You are on page 1of 31

Kalender Hijriah

• Pengantar
Regularitas alam
Kalender matahari dan bulan

• Sejarah perkembangan kalender di Arab


Kalender Arab (pra-Islam)
Kalender Hijriah

• Memahami kalender hijriah


Prinsip Dasar Kalender Hijriah
Peredaran Bulan
Hisab dan Ru’yat

• Perbedaan waktu puasa dan Idul Fitri


Perbedaan
Peran Pemerintah
Contoh Data Sidang Itsbat

• Frequently Asked Question (FAQ)

• Daftar pustaka

slide berikutnya >

© Evan Irawan Akbar, 2007 e-mail: evan@students.as.itb.ac.id, kangmasgudeg@yahoo.com


menu slide sebelumnya slide berikutnya

Regularitas Alam
Keteraturan alam
Setiap hari matahari, bulan dan
bintang terbit dan terbenam
Puluhan ribu tahun yang lalu, manusia masih sangat bergantung secara teratur.
pada alam. Untuk dapat berkebun, mereka harus menunggu datangnya
musim hujan. Jika mereka ingin berburu, harus tahu kapan musim
kawin dan musim migrasi binatang. Begitu pula jika ingin menangkap
ikan di laut, mesti mengetahui musim pasang surut.
Beruntung, nenek moyang kita tidak memiliki kesibukan seperti kita.
Mereka memiliki banyak waktu luang untuk menjelajah dan mengamati
alam. Satu hal yang tak mungkin lepas dari pengamatan mereka moonrise
adalah pergerakan bintang di langit. Mereka pun menyadari, ketika
matahari bergeser ke utara, Pulau Jawa mengalami musim kemarau.
Musim ini buruk untuk bertanam padi.
Mereka juga memperhatikan, pasang surut air laut bersesuaian
dengan bentuk wajah bulan. Saat bulan mati dan bulan purnama, air
laut akan naik atau turun hingga beberapa meter. Keteraturan ini
mereka pelajari dan mereka jadikan patokan. sunset

Pasang surut
Pasang surut air laut
dipengaruhi oleh gravitasi
bulan dan matahari. Pasang
surut terbesar terjadi ketika
matahari, bumi dan bulan
berada dalam satu garis lurus
(saat fase bulan mati atau
pasang surut bintang di langit
purnama).
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Kalender Matahari dan Bulan (1)

Setelah mengamati selama ratusan tahun, manusia akhirnya menemukan perhitungan waktu untuk
pertama kalinya. Mereka menemukan kalender. Tentu saja kalender yang ada pada masa itu masih
sangat sederhana. Misalnya, pergantian hari ditandai dengan bayangan terpendek, yakni saat matahari
ada di atas kepala. Namun semakin lama, kalender makin berkembang. Selain hari, mulai ada satuan
bulan dan tahun. Bahkan demi memperoleh ketelitian yang cukup tinggi, dibuatlah tahun kabisat.
Pada dasarnya, berdasarkan pergerakan matahari dan bulan, ada tiga macam kalender di dunia ini:
1. kalender matahari (solar calendar).
Kalender ini menggunakan matahari sebagai patokan. Satu tahun terdiri dari 365 hari 5 jam 48 menit
46 detik (365.2422 hari) atau lamanya waktu yang diperlukan bumi untuk mengelilingi matahari.
Kalender masehi yang kita gunakan sehari-hari adalah contoh kalender matahari. Kelebihan kalender
ini adalah, kesesuaiannya dengan musim. Indonesia, contohnya, biasa mengalami musim kemarau
antara bulan April hingga Oktober. Karenanya, kalender ini digunakan sebagai pedoman beraktivitas
sehari-hari (bercocok tanam, menangkap ikan, dll).
2. kalender bulan (lunar calendar).
Kalender bulan memanfaatkan perubahan fase bulan sebagai dasar perhitungan waktu. Dalam
perjalanannya mengelilingi bumi, fase bulan akan berubah dari bulan mati ke bulan sabit, bulan
separuh, bulan lebih separuh, purnama, bulan separuh, bulan sabit, dan kembali ke bulan mati. Satu
periode dari bulan mati ke bulan mati, lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29.5306 hari).
Periode ini disebut dengan satu bulan. Panjang tahun dalam kalender bulan adalah 12 bulan (12 x
29.5306 hari), yakni 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik (354.3672 hari). Kalender bulan biasa
digunakan untuk keperluan ibadah. Kalender bulan tertua yang diketahui berusia 17 ribu tahun. Bukti
keberadaan kalender ini terpahat di dinding Gua Lascaux, Perancis
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Kalender Matahari dan Bulan (2)

Gua Lascaux.
Kiri : Gua dipenuhi pahatan hingga ke langit-langit. Lukisan ini
adalah bukti peradaban tertua di bumi. Diperkrakan lukisan ini
berasal dari zaman es terakhir, sekitar 15000 SM.

Kanan : Titik-titik hitam yang menunjukkan fase-fase bulan dari bulan


mati ke purnama. Titik hitam ini berjumlah 14. Siapapun yang
memahat lukisa nini sudah menyadari keteraturan fase bulan
dan menggunakannya sebagai pedoman waktu.

3. kalender bulan-matahari (luni-solar calendar).


Dalam kalender matahari, awal bulan tidak harus menyesuaikan dengan bentuk fase bulan. Tidak
demikian halnya dengan kalender bulan-matahari. Dalam kalender ini, satu tahun lamanya 365.2422
hari (sama seperti kalender matahari) namun pergantian bulan disesuaikan dengan periode fase bulan
(1 bulan = 29.5306 hari). Normalnya, kalender ini terdiri dari 12 bulan. Satu bulan ada yang lamanya
29 hari dan ada yang 30 hari.
Jika kita hitung, dalam setahun hanya ada 12 x 29.5309 hari = 354 hari. Lebih cepat 11 hari dari yang
seharusnya. Agar kalender ini tetap konsisten dengan pergerakan matahari, dibuatlah tahun kabisat
yang terdiri dari 13 bulan sebanyak 7 kali dalam 19 tahun.
Kelebihan kalender ini adalah, konsistensinya dengan musim sekaligus penggunaannya untuk
keperluan ibadah. Contoh kalender matahari-bulan adalah kalender Cina (imlek), kalender Saka,
kalender Jawa, Sunda, Bali, dan kalender Yahudi.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Kalender Arab (pra-Islam)

Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab sudah mengenal kalender. Namun kalender yang
dipergunakan adalah kalender bulan-matahari. Dalam kalender ini, pergantian tahun selalu terjadi di
penghujung musim panas (sekitar bulan September, ketika matahari melewati semenanjung Arab dari
utara ke selatan). Bulan pertama dinamai Muharram, karena di bulan ini seluruh suku di semenanjung
Arab bersepakat mengharamkan peperangan. Pada bulan kedua, sekitar bulan Oktober, daun-daun
mulai menguning. Karenanya, bulan ini diberi nama Shafar yang berarti kuning. Di bulan ketiga dan
keempat, bertepatan dengan musim gugur (rabi’). Keduanya diberi nama bulan Rabi’ul awwal dan Rabi’ul
akhir.
Januari dan Februari adalah musim dingin atau musim beku (jumad), sehingga dinamai Jumadil awwal
dan Jumadil akhir. Di bulan berikutnya, matahari kembali melintasi semenanjung Arab. Kali ini matahari
bergerak dari selatan ke utara. Salju di Arab mulai mencair. Karenanya, bulan ini dinamai dengan bulan
Rajab. Setelah salju mencair, lahan pertanian kembali bisa ditanami. Masyarakat Arab mulai turun ke
lembah (syi’b) untuk menanam atau menggembala ternak. Bulan in disebut bulan Sya’ban. Bulan
berikutnya, matahari bersinar terik hingga membakar kulit. Bulan in disebut dengan bulan Ramadhan
(dari kata ramdhan yang berarti sangat panas).
Cuaca makin panas di bulan berikutnya, hingga disebut dengan bulan Syawwal (peningkatan).
Puncak musim panas terjadi di bulan Juli. Di waktu-waktu ini masyarakat Arab lebih senang duduk-duduk
(qa’id), tinggal di rumah daripada bepergian. Bulan ini diberi nama Dzulqa’dah. Di bulan keduabelas,
masyarakat Arab berbondong-bondong pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji sehingga bulan
ini disebut dengan bulan haji atau Dzulhijjah. Sedangkan bulan ketigabelas yang ditambahkan di setiap
penghujung tahun kabisat disebut dengan bulan Nasi’.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Kalender Hijriah (1)

Kalender bulan-matahari yang berlaku di semenanjung Arab ternyata menimbulkan kekacauan.


Masing-masing suku menetapkan tahun kabisatnya sendiri-sendiri. Hal ini menjadi dalih dan pembenaran
untuk menyerang suku lain di bulan Muharram dengan alasan, bulan itu adalah bulan Nasi’ menurut
perhitungan mereka.
Setelah turun wahyu kepada Muhammad saw, kalender bulan-matahari diubah menjadi kalender
bulan. Satu tahun terdiri dari duabelas bulan, sebagaimana firman Allah,

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ada 12 bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah sewaktu
Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada 4 bulan haram….” [At Taubah: 36]

Meskipun begitu, nama-nama bulan tetap tak berubah karena sudah terlanjur populer di masyarakat.
Lagipula, nama-nama ini tidak mengandung unsur kemusyrikan.
Dengan diberlakukannya kalender bulan, ramadhan tak lagi selalu jatuh di musim panas. Setiap tahun
akan terus bergeser. Di kalender masehi, kita merasakan perayaan idul fitri akan lebih cepat 11 hari
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski merepotkan (tanggalnya selalu berganti-ganti), namun
hal ini menguntungkan bagi saudara-saudara kita yang tinggal di daerah dengan empat musim.
Pergeseran waktu di kalender Masehi membuat Ramadhan bisa terjadi di musim dingin, musim gugur,
musim semi maupun musim panas.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Kalender Hijriah (2)

Ketika Rasulullah saw masih hidup, kalender yang digunakan tidak berangka tahun. Jika seseorang
ingin menuliskan waktu transaksi, hanya ditulis: 14 Rajab. Tentu saja, hal ini menimbulkan kerancuan,
apakah yang dimaksud 14 Rajab tahun ini atau lima tahun yang lalu?
Enam tahun setelah wafatnya Rasulullah saw, Gubernur Irak, Abu Musa al Asy’ari mengirim surat
kepada Khalifah Umar Bin Khatthab. Sebagian surat itu berisi saran agar kalender Hijriah diberi angka
tahun. Usul ini pun disetujui. Umar segera membentuk panitia yang beranggotakan Umar, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair
bin Awwam. Panitia kecil ini bermusyawarah untuk menentukan kapankah dimulainya tahun pertama.
Ada yang mengusulkan tahun kelahiran Nabi saw (‘Am al Fil, 571 M), seperti kalender Masehi yang
merujuk pada kelahiran Isa. Ada pula yang mengusulkan tahun turunnya firman Allah yang pertama (‘Am
al Bi’tsah, 610 M). Pada akhirnya, yang disetujui adalah pendapat Ali yang menggunakan tahun hijrah
dari Makkah ke Madinah (‘Am al Hijrah, 622 M). Alasannya,
1. dalam Al Qur’aan, Allah memberi banyak penghargaan pada orang-orang yang berhijrah.
2. masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terbentuk setelah hijrah ke Madinah.
3. ummat Islam diharapkan selalu memiliki semangat hijriah, tidak terpaku pada satu keadaan dan
senantiasa ingin berhijrah menuju keadaan yang lebih baik.
Karena tahun pertama dimulai sejak peristiwa hijrah ke Madinah, kalender ini kemudian populer
disebut kalender hijriah.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Prinsip Dasar Kalender Hijriah

Meski tidak mendetail, aturan tentang kalender hijriah telah tercantum dalam al Qur’aan dan hadits.
Aturan tersebut kemudian menjadi pedoman dalam pembuatan kalender hijriah.

1. satu tahun hijriah terdiri dari 12 bulan.


Dalilnya adalah QS At Taubah ayat 36, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ada 12 bulan…”

2. pergantian bulan terjadi saat terlihatnya hilal.


Dari sekian banyak hadits shahih yang ada, saya ambil salah satu hadits dari kitab shahih Bukhary,
“Berpuasalah kamu setelah melihat hilal dan berbukalah setelah melihat hilal. Maka bila
pandanganmu
terhalang (oleh mendung atau hujan), sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”
3. satu bulan terdiri dari 29 hari. Namun bisa juga menjadi 30 hari jika hilal masih belum tampak.
Dalilnya adalah hadits di nomor 2.

4. pergantian hari terjadi pada waktu maghrib (setelah matahari terbenam).


Dalilnya adalah hadits di nomor 2.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Peredaran Bulan (1)

bulan mati

bulan purnama

bulan sabit Gambar kanan:


Orbit bulan miring 5,2 derajat

Kalender hijriah berkaitan sangat erat dengan peredaran bulan mengelilingi bumi. Karena peredaran
inilah, bulan bisa berubah bentuk dari sabit ke purnama.

Untuk memahami peredaran bulan dan beberapa istilah yang akan sering digunakan, klik salah satu fase
bulan yang ada di samping kiri.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Peredaran Bulan (2)

bulan mati

bulan purnama

bulan sabit Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Bulan berputar mengelilingi bumi. Suatu ketika, bulan berada diantara matahari dan bumi. Pada masa
ini, kita tidak bisa melihat bulan, karena:
1. bagian bulan yang menghadap ke bumi adalah bagian malam.
2. bulan sedang berada di dekat matahari.
Jangan bayangkan, bulan hanya ada di malam hari. Bulan bisa ada di siang hari, sore hari
ataupun malam hari. Di gambar 1 ditunjukkan posisi bulan searah dengan posisi matahari.
Jadi saat itu sebenarnya bulan sedang berada di dekat matahari. Bulan terbit dan terbenam
bersamaan dengan matahari (gambar 2).

Posisi seperti ini (bulan berada diantara matahari dan bumi) disebut dengan konjungsi atau ijtima’.
Dalam kondisi seperti ini, dikatakan bulan berusia nol.
Jika bulan tepat berhimpit dengan matahari, akan terjadi gerhana matahari. Permukaan matahari akan
tertutup oleh bulan (gambar 3).
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Peredaran Bulan (3)

bulan mati

bulan purnama

bulan sabit Gambar 4 Gambar 5

Saat purnama, yang terjadi justru kebalikan dari bulan mati. Bulan justru berada di arah yang
berseberangan dengan matahari. Jika matahari terbenam, bulan purnama justru baru terbit di arah timur.
Dan jika matahari terbit, bulan malah terbenam.

Jika posisi bulan benar-benar segaris lurus dengan matahari dan bumi, saat purnama akan terjadi
gerhana bulan (gambar 5).
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Peredaran Bulan (4)

Foto 8: diambil dari slide Sidang Itsbat awal Ramadhan 1427 H

bulan mati

bulan purnama

bulan sabit Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8

Dalam pembuatan kalender hijriah, pemahaman tentang bulan sabit menjadi hal terpenting.
Bulan sabit terjadi sebelum dan setelah bulan mati. Jika bulan bergeser sedikit saja (tidak lagi segaris
dengan matahari dan bumi), kita di bumi akan dapat melihat sedikit bagian bulan yang mengalami
siang. Fase ini kita sebut bulan sabit.
Bentuk sabit yang semula tipis akan menebal dari hari ke hari. Hingga akhirnya menjadi bentuk bulan
separuh, purnama lalu kembali lagi ke separuh, sabit dan bulan mati (gambar 7).

Yang harus dicamkan, pergantian bulan hijriah terjadi saat terlihatnya hilal, yakni bulan sabit tertipis
yang bisa dilihat mata setelah fase bulan mati (contoh hilal diperlihatkan di gambar 8. Ini adalah foto
Hilal bulan Rajab 1427 H/26 Juli 2006 jam 18.23 di Pantai Anyer). Karena hilal ini terjadi tak lama
setelah konjungsi, posisi bulan masih berada di dekat matahari (gambar 6). Atas dasar ini,
pengamatan hilal selalu dilakukan menjelang matahari terbenam. Di Indonesia, hilal biasa terlihat di
sebelah barat, sekitar 30 menit sebelum matahari terbenam.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Hisab dan Ru’yat (1)

Pada masa Rasulullah saw, proses melihat (ru’yat) hilal sangat sederhana. Cukup dengan menanti
matahari terbenam di hari ke-29, lalu mencari bulan sabit. Jika ada dua orang yang melihatnya, sudah
bisa dipastikan malam ini adalah tanggal satu (ingat, pergantian hari di kalender hijriah terjadi ketika
maghrib). Jika hilal tidak terlihat, bilangan bulan akan digenapkan menjadi 30. Berarti, esok hari
masih tanggal 30 bulan yang sama. Tanggal satu akan jatuh besok sore. Cara ini sangat sederhana dan
sangat cocok dengan keadaan ummat Islam pada masa itu yang sebagian besar buta huruf (ummi). Tidak
perlu seorang sarjana atau seorang jenderal, siapapun yang memiliki mata yang baik akan bisa melihat
hilal.
Tapi akan sangat merepotkan jika penetapan awal bulan hijriah harus menunggu terlihatnya hilal. Jika
begini, tidak akan ada yang tahu kapan pergantian bulan terjadi. Apakah bulan ini berjumlah 29 hari?
Atau digenapkan menjadi 30 hari? Untuk itu, kalender hijriah ada yang dihitung ke depan. Untungnya,
periode revolusi bulan lamanya 29.5306 hari. Nyaris 29.5 hari. Dengan memanfaatkan ini, disepakati
bahwa lamanya suatu bulan berseling antara 29 dan 30 hari. Metode pembuatan kalender hijriah yang
seperti ini disebut dengan metode30
1. Muharram hisab
hari urfi (hisab:
7. menghitung
Rajab atau30perhitungan).
hari
2. Shafar 29 hari 8. Sya’ban 29 hari
3. Rabi’ul awal 30 hari 9. Ramadhan 30 hari
4. Rabi’ul akhir/ rabi’ul tsani 29 hari 10. Syawwal 29 hari
5. Jumadil awal/ jumadil ula 30 hari 11. Dzulqa’idah 30 hari
6. Jumadil akhir/ jumadil tsani 29 hari 12. Dzulhijjah 29 hari (atau 30 hari di tahun kabisat)
Tahun kabisat terjadi jika suatu angka tahun dibagi 30, masih menyisakan 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21,
24, 26, atau 29. Misalnya, tahun 1412. Jika 1412 kita bagi dengan 30, menghasilkan 47 sisa 2. Karena
sisa 2, tahun 1412 H termasuk tahun kabisat. Tahun 1420 H juga tahun kabisat karena menyisakan 10.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Hisab dan Ru’yat (2)

Hisab urfi tidak selalu mencerminkan fase bulan yang sebenarnya. Ia hanya metode pendekatan. Satu
siklus fase bulan yang lamanya 29.53 hari didekati dengan 29 dan 30 hari (tentu akan aneh kalau ada
tanggal 29.5) Karenanya, untuk keperluan ibadah, meru’yat (melihat) hilal secara langsung tetap harus
dilakukan. Biasanya ru’yat dilakukan dalam penetapan awal Ramadhan, hari raya Idul Fitri, dan ibadah
haji.
Metode hisab lain yakni dengan menghitung posisi bulan yang sebenarnya, disebut dengan hisab
hakiki. Hisab Hakiki dapat dibagi menjadi 3 macam, yakni hisab hakiki taqribi, tahkiki, dan kontemporer.
Ketiga hisab hakiki ini menggunakan rumus dan nilai konstanta yang berbeda.
Tidak ada tuntunan yang jelas dari Al Qur’aan dan hadits tentang ru’yatul hilal. Selama ratusan tahun
ulama dan cendekiawan muslim mengkajinya, hingga tercetus pendapat untuk memaknai ulang kata
ru’yatul hilal. Apakah benar-benar harus dilihat dengan mata, ataukah diperbolehkan melihat secara
matematis?
1. ru’yat Ulama berselisih pendapat tentang hal ini. Ru’yat dapat berarti:
bil qalbi
Pergantian bulan terjadi hanya dengan meyakini dalam hati bahwa saat itu sudah terjadi hilal. Tidak
perlu menengok ke langit atau menghitung di atas kertas, yang penting percaya. Sebagian
menyebut ru’yat ini sebagai melihat dengan mata batin.
2. ru’yat bil ilmi
Mereka yang setuju dengan ru’yat ini menggunakan ilmu sebagai alat untuk melihat hilal. Tidak
peduli apakah langit sedang mendung atau badai sekalipun, selama perhitungan di atas kertas
mengatakan sudah terjadi hilal (bulan berada di atas ufuk saat matahari terbenam), pergantian bulan
tetap terjadi.
3. ru’yat bil ‘ain atau ru’yatul hilal bil fi’li
Kelompok terakhir menafsirkan hadits secara harfiah, bahwa hilal harus dilihat dengan mata secara
langsung. Ini pun masih menimbulkan tanda tanya, apakah harus dengan mata telanjang? Sebagian
berpendapat bahwa hilal harus dilihat dengan mata langsung dan tidak boleh menggunakan alat
yang memantulkan cahaya. Sedangkan sebagian yang lain memperbolehkan.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Perbedaan (1)

Selama ini, yang dianggap mumpuni dalam menentukan awal Ramadhan dan hari raya di Indonesia
adalah pemerintah dan ormas Islam. Celakanya, seringkali masing-masing memberikan keputusan yang
berbeda. Ada yang menganjurkan berpuasa esok hari, ada pula yang lusa. Tidak sedikit masyarakat yang
bingung, “Lha wong al qur’aannya sama, hadits yang dipakai juga sama, bulan yang dilihat juga sama, kok
hasilnya bisa berbeda?”
Ternyata masing-masing memiliki keyakinan ru’yatul hilal yang berbeda. Kalaupun sama, teori yang
dipergunakan sedikit berbeda. Alhasil, tidak ada satu suara yang bulat menyepakati terlihatnya hilal.
Berikut penjelasan dan argumen dari masing-masing pihak, dimulai dari ormas Islam.
1. Nahdlatul Ulama (NU)
NU berpendapat, awal bulan seharusnya dilakukan secara langsung (ru’yatul hilal bil fi’li). Hisab,
perhitugnan di atas kertas hanya untuk membantu namun bukan penentu. Pergantian bulan tetap
ditentukan dengan melihat hilal secara langsung. Bila bulan tidak terlihat (tertutup awan atau masih
berada di bawah ufuk), hilal tidak terjadi dan bulan digenapkan (istikmal) hingga 30 hari. Pergantian
bulan akan terjadi lusa.
Teknisnya, sebagian orang yang berpengalaman berkumpul di pantai pada sore hari (tanggal 29).
Menjelang matahari terbenam, semua orang berkonsentrasi mencari hilal di sekitar matahari (dalam
radius sudut 5 derajat). Orang yang berhasil melihat hilal kemudian melaporkan diri dan disumpah.
Melihat hilal tentu bukan persoalan gampang. Jika usia bulan masih sangat muda (beberapa jam
setelah konjungsi), bentuk bulan sabit yang terlihat sangat tipis. Bila bulan purnama kita katakan
memiliki fraksi terang 100% (seluruh bagian bulan bercahaya), bulan mati memiliki fraksi terang 0%,
dan bulan separuh 50 %, maka sabit terkecil yang bisa dilihat mata adalah 1%. Orang yang kurang
berpengalaman akan mudah tertipu, mengira melihat hilal padahal pantulan cahaya dari awan. Atau
bisa juga hanya sekedar sugesti, merasa melihat sesuatu padahal tidak ada apa-apa.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Perbedaan (2)

Kasus seperti ini pernah terjadi di masa sahabat Nabi. Anas ra melakukan ru’yatul hilal bersama
sahabat lainnya. Usia yang sudah senja membuat rambut beliau beruban. Rupanya salah satu uban
tersebut tergerai hingga depan mata. Kontan beliau mengatakan hilal sudah tampak. Sahabat lain
yang lebih muda, dengan mata yang masih tajam mencari hilal di arah yang ditunjukkan Anas. Kok
tidak ketemu? Ibnu Abbas ra yang tahu ada uban di mata Anas, segera merapikannya. Kemudian Ibnu
Abbas bertanya pada Anas, “Apakah hilal masih terlihat?” Anas pun menggeleng. **)
Sayangnya, seringkali kesaksian seseorang diterima hanya karena ia telah bersumpah. Karena telah
bersumpah, kesaksian seseorang dianggap benar. Padahal bisa jadi ia salah lihat seperti yang dialami
sahabat Rasulullah.

2. Muhammadiyah
Musyawarah Tarjih Muhammadiyah tahun 1932 memutuskan, pergantian bulan hijriah tidak hanya
ditentukan dengan ru’yat tapi juga dengan hisab (perhitungan). Hal ini berbeda dengan NU yang
menggunakan hisab sebagai pembantu ru’yat.
Mempercayai terjadinya hilal dengan perhitungan matematis disebut juga ru’yat bil ilmi. Asalkan
secara matematis bulan masih berada di atas ufuk saat matahari terbenam, dan terjadi setelah
konjungsi, hari pun berganti saat itu juga. Tak peduli apakah saat itu sedang mendung, hujan, atau
bulan masih terlalu rendah dan tak terlihat mata. Hal ini yang menyebabkan keputusan
Muhammadiyah sering mendahului NU maupun pemerintah karena Muhammadiyah tidak perlu
menunggu hingga bulan bisa terlihat.

**) Kisah ini mohon dikonfirmasi sebab saya tidak memiliki rujukan yang pasti, hanya ingat dulu pernah membaca kisah seperti ini di suatu buku tapi
lupa buku apa. Jika terdapat kekeliruan dalam penyebutan nama sahabat, saya mohon maaf. Mohon dikoreksi. Saya tidak bermaksud memberikan
dalil hadits yang dhaif ataupun yang tidak jelas sumbernya. Afwan, atas khilaf saya.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Perbedaan (3)

18 April 2007, 18.00 WIB 19 April 2007, 18.00 WIB 20 April 2007, 18.00 WIB

hilal

bulan

Lebih jelasnya, kita akan membandingkan pengamatan hilal dengan metode ru’yat bil fi’li dan ru’yat bil ilmi.
Seandainya tanggal 18 April 2007 adalah bulan Ramadhan, dan ormas-ormas Islam melakukan ru’yat hilal
untuk menentukan hari raya Idul Fitri, inilah yang akan terjadi:
Lihat gambar kiri. Jika pengamatan hilal dilakukan pada tanggal 18 April 2007, menurut Muhammadiyah,
saat itu terjadi pergantian hari karena bulan masih ada di atas ufuk saat matahari terbenam. Idul Fitri akan
dirayakan esok hari pada tanggal 19 April. Namun menurut NU, saat itu hari belum berganti karena hilal
tidak terlihat. Idul Fitri versi NU akan jatuh lusa, tanggal 20 April.
Lihat gambar tengah. Namun jika pengamatan dilakukan pada saat bulan sudah cukup tinggi seperti
pada tanggal 19 April, semua ormas sepakat Idul Fitri dirayakan keesokan harinya, tanggal 20 April. Jika
bulan berada pada posisi ini, kriteria ru’yat bil ilmi dan bil fi’li akan terpenuhi. Tidak akan terjadi perbedaan
hari raya.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Peran Pemerintah (1)

Penentuan awal bulan hijriah seharusnya ditetapkan secara lokal, untuk daerah tertentu saja. Jka hilal
dapat terlihat di suatu tempat, maka tempat lain yang tidak melihatnya tidak harus mengikuti. Hal ini
dikisahkan oleh sahabat:
Ummu Fadhal binti al Harits mengutus Kuraib kepada Mu’awwiyah (yang tinggal) di negeri Syam.
Kuraib berkata, ‘Maka kami sampai di Syam. Saya pun menyelesaikan keperluan (di sana). Ketika itu
tampak hilal ramadhan dan saya sedang berada di Syam. Saya melihat hilal itu di malam Jumat. Setelah
itu saya kembali ke Madinah.
Maka Abdullah bin Abbas bertanya padaku dan dia membicarakan hilal, “Kapan kamu melihat hilal?”
“Kami melihat hilal pada malam Jumat.”
“Kamu melihat sendiri hilal itu?”
“Ya, dan orang-oarng banyak pun melihatnya. Mereka lalu puasa, begitu pula dengan Mu’awiyah.”
“Tapi kami (di Madinah) melihatnya pada malam Sabtu,” kata Abdullah bin Abbas, “Kami tidak puasa
sebelum menggenapkan hitungan bulan (Sya’ban) hingga 30 hari atau kami melihat hilal itu.”
“Tidak cukupkah bagimu**) dengan ru’yahnya Mu’awiyyah kemudian berpuasa?”
“Tidak, demikianlah Rasulullah saw memerintahkan kepada kami.” (shahih Muslim juz 1)

Bentangan wilayah Indonesia dari barat ke timur mencapai hampir 60 derajat atau sekitar 1/6 keliling
bumi, jauh lebih besar dari jarak Syam-Madinah (kurang dari 10 derajat). Logikanya, jika jarak Syam-
Madinah sudah bisa menyebabkan terjadinya perbedaan waktu, bagaimana dengan Indonesia?
Seharusnya masyarakat bisa memaklumi perbedaan ini.

**) Seorang perawi, Yahya bin Yahya ragu dengan redaksi ini, apakah “laa taktafy” (tidak cukup bagimu) atau “laa naktafy” (tidak cukup bagi kita).
Hadits yang serupa tercantum dalam kitab Naulul Authar juz 4 dengan sanad yang lebih banyak. Hadits ini diriwayatkan oleh jama’ah kecuali Bukhari
dan Ibnu Majah.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Peran Pemerintah (2)

Sayangnya, masyarakat Indoensia tidak terbiasa dengan perbedaan. Kita selalu ingin beribadah
bareng. Sejumlah ulama dan ahli fiqh meminta pemerintah untuk menyelesaikan perkara ini. Secara
syariat, hal ini diperbolehkan mengingat posisi pemerintah sebagai pemimpin dan hakim (qadhi). Setiap
tahun, pemerintah menyelenggarakan sidang itsbat (penetapan) untuk mendengarkan pendapat dan hasil
perhitungan hisab dari Badan Hisab dan Ru’yat, MUI, ormas Islam, perwakilan negara Islam, dan institusi
yang berkepentingan.
Sidang itsbat seperti ini tidak kita temui di negara lain. Negara yang mayoritas penduduknya muslim
menetapkan kalender hijriah dengan otoritas negara (menteri agama, mufti, dewan makamah tinggi, atau
raja). Sedangkan di negara yang minoritas, penetapannya diserahkan ke ormas Islam setempat. Tanpa
sidang itsbat, tanpa pemerintah, pelaksanaan ibadah di Indonesia sudah pasti kacau balau. Bisa
dipastikan, masing-masing ormas Islam akan saling berebut jamaah. Lha wong masih ada pemerintah saja
ada ormas Islam yang ngeyel kok. Gimana kalau nggak ada pemerintah? ^-^
Satu hal yang disayangkan, pemerintah kerap menerima kesaksian yang meragukan. Meski posisi
bulan terlalu rendah, kesaksiannya masih diterima. Padahal secara astronomi dan berdasarkan
kesepakatan bersama, bulan terendah yang bisa dilihat mata seharusnya memiliki ketinggian minimal 2
derajat dari cakrawala. Seharusnya pemerintah lebih tegas dan selektif dalam memilih data.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Contoh Data Sidang Itsbat

REKAP HASIL PERHITUNGAN (HISAB) IJTIMA' DAN TINGGI HILAL


AWAL RAMADHAN 2006 M / 1427 H MENURUT BERBAGAI MACAM SISTEM*)
Konjugsi/ IJTIMA' TINGGI
BULAN SISTEM
NO. HARI TGL. JAM HILAL
Ramadhan 1 Sullam al Nayyirain Jum'at 22 Sep 2006 17:28 0º 16'
1427 H. 2 Fath al Rauf al Manan Jum'at 22 Sep 2006 17:54 0º 03'
  3 Al Qawa'id al Falakiyah Jum'at 22 Sep 2006 18:11 - 0º 44'
  4 Hisab Hakiki Jum'at 22 Sep 2006 18:46 -1º 20'
  5 Badi'ah al Mitsal Jum'at 22 Sep 2006 18:38:46 -1º 14' 17"
  6 Al Khulashah al Wafiyah Jum'at 22 Sep 2006 18:43 -1º 39
  7 Al Manahij al Hamidiyah Jum'at 22 Sep 2006 18:43 -1º 18
  8 Nurul Anwar Jum'at 22 Sep 2006 18:38 -1º 35
  9 Menara Kudus Jum'at 22 Sep 2006 18:45:47 -1º 37' 55"
  10 New Comb Jum'at 22 Sep 2006 18:39:46 -1º 22' 04"
  11 Jeen Meeus Jum'at 22 Sep 2006 18:41:17 -0º 23' 18"
  12 E.W. Brouwn Jum'at 22 Sep 2006 18:44:59 -1º 47' 47"
  13 Almanak Nautika Jum'at 22 Sep 2006 18:47 -1º 32' 22"
  14 Ephemeris Hisab Rukyat Jum'at 22 Sep 2006 18:45:30 -1º 22' 55"
  15 Al Falakiyah Jum'at 22 Sep 2006 18:46:08 -1º 20' 41"
  16 Mawaqit Jum'at 22 Sep 2006 18:45:19 -1º 13' 48"
  17 Ascript Jum'at 22 Sep 2006 18:46 -2º 09'
  18 Astro Info Jum'at 22 Sep 2006 18:46 -1º 26'
  19 Starry Night Pro 5 Jum'at 22 Sep 2006 18:46 -1º 22'
*)
Keputusan Temu Kerja Evaluasi Hisab Rukyat Tahun 2006, Tgl. 1 s.d 3 Juni 2006 di Hotel Ria Diani Cibogo Bogor.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (1)

1. Apakah saya sebagai orang awam juga bisa melihat hilal?

2. Saya memiliki teleskop kecil di rumah, apakah bisa digunakan untuk melihat hilal?

3. Saat ini kita sudah bisa meluncurkan satelit ke luar angkasa, meramalkan gerhana, menjelajah
alam
semesta, dsb. Apakah kita tidak bisa meramal terjadinya hilal?
4. Selain cuaca, kendala apa lagi yang dihadapi saat melihat hilal?

5. Jadi, saya sebaiknya ikut yang mana? Muhammadiyah, Persis, NU, pemerintah atau yang lainnya?

6. Kenapa tidak mengikuti Makkah saja? Kalau Makkah mulai puasa, kita ikut.
Kalau Makkah shalat Id, kita juga shalat Id.

7. Kisah yang dialami Kuraib mengisyaratkan kita menggunakan pedoman lokal, bukan nasional.
Lalu mengapa selama ini kita menggunakan penanggalan yang bersifat nasional?

8. Apakah pemerintah kita adalah satu-satunya yang mencoba menyatukan kalender hijriah?

9. Jika saya berhasil melihat hilal, apakah saya boleh berpuasa terlebih dahulu (mendahului pemerintah)?

10. Apakah kalender hijriah murni buatan Umar bin Khathab?

11. Saya ingin tahu, hari ini bertepatan dengan tanggal berapa hijriah? Bagaimana cara menghitungnya?

12. Menurut hisab, Ramadhan tahun ini (2007) jatuh tanggal berapa?

13. Apakah perbedaan hari raya akan selalu terjadi tiap tahun? Tidak adakah cara untuk menyatukannya?
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (2)

1. Apakah saya sebagai orang awam juga bisa melihat hilal?


Tentu saja. Asalkan penglihatannya bagus, siapapun bisa melihat hilal. Caranya
a. Pada tanggal 29 hijriah (29 ramadhan/29 Muharram/29 Sya’ban atau yang lainnya), pergilah ke
pantai atau ke tempat yang tinggi. Pandangan ke arah matahari terbenam tidak boleh terhalang
pohon, rumah, atau apapun.
b. Tigapuluh menit sebelum maghrib, carilah bulan di dekat matahari. Bulan akan terlihat sebagai
sabit yang sangat tipis (bagian sabit mengarah ke matahari).

bulan (hilal)

matahari

2. Saya memiliki teleskop kecil di rumah, apakah bisa digunakan untuk melihat hilal?
Sebagian ulama masih berselisih paham tentang hal ini. Sebagian memperbolehkan, sebagian lagi
melarang. Namun ada pula yang mengambil jalan tengah, boleh asal tidak memantulkan cahaya. Jika
kita berpedoman pada pendapat terakhir, memakai teleskop boleh saja, tapi harus teleskop refraktor
(memakai lensa). Bukan teleskop cermin. Pengamat hilal di Pelabuhan Ratu juga menggunakan
teleskop sebagai alat bantu.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (3)

3. Saat ini kita sudah bisa meluncurkan satelit ke luar angkasa, meramalkan gerhana,
menjelajah alam semesta, dsb. Apakah kita tidak bisa meramal terjadinya hilal?
Bisa. Kita sudah bisa menentukan posisi bulan dengan sangat tepat. Tapi masalahnya, kembali ke
syari’at. Sebagian besar ulama berpendapat, hilal harus dilihat dengan mata, sebagaimana yang
dicontohkan Rasulullah. Meskipun kita sudah mengetahui posisi bulan, tapi kalau ada gangguan
cuaca atau pantulan sinar matahari, penglihatan kita bisa terganggu. Ini yang membuat hilal sukar
diamati.
bisa dikira hilal
awan

matahari

4. Selain cuaca, kendala apa lagi yang dihadapi saat melihat hilal?
Banyak. Kita mulai dari kondisi pengamat hilal itu sendiri. Sudah menjadi budaya orang Indonesia
untuk menghormati yang lebih tua. Di lapangan, pengamat hilal pada umumnya sudah berumur.
Meski berpengalaman, namun kondisi mata mereka sudah tidak bagus. Akibatnya, bisa salah lihat
atau justru sukar melhat hilal. Sayangnya, karena ingin menghormati yang tua, yang muda merasa
enggan untuk mengoreksi bila seniornya melakukan kesalahan. Yang muda juga tidak luput dari
human error. Karena kurang berpengalaman, peru’yat sering tertipu dengan pantulan awan atau
lampu kapal. Bahkan ada orang yang bersaksi melihat hilal padahal menurut perhitungan, saat itu
bulan sudah terbenam. Kesalahan melihat seperti ini juga bisa disebabkan oleh halusinasi.
Kendala dari luar juga ada. Di tahun 2006, teleskop yang biasa dipakai untuk mengamati hilal di
Pelabuhan Ratu hilang dicuri orang.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (4)

5. Jadi, saya sebaiknya ikut yang mana? Muhammadiyah, Persis, NU, pemerintah atau yang
lainnya?
Terserah. Saya tidak bisa membuat rekomendasi seperti itu. Saya hanya memaparkan proses
pembuatan kalender Islam dan argumen yang digunakan masing-masing pihak. Anda sendiri yang
menilai dan menentukan, mau ikut yang mana. Pada dasarnya, tidak ada yang salah kok. Perbedaan
ini muncul karena perbedaan interpretasi saja.

6. Kenapa tidak mengikuti Makkah saja? Kalau Makkah mulai puasa, kita ikut. Kalau Makkah
shalat Id, kita juga shalat Id.
Masing-masing tempat berbeda waktu. Hal ini sudah dicontohkan Kuraib, Mu’awwiyah dan Abdullah
bin Abbas. Tempat yang berbeda memilki waktu terbit dan terbenam yang berbeda. Karenanya,
posisi bulan juga berbeda. Misalnya antara Indonesia barat dan timur. Tanggal 29 Sya’ban 1427 H
(22 Sep 2006), ketinggian bulan dari cakrawala saat matahari terbenam adalah -2 derajat untuk
Indonesia timur, -1,5 derajat untuk Indonesia tengah dan barat.
Perbedaan ketinggian ini sangat
+10950 BT 100 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 +100
0 0

menentukan. Sebab jika bulan lebih 22 SEPTEMBER 2006

rendah (lebih dekat ke matahari), akan


+ 50 + 50
lebih susah dilihat. Semakin dekat ke
matahari, langit semakin terang dan
00 00
akan mengalahkan cahaya hilal. JIka
posisi bulan lebih jauh dari matahari,
akan lebih mudah diamati. - 50 - 50

- 100- 1O - 1,5O - 2O - 100


950 BT 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (5)

7. Kisah yang dialami Kuraib mengisyaratkan kita menggunakan pedoman lokal, bukan nasional.
Lalu mengapa selama ini kita menggunakan penanggalan yang bersifat nasional?
Memang, idealnya kita mengikuti hasil ru’yat lokal. Namun sekali lagi, masyarakat kita masih belum
bisa menerima perbedaan. Karenanya, pemerintah bertindak sebagai hakim dan menjadi penengah.
Setelah mendengarkan pendapat dari berbagai ormas dan instansi dalam sidang itsbat, pemerintah
akan membuat keputusan. Tentu saja, karena keputusan ini bersifat nasional, pemerintah harus
menunggu sampai seluruh wilayah di Indonesia bisa melihat hilal.
Jika kita melihat peta dunia, hilal akan terlihat lebih dulu oleh masyarakat yang berada di sebelah
barat. Karenanya, pengamat hilal yang ada di Indonesia bagian barat akan melihat hilal lebih dulu
daripada pengamat di wilayah Indonesia timur.

Bagian yang terang menunjukkan daerah yang akan melihat hilal terlebih dahulu.
Makin ke timur (ke daerah yang gelap), posisi bulan makin rendah.
Hilal baru bisa diamati beberapa jam setelah bagian yang terang melihat bulan.
Garis batas ini tidak tetap, tapi bergeser tiap bulan.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (6)

8. Apakah pemerintah kita adalah satu-satunya yang mencoba menyatukan kalender hijriah?
Selain pemerntah Indoensia, pemimpin negara-negara Islam di ASEAN juga sepakat membuat
kalender hijriah yang berlaku secara regional (lintas negara). Negara yang menyepakatinya adalah
Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS).
Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian besar ulama penganut mazhab Syafi’i
berpendapat, ru’yat hanya berlaku untuk kawasan yang se-mathla’ yaitu kawasan seluas dua kali 89
km persegi (masafatu al qashri). Sedangkan yang lain berpendapat, jika hilal terlihat di suatu tempat,
seluruh umat Islam di dunia wajib mengikuti. Hal ini didasarkan pada perkataan Umar bin Khathab. ***)
Penyatuan kalender hijriah secara internasional juga sudah digagas sejak lama, bahkan sudah
disepakati pada konferensi yang berlangsung di Istambul (1978). Hanya saja, untuk tanggal yang
berkaitan dengan ibadah (Ramadhan, Syawwal dan haji), peserta konferensi terbagi menjadi 3
kelompok.
a. Turki, Aljazair, dan Tunisia yang berpegang pada hisab.
b. Saudi Arabia yang berpegang pada ru’yat dan itsbat oleh pemerintah
c. Indonesia dan Bangladesh yang berpegang pada hisab dan ru’yat.

**)
lihat kitab Rahmatul Ummah halaman 91 dan kitab Al Majmu’ li Annawawi juz 4 halaman 273
***)
Abdu Ar Rahman Al Juzairi, 1990, Al Fiqh “Ala Madzhabi al Arba’ah 1, Beirut: Daru al Fikri, hal 550
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (7)

9. Jika saya berhasil melihat hilal, apakah saya boleh berpuasa terlebih dahulu (mendahului
pemerintah)?
Selama Anda yakin, silakan saja. Tapi patut diingat, Anda tidak berhak mengintimidasi pihak lain
untuk ikut berpuasa bersama Anda. Pemerintah hanya menengahi saja demi kemaslahatan bersama.
Bukankah segala urusan masyarakat diserahkan kepada ulil amri?
Meskipun begitu, ada pula yang berpendapat, yang boleh menetapkan hanya pemerintah. Pendapat
ini dilandasi hadits riwayat Abu Daud, An Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah:

Seorang Badui datang kepada Nabi saw lalu berkata, “Saya telah melihat hilal.”
Nabi pun bertanya, “Apakah kamu bersaksi bahwa tiada Illah selain Allah?”
Badui itu menjawab, “Ya.”
Nabi bertanya lagi, “Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?”
Badui itu menjawab, “Ya.”
Kemudian Rasulullah berkata, “Ya Bilal, umumkanlah kepada manusia untuk berpuasa esok
pagi.”
Interpretasi hadits di atas, bukan sang Badui yang menetapkan awal bulan Ramadhan, melainkan
Rasulullah sebagai ulil amri. Pendapat ini dianut oleh mazhab Syafi’i. Sedangkan 3 mazhab yang lain
berpendapat, keputusan pemerintah tidak harus ada. Tapi seandainya keputusan itu ada, seluruh
umat Islam yang berada di wilayah pemerintahan itu harus tunduk dan mematuhinya. Di Indonesia,
pelaksanaan ibadah masih diserahkan kepada masing-masing individu, sesuai keyakinannya masing-
masing.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (8)

10. Apakah kalender hijriah murni buatan Umar bin Khathab?


Dalam kitab al Faruq Umar ibn al Khatthab, Muhammad Ridha menulis bahwa sistem kalender Arab
kuno pada mulanya adalah kalender bulan. Namun kalender ini kemudian diubah menjadi kalender
bulan-matahari. Kalender ini tidak memiliki hitungan tahun yang pasti. Pernah dipakai hitungan tahun
berdasarkan kematian Amr bin Luhay, seorang tokoh dari bani Khuza’ah. Pernah pula dihitung dari
kematian Hisyam bin Mughirah. Yang terakhir, berdasarkan invasi pasukan gajah ke Makkah. **)
Pasca hijrah ke Madinah, Rasulullah menulis sepucuk surat kepada kaum asrani Najran. Beliau
menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk menuliskannya dengan angka tahun 5 (dihitung sejak peristiwa
hijrah). ***) Jadi, kalender hijriah sudah digunakan oleh Rasulullah, yang kemudian dibakukan oleh
Umar bin Khathab atas pendapat Ali.
Ada banyak riwayat yang menceritakan kronologis pembuatan kalender hijriah. Yang terpanjang
adalah riwayat yang tertulis di kitab al Syamarikh. Seorang laki-laki datang dari Yaman dan menemui
Umar, “Di Yaman, aku menemukan sesuatu yang mereka sebut tanggal. Mereka menulisnya dari
tahun ini dan bulan ini. Lalu Umar berkata: "Ini betul-betul baik. Buatlah penanggalan!" Kemudian
Umar mengumpulkan beberapa sahabat untuk bermusyawarah. Atas usul Ali, dipilihlah tahun hijrah
Rasulullah ke Madinah sebagai patokan. Namun sahabat berselisih lagi tentang bulan pertama. Ada
yang bilang, Mulailah dari Rajab, karena orang Jahiliyyah menganggapnya sebagai bulan agung.”
Ada yang mengusulkan Ramadhan dan Dzulhijjah. Utsman bin Affan kemudian berkata, “Buatlah
penanggalan dari bulan Muharram. Muharram adalah bulan mulia dan bulan pertama dalam hitungan
(bulan). Muharram adalah waktu kepulangan orang-orang saat melakukan ibadah haji."

**)
al Kahyyath, Durus al Tarikh
Zhahir al Zayyadi, Kitab fi al Syuruth. Dalam kitab Tarikh karya Ibnu Asakir, Abu Salamah meriwayatkan dari Ibnu Syihab bahwa Rasulullah saw
***)

memerintahkan membuat penanggalan dari kedatangan beliau ke Madinah pada bulan Rabi’ul Awwal. Hal senada tercantum dalam kitab al
Syamarikh.
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (9)

11. Saya ingin tahu, hari ini bertepatan dengan tanggal berapa hijriah? Bagaimana cara
menghitungnya?
Mengubah kalender masehi ke hijriah cukup rumit. Namun beberapa astronom sudah membuatkan
kalkulator untuk menghitungnya. Anda bisa browse di google dengan keyword: hijri masehi converter
atau cukup dengan keyword: calendar converter.

12. Menurut hisab, Ramadhan tahun ini (2007) jatuh tanggal berapa?
Ini hasil tabulasinya:
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Muharram 31 Jan 21 Jan 10 Jan
Safar 2 Mar 19 Feb 9 Feb 28 Jan 17 Jan 6 jan
Rabiul awal 31 Mar 21 mar 10 Mar 27 Feb 16 Feb 5 Feb 25 Jan
Rabiul tsani 30 Apr 19 Apr 8 Apr 29 Mar 18 mar 7 mar 24 Feb
Jumadil ula 29 Mei 19 Mei 7 Mei 27 Apr 17 Apr 6 Apr 25 Mar
Jumadil tsani 28 Juni 17 Juni 6 Juni 26 Mei 16 Mei 5 Mei 23 Apr
Rajab 27 juli 16 uli 5 Juli 25 Juni 14 Juni 4 Juni 23 Mei
Sya’ban 26 Ags 15 Ags 3 Ags 24 Juli 14 Juli 3 Juli 22 Juni
Ramadhan 25 Sept 14 Sept 2 Sept 22 Ags 12 Ags 2 Ags 21 Juli
Syawwal 24 Okt 13 Okt 1 Okt 21 Sept 10 Sept 31 Ags 20 Ags
Dzulqaida 23 Nov 12 Nov 31 Okt 20 Okt 10 Okt 29 Sept 18 Sept
Dzulhijjah 22 Des 12 Des 30 Nov 19 Nov 8 Nov 29 Okt 17 Okt
Muharram 29 Des 18 Des 8 Des 27 Nov
menu slide sebelumnya slide berikutnya

Frequently Asked Question (10)

13. Apakah perbedaan hari raya akan selalu terjadi tiap tahun? Tidak adakah cara untuk
menyatukannya?
Pertama, semua ormas dan institusi harus sepakat, bahwa hilal harus bisa dilihat mata. Artinya,
ada syarat batas yang harus dipenuhi agar bulan dapat dilihat. Contohnya, ketinggian bulan. Kalau
bulan terlalu rendah (terlalu dekat dengan matahari), sangat sukar dilihat. Contoh lain, persentase
luas sabit bulan (berapa persen bagian bulan yang terang). Kalau persentasenya terlalu kecil, berarti
bulan sabitnya terlalu tipis. Mustahil untuk dilihat.
Setiap orang memiliki mata yang sama. Karenanya, ada batas kepekaan mata. Dari ilmu biologi
dan astronomi, bintang teredup yang bisa dilihat mata adalah 6 magnitudo. Namun jika memfokuskan
pandangan pada arah tertentu saja, kepekaan ini bisa meningkat menjadi 8.5 magnitudo. Batas
magnitudo ini setara dengan persentase luas bulan sabit 1%. Seandainya ada orang yang bersaksi
melihat hilal saat perentase luas sabitnya kurang dari 1%, kesaksian ini harus benar-benar diperiksa
dengan teliti.
Selain persentase luas sabit, kita juga bisa menggunakan kriteria lain.
Misalnya, ketinggian bulan dari cakrawala (saat matahari terbenam). Untuk
Indonesia, biasanya 2 derajat. LAPAN merekomendasikan batas yang lebih
lebih teliti dengan mempertimbangkan jarak horizontal (beda azimuth) dari
matahari. Kita juga bisa menggunakan batas usia bulan (dihitung dari
konjungsi).
Jika kriteria ini dipatuhi oleh seluruh peru’yat, ahli hisab dan ormas Islam,
insya Allah perbedaan hari raya tidak akan terjadi lagi.

Hilal paling tipis, saat luas bulan


sabit 1% (bisa melihat sabitnya?)
menu slide sebelumnya

Daftar Pustaka

Abi Abdillahi Muhammad bin Ismail al Bukhary, Kitab Shahih Bukhary juz 1 bab ru’yatul hilal
Anshory, Irfan. 2006, Mengenal Kalender Hijriah, Pikiran Rakyat
Departemen Agama RI. 2005, Al Qur’aan dan Terjemahnya, Penerbit Diponegoro
Djamaludin, Thomas. 2004, Redefinisi Hilal Menuju Titik Temu Kalender Hijriah, Pikiran Rakyat
Djamaludin, Thomas. 2006, Penyatuan Idul Fitri, Pikiran Rakyat
Djamaludin, Thomas. 2006. Handout Seminar Aspek Teoritis dan Observasi Astronomi. Visibilitas Hilal: Tinjauan
Astronomis Data Kesaksian Hilal di Indonesia dan Prospek Kriteria Hisab Rukyat Indonesia, Observatorium Bosscha
Purwanto, 1992. Tugas Akhir: Visibilitas Hilal Sebagai Acuan Penyusunan Kalender Hijriah, Program Studi Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2005, Pengantar Studi Hubungan Kalender dan Fenomena Astronomi: Sistem Bumi, Bulan dan Matahari ,
Program Studi Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2006, Ringkasan Materi Kuliah Sistem Kalender, Program Studi Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2006, Handout Kuliah Umum:Penentuan Awal Ramadhan dengan Hilal, Program Studi Astronomi ITB &
Himpunan Mahasiswa Astronomi ITB
Raharto, Moedji. 2006, Handout Seminar Aspek Teoritis dan Observasi Astronomi. Visibilitas Hilal: Siklus Metonik dan
Implikasinya pada Parameter Visibilitas Hilal, Observatorium Bosscha
Naji, A. Dairobi. 2005, Tahun Hijriah: dari kalender ke Mu’jizat. Situs Pondok Pesantren Sidogiri
Yunus, Mahmud. 1989, Kamus Arab-Indonesia, Penerbit PT Hidakarya Agung
----, 2005, Kumpulan materi Musyawarah Nasional Penyatuan Kalender Hijriah, Direktorat Urusan Agama Islam, Ditjen
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI
----, 2006, Slide Presentasi Sidang Itsbat Awal Ramadhan 1427 H, Departemen Agama RI

You might also like