You are on page 1of 16

c 

c
    


 

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, Bendaharawan


Pemerintah, yaitu Bendaharawan dan Pejabat yang melakukan
pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD, ditetapkan
sebagai Pemungut :

- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Dasar Hukum:
Pasal 1 angka 27 UU PPN ³Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha
Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah,
badan, atau instansi pemerintah tersebut´

- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22


Dasar Hukum:
Pasal 22 ayat (1) UU PPh ³Menteri Keuangan dapat
menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut paja k
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang´

- PPh Pasal 21/26


Dasar Hukum :
Pasal 21 ayat (1) huruf b UU PPh ³Pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterim a atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib
dilakukan oleh bendahara pemerintah yang membayar gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain,
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan´ .

Bendahara pemerintah termasuk benda hara Pemerintah Pusat,


Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah,
lembaga¬lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan,
honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Termasuk juga dalam pengertian
bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang
menjalankan fungsi yang sama

- Pasal 23/26
Dasar Hukum :
Pasal 23 ayat (1) huruf c dan Pasal 26 ayat (1)
sebagaimana ketentuan yang berlaku umum.

  c   ! " # $ 


#%

Bendaharawan Pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari


APBN/APBD harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisi li instansi
tempat Bendaharawan tersebut berada.

Persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai WP adalah:

- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran


- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor )
- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara

Dalam hal terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara


yang bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan
NPWP baru, tetapi memberitahukan kepada KPP dengan
melampirkan:

- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru


- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara yang baru

Apabila Bendaharawan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak


tersebut ternyata institusinya bubar, terjadi perubahan organisasi atau
proyeknya telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP
dengan mengajukan permohonan yang dilampiri dokumen -dokumen
pendukungnya.

 c%

Bendaharawan berkewajiban untuk:

- memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji/honor


- memotong PPh Pasal 22 atas pengadaan barang
- memotong PPh Pasal 23 atas pengadaan jasa
- memotong PPh Pasal 26 atas imbalan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
yang diterima Wajib Pajak luar negeri

Bendaharawan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 22 atas:

- pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu


juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah -pecah;

- pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air


minum/PDAM dan benda-benda pos;
- pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara ( KPPN);
& c%'(

Atas pengadaan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak,


bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM.

Bendaharawan tidak melakukan pemungutan PPN & PPnBM atas:

1. Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000, - termasuk PPN dan


PPnBM
2. Untuk Pembebasan Tanah
3. Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang -
undangan mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan
4. BBM dan Non-BBM oleh PERTAMINA
5. Rekening Telepon
6. Jasa Angkutan Udara yang diserahkan perusahaan penerbangan
7. Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang -
undangan tidak dikenakan PPN

Barang dan Jasa yang mendapat fasilitas Dibebaskan adalah:


- BKP Tertentu dan JKP Tertentu (PP 146/2000 sebagaimana telah
diubah dengan PP 38/2003)
- BKP Strategis (PP 12/2001 sebagaimana telah diubah dengan PP
31/2007)
- Beberapa BKP yang dibebaskan dari Bea Masuk (231/KMK.03/2001
sebagaimana telah diubah dengan 616/PMK.03/2004)
& )
 

Secara umum, pada saat bendaharawan melakukan pembayaran


berupa gaji/honor harus dilihat terlebih dahulu sumber dana dan
kemudian penerima penghasilan tersebut

Sumber dana dapat bersumber dari:


- APBN/APBD
- Non APBN/APBD

Penerima Penghasilan terdiri ata s


- Pejabat Negara/PNS/ABRI
- Non Pejabat Negara/PNS/ABRI

Apabila sumber dananya berasal dari selain APBN/APBD, maka


perlakuannya adalah ketentuan pemungutan/pemotongan yang
berlaku umum. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang
hadir uang lembur, Imbalan Prestasi kerja dan imbalan lain dengan
nama apapun yang sumber dananya berasal dari APBN/APBD, maka
tata caranya adalah sebagaimana diatur dalam PP 45 Tahun 1994.

Namun apabila penerima penghasilan tersebut Non Pejabat


Negara/PNS/ABRI, maka tata cara pemotongan/ pemungutan adalah
tata cara yang berlaku umum (Perdirjen Pajak No. 31/PJ/2009 yang
telah diubah terakhir dengan PER -57/PJ/2009), sedangkan apabila
dibayarkan kepada Pejabat Negara/PNS/ABRI, berlaku ketentuan
khusus (PP 45/1994).

Atas Penghasilan yang diberikan kepada Pejabat Negara/PNS/ABRI


yang dananya berasal dari APBN/D dilakukan pemotongan yang
bersifat final dengan tarif 15% kecuali bagi PNS golongan II/d ke
bawah atau ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, tidak
dilakukan pemotongan PPh.
& 

Kewajiban perpajakan bagi Bendaharawan atas pengadaan barang


adalah:

- Pemotongan PPh Pasal 22 (tarif 1,5%)


- Pemungutan PPN dan PPnBM

& %

Kewajiban perpajakan bagi Bendaharawan atas pengadaan jasa


adalah:

- Pemotongan PPh Pasal 23/26


- Pemungutan PPN

Perlu diperhatikan bahwa, atas pengadaan jasa tidak dilakukan


pemotongan PPh Pasal 22 melainkan pemotongan PPh Pasal 23/26
dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku tergantung jenis jasanya
(UU PPh Pasal 23 dan PMK-244/ PMK.03/2008).

&      % % ) )


)%* +

Proyek yang dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri


mendapat perlakuan khusus yaitu:

- PPN & PPnBM Tidak Dipungut


- PPh Ditanggung Pemerintah
- Terhadap proyek yang hanya sebagian dibiayai dengan hibah atau
pinjaman luar negeri, maka PPN & PPnBM Tidak Dipungut dan PPh
Ditanggung Pemerintah hanya atas bagian yang dibiayai
hibah/pinjaman lu ar negeri.
V VVV 
   

 c
Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
atas pembayaran penghasilan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

 %*)%*,-
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegaw ai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur .

!./
-  %##%*,-
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai
Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak

, (%*c
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar
#%*   %* ! c 
0!c1

Besarnya r  
bagi pegawai tetap yang dipotong
PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto
dikurangi dengan:
a. Biaya jabatan*), sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat
(3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai
kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
Penghasilan Kena Pajak bagi penerima pensiun berkala adalah
sebesar penghasilan neto dikurangi Peng hasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP)

Besarnya r 
bagi penerima pensiun berkala yang
dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto
dikurangi dengan:
- Biaya Pensiun

' ))%
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-250/PMK.
03/2008, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan
bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto,
setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 se tahun atau Rp 500.000,00
sebulan.

Sedangkan besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari


penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan
bagi penerima pensiun berkala ditetapkan sebesar 5% dari
Penghasilan Bruto, setinggi -tingginya Rp 2.400.000,00 setahun atau
Rp 200.000,00 sebulan

2 %*!c0!c 1
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:
· Wajib Pajak :Rp 15.840.000, -
· Tambahan status kawin :Rp 1.320.000, -
· Istri Bekerja :Rp 15.840.000, -
· Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000, - (Maksimal 3)

Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun


kalender.
Kecuali bagi pegawai yang baru dating dan menetap di Indonesia
dalam bagian tahun kalender, ditentukan berdasarkan keadaan pada
awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

!cc)
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
b. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya send iri
ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya
(apabila ada).

Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukan keterangan tertulis dari


pemerintah daerah setempat serendah -rendahnya kecamatan yang
menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan,
besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP
untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.

3 !$%*,-
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pas al 17
ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
· Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
· Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
· Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
· Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%

4 c%*,-
1. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa
pajak, ˜   r˜ ˜, tarif diterapkan atas perkiraan
penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah
penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas);
b. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak
teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh salama 1
(satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan
jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.

2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak
adalah:
a. Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak
Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana anka 1
huruf a dibagi 12 (dua belas):
b. Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih
antara Pajak Penghasilan yang terutang, atas jumlah penghasilan
sebagaimana dimaksud angka 1 huruf b dengan Pajak Penghasilan
yang terutang atas jumlah penghasilan teratur

 !$%*,-)(#) 
i. Bagi Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh
Pasal 21 Ô       (dua puluh persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
ii. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120 % (seratus
dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya
dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak.
iii. Pemotongan PPh Pasal 21 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal
21 yang bersifat tidak final.
iv. Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21
dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada huruf
(a), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Waj ib
Pajak, PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan -
bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
& !%*,-
PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasila n pada  
Ô˜ ˜ r     rÔ     r  yang
bersangkutan.
PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh
Pasal 26 untuk setiap masa pajak.
Saat terutang untuk setiap masa pajak adalah akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.

& 
Atas pemotongan PPh Pasal 21 Bendaharawan wajib membuat:
- Formulir 1721-A2 atas pemotongan PPh Pasal 21 selama satu tahun,
paling lambat 2 bulan setelah bera khirnya tahun pajak, untuk
PNS/TNI/POLRI, dan Pejabat Negara.
- Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (form F.1.1.33.01), setiap terjadi
pemotongan PPh atas upah/honor/komisi/imbalan lainnya termasuk
kepada tenaga ahli, untuk pegawai tidak tetap
- Bukti Pemotongan PPh pasal 21 Final (form F.1.1.33.02), setiap
terjadi pemotongan PPh untuk penghasilan berupa honor/imbalan yang
berasal dari APBN/D yang dibayarkan kepada PNS/TNI/POLRI/Pejabat
Negara dan uang pesangon dan tebusan pensiun yang dibayar
sekaligus.
Bukti-bukti pemotongan tersebut dipergunakan oleh penerima
penghasilan sebagai kredit pajak dalam melaporkan penghasilan dan
pajak terutang ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi masing -
masing.

& )%*,-
Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang telah dilakukan, Bendaharawan
Pemerintah wajib menyetor PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut
ke bank persepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Apabila Bendaharawan Pemerintah terlambat menyet or dikenakan
sanksi adminsitrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (UU KUP Pasal
14).

& *#%*,-0!1(%
Wajib Pajak Bendaharwan wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal
21 setiap bulan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya. Apabila dalam bulan yang bersangkutan tidak terdapat
pemotongan PPh Pasal 21, Bendaharawan tetap wajib melaporkan
SPT Masa tersebut ke KPP.
Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa denda (Pasal 7 UU KUP) sebesar Rp.
100.000,-


V VVV 
   

 c

Bendaharawan yang telah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak wajib


memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah
sebagaimana diatur dalam Kepmenkeu nomor 254/KMK.03/2001
Ss.t.d.t.d. PMK no. 210/PMK.03/2008 atau wajib memungut Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 sehubungan pembayaran atas
penyerahan barang.
 %*)%*,,

Pada prinsipnya, Bendaharawan wajib memungut PPh Pasal 22 atas


semua penyerahan barang, namun demikian Bendaharawan 
 PPh Pasal 22 diantaranya atas:

a.pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu


juta rupiah) dan tidak merupa kan pembayaran yang terpecah-pecah

b.pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air


minum/PDAM dan benda-benda pos

c. pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh


Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;

d.Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG.

Pengecualian sebagaimana dimaksud dilakukan secara otomatis tanpa


Surat Keterangan Bebas (SKB).

III. )%*,,

PPh Pasal 22 atas pengadaan barang, terutang dan dipungut pada


saat pembayaran, sedangkan PPh Pasal 22 atas impor terutang dan
dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIB.

Besarnya tarif PPh Pasal 22 atas pengadaan barang yang dananya


berasal dari APBN/D adalah 1,5%. PPh Pasal 22 yang dipungut
Bendaharawan adalah:

1,5% x harga/nilai pembelian barang tidak termasuk PPN


Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22:
- menyetor ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro #)
% dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang,

- menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi identitas


rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan pemungut pajak

- Dalam hal pembayaran dilakukan langsung oleh KPPN, PPh Pasal 22


dipungut langsung oleh KPPN dan SSP diisi identas rekanan serta
ditandatangani oleh KPPN

& %*,,

Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 bagi penerima penghasilan/rekanan


adalah SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani dan disetor oleh
Bendaharawan atau SSP lembar ke-1 yang telah ditandatangani oleh
KPPN dalam hal dilakukan pemungutan oleh KPPN.

& *#%*,,

Bendaharawan Pemungut PPh Pasal 22harus melaporkan hasil


pemungutannya paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa
Pajak berakhirdengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 (form
F.1.1.32.02)

Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan


sanksi administrasi berupa denda (Pasal 7 UU KUP) sebesar Rp.
50.000,-
& "%*,,

 )#

Pengadaan barang berupa satu unit komputer dengan nilai b arang


sebesar Rp. 8.000.000 dan PPN sebesar Rp. 800.000.

Harga barang Rp8.000.000


PPN Rp.800.000

Total tagihan dari rekanan Rp 8.800.000

%*,,)#
-5367 # 8 999 999:0 # -,9 9991
PPN dipungut

-967 # 8 999 999: 0 # 899 9991

!*#0 # ;,9 9991

Dibayar kepada rekanan Rp.7.880.000

 )#

Pengadaan barang berupa meja rapat yang tercantum dalam kontrak


dengan nilai sebesar Rp. 11.000.000 termasuk PPN, perhitungan
pemungutan PPN dan PPh Pasal 22 adalah:

Nilai Kontrak (termasuk PPN)Rp11.000.000

PPN = 10/110 x Rp. 11.000.000( Rp.1.000.000)

Dasar Pengenaan Pajak Rp.10.000.000


Total tagihan dari rekanan Rp11.000.000

%*,,)#
-5367 # -9 999 999:0 # -39 9991

PPN dipungut
-967 # -9 999 999:0 # - 999 9991

Total PPN dan PPh dipungut (Rp.1.150.000)

Dibayar kepada rekanan Rp. 9.850.000

. )#

Atas pengadaan alat tulis kantor dengan nilai barang sebesar Rp.
800.000 dan PPN sebesar Rp. 80.000.
Harga barang Rp800.000
PPNRp.80.000

Total tagihan dari rekanan Rp880.000

%*,,)# <
PPN dipungut-
Total PPN dan PPh dipungut (Rp. -)
Dibayar kepada rekanan Rp.880.000

Catatan:

Karena pengadaan barang tersebut nilai to talnya (termasuk PPN) adalah Rp.
880.000, masih dibawah 1 juta rupiah, maka tidak dilakukan pemungutan PPh
Pasal 22 dan PPN oleh Bendaharawan. Atas transaksi tersebut tetap terutang
PPN yang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak
rekanan.

You might also like