Professional Documents
Culture Documents
Penilaian Pengunjung: /7
Nilai
Kurang Terbaik
Oleh Syamsul Bahri Radjam, SH
Rabu, 29 April 2009 06:34
Tulisan ini akan membahas mengenai hak warga negara yang diatur didalam KUHAP.
Tulisan ini akan lebih fokus kepada perlindungan terhadap hak warga negara yang terlibat
didalam peristiwa pidana, baik itu sebagai tersangka, terdakwa, terpidana dan juga
perlindungan terhadap hak saksi atau korban tindak pidana.
Disamping itu tulisan ini akan mengutip hak-hak warga negara yang sedang menjalani
proses peradilan pidana yang diatur oleh Undang-undang lain selain KUHAP yang
relevan, misalnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-undang lainnya.
Tulisan ini akan membahas mengenai hak warga negara yang diatur didalam KUHAP.
Tulisan ini akan lebih fokus kepada perlindungan terhadap hak warga negara yang terlibat
didalam peristiwa pidana, baik itu sebagai tersangka, terdakwa, terpidana dan juga
perlindungan terhadap hak saksi atau korban tindak pidana.
Disamping itu tulisan ini akan mengutip hak-hak warga negara yang sedang menjalani
proses peradilan pidana yang diatur oleh Undang-undang lain selain KUHAP yang
relevan, misalnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-undang lainnya.
PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN
Hak Tersangka untuk didampingi Penasehat Hukum
Warga negara yang menjadi tersangka berhak untuk didamping oleh Penasehat Hukum.
Untuk kepentingan pembelaan dalam proses peradilan pidana seorang warga negara yang
menjadi tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat
hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan (pasal 54
KUHAP).Selain itu seorang tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat
hukumnya (pasal 55 KUHAP).
Bagi tersangka atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi
mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak
mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
(pasal 56 ayat (1) KUHAP). Pemberian bantuan hukum oleh penasehat hukum tersebut
diberikan kepada tersangka atau terdakwa secara cuma-cuma (pasal 56 ayat (2) KUHAP).
Jika tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana dikenakan penahanan, maka
dia berhak untuk menghubungi penasehat hukumnya ( Pasal 57 KUHAP ayat (1)
KUHAP). Selain itu berdasarkan ketentuan pasal 37 Undang –Undang Nomor 4 tahun
2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, setiap orang yang tersangkut perkara berhak
mendapatkan bantuan hukum. Bantuan hukum dalam pasal ini diberikan oleh seorang
penasehat hukum atau saat ini lebih dikenal dengan “advokat”. Dan menurut ketentuan
pasal 38 Undang –Undang Nomor 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak
menghubungi dan meminta bantuan advokat.
Penangkapan
Definisi penangkapan menurut pasal 1 butir 20 KUHAP adalah “suatu tindakan penyidik
berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan.
Jangka waktu penangkapan hanya berlaku paling lama untuk jangka waktu 1 hari (24
jam). Sebelum dilakukan suatu penangkapan oleh pihak kepolisian maka terdapat syarat
materiil dan syarat formil yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan
syarat materiil adalah adanya suatu bukti permulaan yang cukup bahwa terdapat suatu
tindak pidana. Sedangkan syarat formil adalah adanya surat tugas, surat perintah
penangkapan serta tembusannya. Apabila dalam waktu lebih dari 1 x 24 jam, tersangka
tetap diperiksa dan tidak ada surat perintah untuk melakukan penahanan, maka tersangka
berhak untuk segera dilepaskan.
Disamping itu ada pendapat lain mengenai “bukti permulaan yang cukup” , yaitu menurut
Darwan Prints,SH, dalam bukunya Hukum Acara Pidana dalam praktek, Penerbit
Djambatan dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, cetakan revisi tahun 2002,
halaman 50-51, bukti permulaan yang cukup adalah :
• Laporan Polisi;
• Berita Acara Pemeriksaan di TKP;
• Laporan Hasil Penyelidikan;
• Keterangan Saksi/saksi ahli; dan
• Barang Bukti.
Yang telah disimpulkan menunjukan telah terjadi tindak pidana kejahatan (Din Muhamad,
S.H.1987 : 12)
Warga negara yang diduga sebagai tersangka dalam peristiwa pidana berhak melihat dan
meminta surat tugas dan surat perintah penangkapan terhadap dirinya. Hal ini
sebagaimana ketentuan pasal 18 ayat (1) KUHAP yang menyatakan :
Saat dilakukan penangkapan terhadap tersangka, tersangka berhak bebas dari segala
tindakan penyiksaan ataupun intimidasi dalam bentuk apapun dari aparat yang
menangkapnya.
Penahanan
Definisi Penahanan sebagaimana ketentuan pasal 1 butir (21) KUHAP adalah
penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut
Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
menurut Undang-undang ini. Pada prinsipnya penahanan adalah pembatasan kebebasan
bergerak seseorang yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang
harusnya dihormati dan dilindungi oleh negara.
Untuk itu diharuskan adanya bukti-bukti yang cukup, berupa Laporan Polisi
ditambah dua alat bukti lainnya, seperti: Berita Acara Pemeriksaan Tersangka/Saksi,
Berita Acara ditempat kejadian peristiwa, atau barang bukti yang ada.
2. Syarat Obyektif. Dinamakan syarat obyektif karena syarat tersebut dapat diuji ada atau
tidak oleh orang lain. Syarat obyektif Ini diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yaitu:
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. Tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, tetapi ditentukan
dalam:
• Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: Pasal 282 ayat (3), Pasal
296, Pasal 335 ayat (1) , Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1). Pasal 372, Pasal
378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480, Pasal 506;
• Pelanggaran terhadap Ordonantie Bea dan Cukai;
• Pasal 1, 2 dan 4 Undang-undang No. 8 Drt Tahun 1955 (Tindak Pidana Imigrasi)
yaitu antara lain: tidak punya dokumen imigrasi yang sah, atau orang yang
memberikan pemondokan atau bantuan kepada orang asing yang tidak
mempunyai dokumen imigrasi yang sah;
• Tindak Pidana dalam Undang-undang No.9 Tahun 1976 tentang Narkotika.
Dari uraian kedua syarat tersebut yang terpenting adalah syarat obyektif sebab penahanan
hanya dapat dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 21 ayat (4)
KUHAP itu dipenuhi. Sedangkan syarat yang terkandung dalam Pasal 21 ayat (1)
biasanya dipergunakan untuk memperkuat syarat yang terkandung dalam Pasal 21 ayat (4)
dan dalam hal-hal sebagai alasan mengapa tersangka dikenakan perpanjangan penahanan
atau tetap ditahan sampai penahanan itu habis.
Tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan Surat Perintah penahanan atau penahanan
lanjutan yang berisikan Identitas Tersangka/Terdakwa, Alasan Penahanan, Uraian Singkat
perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan, dan Tempat dimana
Tersangka/Terdakwa ditahan. Tembusan Surat Perintah Penahanan atau Penahanan
Lanjutan atau Penetapan Hakim itu, harus diberikan kepada keluarga
Tersangka/Terdakwa.
Jenis-jenis Penahanan yang diatur dalam pasal 22 ayat (1) KUHAP adalah Penahanan
Rumah Tahanan Negara, Penahanan Rumah serta Penahanan Kota. Penahanan rumah
dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa
dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang
dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Sedangkan Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman
tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor
diripada waktu yang ditentukan.
Pengecualian dari jangka waktu penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 24, 25, 26,
27, 28 KUHAP, untuk kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka/ terdakwa
dapat diperpanjang dengan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:
• Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau
• Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana 9 tahun atau lebih (Pasal 29
ayat (1) KUHAP).