You are on page 1of 40

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2006

TENTANG

OTONOMI KHUSUS

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

.Menimbang: a. bahwa sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik


Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 mengakui dan menghormati
satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan Undang-Undang;

b. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan


pembangunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selama ini belum
sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan
tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendudukung
terwujudnya penegakan hukum dan belum sepenuhnya menempatkan
penghormatan terhadap hak asasi manusia di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, khususnya masyarakat Aceh;

c. bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam belum digunakan secara optimal untuk
peningkatkan taraf hidup masyarakat aceh;

d. bahwa dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi


Nanggroe Aceh Darussalam dengan Provinsi lain dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, diperlukan adanya
adanya kebijakan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. bahwa telah muncul kesadaran baru di kalangan masyarakat


aceh setelah ditandatanganinya MoU 15 Agustus 2005 di Helsinki
Finlandia antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh
Merdeka telah tercapai kesepakatan damai dan konstitutional pengakuan
terhadap hak-hak dasar serta adanya penyelesaian konflik, secara damai
menyeluruh berkelanjutan dan bermartabat;

f. bahwa untuk memberi kewenangan yang luas dalam menjalankan


pemerintahan dan pembangunan pasca tsunami yang memporak porandakan
prasarana dan sarana di 14 kabupaten/kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, diperlukan penataan kembali bagi pelaksanaan otonomi khusus;

g. bahwa penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam perlu diselaraskan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang­-undangan yang
berlaku;

h. bahwa salah satu karakter khas yang alami di dalam


sejarah perjuangan rakyat Aceh adalah adanya ketahanan dan daya
juang yang tinggi yang bersumber pada pandangan hidup, karakter sosial
dan kemasyarakatan dengan budaya Islam yang kuat sehingga Daerah Aceh
menjadi daerah. modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan
kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

i. bahwa untuk memberi kewenangan yang luas dalam menjalankan


pemerintahan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dipandang per1u
memberikan otonomi khusus;

j. bahwa Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah serta


Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah dipandang belum menampung sepenuhnya hak asal-usul dan
keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh;

k. bahwa pelaksanaan Undang-undang tentang Penyelenggaraan


Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh perlu diselaraskan dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

l. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d,


e. f. g, h, i, j, k maka dipandang per1u pengaturan otonomi khusus
dengan suatu undang-undang

Mengingat: 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 B ayat


(1), dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan


Provinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Provinsi Sumatera Utara
(Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1103);

3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan


Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893);

4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi


Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4134);

5. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara


Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4168);

6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-perundangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman


(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 8 Tambahan Lembaran Negara Nomor
4358);

8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4437);
9. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG OTONOMI KHUSUS PROVINSI


NANGGROE ACEH DARUSSALAM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah


perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden
beserta para Menteri.

2. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang selanjutnya disebut


Provinsi sebagai satu kesatuan sosial budaya ekonomi dan
politik/pemerintahan daerah dalam lingkup Negara Kesatuan Republik
Indonesia;

3. Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe adalah lembaga yang merupakan


simbol bagi pelestarian penyelenggaraan kehidupan adat, budaya, dan
pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

5. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah


Gubernur beserta perangkat lain pemerintah Daerah sebagai Badan
Eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam adalah sebagai Badan Legislatif Daerah yang dipilih melalui
pemilihan umum. .

7. Mahkamah Syar'iyah adalah lembaga peradilan dalam wilayah


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka penegakan Syariat Islam.

8. Qanun khusus, yang selanjutnya disebut qanun khusus adalah


Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai pelaksanaan
pasal-pasal tertentu dalam undang-undang ini

9. Qanun Provinsi, yang selanjutnya disebut qanun, adalah


Peraturan Daerah Provinsi dalam rangka pelaksanaan kewenangan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

10. Peraturan Kepala Daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau


peraturan Bupati/Walikota untuk melaksanakan qanun khusus atau qanun.

11. Kabupaten, adalah Daerah Otonom dalam Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam, yang dipimpin oleh Bupati atau nama lain.

12. Kota adalah Daerah Otonom dalam Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam, yang dipimpin oleh Walikota atau nama lain.

13. Kecamatan adalah perangkat daerah Kabupaten/Kota, yang dipimpin


oleh Camat atau nama lain.

14. Mukim atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum dalam
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas gabungan beberapa
gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan
sendiri, berkedudukan langsung di bawah Kecamatan yang dipimpin oleh
Imum Mukim;

15. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang
merupakan organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Mukim yang
menempati wilayah tertentu, yang dipimpin oleh Keuchik atau nama lain
dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.

16. Lambang Daerah adalah panji kebesaran dan simbol kultural bagi
kemegahan jati diri orang Aceh dalam bentuk bendera Daerah dan lagu
Daerah;

17. Setiap orang barhak mengeluarkan pendapat dan berkumpul


berserikat yang akan diatur lebih lanjut dengan Qanun Khusus

BAB II

PEMBAGIAN DAERAH

Pasal 2

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan bagian dari Wilayah


Negara Republik Indonesia bersifat otonom

(2) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mencakup seluruh wilayah yang


batas-batasnya sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 24
Tahun 1956 tentang Pembentukan Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan
Provinsi Sumatera Utara, tanggal 1 juli 1956.

(3) Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagaimaan dimaksud


dalam ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari darat dan laut sepanjang
wilayah teritorial Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Pasal 3

(1) Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibagi dalam Daerah


Kabupaten/Kota atau nama lain sebagai daerah otonom.

(2) Kabupaten/Kota atau nama lain terdiri atas Kecamatan atau nama
lain.

(3) Kecamatan atau nama lain terdiri atas Mukim atau nama lain dan
Mukim terdiri atas Gampong atau nama lain.

(4) penyetaraan jenjang pemerintahan di dalam Provinsi yang


diperlukan untuk penentuan kebijakan nasional diajukan oleh Pemerintah
Nanggroe Aceh Darussalam kepada Pemerintah.

(5) Susunan, kedudukan, penjenjangan, dan penyebutan pemerintahan


sebagaimana disebut pada ayat (4) ditetapkan dengan Qanun khusus.

BAB III

KEWENANGAN

Pasal 4

(1) Kewenangan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang


diatur dalam undang-undang ini adalah kewenangan dalam rangka
pelaksanaan otonomi khusus.
(2) Kewenangan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mencakup
kewenangan dalam seluruh sektor publik, kecuali kewenangan bidang
politik luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, moneter dan
fiskal, Kekuasaan Kehakiman dan Kebebasan beragama, yang merupakan
kewenangan Pemerintah sesuai dengan UUD 1945.

(3) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup kewenangan


sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang­-undangan.

(4) Selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3),


Daerah Kabupaten dan Daerah Kota memiliki kewenangan berdasarkan
Undang-Undang ini yang diatur lebih lanjut dengan qanun khusus.

(5) Pelaksanaan kewenangan pemerintahan dalam sektor-sektor publik,


administrasi sipil dan Mahkamah Syar'iyah diatur lebih lanjut dalam
Qanun khusus

(6) Pelaksanaan persetujuan internasional yang dibuat oleh


pemerintah yang terkait dengan kepentingan khusus Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam harus mendapat persetujuan dari DPRD

(7) Pelaksanaan keputusan DPR RI yang terkait dengan kepentingan


khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam harus mendapat persetujuan
dari DPRD.

(8) Kebijakan administrasi pemerintah pusat yang terkait dengan


kepentingan khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam harus mendapat
persetujuan dari DPRD.

(9) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki kewenangan mengatur


perdagangan bebas tanpa hambatan ke negara lain melalui laut atau
udara, yang diatur lebih lanjut dengan qanun khusus khusus atau qanun
khusus

(10) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki kewenangan untuk


mengelola sumber daya alam yang hidup di laut teritorial Aceh untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat

(11) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki kewenangan untuk


membentuk kawasan pembangunan ekonomi terpadu, kawasan pembangunan
industri terpadu dalam pemberdayaan ekonomi rakyat

(12) Kewenangan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selain


yang diatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat
(8), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11), tetap berlaku sesuai dengan
peraturan perundang-undangan

BAB IV

BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 5

(1) Pemerintahan Provinsi terdiri atas DPRD sebagai badan


legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif.

(2) Pemerintah Provinsi terdiri atas Gubernur beserta perangkat


pemerintah Provinsi lainnya.

(3) Di Kabupaten/Kota dibentuk DPRD Kabupaten dan DPRD Kota sebagai


badan legislatif serta Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai badan
eksekutif.

(4) Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri atas Bupati/Walikota beserta


perangkat pemerintah Kabupaten/Kota lainnya.

(5) Di Gampong dibentuk Badan Musyawarah Gampong dan Pemerintah


Gampong atau nama lain.

Bagian Kedua
Badan Legislatif

Pasal 6

(1) Kekuasaan legislatif Provinsi dilaksanakan oleh DPRD.

(2) DPRD terdiri atas anggota yang dipilih secara langsung oleh
rakyat berdasarkan pemilihan umum dan diangkat berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

(3) Pemilihan, penetapan dan pelantikan anggota DPRD dilaksanakan


sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Kedudukan, susunan, tugas, wewenag, hak dan tanggung jawab


keanggotaan, pimpinan dan alat perlengkapan DPRD diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

(5) Kedudukan keuangan DPRD diatur dengan peraturan perundang-


undangan.

Paragraf satu

Tugas. Fungsi dan Wewenang

Pasal 7

(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:

a. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil


kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD
Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
Kabupaten/Kota

b. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan


wakil kepala daerah
c. membentuk qanun khusus yang dibahas dengan kepala daerah untuk
mendapat persetujuan bersama;

d. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah provinsi


terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan
daerah

e. memberikan persetujuan terhadap kerja sarna internasional yang


dilakukan oleh pemerintah daerah;

f. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;

g. mengusulkan pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih


kepada Presiden Republik Indonesia

h. mengusulkan pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada


Presiden Republik Indonesia

i. menyusun dan menetapkan arah kebijakan penyelenggaraan


pemerintahan daerah dan program pembangunan daerah serta tolok ukur
kinerjanya bersama-sama dengan Gubernur,

j. membahas dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


bersama-sama dengan Gubernur,

k. membahas rancangan qanun khusus bersama-sama dengan Gubernur,

l. bersama Gubernur menyusun dan menetapkan Pola Dasar


Pembangunan Provinsi dengan berpedoman pada Program Pembangunan
Nasional dan memperhatikan kekhususan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

m. melaksanakan pengawasan terhadap:

1) pelaksanaan qanun khusus, peraturan Gubernur dan kebijakan


Pemerintah provinsi

2) pelaksanaan pengurusan urusan pemerintah yang menjadi


kewenangan Daerah Provinsi;

3) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

4) pelaksanaan kerjasama internasional di Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam;

n. melakukan pengawasan dan meminta laporan KIP dalam


penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.

o. memberikan persetujuan terhadap kerja sarna antar daerah dan


dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

(2) Pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) diatur dalam peraturan Tata Tertib DPRD sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf Kedua

Hak dan Kewajiban

Pasal 8

(1) DPRD mempunyai hak:

a. interpelasi;

b. angkat; dan

c. menyatakan pendapat

(2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD
yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah
anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan

(3) sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD


yang hadir.

(4) Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD yang
bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari telah menyampaikan
hasil kerjanya kepada DPRD.

(5) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa
seseorang yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang
sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen
yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.

(6) Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan diperiksa


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi panggilan panitia
angket kecuali ada atasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan.

(7) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut


tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia
angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang­undangan.
(8) Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat rahasia.

(9) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Anggota DPRD mempunyai hak:

a. mengajukan rancangan Perda;

b. mengajukan pertanyaan:

c. menyampaikan usul dan pendapat;

d. memilih dan dipilih:

e. membela diri;

f. imunitas;

g. protokoler; dan

h. keuangan dan administratif.

(2) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD


diatur sesuai dengan Peraturan perundang-undang.

Pasal 10

Anggota DPRD mempunyai kewajiban:

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan
perundang-undangan;

b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan


pemerintahan daerah;

c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta


keutuhan

d. Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;

f. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti


aspirasi masyarakat;

g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,


kelompok, dan golongan.

h. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya


selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis
terhadap daerah pemilihannya.

i. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode etik, dan sumpah/janji


anggota DPRD;

j. menjaga nurma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga


yang terkait.

Bagian Ketiga

Badan Eksekutif

Pasal 11

(1) Pemerintah Provinsi dipimpin oleh Kepala Daerah sebagai Kepala


Eksekutif yang disebut Gubernur.

(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk


kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota.

(3) Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil
Gubernur, Bupati/Walikota dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut
Wakil Bupati/Wakil Walikota

(4) Gubernur bertanggung jawab dalam penetapan kebijakan ketertiban


ketenteraman, dan keamanan di luar yang terkait dengan tugas teknis
kepolisian.
(5) Gubernur karena jabatannya adalah juga wakil Pemerintah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.

(6) Dalam menjalankan tugas\dan kewenangan sebagai kepala


daerah, gubernur bertanggungjawab kepada pemilih

(7) Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur berada di


bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

(8) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil


Bupati/Wakil Walikota dipilih dalam satu pasangan setiap 5 (lima) tahun
sekali melalui pemilihan secara langsung yang demokratis, bebas,
rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil

Pasal 12

(1) Tugas dan wewenang Gubernur selaku wakil Pemerintah adalah:

a. melakukan koordinasi, pembinaan, pengawasan dan memfasilitasi


kerja sama serta penyelesaian perselisihan atas penyelenggaraan
pemerintahan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota dan antara
Kabupatan/Kota;

b. meminta laporan secara berkala atau sewaktu-waktu atas


penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota kepada
Bupati/Walikota;

c. melakukan pemantauan dan koordinasi terhadap proses pemilihan,


pengusulan pengangkatan, dan pemberhentian Bupati/Walikota dan
Walikota/Wakil Walikota serta penilaian atas laporan pertanggung-
jawaban Bupati/Walikota;

d. melakukan pelantikan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil


Walikota atas nama Presiden;

e. menyosialisasikan kebijakan nasional dan memfasilitasi penegakan


peraturan perundang-undangan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

f. melakukan pelantikan pengawasan atas pelaksanaan administrasi


kepegawaian dan pembinaan karier pegawai di wilayah provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam;

g. membina hubungan yang serasi antara Pemerintah dan Pemerintah


Daerah serta antar Pemerintah Daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

h. memberikan pertimbangan dalam rangka pembentukan, penghapusan,


penggabungan. dan pemekaran daerah.
(2) Pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Wakil Gubernur mempunyai tugas:

a. membantu Gubernur dalam melaksanakan kewajibannya;

b. membantu mengoosinasikan kegiatan instansi pemerintah di


Provinsi dan

c. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Gubernur.

Pasal 14

Gubernur mempunyai kewajiban:

a. memegang teguh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan


Republik Indonesia serta memajukan demokrasi;

c. menghormati kedaulatan rakyat;

d. menegakkan dan melaksanakan seluruh peraturan perundang-


undangan;

e. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat;

f. mencerdaskan kehidupan rakyat Aceh;

g. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;

h. mengajukan Rancangan qanun khusus, dan menetapkannya sebagai


qanunsus bersama-sama dengan DPRD setelah mendapatkan pertimbangan dan
persetujuan MRP;

i. mengajukan Rancangan Qanun dan menetapkannya sebagai qanun


Provinsi bersama-sama dengan DPRD; dan
j. menyelenggarakan pemerintah dan melaksanakan pembangunan
sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Provinsi secara bersih, jujur, dan
bertanggung jawab.

BABV

WAll NANGGROE DAN TUHA NANGGROE

Pasal 15

(1) Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe adalah mitra kerja pemerintah
provinsi dalam rangka penyelenggaraan kehidupan adat, budaya, dan
pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe dapat menentukan lambang,


simbol panji kemegahan yang mencerminkan keistiemwaan dan kekhususan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Jabatan Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe dipilih oleh DPRD untuk
masa lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu priede.

(4) Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe berhak mendapatkan fasilitas-


fasilitas sesuai dengan peraturan yang berlaku

(5) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat


(2), ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Qanun khusus.

BAB VI

LAMBANG DAN GELAR DAERAH

Pasal 16

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki hak untuk


menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang daerah dan
himne .

a. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari Negara


Kesatuan Republik Indonesia menggunakan Sang Merah Putih sebagai
Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan.

b. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat memiliki lambang daerah


sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri
masyarakat Aceh dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah.

c. Ketentuan tentang Lambang Daerah sebagaimana dimaksud diatur


lebih lanjut dengan qanun khusus dengan berpedoman pada peraturan
perundang-Undangan yang berlaku.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih


lanjut dengan Qanun khusus.

BAB VII

KEPEGAWAIAN DAERAH

Pasal 17

(1) Perangkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdiri atas


Sekretariat Provinsi, Dinas Provinsi, dan lembaga teknis lainnya, yang
dibentuk sesuai dengan kebutuhan Provinsi.

(2) Perangkat DPRD dibentuk sesuai dengan kebutuhan.

(3) Pengaturan tentang ketentuan pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan qanun khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Pemerintah Provinsi menetapkan kebijakan kepegawaian Provinsi


dengan berpedoman pada norma, standar dan prosedur penyelenggaraan
manajemen Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peratuaran perundang-
undangan.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
terpenuhi, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat
menetapkan kebijakan kepegawaian sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan daerah setempat.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur


dengan qanun khusus.

BAB VIII

QANUN KHUSUS, QANUN PROVINSI, DAN PERATURAN GUBERNUR

Pasal 19

(1) Qanun Khusus dibuat dan ditetapkan oleh DPRD bersama-sama


Gubernur

(2) Qanun provinsi dibuat dan ditetapkan oleh DPRD bersama-sama


Gubernur.

(3) Tata cara pembuatan qanun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

(1) Pelaksanaan qanun khusus dan qanun provinsi ditetapkan dengan


Peraturan Gubernur.

(2) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


boleh bertentangan dengan kepentingan umum. qanun khusus dan qanun
provinsi.
Pasal 21

(1) Qanun Khusus, Qanun Provinsi dan Peraturan Gubernur yang


bersifat mengatur, diundangkan dengan menempatkannya dalam lembaran
Daerah Provinsi.

(2) Qanun Khusus, Qanun Provinsi dan Peraturan Gubernur mempunyai


kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam lembaran Daerah
Provinsi.

(3) Qanun Khusus dan Qanun Provinsi dan Peraturan Gubernur


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disosialisasikan oleh
Pemerintah Provinsi.

Pasal 22

(1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pembentukan dan


pelaksanaan hukum di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dapat dibentuk
Komisi Hukum Daerah

(2) Komisi Hukum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
fungsi, tugas, wewenang, bentuk dan susunan keanggotaannya diatur
dengan qanun provinsi.

BAB IX

KEUANGAN

Pasal 23

(1) Sumber-sumber penerimaan Provinsi, Kabupaten/Kota meliputi :

a. pendapatan asli Provinsi, Kabupaten/Kota:


b. dana perimbangan;

c. penerimaan Provinsi dalam rangka Otonomi Khusus;

d. pinjaman Daerah; dan

e. lain-lain penerimaan yang sah.

(2) Sumber pendapatan asli Provinsi, Kabupaten/Kota, sebagaimana


dimaksud huruf a terdiri atas :

a. Pajak Daerah;

b. Retribusi Daerah;

c. Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan


Daerah lainnya yang dipisahkan; dan

d. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.

(3) Dana Perimbangan bagian Provinsi, Kabupaten/Kota dalam


rangka Otonomi Khusus dengan perincian sebagai berikut :

a Bagi hasil pajak:

1) Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen);

2) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80%


(delapan puluh persen); dan

3) Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 40% (empat puluh


persen

b Bagi hasil sumber daya alam :

1) Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen);

2) Kelautan dan Perikatanan sebesar 80% (delapan puluh persen);

3) Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen);

4) Pertambangan minyak bumi sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan

5) Pertambangan gas alam sebesar 70% (tujuh puluh persen)

c Dana Alokasi Umum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan


perundang-undangan;

d Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan


perundang undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Aceh;

(4) Pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) huruf a dan b, antara Provinsi, Kabupaten. Kota atau nama lain
diatur lebih lanjut secara adil dan berimbang dengan qanun khusus

Pasal 24

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat menerima bantuan dari


luar negeri setelah memberitahukannya kepada Pemerimah.

(2) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan pinjaman dari


sumber dalam nageri dan/atau luar negeri untuk membiayai sebagian
anggarannya.

(3) Pinjaman dari sumber dalam nageri untuk Provinsi persetujuan


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(4) Pinjaman dari sumber luar negeri untuk Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan diberitahukan kepada Pemerintah

(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan bantuan sebagaimana dimaksud


dalam pasal ini selanjutnya diatur dengan Qanun khusus.

BAB X

PEREKONOMIAN

Pasal 25

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melaksanakan pembangunan dan


pengelolaan prasarana ekonomi untuk mendukung pembangunan ekonomi
daerah.

(2) Pembangunan dan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dapat dilaksanakan dalam bentuk ke~asama dengan pemerintah dan/atau
pihak lain (penjelasaan ayat (2) kata pihak lain yang dimaksud disini
adalah dapat berupa kerjasama dengan pihak swasta dan/atau luar negeri)
Pasal 26

(1) Pemerintah melakukan pengumpulan dan pengalokasian pendapatan


antara pemerintah pusat dan pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam secara
transparan yang diverifikasi oleh auditor independen serta profesional
dan menyampaikan hasil-hasilnya kepada Pemerintah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam

(2) Pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) huruf a dan b, antara Provinsi, Kabupaten, Kota atau nama lain
diatur lebih lanjut secara adil dan berimbang dengan qanun khusus

Pasal 27

(1) Pemerintah Provinsi mengelola dan mengatur kawasan perdagangan


bebas dan kawasan pelabuhan bebas Sabang, dalam kedudukannya sebagai
Ketua Dewan Kawasan Sabang berdasarkan Undang-undang Nomor. 37 tahun
2000, tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang.

(2) Dewan Kawasan Sabang membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Sabang


yang dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala
dan Anggota dengan persetujuan DPRD

(3) Tata cara pengelolalan dan pengaturan kawasan pelabuhan bebas


akan diatur lebih Ianjut dengan qanun khusus

Pasal 28

(1) Perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan


bagian dari perekonomian nasional dan global, diarahkan dan diupayakan
untuk menciptakan sebesar-besamya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh
rakyat Aceh, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan
pemerataan.
(2) Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati
hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi
pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan
pembangunan yang berkelanjutan yang akan diatur lebih lanjut dengan
Qanun khusus. .

Pasal 29

Pengelolaan lanjutan dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip ekonomi
yang sehat, efisien, dan kompetitif.

Pasal 30

(1) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berwenang untuk


mengeluarkan semua izin usaha pengelolaan sumber daya alam kelautan dan
perikanan

(2) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berwenang untuk mengeluarkan


izin usaha dalam pengelolaan kehutanan

(3) Perizinan dan perjanjian kerja sarna yang telah dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Provinsi dengan pihak lain tetap berlaku
dan dihormati, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.

(4) Tata cara pengeluaran izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
akan diatur lebih lanjut dengan qanun khusus.

Pasal 31

(1) Pemerintah Provinsi dapat melakukan penyertaan modal, baik pada


badan-badan usaha dalam negeri maupun luar negeri yang berdomisili
dan/atau beroperasi di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Tata cara penyertaan modal Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut
dengan Qanun khusus

(3) Sebagian pendapatan Pemerintah yang berasal dari pembagian


keuntungan badan usaha khususnya yang hanya beroperasi di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang besamya ditetapkan bersama antara
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi yarig digunakan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat di Daerah yang bersangkutan.

Pasal 32

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Perubahan dan


perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (APBD) ditetapkan dengan Qanun khusus.

(2) Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) pendapatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a, b dan c
dialokasikan untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

(3) Tata cara penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah Provinsi (APBD), perubahan dan perhitungannya serta
pertanggung-jawaban dan pengawasannya diatur lebih lanjut dengan Qanun
khusus.

BAB XI

PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Bagian Pertama

Pencalonan

Pasal 33
(1) Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang ikut pemilihan
berasal dari, partai politik atau gabungan partai dan/atau calon
independent.

(2) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam
satu pasangan secara langsung, umum, bebas dan rahasia.

(3) Calon Kepala Daerah dan calon Kepala Daerah Gubernur adalah
warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:

a. menjalankan syariat agamanya;

b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus
1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;

c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas


dan/atau sederajat;

d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun pada saat


pendaftaran;

e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan


menyeluruh dari tim dokter;

f. tidak pemah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan


pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau lebih;

g. Bagi orang yang pernah dihukum penjara, setelah memperoleh


amnesti atau abolisi dari pemerintah

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan


yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

(4) Persyaratan dan tata cara persiapan, pelaksanaan pemilihan,


serta pengangkatan dan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati/Walikota dan Wakil Bupati dan Wakil Walikota dalam Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang belum diatur dalam undang;undang ini
dapat diatur lebih lanjut dalam Qanun khusus

Pasal 34

(1) Tahap pencalonan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilaksanakan melalui:

a. pendaftaran dan seleksi administratif pasangan bakal calon oleh


Komisi Independen Pemilihan;

b. pemaparan visi dan misi pasangan bakal calon di depan Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

c. penetapan pasangan bakal calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

d. penetapan pasangan calon oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; dan

Bagian Kedua

Paragaf satu

Penyelenggaraan Pemilihan

Pasal 35

(1) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan oleh Komisi


Independen Pemilihan Provinsi dan diawasi oleh Komisi Pengawas
Pemilihan Provinsi, yang masing-masing dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi.

(2) Anggota Komisi Independen Pemilihan Provinsi terdiri atas


anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan anggota masyarakat yang
bejumlah maksimum 9 (sembilan) orang.

(3) Anggota Komisi Pengawas Pemilihan sebanyak 5 (lima) orang yang


terdiri dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, Perguruan Tinggi, Pers dan
tokoh masyarakat yang dimintakan oleh DPRD Provinsi.

Paragaf Kedua

Tugas dan Wewenang KIP

Pasal 36
(1) KIP mempunyai tugas sebagai berikut;

a. Merencanakan dan melaksanakan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur,


Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota;

b. Menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan Gubernur/Wakil


Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota;

c. mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua


tahapan pelaksanaan pemilihan;

d. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan


pemungutan suara pemilihan;

e. menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;

f. meneria, meneliti, dan menetapkan calon sebagai peserta


pemilihan;

g. memberikan laporan pelaksanaan pemilihan sesuai tahap pemilihan


kepada DPRD Provinsi untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur dan kepada
DPRD Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan
Walikota/Wakil Walikota, serta memberikan saran dan informasi tentang
segala hal yang berkaitan dengan pemilihan;

h. mengumpulkan dan mendokumentasikan bahan-bahan serta data hasil


pemilihan dari tingkat TPS sampai ke tingkat Provinsi;

i. menetapkan hasil pemilihan;

j. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari


APBD sesuai dengan mekanisme pertanggungjawaban keuangan Daerah;

k. menyelenggarakan dan mengembangkan penelitian tentang segala hal


yang berkait:ui dengan pemilihan;

l. menyediakan dan menyerahkan semua peraturan perundang-undangan


yang berkaitan dengan pemilihan untuk semua calon;

m. melaksanakan berbagai aktivitas lain yang diperlukan.

(2) KIP mempunyai kewenangan sebagai berikut

a. membentuk Komisi Independen Pemilihan Kabupaten/Kota;

b. memproses pencalonan Komisi Independen pemilihan kabupaten/Kota,


mempersiapkan, dan melaksanakan pelantikan Komisi Independen pemilihan
Kabupaten/Kota bersama UPRD;

(3) Pelaksanaan sebagian tugas dan kewenangan KIP sebc.gaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditimpahkan kepada Komisi
Independen Pemilihan Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan,
dan/atau Panitia Pemilihan Gampong secara berjenjang.
Paragaf ketiga

Tugas Komisi Pengawas

Pasal 37

(1) Komisi Pengawas mempunyai tugas:

a. melaksanakan pengawasan pemilihan pada semua tahap pemilihan;

b. menerima laporan pelanggaran pemilihan

c. menyelesaikan sengketa, perselisihan, pelanggaran dan atau


protes/ keberatan yang berkaitan dengan pemilihan, sepanjang tidak
menyangkut dengan tindak pidana; dan,

d. meninjaklanjuti pelanggaran nadministrasi kepada KIP dan tindak


Pidana Kepada Polisi

e. menkoordinasikan pengawasan pemilihan yang dilakukan oleh Panitia


Pengawas Kabupaten/Kota, Panitia pengawas Kecamatan dan Panitia
Pengawas Gampong.

(2) Dalam penyelesaian sengketa, perselisihan, pelanggaran dan/atau


protes/ keberatan, sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, para pihak
diberi kesempatan untuk menjelaskan atasan dan pembelaannya.

(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurut e,


didelegasikan kepada Panitia Pengawas pada masing-masmg tingkatan
kegiatan,

Bagian ketiga

Tahapan Pemilihan

Pasal 38

Pemilihan dilaksanakan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :

a. pendaftaran dan pentapan pemilih;


b. pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah:

c. kampanye;

d. pemungutan dan penghitungan suara;

e. pengesahan hasil pemilihan; dan

f. pelantikan calon terpilih.

Pasal 39

(1) Proses pemilihan dilaksanakan selambat-Iambatnya enam bulan


sebelum masa jabatan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati,
Walikota/Wakil Walikota berakhir atau segera setelah Gubernur/Wakil
Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota berhenti.
diberhentikan atau berhalangan tetap.

(2) Penetapan dan pengumuman jadwal dari tahapan-tahapan pemilihan


sebagaimaan dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan qanun
Khusus.

Bagian Keempat

Hak Pilih Dan Pendaftaran Pemilih

Pasal 40

Setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat yang diatur dalam
qanun ini berhak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan.

Pasal 41

(1) Yang berhak memilih adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi
syarat sebagai berikut;

a. telah berumur sekurang-kurangnya 17 tahun pada tanggal terakhir


masa pendaftaran pemiiih atau telah menikah secara sah;

b. telah berdomisili di daerah pemilihan sekurang-kurangnya enam


bulan sebelum masa pendaftaran pemilih dimulai;

c. tidak sedang dicabut haknya sebagai pemilih berdasarkan keputusan


Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum yang tetap; dan

d. terdaftar sebagai pemilih.

(2) Hak untuk memilih menjadi gugur, apabila pemilih tidak lagi
memenuhi syarat-syarat yang disebutkan pada ayat (1).

Pasal 42

(1) Pendaftaran Pemilih meliputi kegiatan :

a. pendaftaran pemilih oleh petugas pendaftaran pemilih;

b. peyusunan daftar pemilih dan pengalokasiannya untuk setiap TPS


Oleh Paaitia Pemilihan Kecamatan; dan

c. penetapan dan pengumuman jumlah pemilih Tingkat Provinsi untuk


pemilihan Gubernur.Wakil Gubernur dan tingkat Kabupaten/Kota untuk
pemilihan Bupati/Wakil Bupati, Walikota / Wakil Walikota:

(2) Pendaftaran pemilih oleh petugas pendaftaran dimulai


selambat­ lambatnya 3 bulan sebelum tanggal pemungutan suara.

(3) pengumuman jumlah dan daftar pemilih dilakukan oleh KIP


selambat­-lambatnya satu bulan sebelum tanggal pemungutan suara.

(4) Pemilih yang belum terdaftar dapat mendaftarkan diri pada


Petugas Pendaftaran Pemilih selambat lambatnya 15 hari sebelum tanggal
pemungutan suara. Daftar pemilih tambahan ini diumumkan oleh Panitia
Pemilih Kecamatan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum tanggal
pemungutan suara.

(5) Setiap pemilih yang terdaftar diberikan bukti pendaftaran.


(6) Pendaftaran terhadap pemilih yang pada saat pendaftaran sedang
berada di rumah sakit. rumah tahanan. lembaga pemasyarakatan atau
tempat-tempat darurat lainnya diatur lebih lanjut dengan qanun khusus.

Bagian Kelima

Pelaksanaan Pemilihan

Pasal 43

(2) Tahap pelaksanaan pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), meliputi:

a. pemilihan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang


dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat pemilih serentak pada hari
yang sarna di seluruh wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

b. penghitungan suara secara transparan dan terintegrasi yang


dilaksanakan oleh Komisi Independen Pemilihan;

c. penyerahan hasil penghitungan suara oleh Komisi Independen


Pemilihan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam; dan

d. pengesahan hasil penghitungan suara yang dilaksanakan oleh Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Tahap pengesahan dan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur


terpilih meliputi:

a. pengesahan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih oleh Presiden; dan

b. pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam yang dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden dan pengangkatan sumpahnya yang dilakukan di hadapan Ketua
Mahkamah Syar'iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam Sidang
Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

(4) pengawasan proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Pasal 31 dan Pasal 32, dilakukan oleh Komisi Pengawas Pemilihan.

(5) Hal-hal lain mengenai pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang belum diatur dalam undang-undang
ini dapat diatur lebih lanjut dalam Qanun khusus
Pasal 44

1. Pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota


atau nama lain dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 39, dan Pasal 43,

2. Pelaksanaan ketentuan Pasal 39, dan Pasal 43, disesuaikan


dengan kepentingan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali:

a. penyerahan hasil pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Kabupaten/Kota atau nama lain kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur;

b. pengesahan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atau


nama lain terpilih oleh Menteri Dalam Negeri; dan

c. pelantikan Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atau


nama lain oleh Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri dan pengangkatan
sumpahnya dilakukan di hadapan Ketua Mahkamah Syar'iyah dalam Sidang
Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota atau nama lain.

3 Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam


Qanun khusus

BAB XII

KEPOLISIAN DAERAH

Pasal 45

(1) Tugas kepolisian dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi


Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

(2) Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


melaksanakan kebijakan teknis kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di bidang keamanan.

(3) Kebijakan mengenai keamanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian Daerah kepada Gubernur Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
(4) Hal-hal mengenai tugas fungsional kepolisian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di bidang ketertiban dan ketenteraman masyarakat
diatur lebih lanjut dengan Qanun khusus Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

(5) Pelaksanaan tugas fungsional kepolisian sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) di bidang ketertiban dan ketenteraman masyarakat
dipertanggungjawabkan oleh Kepala Kepolisian Daerah kepada Gubernur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(6) Pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan persetujuan Gubernur.

(7) Pemberhentian Kepala Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Negara


Provinsi Darussalam dilakukan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

(8) Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


bertanggung jawab kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
atas pembinaan kepolisian di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam
kerangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 46

(1) Seleksi untuk menjadi perwira, bintara, dan tamtama Kepolisian


Negara Republik Indonesia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dengan
memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat, dan kebijakan
Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Pendidikan dasar dan pelatihan umum bagi bintara dan tamtama
Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Nanggroe Aceh
Darusselam diberi kurikulum muatan lokal, dan lulusannya diutamakan
untuk Penugasan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Pendidikan dan pembinaan perwira Kepolisian Negara Republik


Indonesia yang berasal dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dilaksanakan secara nasional oleh Indonesia. Kepolisian Negara Republik.

(4) Penempatan perwira, bintara dan tamtama Kepolisian Negara


Republik Indonesia dari luar Aceh ke Kepolisian Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan atas keputusan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum, budaya,
dan adat istiadat di daerah penugasan.

Pasal 47

Hal-hal mengenai pendidikan dan pembinaan anggota Kepolisian Negara


Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan keputusan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

BAB XIII

KEJAKSAAN

Pasal 48

(1) Tugas kejaksaan dilakukan oleh kejaksaan Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam sebagai bagian dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

(2) Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam dilakukan oleh Jaksa Agung dengan persetujuan Gubernur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Pemberhentian Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam dilakukan oleh Jaksa Agung.

BAB XIV

MAHKAMAH SYAR'IYAH

Pasal 49

(1) Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


sebagai bagian dari sistem peradilan nasional dilakukan oleh Mahkamah
Syar'iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun.

(2) Kewenangan Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), didasarkan atas syariat Islam dalarr. sistem hukum nasional, yang
diatur lebih lanjut dengan Qanun khusus Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan bagi


pemeluk agama Islam.

Pasal 50

(1) Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)


terdiri atas Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda atau
nama lain sebagai pengadilan tingkat pertama, dan Mahkamah Syar'iyah
Provinsi sebagai pengadilan tingkat banding di ibukota Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Mahkamah Syar'iyah untuk pengadilan tingkat kasasi dilakukan


pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(3) Hakim Mahkamah Syar'iyah diangkat dan diberhentikan oleh


Presiden sebagai Kepala Negara atas usul Menteri Kehakiman setelah
mendapat pertimbangan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 51

(1) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat membentuk partai


politik yang berbasis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(2) Tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam


pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Rekrutmen keanggotaan partai politik lokal oleh partai politik


dengan memprioritaskan penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai partai politik lokal


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan qanun khusus
(5) Tata cara pembentukan partai politik lokal diatur lebih lanjut
dengan qanun khusus

BAB XVI

HAK ASASI MANUSIA

Pasal 52

(1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan penduduk Provinsi Daerah


Istimewa Aceh wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati
Hak Asasi Manusia di Provinsi Daerah Istimewa Aceh sesuai dengan
kovenan Internasional PBB mengenai Hak-hak-hak sipil dan politik dan
mengenai Hak ekonomi, sosial dan budaya.

(2) Untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud di atas, Pemerintah


membentuk, Pengadilan Hak Asasi Manusia, untuk mengadili kasus
pelanggaran HAM yang terjadi setelah nota kesepahaman tanggal 15
Agustus 2005 sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam .rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di


Provinsi Daerah Istimewa Aceh dibentuk Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi.

(4) Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud


diatas yang bertugas merumuskan dan menetapkan langkah-Iangkah
rekonsiliasi.

(5) Susunan keanggotaan, kedudukan, pengaturan pelaksanaan tugas


dan pembiayaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud
diatas diatur dalam Keputusan Presiden atas usulan dari Gubernur

Pasal 53

(1) Pemerintah berkewajiban untuk menegakkan Hak Asasi Manusia kaum


perempuan dan anak, dengan membina, melindungi hak-hak dan
memberdayakan secara bermartabat.

(2) Kaum perempuan memiliki kesempatan yang sama baik dalam


kehidupan sosial maupun, politik dan pemerintahan yang sejajar dengan
kaum laki-Iaki,

(3) Tata cara untuk membina kaum perempuan dan anak akan diatur
lebih lanjut dengan qanun khusus

BAB XVII

PENDIDIKAN

Pasal 54

(1) Pemerintah Provinsi berkewajiban terhadap penyelenggaraan


pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Provinsi
Nanggroe Aceh Darusalam.

(2) Pemerintah menetapkan kebijakan umum pendidikan diadasarkan


kepada budaya agama dan standar nasional dalam perencanan dan
pelaksanaan pengawasan dari pendidikan informal, formal dan non formal

(3) Pemerintah menetapkan kebijakan umum tentang otonomi perguruan


tinggi, kurikulum inti, dan standar mutu pada semua jenjang, jalur, dan
jenis pendidikan sebagai pedoman pelaksanaan bagi pimpinan perguruan
tinggi dan Pemerintah Provinsi.

(4) Setiap penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam berhak


memperoleh pendidikan yang bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan tingkat sekolah menengah dengan beban masyarakat
serendah-rendahnya.

(5) Dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan, Pemerintah


Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan yang
seluas-Iuasnya kepada lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,
dan dunia usaha yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan untuk mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan yang
bermutu di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam.

(6) Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat memberikan bantuan


dan/atau subsidi kepada penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat yang memer1ukan.

(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai


dengan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan qanun khusus.

BAB XVIII

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DAN LlNGKUNGAN HIDUP

Pasal 55

Pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dilakukan dengan


berpedoman pada prinsip- prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian
lingkungan, manfaat, dan keadilan dengan memperhatikan rencana tata
ruang wilayah.

Pasal 56

(1) Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam berkewajiban


melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan
memperhatikan penataan ruang, melindungi sumber daya alam hayati,
sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati
serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan
untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.

(2) Untuk melindungi keanekaragaman hayati dan proses ekologi


terpenting, Pemerintah Provinsi berkewajiban mengelola kawasan lindung.

(3) Pemerintah Provinsi wajib mengikutsertakan masyarakat yang


memenuhi syarat dalam per1indungan lingkungan hidup.

(4) Di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam dapat dibentuk lembaga


independen untuk penyelesaian sengketa lingkungan.

(5) Penyelesaian sengketa lingkungan dapat ditempuh melalui jalur


pengadilan atau diluar pengadilan

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan qanun khusus

BAB XIX

SOSIAL

Pasal 57

(1) Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangannya berkewajiban


memelihara dan memberikan jaminan hidup yang layak kepada penduduk
Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam yang menyandang masalah sosial.

(2) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), Pemerintah Provinsi memberikan peranan sebesar-besamya kepada
masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan qanun khusus

BAB XX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

Sengketa-wewenang antara Mahkamah Syar'iyah dan Pengadilan dalam


lingkungan peradilan lain menjadi wewenang Mahkamah Agung,Republik
Indonesia untuk tingkat pertama dan tingkat terakhir.

Pasal 59
Susunan organisasi, perangkat Daerah, jabatan dalam pemerintahan
Daerah, dan peraturan perundang-undangan yang ada tetap ber1aku hingga
dibentuk Qanun khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sesuai dengan
undang-undang ini.

Pasal 60

Semua paraturan perundang-undangan yang ada sepanjang tidak diatur


dalam undang-undang ini dinyatakan tetap ber1aku di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.

BAB XXI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 61

(1) Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut


kewenangan Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut


kewenangan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diatur lebih
lanjut dengan Qanun khusus.

Pasal 62

Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini secara bertahap harus telah


dibentuk paling lambat dalam masa satu tahun setelah undang-undang ini
diundangkan.

Pasal 63

Perubahan atas undang-undang ini dapat dilakukan dengan memperhatikan


pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Pasal 64

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-


­undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Darussalam, 1 Oktober 2005

Tim Perumus Ketua,

Prof. Dr. Amiruddin A. Wahab, S.H.

Sekretaris,

Dr. Husni Jalil, S.H., M.H.

Anggota : Prof. Dr. Alibasyah Amin, MA. Prof. T. Djuned, S,H. Prof.
Dahlan, S.H., M.H. Dahnil, S.H., M.S. Mohd. Daud Yoesoef, S.H., M.H.
Dr. Faisal A. Rani, S.H., M.H. Dr. Syarifuddin Hasyim, S.H., M.H. Dr.
lIyas Ismail, S.H., M.H. Dr. Mumiati, M.Pd

You might also like