Professional Documents
Culture Documents
PETUNJUK UMUM
( Khusus untuk Tenaga Pendidik )
3. Isi Pelajaran :
a. Pendahuluan.
b. Hukum Humaniter dan perkembangannya
c. Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil untuk perang.
d. Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil selain perang
e. Pertanggung jawaban Komando.
f. Penutup.
g. Evaluasi
4. Tujuan Pelajaran :
a. Tujuan Kurikuler : Agar Perwira Siswa mengetahui tentang Hukum
Humaniter
b. Tujuan Instruksional.
1) Pendahuluan ( 15 menit )
RAHASIA
2
7) Evaluasi (1 JP).
5. Metoda :
6. Alins/Alongins :
a. OHP dan Transparansis.
b. Papan Tulis / Penghapus
c. Spidol.
d. LCD Proyektor
1 2 3
b. Melaksanakan pengecekan/ b. Menjawab pertanyaan dari Gadik
Evaluasi terhadap pelajaran yang dengan menjelaskan secara tidak
diberikan dengan melemparkan mendalam dan mengajukan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan kepada Gadik
pertanyaan dari/ke Pasis.
3. Penerapan Hukum Humaniter dalam
Ops Mil untuk perang
a. Menjelaskan secara rinci tentang a. Memperhatikan, mendengarkan
Hukum Perang lawan Kepentingan dan mencatat hal-hal yang penting
Militer, Prinsip-prinsip taktis
mengutamakan hal-hal yang pokok,
Penerapan Hukum Humaniter dalam
Operasi Militer Untuk Perang dan
Sosialisai Hukum Humaniter kepada
Prajurit TNI.
1 2 3
6. Penutup
7. Evaluasi
10. Lain-lain.
a. Naskah Sekolah sementara ini disusun untuk kepentingan Lembaga
pendidikan Kecabangan TNI AD.
b. Untuk kepentingan Pasis dapat direproduksi Lembaga Pendidikan
tanpa Petunjuk Umum dan Evaluasi tiap Bab serta Evaluasi Akhir Pelajaran.
RAHASIA
RAHASIA
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1. Umum............................................................................... 1
2. Maksud dan Tujuan.......................................................... 1
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut........................................... 1
RAHASIA
RAHASIA
ii
37. Penutup............................................................................. 52
RAHASIA
RAHASIA
TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT Lampiran III Keputusan Dankodiklat TNI AD
KODIKLAT Nomor : Kep / 106 / III / 2010
Tanggal : 10 Maret 2010
HUKUM HUMANITER
BAB I
PENDAHULUAN
a. Pendahuluan.
g. Penutup.
RAHASIA
2
BAB II
HUKUM HUMANITER DAN PERKEMBANGANNYA
4. Umum.
a. Dalam hampir semua peradaban, baik yang terjadi pada masa kuno
maupun pada abad pertengahan, aturan-aturan yang, membatasi hak dari
pihak yang berperang untuk mengakibatkan kehancuran pada lawannya
selalu ada. Aturan untuk melindungi orang-orang dalam kategori tertentu
dapat ditelusuri kembali pada bangsa Persia, Yunani dan Romawi, juga
negara-negara India, Islam, Cina Kuno, Afrika dan negara-negara kristen.
Kategori-kategori orang-orang yang dilindungi termasuk perlindungan
terhadap perempuan, anak-anak dan orang tua, kombatan yang tidak
bersenjata dan para tawanan perang. Serangan-serangan terhadap obyek-
obyek tertentu seperti tempat ibadah serta cara-cara berperang yang licik,
seperti penggunaan racun, adalah dilarang. Akan tetapi hukum perang yang
didasarkan pada konvensi, baru berkembang pada abad ke-19 ketika
peperangan yang terjadi melibatkan pasukan-pasukan nasional dalam jumlah
besar, yang menggunakan senjata baru dan lebih destruktif sehingga
menimbulkan korban luka yang sangat luar biasa di medan pertempuran.
Hal tersebut semata-mata bukan suatu kebetulan bila mengingat
bahwa perkembangan tersebut terjadi pada saat negara-negara barat telah
memberlakukan prinsip-prinsip umum tentang penghormatan terhadap
manusia. Satu aturan tegas yang mengatur perkembangan seperti ini terdapat
dalam Konvensi Jenewa 1864 tentang perbaikan kondisi anggota angkatan
perang yang luka di darat. Konvensi ini mengungkapkan dengan jelas ide
tentang prinsip kemanusiaan yang diterapkan secara umum karena konvensi
ini mewajibkan para Pihak Peserta Agung untuk memperlakukan mereka yang
luka dan sakit secara sama, baik itu anggota angkatan bersenjatanya sendiri
maupun dari pihak musuh. Peristiwa lainnya yang sangat penting adalah
rancangan Lieber Code (1863), yang memuat tentang hukum dan kebiasaan
berperang yang juga menuntut adanya ruang-ruang untuk kemanusiaan yang
tadinya tidak begitu jelas. Secara umum Lieber Code bahkan lebih penting
bagi perkembangan Hukum Humaniter Internasional jika dibandingkan
dengan konvensi Jenewa tahun 1864.
3
g. Ketentuan-ketentuan Baru.
1) Protokol I juga mengatur tentang Combatan dan tawanan
Perang. Pengertian combatan adalah setiap orang yang mepunyai
hak untuk turut serta secara langsung dalam perang, yaitu anggota-
anggota Angkatan Perang pihak yang Bersengketa (kecuali tenaga-
tenaga Kesehatan dan Rohaniawan). Setiap combatan, yang jatuh
ketangan lawan harus diberlakukan sebagai tawanan perang.
Combatan wajib membedakan diri penduduk sipil ketika sedang terlibat
dalam suatu serangan atau dalam Operasi Militer sebagai persiapan
serangan.
2) Orang-orang yang ikut serta dalam perang yang kemudian,
jatuh ketangan musuh dianggap sebagai tawanan perang dan dengan
demikian harus diperlakukan sesuai dengan Konvensi III.
3) Terhadap mata-mata tidak mendapat perlakuan sebagai
Tawanan Perang. Tetapi apabila seorang anggota angkatan Perang
(disingkat AP) dari suatu pihak, yang atas nama pihak itu berada di
wilayah yang dikuasai pihak lawan, mengumpulkan atau berusaha
mengumpulkan keterangan-keterangan, tidak boleh dianggap sebagai
sedang melakukan kegiatan mata-mata, apabila ia mengenakan
pakaian seragamnya ketika sedang melakukan kegiatannya itu (pasal
46).
4) Ketentuan tentang Tentara Bayaran (pasal 47). Yang dimaksud
dengan Tentara Bayaran (Marcenaries) adalah mereka yang bukan
anggota Angkatan Perang pihak-pihak yang Bersengketa, yang ikut
serta dalam peperangan dengan dorongan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi (gaji yang lebih besar dari pada Tentara Biasa).
5) Ketentuan tentang Civil Defence (pasal 61 s/d 67). Merupakan
ketentuan baru yang belum pernah diatur sebelumnya. Dengan Civil
Defence (Pertahanan Sipil) dimaksudkan agar penduduk Sipil secara
aktif berperan melakukan usaha-usaha perlindungan terhadap dirinya
sendiri dalam menghadapi bahaya dan akibat langsung dari
peperangan.
11
a) Musium.
b) Perpustakaan.
c) Tempat menyimpan arsip.
d) Tempat untuk melindungi barang-barang Budaya
bergerak.
3) Pusat-pusat yang berisikan sejumlah besar barang Budaya
seperti yang dimaksudkan dalam (a 1 dan 2) diatas.
Perlindungan terhadap barang-barang tersebut dapat berupa
pemberian keamanan dan penghormatan terhadap barang-barang
tersebut.
b. Tujuan. Mencegah pengrusakan terhadap benda-benda ber-budaya.
Karena benda-benda Budaya milik rakyat (Bangsa) manapun berarti
pengrusakan terhadap Warisan Kebudayaan selu-ruh Umat Manusia, karena
tiap rakyat/bangsa (people) mem-berikan subangan terhadap kebudayaan
dunia.
c. Cara-cara Perlindungan. Para Pihak dalam Konvensi ini harus
berusaha untuk mempersiapkan dalam masa damai pengamanan barang-
barang Budaya yang berada di Wilayahnya terhadap akibat-akibat yang
mungkin diperkirakan dapat timbul bila ada Sengketa Bersenjata. Barang-
barang Budaya harus ditandai dengan lambang-lambang yang jelas sehingga
dapat dikenali dari jauh, berupa sebuah papan berbentuk perisai yang dibagi
secara Diagonal dalam Warna Merah Putih dan Biru.
d. Penyebarluasan. Konvensi ini mengharuskan para pihak dalam
Konvensi untuk pada waktu damai dan dalam masa Sengketa Bersenjata
agar menyebar luaskan Teks konvensi serta peraturan-peraturan
pelaksanaanya, Masalah Pelaksanaan dan Prosedurnya diatur dalam
peraturan-peraturan pelaksanaan konvensi beserta Protokolnya.
14. Ius In Bello. Ius In Bello pengaturan mengenai alat dan metoda yang legal
dan illegal untuk digunakan pada saat perang.
a. Metoda Perang / Cara Berperang. Walaupun perang merupakan
pilihan yang paling jelek, bukan berarti menghalalkan semua cara untuk
mencapai keuntungan militer, dalam pasal ini akan dibahas tentang metoda
atau cara berperang:
1) Stratagems dan Gerak Tipu. Metoda ini membolehkan pihak –
pihak yang telibat sengketa bersenjata melakukan gerak tipu dalam
peperangan dan penerapan langkah – langkah yang diperlukan dalam
rangka mendapatkan informasi tentang musuh dan negara musuh.
Gerak tipu digunakan untuk memperoleh keuntungan dengan
memperdaya pihak musuh.
Gerak tipu diperbolehkan bila tidak terdapat unsur – unsur perbuatan
Kianat atau Licik. Gerak tipu yang sah adalah :
a) Pendadakan.
b) Penyergapan.
c) Kamuflase/ Menyamarkan.
d) Perangkap.
e) Operasi Pura – pura.
f) Pemutar balikan Informasi.
2) Perfidy ( Perbuatan Licik ). Perbuatan licik dilarang. Perbuatan
licik yaitu memberikan keyakinan pada musuh dengan maksud
mengkianati keyakinan tersebut, sehingga pihak musuh meyakini akan
adanya hak ataukewajiban untuk memberikan perlindungan menurut
hukum perang, Perbuatan Licik tersebut antara lain :
23
17. Evaluasi.
BAB III
PENERAPAN HUKUM HUMANITER
DALAM OPERASI MILITER UNTUK PERANG.
18. Umum.
a. Hukum perang mencerminkan suatu usaha dari negara-negara untuk
membentuk standar-standar tindakan minimum tertentu dari pihak-pihak yang
terlibat sengketa bersenjata untuk bertindak, yang akan mengurangi
penderitaan para korban akibat suatu pertempuran. Standar-standar
tindakan demikian telah diatur dalam perjanjian-perjanjian internasional, dan
telah diterima oleh seluruh negara sebagai masyarakat internasional.
b. Negara-negara pihak pada perjanjian-perjanjian terikat untuk
menghormati dan menjamin penghormatan terhadap peraturan-peraturan
tersebut dalam segala keadaan (ref. G.I. Pasal 1). Dalam rangka untuk
mematuhi kewajiban-kewajiban tersebut, pertama-tama sekali suatu negara
harus menyebarkan isi-isi dari peraturan-peraturan hukum sehingga
peraturan-peraturan tersebut dikenal dalam masyarakat pada khususnya, dan
terutama dalam angkatan bersenjata (ref. G.I. Pasal 47). Selanjutnya negara
tersebut harus mengundangkan setiap peraturan perundang-undangan yang
diperlukan, yang memberikan sanksi-sanksi pidana efektif terhadap orang
yang melakukan, atau ikut serta melakukan pelanggaran-pelanggaran berat
terhadap hukum perang (ref. G. I. Pasal 49).
c. Agar efektif, penyebarluasan Hukum Humaniter Internasional harus
dilakukan pada waktu damai. Penyebarluasan Hukum Humaniter yang
dilakukan pada saat konflik telah terjadi, merupakan hal yang sangat
terlambat, karena para penguasa lebih memberikan prioritas yang besar dari
pada keberpihakan terhadap tindakan-tindakan kemanusiaan.
a) Tugas Pokok.
b) Waktu.
c) Lingkungan (medan).
d) Musuh.
e) Peralatan yang dimiliki.
5) Hal-hal penting yang harus diingat adalah :
a) Orang-orang serta obyek-obyek yang :
(1) Memberikan kontribusi secara langsung pada
peperangan.
(2) Melakukan tindakan perusakan, netralisasi atau
penangkapan yang memberikan suatu keuntungan militer
adalah merupakan sasaran-sasaran militer dan dapat
diserang.
b) Orang-orang dan obyek-obyek yang tidak memberikan
kontribusi pada peperangan.
c) Orang-orang dan obyek-obyek yang diberi tanda
perlindungan dan tidak ikut serta secara aktif dalam
permusuhan; harus dihindarkan untuk diserang.
d) Pada saat memberikan perintah-perintah pada anak
buahnya, para komandan satuan bertanggung jawab atas
implementasi dan penghormatan terhadap hukum perang.
Meskipun pengetahuan para komandan harus cukup baik
sebagai suatu perangkat kerja, pengetahuan mereka juga harus
lebih luas dan teoritis dibandingkan dengan prajurit.
e) Jika Para komandan tidak memahami ketentuan ini
secara penuh sebaiknya didampingi Perwira Hukum.
23. Evaluasi.
a. Bagaimana pertimbangan komandan militer dalam menerapkan taktik
militer agar tidak melanggar Hukum Humaniter ?
b. Bagaimana metoda yang paling tepat agar prajurit TNI memahami
Hukum Humaniter ?
c. Bagaimana penekanan komandan lapangan kepada anggotanya
terhadap Hukum Humaniter ?
42
BAB IV
PENERAPAN HUKUM HUMANITER DALAM OPS MIL SELAIN PERANG
24. Umum. Tugas – tugas lain dari TNI adalah melaksanakan operasi militer
selain perang antara lain : Kemanusiaan, Bantuan kepada Polri dan sebagai
Pasukan penjaga perdamaian dunia dibawah PBB. Dari ketiga tugas tersebut diatas
ketentuan internasional (Hukum Humaniter) yang menyertai dalam pelaksanaan
tugas tersebut adalah Bantuan Kepada Polri dan Sebagai Pasuan penjaga
perdamaian dunia dibawah PBB.
b. Karena jenis bantuan ini sama artinya dengan pelibatan unsur TNI
dalam sengketa bersenjata internasional yang membedakan adalah tempat
berlangsungnya konflik bersenjata, yaitu dalam negara itu sendiri yang
melibatkan Pemerintah dengan sekelompok orang bersenjata.
26. Mekanisme Bantuan. Pelibatan unsur TNI dalam operasi keamanan yang
diselenggarakan Polri diatur dalam perundangan tersendiri namun Hukum Humaniter
tetap harus dipenuhi oleh unsur TNI dalam melaksanakan tugas bantuan ini, oleh
karenanya setiap prajurit TNI yang dilibatkan dalam operasi bantuan ini tetap
mematuhi ketentuan – ketentuan dalam Hukum Humaniter. Sesuai dengan Hukum
Humaniter Suatu sengketa bersenjata yang terjadi di dalam batas-batas suatu
negara secara otomatis diatur dalam:
a. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949. Bahwa orang-orang yang tidak
terlibat dalam pertempuran karena mereka tidak ikut serta dalam
pertempuran, atau karena mereka terluka atau telah menyerah, atau telah
ditahan, harus diperlakukan secara manusiawi serta tanpa perlakuan
diskriminatif. Hal ini berarti bahwa mereka :
(1) Bukan merupakan sasaran setiap bentuk kekerasan, terutama
pembunuhan, pengudungan (mutilasi) dan penyiksaan.
(2) Tidak boleh dijadikan sandera.
(3) Tidak boleh dihina.
43
28. Evaluasi.
a. Tugas Bantuan yang diberikan oleh TNI kepada Polri, kodal ada pada
pihak Polri, tetapi mengapa prajurit TNI tetap harus mematuhi Hukum
Humaniter dalam melaksanakan tugas bantuan tersebut ?
b. Sengketa Bersenjata yang terjadi dalam suatu negara diatur dalam
pasal 3 Konvensi Jenewa 1949, Bagaimana bunyi pasal ini ?
c. Bagaimana pendapat saudara jika teman saudara tewas dalam suatu
perkampungan tertentu, kemudian sebagai solidaritas corps warga
diperkampungan tersebut dibantai oleh rekan- rekanyang lain !
BAB V
PERTANGGUNG JAWABAN KOMANDO
29. Umum. Komandan pasukan yang diikut sertakan dalam suatu operasi
militer mempunyai tanggung jawab umum untuk menjamin dipatuhinya hukum
Humaniter, Hal ini merupakan suatu persoalan tentang tata tertib dan disiplin.
Setiap komandan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa anak buahnya
mengetahui tentang kewajiban-kewajiban menurut hukum sengketa bersenjata dan
melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk mencegah terjadinya pelanggaran
hukum perang. Dalam hal terjadi pelanggaran, komandan harus menghentikan
pelanggaran dan menjatuhkan tindakan disipliner atau pidana kepada para
pelanggar.
Oleh karena sebuah tugas pokok harus bersifat 'layak' atau dapat
dilaksanakan serta sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh hukum,
maka pelaksanaan suatu tugas pokok oleh anak buah merupakan hal yang
berkenaan dengan tata tertib dan disiplin. Komandan yang telah menerima
sebuah tugas pokok pasti akan mempertimbangkan sejumlah unsur
(elemen) pada saat terlibat dalam sebuah proses pengambilan
keputusan :
1) Komandan tersebut memerlukan informasi mengenai segala
sesuatu yang mungkin dapat membantunya dalam melaksanakan
tugas pokoknya dengan sempurna.
2) Komandan tersebut harus mempertimbangkan tindakan-
tindakan ke-hati-hatian yang dipersyaratkan oleh hukum ini.
3) Komandan ybs harus menganalisa situasi taktis tertentu yang
berlaku.
4) Pengumpulan data intelijen harus dapat memberikan informasi
kepada Komandan untuk menentukan serta mengidentifikasi musuh
dan sasaran militer yang akan diserang. Melalui intelijen, seorang
Komandan harus dapat:
a) Membuat evaluasi yang benar dan akurat mengenai
lingkungan dimana sebuah operasi akan dilaksanakan (area
bangunan atau tanpa bangunan, infantri/mekanisasi, poros-
poros utama serta rute-rute, dan lain-lain).
b) Menentukan posisi dari obyek-obyek beserta instalasi-
instalasi yang dilindungi; demikian juga dengan setiap
pemusatan orang-orang sipil. Pengumpulan informasi harus
dilakukan dengan menggunakan pakaian seragam atau tanpa
menyembunyikan status kombatan.
b. Tindakan-tindakan pencegahan. Tindakan-tindakan pencegahan yang
dilakukan dalam merencanakan suatu operasi militer bertujuan urituk
menghindari hal yang tidak terelakkan, atau untuk meminimalkan korban
korban dan kerugian bagi penduduk sipil. Tindakan-tindakan pencegahan
harus dilakukan dengan memperhatikan operasi-operasi militer yang sedang
berlangsung, gerakari-gerakan serta lokasi-lokasi dari angkatan bersenjata.
49
33. Tugas-tugas pokok bagi anak buah. Anak buah hanya akan diberi tugas-
tugas pokok yang layak sesuai dengan hukum perang.
a. Tugas-tugas pokok yang dibebankan kepada anak buah harus memuat
rincian tindakan tertentu untuk menjamin penghormatan terhadap hukum
perang seperti penyesatan.
50
35. Evaluasi.
a. Bagaiman tanggung jawab komandan terhadap penerapan hukum
Humaniter di daerah operasi ?
b. Instruksi apa saja yang perlu dikeluarkan oleh komandan lapangan
kepada anggotanya berkenaan dengan Hukum Humaniter ?
c. Bagaimana menentukan cara bertindak seorang komandan militer agar
terhindar dari pelanggaran Hukum Humaniter ?
d. Pengendalian berpengaruh terhadap penegakan disiplin dan tata-tertib
dalam penegakan Hukum Humaniter, Jelaskan pengendalian yang mungkin
dilakukan seorang komandan!
BAB VI
EVALUASI AKHIR PELAJARAN
( Bukan Naskah Ujian )
BAB VII
PENUTUP
RAHASIA