You are on page 1of 10

Pengenalan Terhadap Esai1

Parlindungan Pardede

Universitas Kristen Indonesia

Pendahuluan
Beragamnya bidang yang menggunakan esai, banyaknya subyek yang ditulis
dalam esai, beragamnya gaya penulisan yang digunakan, serta bervariasinya jumlah
kata yang membentuk esai membuat definisi yang diberikan pada jenis tulisan ini
cukup beragam. Salah satu definisi tradisional membatasi esai sebagai sebuah
tulisan singkat yang, karena keterbatasan jumlah katanya tidak mungkin

Pengertian Esai
Beragamnya bidang yang menggunakan esai, banyaknya subyek yang ditulis
dalam esai, beragamnya gaya penulisan yang digunakan, serta bervariasinya jumlah
kata yang membentuk esai membuat definisi yang diberikan pada jenis tulisan ini
cukup beragam. Salah satu definisi tradisional membatasi esai sebagai sebuah
tulisan singkat yang, karena keterbatasan jumlah katanya tidak mungkin
menyajikan segala hal tentang subyek tersebut. Batasan lain yang lebih
komprehensif, mendefinisikan esai sebagai tulisan non-fiksi berbentuk prosa yang
relatif pendek dan membahas suatu subyek (masalah) dari sudut pandang pribadi
penulisnya. Penekanan pada satu ‘subyek‘ dalam kedua definisi ini mengungkapkan
bahwa permasalahan yang disoroti dalam sebuah esai harus dibatasi. Penakanan
pada penggunaan ‘sudut pandang‘ penulis dalam definisi kedua mengungkapkan
bahwa opini penulis berperan sentral dalam sebuah esai.
Untuk memperkaya pemahaman tentang esai, pengertian yang diperoleh
secara etimologis mungkin bisa membantu. Kata “esai” diadopsi dari verba Prancis
essayer, yang bermakna "mencoba". Dalam bahasa Inggris, kata essay bermakna
dasar “upaya” atau “ percobaan”. Berdasarkan penelusuran etimologi ini, esai dapat
didefinisikan sebagai upaya penulis untuk mengungkapkan pendapatnya melalui
bahasa tertulis. Sebagai sebuah upaya, penulis tidak diwajibkan menjawab
persoalan yang dibahas secara final. Fungsi mendasar sebuah esai bukan untuk
memecahkan masalah tetapi lebih ingin merangsang. Menurut Bacon (1985), esai
lebih sebagai butir garam pembangkit selera ketimbang sebuah makanan yang
mengenyangkan.
Sebagai sebuah karya tulis, apa yang membedakan esai dengan karya tulis lain,
seperti artikel, yang juga relatif pendek? Pertanyaan ini sulit dijawab dengan hanya
merujuk pada pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada tentang
karakteristik esai, karena pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan itu sering kali
tumpang tindih dengan karakteristik karya tulis lain. Sebagai contoh, ditinjau dari

1 Dipresentasikan Dalam Pelatihan Penulisan Esai Bagi Mahasiswa FKIP-UKI, 8 Juni 2010

1
segi ukuran, ada yang menyatakan ukuran esai relatif pendek hingga dapat dibaca
sekali duduk. Artikel-artikel di majalah atau koran juga memiliki ciri-ciri itu.
Ditinjau dari segi isi, ada yang menyatakan esai merupakan analisis, penafsiran dan
uraian (sastra, budaya, filsafat, ilmu); berbagai artikel menganalisis, menafsirkan,
atau hanya menggambarkan sesuatu. Ditinjau dari dari sisi gaya dan metode
penulisan, ada esai bergaya bebas dan ada juga yang bergaya bahasa baku,
sebagaimana halnya artikel.
Peran sentral opini (keyakinan, sikap, atau penilaian terhadap sesuatu)
penulis adalah pembeda utama dalam sebuah esai. Berbeda dengan sebuah artikel
yang diarahkan untuk menyampaikan informasi (fakta), sebuah esai memadukan
fakta dengan imajinasi maupun pengetahuan dengan perasaan untuk
mengekspresikan opini. Esai memang bisa berbeda menurut kualitas, jenis,
panjang, gaya, dan subjek. Esai juga bisa berbentuk sederhana sampai yang sangat
kompleks, namun semuanya akan menunjukkan sebuah opini pribadi sebagai
analisa akhir. Berbeda dengan sebuah laporan yang digunakan untuk memaparkan
fakta atau menceritakan sebuah pengalaman; esai menggunakan fakta-fakta dan
pengalaman untuk mendukung opini penulis.

Sejarah Esai
Esai mulai dikenal pada tahun 1500-an ketika Montaigne, filsuf Perancis,
menulis sebuah buku yang mencantumkan beberapa anekdot dan observasinya.
Buku yang diterbitkan pada tahun 1580 itu diberi judul Essais yang berarti attempts
atau usaha. Dalam buku itu tersaji beberapa cerita, dan deskripsi yang menurut
Montaigne (2003: 4) ditulis secara bersahaja, rendah hati, dan jujur dan didasarkan
pada pendapat pribadinya. Secara keseluruhan, buku itu menurut Montaigne
dimaksudkan untuk mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan.
Pada tahun 1600-an, Sir Francis Bacon melakukan hal yang sama dengan
Montagne di Inggris. Bukunya berjudul Essay kemudian menjadi patokan bagi
bentuk, panjang, kejelasan, dan ritme bagi esais-esais sesudahnya. Sebagian esai
dalam buku itu bersifat formal, sebagian lagi informal. Perbedaan diantara
keduanya adalah esai formal memiliki tujuan yang lebih serius, isinya lebih
berbobot, penalarannya lebih logis dan ukurannya lebih panjang. Esai informal
mempergunakan ragam bahasa percakapan, dengan bentuk sapaan “saya”, sehingga
pengarang seolah-olah berbicara langsung dengan pembacanya. Dewas ini, esai
formal lebih sering dipergunakan oleh para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk
mengerjakan tugas-tugasnya.
Penulisan esai yang dipelopori Montaigne dan Bacon hingga sekarang sangat
mempengaruhi bidang pendidikan di Amerika dan Eropa. Di wilayah itu, esai
merupakan salah satu unsur pokok institusi pendidikan. Para siswa sekolah
menengah diwajibkan mengikuti pelatihan penulisan esai terstruktur sebagai upaya
untuk mengembangkan kemahiran menulis mereka. Di tingkat pendidikan tinggi,
penulisan esai sering digunakan sebagai ujian saringan masuk, yang dikenal dengan
sebutan admission essay. Di perkuliahan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, esai juga
digunakan sebagai media ujian akhir yang menentukan skor akhir suatu mata
kuliah.

Jenis-jenis Esai

2
Dilihat dari tujuan penulisan dan isinya, esai dapat dikelompokkan ke dalam
tujuh tipe. Pertama, esai deskriptif yang digunakan untuk melukiskan subjek atau
objek apa saja yang menarik perhatian pengarang. Esai tipe ini bisa
mendeskripsikan sebuah rumah, sepatu, tempat rekreasi dan sebagainya dengan
cara menyajikan rincian nyata untuk membawa pembaca pada visualisasi dari
sebuah subyek. Rincian pendukung disajikan dalam urutan tertentu (kiri ke kanan,
atas ke bawah, dekat ke jauh, arah jarum jam, dll). Pola pergerakan ini
mencerminkan urutan rincian yang dirasakan melalui penginderaan.
Kedua, esai ekspositori, yang digunakan untuk menjelaskan suatu subyek ke
pembaca. Esai tipe ini biasanya dilengkapi dengan penjelasan tentang proses,
membandingkan dua hal, identifikasi hubungan sebab-akibat, menjelaskan dengan
contoh, membagi dan mengklasifikasikan, atau mendefinisikan. Urutan
penjelasannya sangat bervariasi, tergantung dari tipe esai ekspositori yang dibuat.
Esai proses akan menyajikan urutan yang bersifat kronologis (berdasarkan waktu);
esai yang membandingkan akan menjelaskan dengan contoh-contoh; esai
perbandingan atau klasifikasi akan menggunakan urutan kepentingan (terpenting
sampai yang tak penting, atau sebaliknya); esai sebab-akibat mungkin
mengidentifikasi suatu sebab dan meramalkan akibat, atau sebaliknya, mulai
dengan akibat dan mencari sebabnya.
Ketiga, esai tajuk yang secara khusus digunakan dalam surat kabar dan
majalah untuk menggambarkan pandangan dan sikap surat kabar/majalah tersebut
terhadap satu topik dan isyu dalam masyarakat. Dengan Esai tajuk, surat kabar
tersebut membentuk opini pembaca.
Keempat, esai cukilan watak, yang digunakan pengarang untuk membeberkan
beberapa segi dari kehidupan individual seseorang kepada para pembaca. Lewat
cukilan watak itu pembaca dapat mengetahui sikap penulis terhadap tipe pribadi
yang dibeberkan. Disini penulis tidak menuliskan biografi. Ia hanya memilih bagian-
bagian yang utama dari kehidupan dan watak pribadi tersebut.
Kelima, esai reflektif, yang mengungkapkan secara mendalam dan sungguh-
sungguh, dan hati-hati beberapa topik penting berhubungan dengan hidup, misalnya
kematian, politik, pendidikan, dan hakikat manusiawi. Esai reflektif ditulis secara
formal dengan nada serius. Esai ini biasanya ditujukan ditujukan kepada para
cendekiawan.
Keenam, esai kritik, yang memusatkan diri pada uraian tentang seni, misalnya,
lukisan, tarian, pahat, patung, teater, kesusasteraan. Esai kritik biasanya membahas
tentang seni tradisional, pekerjaan seorang seniman pada masa lampau, maupun
tentang seni kontemporer. Esai yang membahas karya sastra biasanya disebut kritik
sastra.
Ketujuh, esai persuasif, yang ditulis sebagai upaya mengubah perilaku
pembaca atau memotivasi pembaca untuk ikut serta dalam suatu aksi/tindakan.
Esai ini dapat menyatakan suatu emosi atau tampak emosional. Rincian pendukung
biasanya disajikan berdasarkan urutan kepentingannya. Berbagai esai politik,
keagamaan, dan pendidikan ditulis dalam bentuk persuasif.

Bagian-bagian Esai
Apapun jenis, tujuan, dan isi sebuah esai, dia tetap merupakan sebuah
karangan yang terdiri dari sekumpulan alinea yang membahas sebuah subyek dari

3
sudut pandang pribadi penulis. Suatu esai terdiri dari tiga bagian, yakni
pendahuluan, isi, dan penutup. Alinea yang digunakan untuk mengungkapkan
bagian pendahuluan disebut alinea pengantar. Seluruh alinea yang menjelaskan,
mengklarifikasi, mendiskusikan, membuktikan subyek disebut alinea isi. Sedangkan
bagian akhir, yang biasanya menyajikan kesimpulan dan saran, disebut alinea
penutup. Jika penulis menggunakan kutipan sebagai detil pendukung, sumber
kutipan-kutipan itu didaftarkan dalam sebuah Daftar Pustaka yang diletakkan di
bagian paling bawah esai. Secara visual, bagian-bagian sebuah esai dapat
digambarkan melalui bagan 1 berikut.
Bagan 1: Tampilan Bagian-Bagian Sebuah Esai

Judul: Berbentuk sebuah kata atau frasa yang berfungsi untuk


JUDUL
merangsang minat pembaca atau memberikan gambaran tentang
subyek yang akan dibahas dalam esai.

Pendahuluan: Bagian ini biasanya diawali dengan satu atau lebih


kalimat pengantar, yang kemudian diakhiri dengan satu atau lebih
kalimat tesis, atau kalimat yang mengungkapkan subyek yang akan
dibahas secara umum. Kalimat ini merupakan kalimat yang paling
penting karena memuat ide-ide pokok yang membatasi dan
mengarahkan bagian-bagian esai selanjutnya.

Alinea
Diskusi 1

Bagian Isi: Bagian ini sering disebut sebagai tubuh karangan/esai.


Alinea-alinea yang membentuk bagian ini menjelaskan,
Alinea menggambarkan, mengklarifikasi atau mendukung kalimat tesis.
Diskusi 2 Setiap alinea isi mengandung minimal sebuah kalimat topik dan
beberapa kalimat penjelas. Jumlah alinea isi sangat tergantung
pada ide pokok yang dikandung kalimat tesis.
Alinea
Diskusi 3

Penutup: Bagian ini,secara umum, mengakhiri sebuat esai dengan


cara mengungkapkan satu atau lebih dari kelima hal berikut: (a)
ringkasan dari materi yang dibahas di dalam alinea, (b) solusi bagi
persoalan yang terungkap dalam alinea, (c) ramalan atau prediksi
potensial dari situasi yang telah dibahas dalam alinea, (d)
rekomendasi yang berhubungan dengan materi yang dibahas di
dalam alinea, atau (e) kesimpulan yang ditarik dari informasi yang
tersaji dalam alinea

1. Judul (dan Subyek)


Judul sebuah esai biasanya berbentuk sebuah kata atau frasa yang berfungsi
untuk merangsang minat pembaca atau memberikan gambaran tentang subyek
yang akan dibahas dalam esai. Sebuah judul harus singkat, tepat dan padat. Oleh

4
karena itu, kata-kata tambahan harus dihilangkan. Di samping itu, judul harus ditulis
dengan menggunakan huruf kapital pada seluruh kata pada huruf pertama setiap
kata utama (selain preposisi yang terletak di awal judul) tanpa tanda baca apapun
dan diletakkan di bagian tengah-atas esai. Lihat contoh contoh berikut.

Krisis Energi
Persepsi Mahasiswi UKI terhadap Pernikahan
KRISIS ENERGI
PERSEPSI MAHASISWI UKI TERHADAP PERNIKAHAN

Penentuan judul suatu esai biasanya sangat berhubungan dengan subyek, atau
pokok pembicaraan, yang penentuannya tidak berbeda dengan penentuan topik
suatu alinea. Ruang lingkup topik sebuah esai tentu saja jauh lebih luas. Jika
penentuan topik diibaratkan dengan pengambilan sebuah potret, maka sebuah
alinea ekuivalen dengan sebuah gambar setengah badan (pas-foto), sedangkan
sebuah esai bisa ekuivalen dengan sebuah potret yang memuat gambar seseorang
atau sebuah keluarga secara utuh.
Pembatasan topik sebuah esai harus mengikuti paling tidak dua tahapan, yaitu
mengumpulkan informasi yang diketahui tentang topik, menentukan aspek-aspek
topik yang diperkirakan menarik bagi pembaca, dan memutuskan aspek-aspek
mana saja yang akan diikutsertakan dalam esai. Hasil pembatasan topik yang telah
dilakukan biasanya dapat langsung digunakan sebagai judul. Gambar berikut dapat
dijadikan sebagai sebuah pedoman praktis untuk membatasi topik sebuah esai.

Bagan 2: Pembatasan Topik Untuk Esai

Perbedaan mahasiswa tradisional dan kontemporer di Amerika


Mahasiswa
Gaya hidup mahasiswa di Amerika
di Amerika
Mahasiswa di Amerika sebagai agen perubahan

Ikan lumba-lumba: mamalia yang bersahabat


Binatang Pelestarian harimau Sumatera
Melatih anjing sebagai penuntun kaum tunanetra

Peranan bahasa inggris dalam pergaulan internasional


Bahasa
Pembelajaran bahasa inggris sebagai sebuah bahasa asing
Inggris
Situasi pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia

Dua faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan sebuah subyek
atau topik atau pokok pembicaraan dalam suatu esai adalah metode pengembangan
yang akan digunakan dan tingkat keabstrakan. Penentuan metode pengembangan
yang akan digunakan yang akan digunakan tentu saja sangat tergantung pada
substansi subyek atau topik yang akan dibahas dan pembaca sasaran. Topik “Ikan
Lumba-Lumba: Mamalia Yang Bersahabat” diatas, misalnya sangat sesuai

5
dikembangkan dengan menggunakan metode ‘definisi’ dan ‘sebab-akibat’.
Sedangkan topik “Melatih Anjing Sebagai Penuntun Kaum Tunanetra” dapat
dikembangkan dengan metode ‘proses’; dan topik “Peranan Bahasa Inggris Dalam
Pergaulan Internasional” dapat dikembangkan dengan metode ‘definisi’ dan ‘sebab-
akibat’.
Pentingnya mempertimbangkan tingkat keabstrakan sebuah topik didasarkan
pada kenyataan bahwa semakin abstrak sebuah topik, semakin sulit hal itu
dijelaskan atau didukung. Akibatnya, semakin sulit mempertahankan minat
pembaca. Oleh karena itu, topik suatu esai hendaknya dibuat sekonkrit (senyata)
mungkin. Bandingkan kedua kelompok topik berikut. Kelompok pertama bersifat
abstrak, sehingga sulit dideukung atau dijelaskan. Sebaliknya, kelompok kedua
bersifat lebih konkrit sehingga lebih mudah untuk dijelaskan. Masing-masing topik
disertai dengan metode pengembangan yang paling sesuai.

Topik yang abstrak:


1. Kasih Tanpa Pamrih: Kebajikan Yang Paling Luhur (Definisi dan Sebab-Akibat)
2. Bagaimana Menilai Mutu Sebuah Karya Seni (Proses)
3. Hakikat Kasih Sayang dan Benci (Definisi dan Perbandingan)

Topik yang konkrit:


1. Empat Kriteria Kasih Tanpa Pamrih (Definisi dan Klasisifikasi)
2. Merakit Sebuah Pesawat Mainan (Proses)
3. Keuntungan dan Kerugian Menikah dan Tidak Menikah (Definisi dan Perbandingan)

2. Alinea Pengantar
Dalam sebuah esai, alinea pengantar berfungsi untuk mempersiapkan
pembaca mengikuti pembahasan pada bagian tubuh karangan. Hal ini dilakukan
dengan memaparkan latar belakang topik yang akan dibahas, atau dengan memicu
rasa ingin tahu pembaca melalui pernyataan/pertanyaan yang di luar dugaan.
Alinea pengantar biasanya terdiri dari sekita lima kalimat, dengan rincian: satu
hingga empat kalimat pengantar dan latar belakang dan satu kalimat tesis.
Sebagai bagian pembuka, alinea pengantar merupakan salah satu bagian
penentu dalam suatu karangan. Oleh karena itu, alinea ini perlu dirancang dan
dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik minat pembaca. Berikut ini adalah tiga
pedoman yang perlu diingat dalam membuat alinea pengantar: (a) Satu atau dua
kalimat pengantar yang bertujuan menarik dan memfokuskan perhatian pembaca
terhadap subyek atau ide-ide pokok yang disajikan. (b) Satu atau dua kalimat yang
menghadirkan latar belakang, membatasi subyek yang dibahas, dan/atau
menyajikan makna kata-kata kunci yang akan digunakan. (c) Tuliskan kalimat tesis.
Membuat sebuah alinea pengantar yang efektif bukanlah hal yang mudah. Sama
dengan penulisan alinea diskusi, pembuatan alinea pengantar membutuhkan
latihan-latihan agar dapat dikuasai dengan baik. Sebagai masukan, berikut ini
dijelaskan enam teknik pembuatan alinea pengantar yang efektif. Setiap alinea
pengantar membutuhkan teknik tersendiri, sesuai dengan subyek yang dibahas dan
metode pengembangan yang digunakan.

a) Awali dengan sebuah kutipan! Sebuah kutipan (yang diperoleh dari lagu, novel,
drama, film, surat kabar, atau majalah) yang bisa merangkum subyek yang

6
dibahas dalam sebuah esai dapat menjadi titik awal yang sangat menarik dan
efektif bagi sebuah karangan. Agar efek yang diinginkan benar-benar tercapai,
perlu diingat bahwa kutipan itu harus merupakan pernyataan ringkas dan tidak
menyimpang dari ide-ide pokok yang akan dibahas.

b) Mulai dengan sebuah pertanyaan! Salah satu cara yang paling menarik untuk
mengawali sebuah esai adalah dengan mengajukan pertanyaan retoris, yakni
pertanyaan yang jawabannya belum diketahui pembaca, atau pertanyaan yang
jawabannya hanya ada dalam kalimat tesis. Menghadapi pertanyaan seperti ini,
pembaca akan dipaksa memikirkan pertanyaan tersebut sehingga ‘bersemangat’
membaca bagian-bagian selanjutnya.

c) Ungkapkan latar belakang bagi subyek tulisan! Dalam karangan tertentu, latar
belakang yang disajikan secara berjenjang ke arah klimaks dalam beberapa
kalimat merupakan awal yang efektif. Agar dapat menggunakan teknik ini,
penulis harus memiliki pengetahuan yang luas tentang subyek yang ditulis.

d) Buat sebuah dramatisasi atau ungkapkan sebuah cuplikan anekdot! Teknik ini
merupakan salah satu cara paling menarik untuk mengawali esai karena sifatnya
yang dramatis. Namun perlu dicatat bahwa cerita singkat atau anekdot yang
disajikan harus selaras dengan subyek tulisan.

e) Gunakan sebuah sudut pandang yang lain dari yang lain! Mengungkapkan suatu
hal yang ditinjau dari sebuah sudut pandang yang tidak lazim biasanya akan
membuat pembaca heran. Hal itu akan membuatnya memaksa diri untuk
menyelesaikan membaca esai atau karangan yang dihadapinya.

f) Buat teknik kombinasi! kelima teknik di atas dapat juga dikombinasikan agar
dapat menjadi pengantar yang efektif bagi karangan. Sebagai contoh, ebuah
kutipan dapat disisipkan ke dalam sebuah anekdot; sebuah pertanyaan retoris
dapat mengawali sebuah sudut pengungkapan pandang yang tidak lazim.
Penggunaan teknik kombinasi ini dapat digunakan dengan tetap mengingat
bahwa sebuah alinea pengantar harus sederhana, singkat, dan efektif, sehingga
benar-benar mengarahkan perhatian pembaca terhadap subyek yang akan
dibahas.

3. Kalimat Tesis
Setiap esai harus mengandung sebuah tesis, atau kalimat yang merumuskan
tema dasar esai tersebut. Tesis biasanya berbentuk sebuah kalimat yang berfungsi
untuk mengungkapkan gagasan sentral (topik yang akan dibahas) beserta tujuan
yang akan dicapai melalui gagasan sentral tersebut. Jadi, sebuah tesis harus
mengandung dua hal, yakni: topik dan tujuan penulisan. Kedua kandungan inilah
yang membentuk gagasan sentral. Sehubungan dengan itu, tesis dapat didefinisikan
sebagai tema yang berbentuk sebuah kalimat dengan topik dan tujuan yang akan
dicapai melalui topik tadi dan bertindak sebagai gagasan sentral dalam suatu esai.
Berikut adalah dua contoh kalimat tesis yang dirumuskan berdasarkan dua
contoh topik yang diambil dari bagan 2.

7
1. Topik: Perbedaan mahasiswa tradisional dan kontemporer di Amerika

Kalimat Tesis: Mahasiswa tradisional dan mahasiswa kontemporer di Amerika


berbeda dalam hal usia, tempat tinggal, dan aktivitas non-
akademik; gaya belajar; pengimplementasian fungsi sebagai
kekuatan moral; serta kebangsaan.

2. Topik: Peranan Bahasa Inggris Dalam Pergaulan Internasional

Kalimat Tesis: Bahasa Inggris berperan semakin penting dalam pergaulan


internasional karena penggunaannya yang terus meningkat di
bidang diplomasi dan perdagangan antar negara.

4. Alinea Isi (Body Paragraph)


Jika kalimat tesis yang menjadi landasan penulisan sudah dirumuskan,
aktivitas selanjutnya adalah merinci topik-topik yang dikandung kalimat tesis
tersebut dan mengorganisasikannya ke dalam sebuah kerangka karangan yang
sistematis. Dalam tahap penulisan, setiap topik akan dikembangkan atau dijelaskan
dalam alinea masing-masing yang disebut alinea isi atau aline diskusi (body
paragraph). Dalam sebuah esai, ukuran ideal seluruh alinea diskusi adalah sekitar
70 per sen dari panjang esai.
Sebagai bagian esai yang berfungsi mendiskusikan kalimat tesis, setiap alinea
isi menyajikan bukti (fakta, contoh, kutipan, argument, atau anekdot) sebagai detil
pendukung. Agar menarik untuk dibaca, bukti-bukti yang mendukung topic sebuah
alinea isi harus diusahakan bervariasi, seperti perpaduan antara fakta dan contoh,
atau kombinasi kutipan dan anekdot. Agar dapat menjelaskan topik dengan baik,
jumlah kalimat penjelas yang menyusun sebuah alinea isi sebaiknya berjumlah
enam hingga sepuluh kalimat. Dengan demikian, ditambah dengan kalimat transisi
(jika ada) dan kalimat topik sebuah alinea diskusi dibentuk oleh sekitar delapan
hingga dua belas kalimat.

5. Alinea Kesimpulan
Alinea kesimpulan berfungsi untuk mengakhiri esai dengan cara menghadirkan
rangkuman ringkas (bila diperlukan), membuat prediksi sehubungan dengan hal-hal
yang telah didiskusikan, dan/atau mengungkapkan sebuah pernyataan kulminatif
untuk diingat (kalau mungkin).
Karena perannya sebagai penutup sangat penting dalam membentuk efektivitas
sebuah esai, alinea ikesimpulan juga perlu dirancang dan dibuat sedemikian rupa
agar ketika tiba di bagian ini pembaca merasa bahwa ide pokok yang dihadirkan
pada kalimat tesis sudah dibahas dengan tuntas. Terdapat tiga pedoman yang perlu
diingat dalam membuat alinea kesimpulan: (a) Satu atau dua kalimat meringkas
materi yang sudah bibahas. (b) Sebuah kalimat yang menghadirkan solusi dan atau
rekomendasi bagi persoalan yang terungkap dalam pembahasan. (c) Sebuah
kalimat yang menghadirkan kesimpulan yang ditarik dari informasi yang tersaji
dalam alinea.

8
Profil Esai
Berdasarkan paparan-paparan di atas, profil dasar sebuah esai dapat
digambarkan sebagai berikut (lihat bagan 3).

Bagan 3: Profil Kerangka Karangan Pointer Sebuah Esai

(JUDUL)
I. (Pendahuluan): Terdiri dari sebuah alinea pengantar yang diawali oleh satu atau lebih kalimat
pengantar dan diakhiri dengan kalimat tesis.

II. (Tubuh Karangan): Terdidi dari beberapa alinea isi yang jumlahnya disesuaikan dengan
jumlah ide pokok yang dikandung kalimat tesis.

A. Alinea yang membahas ide pokok pertama.


1. Diawali oleh kalimat topik
2. Didukung kalimat-kalimat penjelas yang mendukung atau menjelaskan ide pokok

B. Alinea yang membahas ide pokok kedua


1. Diawali oleh kalimat topik
2.Didukung kalimat-kalimat penjelas yang mendukung atau menjelaskan ide pokok

C. Alinea yang membahas ide pokok ketiga


1. Diawali oleh kalimat topik
2. Didukung kalimat-kalimat penjelas yang mendukung atau menjelaskan ide pokok

III. (Penutup) Terdidi dari sebuah alinea kesimpulan yang diawali oleh ringkasan dari ide pokok
yang telah didiskusikan dan diakhiri dengan solusi, ramalan / prediksi, atau kesimpulan yang
ditarik dari pembahasan yang dilakukan pada bagian tubuh karangan.

Daftar Pustaka (Jika ada)

Penutup
Menulis pada hakikatnya merupakan sebuah ketrampilan (skill) yang perlu
dilatih dan dilatih. Ibarat seorang perenang, yang harus terjun ke dalam air dan
mempraktikkan apa yang sudah diketahuinya agar mahir berenang, bahkan juara
renang, seseorang yang ingin mahir menulis harus terus berlatih mempraktikkan
pemahamannya tentang menulis. Semoga Anda sukses dalam menuliskan pikiran
dan opini Anda sehingga bermanfaat bagi orang lain di sekitar Anda.

9
Bibliography

Bacon, Francis. 1985. The Essays. New York: Penguin Books.

De Montaigne, Michel. 2003. The Complete Essays. (Terjemahan M.A. Screech.)


London: Penguin Book.

Starkey, Lauren. 2004. How to Write Great Essays. New York: Learning Express, LLC.

Writing in 15 Minutes a Day. 2008. New York: Leaarning Express, LLC.

10

You might also like