You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tiap bangsa memiliki bahasanya sendiri – sendiri untuk saling


berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Karena bahasa merupakan faktor
penting bagi manusia untuk saling berkomunikasi dengan sesama. Tanpa bahasa,
manusia sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain seperti halnya manusia
sulit berkomunikasi dengan makhluk selain manusia. Dengan adanya bahasa,
manusia dapat saling mengerti apa yang diucapkan dan diinginkan oleh manusia
yang lain. Dengan demikian maka manusia menjadi semakin maju dan
berkembang.
Setiap bahasa memiliki kaidah masing – masing dalam penggunaan
bahasanya. Sehingga tidak ada bahasa yang lebih baik dari bahasa yang lain. Hal
yang lebih penting adalah bagaimana bahasa tersebut digunakan oleh
masyarakatnya. Karena ada ungkapan yang mengatakan bahwa bahasa
menunjukkan pribadi dari suatu bangsa. Dengan penggunaan bahasa yang baik,
benar serta santun maka bangsa tersebut juga dianggap sebagai bangsa yang
santun.
Dalam berbahasa dan bertutur kata haruslah memiliki kesantunan agar
terkesan menghormati lawan bertutur kata. Dengan bertutur kata yang santun
maka dapat dilihat bahwa diri kita memiliki pribadi yang santun pula. Dapat
dilihat bahwa seseorang yang terbiasa menggunakan bahasa yang santun maka
perilaku sehari – hari yang ditunjukkan oleh orang tersebut juga santun.
Sebaliknya jika seseorang terbiasa menggunakan bahasa yang tidak santun maka
orang tersebut akan dianggap sebagai orang yang kasar.
Terdapat beberapa teori yang memiliki pendapat mengenai kesantunan
berbahasa. Antara lain teori yang dikemukakan oleh Leech, Spencer, Yueguo
Gu, Sachiko, Grice dan masih banyak lagi. Indonesia juga memiliki tokoh yang
mempunyai pendapat mengenai kesantunan, yaitu Pranowo. Teori – teori

1
tersebut berisi mengenai prinsip – prinsip kesantunan dalam menggunakan
bahasa.
Sejak dahulu bangsa Indonesia telah dikenal sebagai bangsa yang ramah
dan santun. Salah satu alasannnya adalah karena masyarakat menggunakan
bahasa yang santun dalam berkomunikasi antara satu orang dengan yang
lainnya. Kesantunan yang ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia dalam
berbahasa memberikan kesan yang baik kepada warga asing yang mengunjungi
Indonesia. Sehingga warga asing merasa nyaman dan dihormati jika berada di
Indonesia.
Meskipun demikian, penggunaan bahasa Indonesia yang santun saat ini
bisa dikatakan mulai mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain pengaruh dari gaya hidup yang saat ini cenderung
egois. Tidak seperti gaya hidup orang zaman dahulu yang mementingkan gotong
royong dan tata krama. Banyak juga orang yang terlihat santun hanya agar
dipandang sebagai orang yang baik – baik dan terpelajar. Dan banyak lagi fakta
yang bisa dilihat dari penggunaan bahasa Indonesia saat ini. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dikaji mengenai kesantunan penggunaan bahasa
Indonesia saat ini berdasarkan pada 4 teori kesantunan yaitu teori Lakoff, GU,
Grice dan Pranowo.

B. Rumusan Masalah
Topik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang kajian
mengenai penggunaan bahasa oleh masyarakat Indonesia saat ini berdasarkan
teori – teori kesantunan yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti
Lakoff, Yuego Gu, Grice dan Pranowo.

C. Tujuan :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia semester ganjil 2010/2011
2. Mahasiswa dapat mengkaji penggunaan Bahasa Indonesia yang ada saat ini
3. Mahasiswa dapat membandingkan dan mengkaji penggunaan bahasa
Indonesia dengan beberapa teori kesantunan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Grice (1975)


Grice mengungkapkan bahwa untuk berbahasa yang santun dengan
sesame maka perlu memperhatikan prinsip - prinsip kerjasama. Prinsip – prinsip
kerjasama yang dikemukakan oleh Grice terdiri dari 4 maksim yaitu
(Sukmawan,2009:2) :
1. Prinsip kualitas :
Jika seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain, informasi
yang diberikan harus di dukung dengan data. Dengan dukungan data yang
ada maka informasi tersebut akan lebih sah dan memang benar adanya.
Sehingga lawan bicara tidak merasa tertipu. Prinsip ini sulit diterapkan dan
dilanggar karena memiliki kesan sedikit kaku. Dan mungkin akan
membatasi komunikasi antara satu orang dengan yang lainnya.
2. Prinsip kuantitas :
Prinsip ini menuntut agar seseorang memberi sesuatu sesuai yang
diminta oleh lawan bicara. Misalnya jika lawan bicara menginginkan diberi
1 Kg gula maka gula yang diberikan juga harus 1 Kg dan tidak dikurangi.
Saat ini banyak pedagang yang melanggar prinsip kuantitas dan menjual
barang yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan pelanggan. Hal ini
dimaksudkan agar pedagang tersebut memperoleh lebih banyak
keuntungan.
Saat ini cukup sulit untuk bisa menerapkan prinsip ini. Karena gaya
hidup saat ini yang cukup sulit sehingga banyak orang yang bertutur kata
dan member informasi yag terkadang kurang dan bahkan dilebih - lebihkan.
Hal ini hanya dimaksudkan agar orang tersebut dipandang sebagai orang
yang pintar dan untuk memperoleh keinginan pribadi.
3. Prinsip relevansi :

3
Prinsip ini bermakna ketika berkomunikasi dengan orang lain maka
harus relevan dan berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh lawan bicara.
Apabila dipikir dengan logika, hal ini memang benar adanya. Karena
percakapan yang tidak relevan dan tidak nyambung tidak akan
menghasilkan apa – apa. Dan malah akan menimbulkan perasaan tidak
nyaman pada lawan bicara.
Contoh kasus yang kadang terjadi adalah apabila ada dua orang yang
sedang berbicara dan ada orang lain yang hanya mendengarkan sebagian
dan tiba – tiba menanggapi hal tersebut dan tanggapannya ternyata tidak
relevan dengan yang dibicarakan. Kasus yang lain terjadi karena pembicara
kurang jelas dalam menyampaikan apa yang ingin dibicarakan. Sehingga
terkadang lawan bicara menanggapi dengan berbeda.
4. Prinsip cara :
Prinsip ini berarti ketika berbicara atau berkomunikasi dengan orang
lain haruslah memperhatikan cara penyampaian. Tidak semua orang dapat
menerima cara berbicara yang sama. Orang yang sensitif tidak bisa diajak
bicara dengan kasar. Tutur kata yang digunakan juga harus dipilih agar
orang tersebut tidak merasa tersinggung. Cara penyampaian informasi
kepada orang yang lebih tua dan kepada orang yang sebaya atau yang lebih
muda juga harus berbeda. Kepada orang yang lebih tua, cara bicara yang
digunakan haruslah penuh dengan rasa hormat dan halus. Meskipun saat ini
banyak anak, remaja dan kaum muda yang kurang memperhatikan cara
bertutur dengan orang yang lebih tua.
Contoh kasusnya adalah mahasiswa yang ingin bertemu dengan dosen
pembimbingnya. Seringkali mereka kurang sopan dalam menyampaikan
keinginannya tersebut karena mereka menyamakan berkomunikasi dengan
dosen dan berkomunikasi dengan teman. Hal ini menyebabkan banyak
dosen yang merasa tersinggung dan mungkin tidak menanggapi mahasiswa
tersebut. Kasus seperti ini dapat terjadi antara lain karena dengan orang
tuanya sendiri mahasiswa tersebut kurang benar cara berbicara dan
menganggap seperti berbicara dengan teman.

4
Selain keempat prinsip diatas, Grice juga memberikan beberapa
pedoman untuk memperlakukan mitra tutur yaitu sebagai berikut (Sukmawan,
2009 : 3) :
5. Jangan memperlakukan mitra tutur sebagai orang yang tunduk kepada
penutur
6. Jangan mengatakan hal – hal yang kurang baik mengenai diri mitra tutur
atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur
7. Jangan mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur sehingga
mitra tutur merasa jatuh harga dirinya
8. Jangan memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan
diri sendiri
9. Maksimalkan ungkapan simpati kepada mitra tutur
10. Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur dan maksimalkan rasa
senang
11. Prinsip – prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice sering kali
dilanggar dan diabaikan. Hal ini dikarenakan kondisi yang memungkinkan
untuk memenuhi keempat prinsip tersebut tidak selalu ada. Bahkan saat ini
semakin sulit untuk ditemui. Penyebabnya karena ada keadaan tertentu yang
secara sengaja dilakukan oleh penutur untuk tidak memenuhi prinsip
tersebut.

B. Teori Lakoff (1990)


Lakoff yang dianggap sebagai ibu teori kesantunan, menghubungkan
teorinya dengan teori kerjasama dari Grice. Selain keempat teori yang telah
disebutkan diatas, Lakoff juga menambahkan beberapa prinsip yang diukur
dengan parameter sosial. Lakoff berpendapat bahwa (Rustono, 2000 : 51) ada
tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan dianggap santun. Ketiga kaidah
tersebut adalah formalitas, ketidaktegasan dan persamaan atau kesekawanan.
Formalitas berarti jangan memaksa atau jangan angkuh. Jadi tuturan yang
memaksa dan angkuh dianggap tidak santun. Kaidah ketaktegasan memiliki
maksud hendaknya penutur bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tutur dapat

5
menentukan pilihan. Kaidah yang ketiga yaitu persamaan atau kesekawanan
berarti membuat mitra tutur merasa senang.
Kaidah – kaidah tersebut selalu dijumpai dalam setiap komunikasi. Akan
tetapi dalam masing – masing budaya lebih menekankan pada salah satu kaidah
(Al-Maghribi, 2010). Kebudayaan Asia lebih menenkankan pada rasa hormat
yang merupakan representasi dari kaidah pertama. Kebudayaan Eropa
menekankan pada penjagaan jarak yaitu kaidah ketaktegasan. Kebudayaan
Amerika menekankan pada persahabatan yang menggambarkan kaidah yang
ketiga.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan Asia lebih
menekankan pada kaidah pertama yaitu rasa hormat. Orang tua dan lingkungan
telah mengajari untuk memperlakukan orang yang lebih tua dengan hormat,
menghargai sesame dan menyayangi yang lebih muda sejak dini. Hal ini sangat
terasa di kota – kota pinggiran dan pedesaan. Walaupun di kota – kota besar hal
ini mulai ditinggalkan karena adanya pengaruh dari budaya Barat.
Dapat dilihat perbedaan cara bertutur dan isi tutur kata dari orang dari
generasi sebelumnya dan generasi saat ini. Dahulu, anak – anak mendapatkan
pelajaran tata krama untuk berinteraksi dengan orang lain. Yang salah satu
isinya adalah bertutur kata yang baik dan tepat sasaran serta santun terhadap
orang lain. Akan tetapi saat ini siswa tidak lagi mendapatkan pelajaran tersebut.
Pelajaran – pelajaran itu disisipkan diantara pelajaran agama, kewarganegaraan
dan bahasa Indonesia sendiri.

C. Teori Gu (1990)
Prinsip kesopanan Yuego Gu berdasar pada nilai kesantunan orang Cina
yang mengaitkan kesantunan dengan norma – norma masyarakat yang bermoral.
Kesantunan dalam masyarakat Cina terikat pada sangsi yang akan diberikan oleh
masyarakat apabila kesantunan itu dilanggar dan bersifat perspektif. Teori
kesantunan ini menekankan pada pemenuhan harapan masyarakat mengenai
sikap hormat, kerendahan hati dan ketulusan. Sehingga perilaku individu
disesuaikan dengan harapan tersebut.

6
Kesantunan yang dianut di negara Cina hampir mirip dengan norma –
norma sopan santun yang ada pada masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia
juga masih menjunjung nilai kesantunan. Terutama di daerah pedesaan dan di
kota – kota kecil. Apabila ada seseorang yang melanggar norma maka orang
tersebut juga akan mendapat sanksi dari masyarakat. Sanksi yang biasa
diterapkan adalah digunjingkan atau dikucilkan oleh masyarakat. Norma yang
harus dipenuhi tidak hanya terbatas pada perilaku tetapi juga pada tutur kata.
Apabila ada seseorang tidak santun dalam penggunaan bahasa maka orang
tersebut akan dianggap tidak sopan dan akan dicap sebagai orang yang kasar dan
tidak baik.
Hal tersebut masih sangat terasa di kota – kota kecil dan pinggiran.
Karena orangtua dan lingkungan mengajari untuk menggunakan bahasa yang
santun. Berbeda dengan lingkungan di kota besar yang masyarakatnya
cenderung tak acuh dan banyak orang tua yang kurang memperhatikan tingkah
laku anak – anaknya. Sehingga banyak anak dan remaja yang tidak mengetahui
cara berbahasa Indonesia yang santun.
Dalam teori Gu, terdapat 4 maksim yaitu :
1. Maksim denigrasi diri :
Penutur dituntut untuk merendahkan diri dan meninggikan orang
lain. Dalam masyarakat Indonesia, dapat dilihat dari kebudayaan jawa yang
mengajarkan untuk selalu menghormati yang lebih tua, ramah pada sesama
dan terlihat berwibawa dengan yang lebih muda. Dengan demikian dalam
bertutur kata haruslah memiliki sopan santun ajaran tersebut dapat
diamalkan. Meskipun saat ini sudah mulai terjadi penurunan dalam hal ini.
Lebih banyak orang yang meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang
lain. Terutama jika orang tersebut berasal dari kalangan terpandang dan
berada. Banyak diantara mereka yang menganggap bahwa orang yang tidak
memiliki kekuasaan seperti mereka adalah ‘sampah’. Sehingga mereka
seringkali berbicara dengan bahasa yang kurang sopan bahkan kasar dan
menyakiti hati orang yang diajak bicara.

7
2. Maksim sapaan :
Menyapa lawan bicara dengan kata dan bentuk sapaan yang sesuai.
Masyarakat Indonesia memiliki sisi negatif dalam hal kebiasaan. Karena
kebiasaan yang dilakukan sering kali kebiasaan yang salah. Salah satu
contohnya adalah kebiasaan untuk terlambat. Dalam hal penggunaan bahasa,
masyarakat Indonesia juga mengalami kesalahkaprahan penggunaan bahasa.
Sehingga banyak kata – kata yang tidak tepat sasaran.
Salah satu contohnya adalah dalam hal menyapa. Orang yang tidak
mengerti terkadang tidak membedakan sapaan kepada orang yang lebih tua,
sebaya dan yang lebih muda. Bahkan terkadang ada sapaan yang terbalik –
balik. Contohnya penggunaan kata beliau. Kata beliau lebih cocok ditujukan
pada orang yang lebih tua dan orang yang telah memiliki reputasi yang
besar. Akan tetapi terkadang ada yang menggunakan kata beliau untuk
menyebut teman sebaya. Fakta lain yang terjadi di masyarakat ,terutama
masyarakat di kota besar, adalah banyaknya anak muda dan remaja yang
memanggil orang yang lebih tua dengan menyebutkan langsung namanya.
Padahal jika merunut pada sopan santun yang ada, memanggil orang yang
lebih tua tidak boleh dengan langsung menyebut nama harus diberi embel –
embel seperti Pak, Bu, Mbak, Kak, Bang dan lain sebagainya. Meskipun di
kota pinggiran dan kota kecil, hal ini masih diterapkan
3. Maksim kebijaksanaan :
Merupakan pertimbangan keuntungan nyata pada diri mitra tutur.
4. Maksi keseimbangan :
Merupakan tindak saling menjaga kesantunan atau pertimbangan
keuntungan antara penutur yang satu dengan yang lain. Apabila seseorang
berkata dengan sopan maka lawan bicaranya seharusnya menjawab dengan
sopan juga. Karena kesopanan berbahasa yang digunakan menunjukkan
penghormatan sehingga lebih sesuai jika dibalas dengan menunjukkan
penghormatan juga. Dan orang yang menjadi lawan bicara akan menjadi
lebih nyaman dan dihargai sehingga tidak menimbulkan persepsi yang salah.

8
Secara alamiah, manusia akan berlaku baik jika diperlakukan dengan
baik pula. Sama halnya dengan bertutur kata. Seseorang akan merasa malu
jika ternyata lawan bicara kita menggunakan bahasa yang sopan sedangkan
dirinya sendiri kurang sopan dalam berbahasa. Sehingga apabila berbicara
dengan orang lain entah muda, tua atau sebaya lebih baik dengan bahasa
yang santun. Sehingga orang yang diajak bicara juga akan lebih senang.

D. Teori Pranowo (2008)


Pranowo mengungkapkan teori mengenai tanda – tanda komunikasi yang
tidak santun. Karena komunikasi tidak santun sering kali terjadi meskipun ada
banyak cara agar dapat berbahasa dan berkomunikasi dengan santun. Tanda –
tanda tersebut antara lain sebagai berikut (Sukmawan,2009 : 7) :
1. Penutur menyatakan kritik secara langsung dan dengan kata – kata kasar.
Dalam budaya Indonesia, terutama budaya jawa selalu menekankan pada
‘unggah – ungguh’. Sehingga dalam bertutur kata dengan orang lain harus
diberi penjelasan terlebih dahulu baru kemudian mengungkapkan intinya.
Sehingga mitra tutur bisa mengerti dan tidak tersinggung dengan apa yang
dituturkan. Apalagi jika hal itu berisi kritikan. Meskipun demikian, ada
orang yang tidak menyukai hal yang tidak disampaikan secara langsung.
Karena terkesan berputar – putar. Jadi lebih baik jika kritik atau tutur kata
disampaikan dengan penjelasan seperlunya dan tidak bertele – tele sehingga
mitra tutur tidak merasa sakit hati dan tidak merasa bosan. Akan tetapi tidak
dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang lebih sering secara
langsung mengungkapkan apa yang dipikirannya.
2. Penutur didorong rasa emosi ketika bertutur. Seringkali terjadi perselisihan
dalam berkomunikasi yang menimbulkan timbulnya emosi. Orang yang
tidak dapat mengendalikan emosinya maka dapat dipastikan pembicaraan
akan berujung pada pertengkaran mulut. Jika demikian maka tutur kata yang
dikeluarkan oleh masing – masing penutur adalah tutur kata yang tidak
sopan dan cenderung kasar. Contoh paling umum yang terjadi adalah pada
orang tua dan anak yang memiliki perbedaan pendapat dan pada pasangan.

9
Untuk itu diperlukan pengendalian emosi yang baik supaya dapat
mengendalikan tutur kata yang akan diucapkan. Sehingga tidak saling
menyakiti.
3. Penutur protektif terhadap pendapatnya. Dalam mengeluarkan pendapat ,
baik dalam forum formal maupun informal, ada beberapa orang yang terlalu
ngotot dengan pendapatnya pribadi dan tidak bisa menerima saran, kritik
atau sanggahan dari orang lain. Orang yang demikian apabila pendapatnya
disanggah maka akan menunjukkan raut muka yang tidak senang dan
berujung pada penggunaan tutur kata yang cenderung kasar dan tidak sopan.
Meskipun banyak juga orang yang masih mampu mengendalikan emosi jika
pendapatnya disanggah.
4. Penutur sengaja memojokkan mitra tutur dalam bertuturu. Hal ini kadang
terjadi jika seseorang ingin memenangkan pendapatnya dan ingin dianggap
benar mengenai pendapatnya tersebut. Kasus yang lain terjadi pada saat
interogasi atau pada saat sidang. Penyidik atau pengacara biasanya
memojokkan saksi atau tersangka untuk dapat mengetahui kebenarannya.
Akan tetapi hal ini biasanya diikuti dengan tindakan dan tutur kata yang
kasar oleh penyidik dan menimbulkan tekanan serta rasa tidak nyaman pada
mitra tuturnya.
5. Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur.
Hidup bermasyarakat selalu didasarkan pada asas kepercayaan. Sekali
keprcayaan itu hilang maka sulit untuk membangun kembali kepercayaan
tersebut. Dan bahkan akan menimbulkan rasa curiga. Contohnya terjadi pada
sepasang kekasih. Apabila salah satu pihak mengkhianati kepercayaan dari
pihak lain maka pihak lain tersebut akan selalu menaruh curiga. Orang
tersebut tidak akan percaya dengan kata – kata pasangannya dan
menanggapinya dengan sinis. Sehingga kata – kata yang dikeluarkan juga
menjadi kasar dan sinis.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam berkomunikasi dengan orang lain hendaknya mempunyai sopan
santun. Banyak teori yang telah menyebutkan mengenai cara – cara bertutur kata
yang santun dengan orang lain. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa orang
yang dengan sengaja maupun tidak sengaja bertutur kata yang tidak sopan dan kasar
terhadap orang lain. Apalagi dengan gaya hidup yang ada saat ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maghribi, Jasmine. 2010. Prinsip Kerjasama dan Kesantunan.


http://jasminealmaghribi.blogspot.com/2010/02/prinsip-kerja-sama-n-
kesantunan.html. 30 September 2010
Pranowo, 2008. Kesantunan Berbahasa Indonesia sebagai Pembentuk Kepribadian
Bangsa. http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/11/23/kesantunan-berbahasa-
indonesia-sebagai-pembentuk-kepribadian-bangsa/. 30 September 2010
Rustono. 2000. Implikatur Tuturan Humor. Semarang : CV IKIP Press
Sukmawan, Sony. 2009 . Simfoni Bahasa Indonesia. Malang : Universitas Brawijaya
Warsito. 2010. Prinsip Sopan Santun (Macam – macam Maksim).
http://blogewongbledug.blogspot.com/2010/03/prinsip-sopan-santun-macam-
macam-maksim.html. 30 September 2010

12

You might also like