You are on page 1of 3

KUALITAS DOKUMEN AMDAL

Kita sadari pada masa-masa dekade terakhir ini, telah


banyak bertumbuh berbagai usaha dan industri khususnya
yang memanfaatkan sumberdaya alam. Di satu sisi hal ini
akan memberikan dampak positif berupa peningkatan taraf
perekonomian masyarakat dan nasional. Namun disisi lain
dampak negatif muncul berupa terjadinya kerusakan
lingkungan dan sumbardaya alam yang masif. Melihat hal ini pemerintah telah
berupaya untuk menanggulangi terjadinya kerusakan lingkungan. Salah satu upaya
pemerintah adalah dengan menerbitkan berbagai peraturan perundang-udangan
bidang lingkungan hidup.

Dalam Undang-Undang Lingkungan hidup No. 23 Tahun 1997 pada pasal 1 ayat 1
dikatakan bahwa Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Pada ayat 2 dikatakan pula bahwa Pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Untuk melaksanakan
pengelolaan lingkungan sebagai upaya melestarikan fungsi lingkungan hidup
tersebut maka pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Tujuan AMDAL ini sangatlah bagus, yaitu adanya suatu kajian khusus terhadap
suatu usaha atau kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup. Secara lebih ringkas dapat dikatakan kegiatan
ini merupakan Studi Kelayakan Lingkungan -disamping adanya studi kelayakan
teknis dan studi kelayakan ekonomis terhadap suatu rencana kegiatan. Hasil kajian
inilah nantinya akan menjadi pegangan dan pedoman bagi pemerintah untuk
Page3

mengeluarkan izin terhadap pelaksanaan suatu kegiatan dan selanjutnya

Sabtu, 23 Agustus 2008


melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap dampak lingkungan yang
ditimbulkan dari kegiatan tersebut.

Sesungguhnya amdal ini telah dikenal dan berjalan selama lebih 22 tahun. Namun
dalam perjalanannya ternyata oleh banyak kalangan dinilai kurang optimal. Hal ini
disebabkan oleh lemahnya lembaga dan tim penyusun AMDAL. AMDAL itu sendiri
merupakan kajian lingkungan yang sangat holistik (menyeluruh) Setiap kajian dari
masing-masing komponen lingkungan baik fisika, kimia biologi dan sosial
lingkungan harus saling terpadu dan terintregrasi antar masing-masing komponen
lingkungan tersebut. Artinya kajian terhadap komponen fisika-kimia lingkungan
harus juga memperhatikan pengaruhnya terhadap komponen biologi lingkungan
dan sosial, ekonomi masyarakat, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu kajian
AMDAL memerlukan memerlukan tim dari berbagai disiplin ilmu yang sangat
memahami bidangnya masing-masing, namun dapat bekerja sama dan terintregrasi
dengan bidang-bidang ilmu lainnya.

Akan tetapi selama ini terlihat bahwa kajian AMDAL cenderung berjalan sendiri-
sendiri pada masing-masing komponen lingkungan, atau pengkajian AMDAL
tersebut tidak secara holistik. Bahkan pada beberapa dokumen ditemukan dokumen
AMDAL disusun hanya dengan menyalin dokumen AMDAL di tempat lain yang
rencana kegiatannya sama—diganti informasi soal waktu, lokasi dan nama pemilik
kegiatan.
Hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup tiga tahun lalu, dari semua
kualitas dokumen AMDAL yang dikaji, sebanyak 78 persen masuk kategori buruk
dan sangat buruk. Hampir 50 persen Komisi Penilai Amdal tak menilai dokumen
AMDAL secara mendalam dan menyeluruh.
Selama ini memang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan maupun Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) memang tidak mengatur sanksi
seputar AMDAL. Akibat ketiadaan sanksi dan lemahnya kualitas AMDAL, banyak
kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan dijumpai seiring beroperasinya
Page3

perusahaan. Di Riau hal ini khususnya terlihat dari banyaknya kebakaran lahan

Sabtu, 23 Agustus 2008


yang dilaksanakan oleh berbagai perkebunan dan HTI dalam membuka lahan, atau
luasnya kerusakan lahan gambut akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan
HTI. Tingginya pencemaran di aliran Sungai Siak –yang selama ini diributkan ahli
lingkungan di Riau- juga menunjukkan bukti bahwa industri yang berada di
sepanjang Sungai Siak tidak melaksanakan pengelolaan lingkungan sesuai yang
diamanatkan oleh AMDAL, RKL-RPL yang telah disusun, atau memang kualitas
kajian AMDAL mereka itulah yang sangat lemah, khususnya dalam pedoman
pengelolaan lingkungannya. Namun demikian diharapkan pada revisi UU No
23/1997 yang sudah di tangan DPR, sanksi akan diberikan kepada pemberi izin dan
pengaju proyek (pemrakarsa) bila AMDAL yang disusun dan yang dikeluarkan
izinnya ternyata dianggap tidak layak sesuai dengan standar tertentu.
Secara umum, proses amdal melibatkan pengaju (pemrakarsa), penyusun
(berisi pakar), dan penilai (komisi amdal). Namun ada yang kurang, yaitu
standarisasi. Secara nasional sertifikasi standar penyusun amdal belum ada. Pihak
penyusun dokumen AMDAL haruslah bersertifikasi nasional dan Anggota Komisi
Amdal juga harus berlisensi pula. Sehingga diharapkan kedepan tidak ada lagi
AMDAL asal jadi, namun betul-betul hasil kajian ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dokumen pengelolaan lingkungan yang
dikeluarkan benar-benar dapat dilaksanakan dan dapat meminimalisasi segala
dampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan bernar-benar dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Yeeri Badrun
Pemerhati Lingkungan Riau
Jln Sukarno Hatta No 449 Pekanbaru
Page3

Sabtu, 23 Agustus 2008

You might also like