You are on page 1of 9

IBUNDA TERCINTA

Karya :Umbu Landu Paranggi (1965)

Perempuan tua itu senantiasa bernama:


duka derita dan senyum yang abadi
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi
dari ujung rambut sampai telapak kakinya

Perempuan tua itu senantiasa bernama:


korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia

Perempuan tua itu senantiasa bernama:


cinta kasih sayang, tiga patah kata purba
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya
UNSUR INTRINSIK PUISI

“IBUNDA TERCINTA”

TEMA

“Ketulusan Hidup Seorang Ibu”

MAKNA KESELURUHAN

“Ibunda Tercinta”, karya Umbu Landu Paranggi merupakan sebuah puisi


mempunyai gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang yakni tentang kehidupan
yang dialami seorang ibu dalam mengarungi kehidupan yang penuh penderitaan dan
kegembiraan. Walaupun seorang ibu merasa dalam keadaan sedih dan susah dia
berusaha bahagia di mata anak serta sanak keluarganya.

DIKSI

Diksi sekaligus kata kunci puisi Ibunda Tercinta yaitu ungkapan “perempuan
tua” karena diulang tiga kali dan terdapat pada baris pertama awal kata tiap bait. Makna
“perempuan tua” berarti perempuan yang sudah tua, kulitnya keriput, rambut mulai
memutih, dan biasanya ditujukan pada perempuan yang hidupnya tidak lama lagi.

Diksi “perempuan tua” pada bait pertama, kedua dan ketiga menggambarkan
kehidupan perempuan yang sudah mengalami asam garam kehidupan, kadang kala
mendapat hinaan dan pujian dalam hidupnya serta tetap memberikan cinta kasih yang
kekal demi anak-anaknya berhasil menggapai impian.

Kata ‘abadi’ dalam puisi di atas artinya kekal tidak pernah pudar atau dimakan
usia. Kata ‘puisi’ melambangkan suatu sajak yang merdu penuh alunan seolah-olah ibu
diibaratkan sebuah puisi yang berharga atau mulia. Kata ‘ampunan’ bermakna suatu
pengampunan atas suatu kesalahan yang diperbuat demi suatu tujuan yang lebih mulia.
Kata ‘melahirkan’ bermakna seorang perempuan yang pada akhirnya menjadi seorang
ibu bagi anak-anaknya.
Pada larik /duka derita dan senyum abadi/, kata “duka derita” melambangkan
derita diterima oleh ibu. Kata “senyum” melambangkan suatu kegembiraan. Dalam
penggabungannya larik /duka derita dan senyum abadi/ dapat melambangkan susah
senang yang dialami oleh seorang ibu.

Larik /tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi/ melambangkan ibu seperti sajak
yang bertemakan kasih sayang yang tulus kepada anaknya.
Larik /korban, terima kasih, restu, dan ampunan/ melambangkan ibu yang dalam
hidupnya selalu menderita dan ada saatnya mendapat pujian. Ibu selalu berdoa demi
anaknya dan memaafkan kesalahan yang dilakukan anaknya agar bisa berhasil mencapai
tujuan.

Larik /dengan tulus setia telah melahirkan berpuluh lakon/ melambangkan


begitu tulusnya seorang ibu dengan kelahiran anaknya. Larik /nasib dan sejarah
manusia/ melambangkan ibu yang telah melahirkan anak-anaknya dengan berbagai
karakter dan menentukan arah dari sejarah manusia. Larik /cinta kasih sayang tiga patah
kata purba/ melambangkan kasih sayang seorang ibu yang tidak akan pernah berubah
walaupun sampai akhir zaman. Larik /di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri/
melambangkan begitu besar beban seorang ibu yang berusaha mengangkat derajat
anaknya agar tercapai dan berhasil. Larik /menjangkau bintang-bintang dengan hatinya
dan janjinya/ melambangkan ibu yang setia dan berusaha agar anaknya bisa berhasil.

MAJAS

Gaya bahasa atau majas yang digunakan dalam puisi Ibunda Tercinta merupakan
majas perbandingan (metafora) yang membandingkan dua hal benda secara singkat dan
padat ditemukan dalam baris ”perempuan tua itu senantiasa bernama” pada bait ke-1,
ke-2, ke-3, dan baris ke-1 masing-masing bait. Dalam pengulangan kalimat dalam baris
ke-1 pada setiap bait menandakan bahwa majas yang digunakan juga majas repetisi.

Dalam puisi di atas juga terdapat kata “duka derita”, “tulus setia”, “kasih
sayang” yang merupakan padanan kata dan juga mengandung majas asosiasi.
Pada kata “di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri /
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya” yang terdapat pada larik 3
dan 4 bait ke-3 mengandung majas hiperbola.

Asosiasi pengindraan juga terkandung dalam puisi di atas antara lain terdapat
pada kata “senyum yang abadi / tertulis dan terbaca ... / dari ujung rambut sampai
telapak kakinya” yang terdapat pada bait pertama.

ASPEK BUNYI

Rima

Perempuan tua itu senantiasa bernama (a)


duka derita dan senyum yang abadi (b)
tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi (b)
dari ujung rambut sampai telapak kakinya (a)

Perempuan tua itu senantiasa bernama (a)


korban, terima kasih, restu dan ampunan (c)
dengan tulus setia telah melahirkan (c)
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia (a)

Perempuan tua itu senantiasa bernama (a)


cinta kasih sayang, tiga patah kata purba (a)
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri (b)
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya (a)

Puisi karya Umbu Landu Paranggi berjudul Ibunda Tercinta di atas


menggunakan pengulangan larik serta persamaan rima seperti dalam larik “perempuan
tua itu senantiasa bernama” yang terdapat pada baris ke -1. Larik tersebut juga terdapat
pada awal bait ke -2 dan bait ke -3.

Persamaan rima juga terdapat dalam kata ‘abadi’ baris ke-2 dan kata ‘puisi’ pada
baris ke-3 demikian juga pada baris ke-6 kata ‘ampunan’ dan kata ‘melahirkan’ pada
baris ke-7.
Aliterasi

Atmazaki (1991) mengatakan jika pengulangan bunyi dalam satu rangkaian


kata-kata yang berdekatan dalam satu baris berupa bunyi konsonan disebut aliterasi.
Puisi Ibunda Tercinta bunyi aliterasi terdapat pada bait ke-1 dan baris ke-3 larik “tertulis
dan terbaca, jelas kata-kata puisi” ditemukan konsonan “t” sebanyak lima kali.

Asonansi

Puisi Ibunda Tercinta terdapat asonansi pada baris ke-1 dan bait ke-1, baris ke-1
dan bait ke-2, serta baris ke-1 bait ke-3. Asonansi puisi berupa bunyi vokal “a” dalam
larik “perempuan tua itu bernama”.

Efoni dan Kakafoni

Efoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan kata “senyum” yang terdapat
pada bait ke-1 baris ke-2 dengan lambang bunyi “u”. Efoni juga terdapat dalam kata
“cinta kasih” pada bait ke-3 baris ke-2 dengan lambang bunyi “a”.
Kakafoni dalam puisi Ibunda Tercinta dapat ditemukan dalam kata “duka” pada bait ke-
1 baris ke-2, dan kata ‘korban’ pada bait ke-2 baris ke-2.

Irama

Pada puisi di atas dapat diperoleh irama yang berbeda tergantung kepada arti dan
maksud dari puisi yang akan dibacakan. Metrum adalah bagian dari irama. Puisi Ibunda
Tercinta di atas yang merupakan metrum adalah terdapat pada pola persajakannya. Serta
ada pemenggalan dalam membacakannya ( pemberian jeda).

Dapat kita temukan metrum atau jeda setelah kata /perempuan tua/ kemudian
dilanjutkan kata /senantiasa bernama/ bisa juga kata /perempuan tua itu/ kemudian
dilanjutkan dengan kata yang kedua yaitu kata /senantiasa bernama/ dan kemudian
seterusnya pada bait dan baris selanjutnya. Pemenggalan larik /perempuan itu senantiasa
bernama/ terdapat kata “itu” yang merupakan kata tunjuk dasar atau demonstrativa.
Jadi, pemenggalan kata menjadi tiga bagian kata yaitu kata “perempuan tua”, “itu” dan
“senantiasa bernama”.
ISI PUISI

Seorang ibu yang telah melewati berbagai warna hidup dunia dengan tulus tanpa
mengharap apapun baik dari keluarga atau anak-anaknya.. Beliau pun merasakan
cercaan, cacian, pujian dan penghormatan dari orang lain namun semua itu hanya
dibalas dengan senyuman abadi. Ibu juga turut serta mengisi rona emas sejarah bangsa
dengan melahirkan tokoh-tokoh, pemimpin, dan orang-orang yang berpengaruh di dunia
ini. Semua kasih sayang beliau hanya untuk mencapai satu tujuan yakni keberhasilan
putra-putrinya.

AMANAT

Ibu merupakan pahlawan utama dalam mengisi warna-warni kehidupan kita.


Pantaslah jika kita mulai saat ini harus lebih menghormati seorang ibu dan
membahagiakan hati beliau karena hanya hal itu yang mampu kita berikan untuk
mengisi rona kehidupan ibu kelak.

UNSUR EKSTRINSIK

Puisi di atas mengandung aspek psikologis dan sosial. Aspek sosial dalam puisi
tersebut diketahui melalui gambaran nyata seorang ibu sesuai kondisi nyata di
masyarakat. Puisi tersebut juga mempunyai pengaruh psikologis

Bima Krida Pamungkas

XII IPA 4 - 08
KEMARAU
Karya : D. Zawawi Imron

Oleh lecutan ombak aku pun berteriak


Dalam hati terus ke nadi
Memanggil nama sungai
Yang lama kehilangan derai

Yang menyahut hanya kerikil


Dan pasir kering
Menghempas rohku sampai terbaring

Laut pun tak kuasa membasah langit


Agar musim terusir
Doa bangkit dari nurani
Nurani bangkit dari sajadah
Bergantian tak kunjung henti

Biji-biji yang tumbuh


Tumbuhlah bersama punuk di pundak sapi
Tapi tak pernah pergi

Bima Krida Pamungkas

XII IPA 4 - 08
BERSATULAH PELACUR-PELACUR KOTA JAKARTA

Sarinah,

Katakan kepada mereka

Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri

Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu

Tentang perjuangan nusa bangsa

Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal

Ia sebut kau inspirasi revolusi

Sambil ia buka kutangmu

Dan kau, Dasima

Kabarkan kepada rakyat

Bagaimana para pemimpin revolusi

Secara bergiliran memelukmu

Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi

Sambil celananya basah

Dan tubuhnya lemas

Terkapar kendur tak berdaya

Politisi dan pegawai tinggi

Adalah caluk yang rapih

Kongres-kongres dan konfrensi

Tak pernah berjalan tanpa kalian

Kalian tidak pernah berkata ”tidak”

Lantaran kelaparan yang menakutkan

Kemiskinan yang mengekang


Dan tak lama sia-sia cari kerja

Ijazah sekolah tanpa guna

Para kepala jawatan

Akan membuka kesempatan

Kalau kau memuka paha

Sedang di luar pemerintahan

Perusahaan-perusahaan macet

Lapangan kerja tak ada

Bima Krida Pamungkas

XII IPA 4 - 08

You might also like