You are on page 1of 5

1.2.

PERENCANAAN DAN PERSYARATAN FASILITAS BANGUNAN


RADIOLOGI
Dalam membangun dan merencanakan fasilitas ruangan penyinaran radiografi,
harus memperhatikan hal-hal yang tertera dibawah ini.
1. Lokasi bagian radiologi ditempatkan disentral yang mudah dicapai dari
poliklinik.
2. Besarnya ruangan harus sesuai dengan peralatan yang akan ditempatkan,
seperti rumah sakit tipe A,B,C dan D.
3. Proteksi radiasi peralatan Roentgen dan dinding ruangan harus dapat
dipertanggungjawabkan untuk menjamin keamanan pasien, radiographer,
pegawai, dokter dan masyarakat umum.

S
Bab 1. Dasar-Dasar Radiologi
2
4. Alat-alat proteksi yang dipakai ahli radiologi, radiographer serta
karyawan adalah sarung tangan berlapis timah hitam dan jubah/apron
yang berlapis timah hitam setebal 0,5 mm Pb. Dinding proteksi berlapis
Pb dengan ketebalan ekivalen 2 mm Pb.
5. Luas ruangan menurut Departemen Kesehatan harus 4x3x2,8m sehingga
memudahkan memasukkan tempat tidur pasien, khusus untuk alat-lat
kedokteran gigi lebih kecil dari ukuran yang diatas dengan catatan ukuran
ruangan memudahkan pasien keluar dan masuk untuk melakukan foto
ronsen. Dinding ruangan terbuat dari bata yang dipasang melintang (artinya 1
bata ; jika dipasang memanjang dipakai 2 bata). Bata yang dipakai harus
berkualitas baik ukuran 10x20 cm. Plesteran dengan campuran semen dan
pasir tertentu, tebal minimal dengan bata adalah 25 cm. Bila memakai beton,
tebal dinding beton minimal adalah 15 cm. dinding yang dibuat harus
ekivalen dengan 2 mm Pb. Bila ada jendela boleh ditempatkan 2 m diatas
dinding atau kaca yang berlapis Pb.
6. Kamar gelap yang dipakai minimal 3x2x2,8 m dan jga dibuat bak-bak
pencucian film dengan porselen putih bagi yang menggunakan pencucian
dengan cara manual. Harus ada air yang bersih dan mengalir, kipas
angin/exhauster atau air-conditioner agar udara dalam kamar gelap selalu
bersih dan cukup nyaman bagi petugas yang bekerja di dalamnya selama
berjam-jam. Untuk masuk ke kamar gelap dapat dipakai sistem lorong yang
melingkar tanpa pintu atau sistem dua pintu untuk menjamin supaya cahaya
tidak masuk. Warna dinding kamar gelap tidak perlu hitam, sebaiknya
dipakai warna cerah, kecuali lorong lingkar ke kamar gelap dicat hitam untuk
mengabsorpsi cahaya sebanyak mungkin.
7. Ruang operator dan tempat pesawat sinar x sebaiknya dibuat terpisah atau
bila berada dalam satu ruangan maka disediakan tabir yang berlapis Pb dan
dilengkapi dengan kaca intip dari Pb.
8. Pintu ruang pesawat sinar x harus diberi penahan radiasi yang cukup
sehingga terproteksi dengan baik. Pintu tersebut biasanya terbuat dari tripleks
dengan tebal tertentu yang ditambah lempengan Pb setebal 1 – 1,5 mm
9. Tanda radiasi berupa lampu merah harus dipasang di atas pintu yang dapat
menyala pada saat pesawat digunakan. Tanda peringatan radiasi hendaknya
dibuat dengan ukuran yang sesuai seperti gambar berikut :
Dalam merencanakan rumah sakit baru atau melengkapi rumah sakit yang sudah ada dengan
peralatan radiologi, maka beberapa hal harus diperhatikan secara teliti dengan maksud supaya
peralatan radiologi yang sudah terpasang bisa berperan secara efektif dan ekonomis. Dengan
demikian, peralatan radiologi yang merupakan pengeluaran terbesar untuk sebuah rumah
sakit dapat memberikan pelayanan yang sebaik mungkin pada penduduk yang memerlukan
jasa pemeriksaan radiologis.

Sehubungan dengan itu, hal-hal yang perlu diperhatikan ialah :

Lokasi Bagian Radiologi, sama seperti Laboratorium Klinik, yaitu ditempatkan sentral,
sehingga mudah dicapai dari poliklinik, kamar bedah, bangsal, unit perawatan intensif, dan
sebagainya.

Kekuatan dan besarnya peralatan radiologi harus sesuai dengan tipe rumah sakit yang
akan dibangun.

Sebagaimana diketahui, tipe rumah sakit menurut ketentuan Departemen Kesehatan yang
terakhir ialah :

- Rumah sakit kelas A

- Rumah sakit kelas B

- Rumah sakit kelas C1

- Rumah sakit kelas C2 (dulu kelas D)

Rumah sakit kelas A dan B tidak dibahas lebih lanjut, karena pada umumnya rumah sakit tipe
tersebut sudah mempunyai ahli radiologi dan penata Roentgen berijazah, sehingga
diharapkan sudah mengetahui tentang syarat-syarat Bagian Radiologi suatu rumah sakit.

Pengaiaman pada masa lampau menunjukkan, bahwa kadangkala sebuah alat Roentgen yang
sangat besar ditempatkan di rumah sakit tipe C, sedangkan ruangan yang memadai tidak ada
dan kapasitas listrik tidak mencukupi. Lagipula ahli radiologi dan penata Roentgennya belum
tersedia. Penempatan alat Roentgen seperti di atas merupakan pemborosan yang sia-sia,
karena alat itu akan terbengkalai dan rusak berkarat tanpa dapat dimanfaatkan oleh pasien
yang sangat memerlukan jasa pemeriksaan radiologis. Hal semacam ini harus dicegah demi
efisiensi pemakaian dana pemerintah dan swasta yang terbatas. Peralatan untuk, rumah sakit
tipe Ci dan C2 akan dibahas tersendiri.

Proteksi radiasi peralatan Roentgen dan dinding ruangan harus dapat


dipertanggungjawabkan untuk menjamin keamanan pasien, karyawan, dan penduduk
pada umumnya.

Tabung Roentgen, gelas timah hitam, tabir fluoroskopi konvensional, diafragma, filter
tambahan, karet timah hitam pada tabir, meja Bucky, harus dapat dipertanggungjawabkan dan
memenuhi persyaratan International Committee on Radiation Protection (ICRP), yaitu sebuah
badan dari International Society of Radiology.
Alat-alat untuk proteksi radiasi yang dipakai oleh ahli radiologi atau karyawan, seperti sarung
tangan yang dilapisi timah hitam dan jubah proteksi yang terbuat dari karet timah hitam
setebal 0,5 mm Pb harus tersedia. Meja pengontrol alat Roentgen harus berada di belakang
dinding proteksi yang tebalnya ekuivalen dengan 2 mm Pb. Demikian juga jika dipakai gelas
timah hitam, tebalnya harus 2 mm Pb. Was ruangan menurut ketentuan Departemen
Kesehatan harus 5 x 6 m sehingga memberikan kemungkinan untuk memasukkan tempat
tidur pasien secara leluasa. Dinding ruangan terbuat dari bata yang dipasang melintang
lartinya 1 bata; jika dipasang memanjang harus dipakai 2 batal. Bata yang dipakai harus
berkualitas baik, berukuran 10 x 20 cm. Plesteran dengan campuran semen dan pasir yang
tertentu. Dinding yang dibuat menurut aturan ini ekivalen dengan 2 mm Pb.

Arah penempatan pesawat harus sesuai dengan petunjuk ahli-ahli Departemen Kesehatan atau
ahli radiologi. Tinggi ruangan minimum 300 cm. Jendela boleh ditempatkan 2 m di atas
dinding untuk meringankan biaya proteksi. Kawat listrik yang dipakai besarnya menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku dan harus dihubungkan dengan tanah.

Asesoris yang dipakai untuk pemeriksaan Roentgen seperti karet, tabir penguat
(intensifying screen), film, mutlak harus baik keadaannya untuk mencegah timbulnya
artefak-artefak. Dalam pengalaman sehari-hari tidak jarang ditemukan pemeriksaan yang
penuh dengan artefak. Bukankah ini berarti, bahwa pemeriksaan semacam ini akan
memberikan kemungkinan diagnosis yang salah, yang berarti juga pasien yang sehat dapat
didiagnosis dalam keadaan patologis tertentu. Hal ini tentu tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu setiap kaset harus dibersihkan secara rutin setiap bulan
dengan sabun mandi atau cairan khusus untuk itu dan jangan menggunakan sabun deterjen.

Perlu juga diperhatikan dengan teliti identifikasi pasien pada film, paling sedikit harus dapat
dilihat mana yang kanan, mana yang kiri dari pasien, dan kode pemeriksaan pasien. Nama
pasien, tanggal pemeriksaan dan nomor urut pemeriksaan kemudian ditulis dengan huruf
yang jelas setelah film dikeringkan. Lebih baik lagi jika data pasien diketik dan kemudian
diproyeksikan secara elektris di kamar gelap dengan sebuah alat sederhana yang dapat dibuat
sendiri. Hasilnya memuaskan dan akan memberi bobot yang lebih baik bagi Bagian Roentgen
yang bersangkutan.

Kamar gelap yang dipakai luasnya kira-kira 10 m2 dan dibuat juga bak-bak pencucian
film dengan dinding porselin putih. Lantai dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan.
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa kamar gelap yang dipakai di rumah sakit di
Indonesia merupakan salah satu matarantai yang lemah sedemikian rupa sehingga untuk
menilai baik atau tidaknya Bagian Roentgen di Indonesia cukup dengan menilai kamar
gelapnya. Kamar gelap harus selalu bersih dan ini mencerminkan kualitas petugas yang
bekerja di dalamnya. Air yang dipakai, harus bersih dan mengalir.

Perlengkapan lain yang diperlukan ialah termometer untuk mengukur suhu cairan developer,
kipas angin atau exhauster agar udara dalam kamar gelap selalu bersih dan cukup nyaman
bagi petugas yang bekerja di dalamnya selama berjam-jam.

Untuk masuk ke kamar gelap dapat dipakai sistem lorong yang melingkar tanpa pintu atau
sistem 2 pintu untuk menjamin supaya cahaya tidak masuk. Warna dinding kamar gelap tidak
perlu hitam, sebaiknya dipakai warna yang cerah, kecuali lorong lingkar ke kamar gelap dicat
hitam untuk mengadsorpsi cahaya sebanyak mungkin.
Tipe alat Roentgen untuk rumah sakit kelas CZ sebaiknya Basic X-ray Unit (BXU)
sesuai dengan Basic Radiology System yang dikembangkan dengan anjuran WHO.
Sistem ini dinamakan Basic Radiology System (BRS) yang dikembangkan sejak 1970.

Pengoperasian alat ini sederhana dan dibuat sedemikian rupa sehingga aman sekali dari segi
bahaya radiasi. Dalam praktek di beberapa negara, ternyata alat ini dapat menampung 70 %
dari semua pemeriksaan yang dibuat di rumah sakit besar. Tenaga listrik yang diperlukan
berasal dari 4istrik PLN atau jika belum ada aliran listrik yang cukup atau tidak ada sama
sekali, bisa juga dioperasikan dengan baterai. Alat ini tidak dilengkapi dengan fluoroskopi
yang banyak memancarkan radiasi jika dilakukan oleh seorang yang tidak berpengalaman. Di
banyak negara dan juga di Indonesia ketentuan ini sudah dapat diterima. Fluoroskopi hanya
dilakukan untuk menilai pergerakan seperti pergerakan diafragma, pulsasi jantung, dan
sebagainya. Fluoroskopi paru yang dulu banyak dilakukan di negara kita untuk diagnosis,
sekarang lambat laun ditinggalkan. Di rumah sakit tipe C, (RS-Cl) dapat ditempatkan alat
Roentgen 500 mA-100 KV, dengan 2 tabung dan dilengkapi alat fluoroskopi. Di RS-C, ini
sebaiknya ada ahli radiologi untuk membantu keahlian lain dalam pekerjaannya. Dengan
sendirinya di tingkat rumah sakit ini harus ada penata Roentgen yang berijazah.

Untuk RS A dan B, perencanaan perlengkapan radiologi dan lain-lain sebaiknya diserahkan


pada ahli radiologi yang akan bekerja di sana dengan kerjasama ahli-ahli Departemen
Kesehatan. Unsur-unsur ini tentunya harus betul-betul profesional dalam bidangnya masing-
masing. Pengalaman pahit di waktu yang lampau harus dihindarkan untuk mencegah
pemborosan dana yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Segi penting yang kurang diperhatikan dalam merencanakan peralatan radiologi baru ialah
tersedianya ahli radiologi, tenaga para medik berijazah, petugas kamar gelap, dan sebagainya.
Tenaga ahli radiologi sudah dapat dipenuhi untuk setiap ibukota propinsi, rumah sakit swasta
dan ABRI, dalam 5-10 tahun mendatang ini.

Tenaga lulusan Akademi Penata Roentgen IAPRO) masih kurang sekali. Lagipula
penempatan tenaga ini di perifer mengalami kesulitan. Program Kesehatan Departemen
Kesehatan sebenarnya justru dititikberatkan untuk meningkatkan taraf kesehatan di daerah.
Bilamana program Basic Radiology System (BRS) dapat diterima oleh pemerintah, maka
akan diperlukan banyak sekali tenaga operator Basic X-ray Unit (BXU) untuk
mengoperasikan pesawat secara bertanggungjawab agar diperoleh hasil pemeriksaan yang
baik.

Oleh karena itu operator BXU harus dilatih dulu melalui suatu sistem kursus yang
diselenggarakan di rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit akademik yang besar.
Pada saat yang sama BXU dapat di uji terus menerus dimana kelemahannya. Dengan
demikian ada kerjasama yang baik antara Departemen Kesehatan dan Fakultas Kedokteran
demi meningkatkan daya deteksi penyakit rakyat, seperti misalnya penyakit paru, dan lain-
lain. Kemungkinan diagnosis dini seperti yang diharapkan, mungkin bisa berhasil lebih baik
daripada sekarang.

Sampai sekarang baru dibahas perencanaan dan pemakaian alat-alat Roentgen yang
mempunyai peranan dalam pencitraan diagnostik (diagnostic imaging).

Bagaimana pemakaian alat-alat canggih di rumah sakit di Indonesia?


Perkembangan terakhir Pencitraan Diagnostik dibicarakan dalam bab berikutnya. Disini
hanya disinggung beberapa hal yang kiranya perlu diperhatikan dalam perencanaan dan
penentuan alat radiologis canggih yang akan dibeli oleh rumah sakit terutama rumah sakit
swasta.

Dari pemeriksaan canggih yang ada seperti ultrasonografi, angiokardiografi, digital


subtraction angiography, kedokteran nuklir, tomografi komputer, dan magnetic resonance,
yang dapat dijangkau oleh rumah sakit swasta pada saat ini hanya ultrasonografi dan
mungkin tomografi komputer. Pemeriksaan canggih lainnya sebaiknya diserahkan pada
rumah sakit pemerintah/akademik, karena peralatannya terlalu mahal, banyak memerlukan
ruangan, alat tambahan dan diperlukan banyak tenaga profesional.

Juga perencanaan dan penentuan pemakaian alat tomografi komputer (CT) di rumah sakit
swasta harus dipertimbangkan de ngan masak-masak. Alat ini masih mahal untuk tingkat
ekonomi negara kita. Daya beli masyarakat masih rendah dan biaya pemeriksaan tidak bisa
ditentukan hanya berdasarkan dalil ekonomi semata-mata. Banyak faktor lain yang turut
menentukan besarnya biaya pemeriksaan pasien.

Karena alat tomografi komputer khusus untuk kepala sekarang sudah tidak dibuat lagi,

maka dengan sendirinya harus dibeli alat tomografi komputer seluruh tubuh. Keputusan bagi
rumah sakit swasta untuk membeli tomografi komputer akan bergantung pada perkembangan
rumah sakit tersebut, lokasinya, tingkat kemajuan dan profesionalisme spesialisasi lain di
rumah sakit tersebut serta faktor-faktor lainnya.

You might also like