakat lingkungan, keluarga dan
rumah tangga. Memungsikan peranan ninik mamak dan unsur masyarakat
secara efektif. Memperkaya warisan budaya dengan menanamkan sikap setia,
cinta dan rasa tanggung jawab, sehingga patah tumbuh hilang berganti.
Menanamkan aqidah shahih (tauhid) dengan istiqamah pada agama Islam
yang dianut. Menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur.
Apabila sains dipisah dari aqidah syariah dan akhlak, niscaya yang akan lahir
saintis tak bermoral agama. Kesudahannya, ilmu banyak dengan iman yang tipis,
berujung dengan sedikit kepedulian di tengah bermasyarakat.
Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus didalam membentuk SDM,
maka di samping kurikulum ilmu terpadu dan holistik, sangat perlu dirancang
kualita pendidik (murabbi) yang sejak awal mendapatkan pembinaan terpadu.
Pendekatan integratif dengan mempertimbangkan seluruh aspek metodologis
berasas kokoh tamaddun yang holistik, dan bukan utopis.

MEMBENTUK SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS

Kita berkewajiban membentuk SDM menjadi sumber daya umat (SDU)


yang berciri kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul
ringan sejinjing, atau prinsip ta'awunitas.
Beberapa model dapat dikembangkan. Pemurnian wawasan fikir disertai
kekuatan zikir, penajaman visi, perubahan melalui ishlah atau perbaikan.
Mengembangkan keteladanan (uswah hasanah) dengan sabar, benar, dan
memupuk rasa kasih sayang melalui pengamalan warisan spiritual religi serta
menguatkan solidaritas beralaskan iman dan adat istiadat luhur.
“Nan kuriak kundi nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”. Intensif
menjauhi kehidupan materialistis, sebagai upaya menghadapi tantangan global.
“dahulu rabab nan batangkai kini langgundi nan babungo, dahulu adat nan bapakai kini
pitih nan paguno”.
Para pendidik (murabbi) adalah bagian dari suluah bendang dengan uswah
hidup mempunyai sahsiah11 (‫ )شخصصصية‬bermakna pribadi yang melukiskan sifat
individu mencakup gaya hidup, kepercayaan, kesadaran beragama dan harapan,
nilai, motivasi, pemikiran, perasaan, budi pekerti, persepsi, tabiat, sikap dan
watak akan mampu menghadirkan kesan positif masyarakat Nagari.

7 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

Faktor kepribadian tetap diperlukan dalam proses pematangan sikap


perilaku anak didik yang mencerminkan watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial
dan rohani seseorang.12
Ciri kepribadian syarak yang mesti ditanamkan merangkum sifat-sifat,
1. Sifat Ruhaniah dan Akidah, mencakup ;
a. keimanan yang kental kepada Allah yang Maha Sempurna,
b. keyakinan mendalam terhadap hari akhirat, dan
c. kepercayaan kepada seluruh asas keimanan (arkan al iman).
2. Sifat-Sifat Akhlak, tampak di dalam perilaku;
a. Benar, jujur, menepati janji dan amanah.
b. Ikhlas dalam perkataan dan perbuatan,
c. Tawadhu’, sabar, tabah dan cekatan,
d. Lapang dada – hilm --, pemaaf dan toleransi.
e. Bersikap ramah, pemurah, zuhud dan berani bertindak.
3. Sifat Mental, Kejiwaan dan Jasmani, meliputi,
3.1. Sikap Mental,
a. Cerdas, pintar, menguasai spesialisasi (takhassus),
b. Mencintai bidang akliah yang sehat, fasih, bijak.
c. Mengenali ciri, watak, kecenderungan masyarakat.
3.2. Sifat Kejiwaan,
a. emosi terkendali, optimis hidup, harap kepada Allah,
b. Percaya diri dan mempunyai kemauan yang kuat.
c. Lemah lembut, baik dalam pergaulan dengan masyarakat.
3.3. Sifat Fisik,
a. mencakup sehat tubuh,
b. berpembawaan menarik, bersih,
c. rapi (kemas) dan menyejukkan.
Senarai panjang menerangkan sikap pendidik berkelakuan baik, penyayang
dan penyabar, berdisiplin baik, adil menerapkan aturan.
8 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

Mampu melakukan strukturisasi ruhaniyah. Murabbi dapat mewujudkan


delapan tanggung jawab dalam hidup;
1) Tanggungjawab terhadap Allah, dengan keyakinan iman dan kukuh ibadah
istiqamah, beramal soleh dengan khusyuk dalam mencapai derajat taqwa
dan mengagungkan syiar Islam dengan perilaku beradat dan beradab.
2) Tanggungjawab terhadap Diri, mengupayakan keselamatan diri sendiri,
baik aspek fisik, emosional, mental maupun moral, bersih dan mampu
berkhidmat kepada Allah, masyarakat dan negara.
3) Tanggungjawab terhadap Ilmu, menguasai ilmu secara mendalam dan
menelusuri dimensi spiritualitas Islam dalam berbagai lapangan ilmu
pengetahuan untuk tujuan kemanusiaan dan kesejahteraan umat manusia.
4) Tanggungjawab terhadap Profesi, tidak bertingkah menghilangkan
kepercayaan orang ramai dan dapat memelihara maruah dengan amanah.
5) Tanggungjawab terhadap Nagari, mengutamakan keselamatan anak Nagari
dan memfungsikan lembaga-lembaga pendidikan (surau) dengan ikhlas.
6) Tangungjawab Terhadap Sejawat, menghindari mencemarkan sejawat dan
berusaha sepenuh hati mengedepankan kemajuan social karena Allah.
7) Tanggungjawab terhadap Masyarakat dan Negara, tidak mengabaikan
kepentingan masyarakat atau negara dan selalu menjaga syari’at Allah.
8) Tanggung jawab kepada Rumah Tangga dan Ibu Bapa, dengan
menghormati tanggungjawab utama ibu bapa dengan mewujudkan
hubungan mesra dan kerjasama yang erat di antara institusi pendidikan
dengan rumahtangga.

KESIMPULANNYA,

1. Ruh pendidikan madrasah afalah aqidah tauhid dan akhlaqul karimah.


Pemetaannya akan berhasil di lapangan pendidikan dengan kesepakatan
pelaksana-pelaksananya. Perlu digalang saling pengertian, koordinasi
sesame, mempertajam faktor-faktor pendukung, membuka pintu dialog
persaudaraan.

9 H. Mas’oed Abidin
Ruh Dakwah Pendidikan Madrasah

2. Ukuran madrasah berkualitas adalah kemampuan menampilkan nilai-


nilai Al-Qur'an dengan gerak amal nyata yang terus menerus, dibuktikan
dalam seluruh aktivitas kehidupan, dengan kemampuan bergaul,
mencintai, berkhidmat, mengajak (da'wah), merapatkan potensi barisan
dalam mengerjakan amal-amal Islami secara bersama-sama, sehingga
berbuah pengamalan agama yang mendunia.
3. Setiap generasi Muslim yang ditempa di Madrasah mampu mengamalkan
nilai-nilai Al Qur'an, dan wajib mengemban missi yang berat dan mulia,
yaitu merombak kekeliruan ke arah kebenaran. Inilah yang harus
selamanya dijaga menjadi ruh dari pembinaan madrasah.
4. Pembinaan Madrasah berkualitas dan mandiri berkehendak kepada gerak
yang kontinyu, utuh dan terprogram. Hasilnya tidak mungkin diraih
dengan kerja sambilan. Karena buah yang dipetik adalah sesuai dengan
bibit yang ditanam, sesuai natuur-wet (sunnatullah, = undang-undang
alami).
5. Madrasah adalah perangkat seutuhnya menuju kepada kemajuan. Di
tengah tantangan berjibun ini, kerjakan sekarang mana yang dapat,
mulailah dengan apa yang ada, karena yang ada itu sebenarnya sudah
amat cukup untuk memulai. Tumbuhkan kesadaran keumatan yang
kolektif. Setiap Muslim harus memulai melakukan perbaikan (ishlah) di
bidang Da'wah dan Pendidikan. Kerja ini tidak akan pernah berhenti, dan
akan berkembang terus sesuai dengan variasi zaman yang selalu berubah.
Tujuan harus tetap menuju redha Allah. Inilah ruhnya Madrasah.

Wabillahitaufiq wal hidayah,


Padang, 25 Jumadil Akhir 1429 H / 29 Juni 2008 M.

10 H. Mas’oed Abidin
1
Catatan Akhir :

Ahmad Khatib dilahirkan di Bukittinggi, pada tahun 1855, oleh ibu bernama Limbak Urai,
saudara dari Muhammad Shaleh Datuk Bagindo, Laras, Kepala Nagari Ampek Angkek berasal
dari Koto Tuo Balaigurah, Kecamatan Ampek Angkek Candung. Ayahnya adalah Abdullatief
Khatib Nagari, saudara dari Datuk Rangkayo Mangkuto, Laras, Kepala Nagari Kotogadang,
Kecamatan IV Koto, di seberang ngarai Bukittinggi. Ahmad Khatib anak terpandang, dari
keluarga berlatar belakang agama dan adat yang kuat, generasi pejuang Paderi, dari keluarga
Pakih Saghir dan Tuanku nan Tuo.
2
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942,Jakarta, LP3ES, 1980, hal.38
3
Pada masa mudanya dia dipanggil Muhammad Taher bin Syekh Muhamad, lahir di Ampek
Angkek tahun 1869, anak dari Syekh Cangking, cucu dari Faqih Saghir yang bergelar Syekh
Djalaluddin Ahmad Tuanku Sami’, pelopor kembali ke ajaran syariat bersama Tuanku Nan Tuo.
Mata rantai para ulama ini pada hakikatnya ikut menjadi pengawal ruh dakwah pendidikan di
madrasah-madrasah di Minangkabau, Sumatera Barat di zamannya. Mulai tahun 1900, Syekh
Taher Djalaluddin menetap di Malaya, dan diangkat menjadi Mufti Kerajaan Perak. Eratnya
hubungan Syekh Taher Djalaluddin dengan Al-Azhar di Kairo, maka dia menambahkan al-Azhari
di belakang namanya.
4
Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 , anak dari Muhammad Saleh
Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai. Ibunya berasal dari Betawi. Syekh Djamil Djambek
meninggal tahun 1947 di Bukittinggi.
5
Haji Rasul lahir di Sungai Batang, Maninjau, tahun 1879, anak seorang ulama Syekh
Muhammad Amarullah gelar Tuanku Kisai. Pada 1894, pergi ke Mekah, belajar selama 7 tahun.
Sekembali dari Mekah, diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo. Kemudian kembali bermukim di
Mekah sampai tahun 1906, memberi pelajaran di Mekah, di antara murid-muridnya termasuk
Ibrahim Musa dari Parabek, yang menjadi seorang pendukung terpenting dari pembaruan
pemikiran Islam di Minangkabau. Haji Rasul meninggal di jakarta 2 Juni 1945
6
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878, anak dari Haji Ahmad, seorang
ulama dan pedagang. Ibunya berasal dari Bengkulu, masih trah dari pengikut pejuang Sentot Ali
Basyah. Untuk mengetahui biografi menarik lebih lanjut tentang tokoh-tokoh ini, lihat Tamar
Djaja, Pustaka Indonesia: Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air. Bulan Bintang Jakarta,
1966.
7
Syekh Ibrahim Musa dilahirkan di Parabek, Bukittinggi pada tahun 1882. Setelah
belajar pada beberapa perguruan, pada umur 18 tahun ia berangkat ke Mekah dan belajar di
negeri itu selama 8 tahun. Ia kembali ke Minangkabau pada tahun 1909 dan mulai mengajar
pada tahun 1912. kemudian ia berangkat lagi ke Mekah pada tahun berikutnya dan kembali
pada tahun 1915. Saat itu ia telah mendapat gelar Syekh Ibrahim Musa atau Inyiak Parabek
sebagai pengakuan tentang agama. Syekh Ibrahim Musa tetap diterima oleh golongan tradisi,
walaupun ia membantu gerakan pembaruan. Ia menjadi anggota dua organisasi Kaum Muda
dan kaum Tua, yaitu Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dan Ittihadul Ulama.
8
Zainuddin Labai al-Yunusi lahir di Bukit Surungan Padang Panjang pada tahun 1890.
Ayahnya bernama Syekh Muhammad Yunus. Zainuddin Labai adalah seorang auto-didact, yang
mempelajari ilmu dan agama dengan tenaga sendiri. Pengetahuannya banyak diperolehnya
dengan membaca dan kemampuan dalam bahasa-bahasa Inggris, Belanda dan Arab yang
dikuasainya. Koleksi bukunya meliputi buku-buku bermacam bidang seperti aljabar, ilmu bumi,
kimia dan agama. Enam tahun membantu Syekh Haji Abbas, seorang ulama di Padang Japang,
Payakumbuh dalam bidang kegiatan praktis. Dalam tahun 1913, Zainuddin memilih Padang
Panjang sebagai tempat tinggalnya. Ia memulai mengajar di Surau Jembatan Besi, bersama
Rasul dan Haji Abdullah Ahmad. Zainuddin Labai termasuk seorang yang mula-mula
mempergunakan sistem kelas dengan kurikulum teratur yang mencakup pengetahun umum
seperti bahasa, matematika, sejarah, ilmu bumi di samping pelajaran agama. Ia pun
mengorganisir sebuah klub musik untuk murid-muridnya, yang pada saat itu kurang diminati
oleh kalangan kaum agama. Ia seorang yang produktif dalam menulis buku teks tentang fikh
dan tatabahasa Arab untuk sekolahnya. Ia memimpin majalah Al-Munir di Padang Panjang.
Zainuddin Labai adalah seorang termuda di antara tokoh pembaru pemikiran Islam di
Minangkabau. Ia termasuk seorang anggota pengurus Thawalib dan mendirikan pula
perkumpulan Diniyah pada tahun 1922 dengan tujuan bersama-sama membina kemajuan
sekolah itu.
9
Semuanya didorong oleh pengamalan Firman Allah,

َ‫ن ِل َينْ ِفرُوا كَافّ ًة فَلَول َن َفرَ ِمنْ ُك ّل فِ ْرقَةٍ ِم ْنهُمْ طَا ِئفَ ٌة ِل َيتَ َف ّقهُوا فِي الدّينِ َولِ ُي ْن ِذرُوا َقوْ َمهُمْ ِإذَا رَجَعُوا ِإَل ْيهِمْ لَ َعّلهُمْ َيحْ َذرُون‬
َ ‫َومَا كَانَ ا ْل ُمؤْ ِمنُو‬

Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya."QS.IX, at Taubah, ayat 122.
10
QS.3:139 menyiratkan optimisme besar untuk penguasaan masa depan. Masa depan – al
akhirah – ditentukan oleh aktifitas amaliyah (QS.6:135) bandingkan dengan QS.11:93 dan
QS.11:121, bahwa kemuliaan (darjah) sesuai dengan sumbangan hasil usaha.
11
Syakhshiyah didifinisikan sebagai organisasi dinamik sesuatu sistem psyikofisikal di dalam diri
seorang yang menentukan tingkah laku dan fikirannya yang khusus. Sistem psyikofisikal
merangkum segala unsur-unsur psikologi seperti tabiat, sikap, nilai, kepercayaan dan emosi,
bersama dengan unsur-unsur fisikal seperti bentuk tubuh, saraf, kelenjar, wajah dan gerak gerik
seseorang (G.W Allport, dalam ”Pattern and Growth in Personality”, lihat juga, Mok Soon Sang,
1994:1).
12
Syakhshiyah mempunyai tiga ciri keunikan dengan arti kebolehan atau kemampuan untuk
berubah dan di ubah; sebagai hasil pembelajaran atau pengalaman dan organisasi. Maka
syakhshiyah bukan sekadar himpunan tingkahlaku, tetapi melibatkan corak tindakan dan
operasi yang bersifat konsisten.

You might also like