You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pembangunan dalam perspektif luas sebagai suatu proses dimensional yang

mencakup perubahan mendasar atas dasar struktur sosial, sikap-sikap

masyarakat,institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi

pertumbuhan ekonomi, salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah

pertumbuhan ekonomi indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara

untuk memperbesar outputnya dan dalam laju yang lebih cepat dari pada tingkat

pertumbuhan penduduk.

Krisis moneter datang menyerang kawasan Asia sejak Juli 1997 di Indonesia

meluas menjadi krisis ekonomi, politik dan sosial menyebabkan angka pertumbuhan

ekonomi Indonesia secara makro minus 13,1% pada tahun 1998. Kegiatan ekonomi

yang mengalami pertumbuhan negatif relatif paling besar adalah jenis usaha yang

sangat bergantung pada komponen impor. Hal ini disebabkan oleh melemahnya nilai

tukar Rupiah terhadap Dollar menyebabkan jumlah hutang dan bunga yang ditanggung

menjadi semakin tinggi.

Setelah mengalami kontraksi yang besar pada tahun 1998 sebesar 13,1%, sejak

tahun1999 perekonomian Indonesia mengalami peningkatan tiap tahun. Tahun 1999

ekonomi bertumbuh sekitar 0,79%, tahun 2000 sekitar 4,92%, tahun 2001 3,4%, dan

2002 3,66%. Peningkatan pertumbuhan ini memberikan harapan bagi bangsa Indonesia
2

untuk segera keluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih di bawah target

yang diinginkan yaitu sebesar 4%. Hal ini memperlihatkan pemulihan perekonomian

telah berjalan ke arah yang diharapkan. Berikut data laju pertumbuhan ekonomi

Indonesia periode 1981-2006.

Tabel 1.1
Data Pertumbuhan PDB (dalam Milyar Rupiah) dan PDB rill (%)
Tahun 1981-2006
Tahun PDB  PDB
1981 600.543,1 7.9
1982 614.034,4 2.2
1983 639.780,6 4.2
1984 684.408,7 7
1985 701.259,8 2.5
1986 742.461,6 5.9
1987 779.032,2 4.9
1988 824.064,1 5.8
1989 885.519,4 7.5
1990 949.641,1 7.2
1991 1.018.062.6 7.2
1992 108.1248 6.2
1993 1.151.490,2 6.5
1994 1.238.312,3 7.5
1995 1.340.101,6 8.2
1996 1.444.873,3 7.8
1997 1.512.780,9 4.7
1998 1.314.202 -13.1
1999 1.324.599 0.8
2000 1.389.770,2 4.9
2001 1.442.984,6 3.8
2002 1.506.124,4 4.4
2003 1.579.558,9 4.9
2004 1.656.825,7 4.9
2005 1.750.815,2 5.7
2006 1.847.292,9 5.5
Sumber : BPS (diolah), lembaga penelitian ekonomi IBII

Adapun determinan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi,

investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor pertanian dan non-pertanian. Berikut ini data

konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah.


3

Tabel 1.2
Data Konsumsi ,Investasi, dan Pengeluaran Pemerintah periode 1981-2006
Berdasarkan harga konstan 2000 (dalam Milyar Rupiah)
Tahun KONSUMSI INVESTASI PENGELUARAN
PEMERINTAH
1981 332.467,2 110.524,6 55.154.9
1982 343.646,4 124.885,7 59.695.7
1983 369.461,2 134.655,6 59.117.6
1984 384.213,6 126.553,2 61.135,4
1985 388.184,3 135.678,5 65.806,4
1986 396.680,7 148.169,6 67.636,9
1987 409.791,6 156.297,5 67.522,7
1988 425.685,4 174.309,6 72.635,7
1989 443.354,2 197.606,7 80.254,8
1990 487.139,6 226.397,2 82.831,1
1991 522.707,9 241.170,1 88.652,6
1992 537.627,5 253.080,8 93.822
1993 568.963,8 267.480,9 93.900,3
1994 645.014,3 304.274,8 96.064,7
1995 726.185,3 346.857,7 97.352,2
1996 796.776,5 397.201,9 99.973,9
1997 859.089 431.234,5 100.035,1
1998 806.097,6 288.891,8 84.658,1
1999 843.445,5 236.326,6 85.246,4
2000 856.798,3 275.881,2 90.779,7
2001 886.736 293.792,7 97.646
2002 920.749,6 307.584,6 110.333,6
2003 956.593,4 310.776,9 121.404,1
2004 1.004.109 354.561,3 126.248,7
2005 1.043.805,1 393.500,5 134.625,6
2006 1.076.928,1 403.161,9 147.563,7
Sumber: BPS (diolah), lembaga penelitian ekonomi IBII

Berdasarkan data tersebut di atas maka bisa dilihat bagaimana kontribusi terhadap

laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, konsumsi memiliki kontribusi yang paling besar

dibanding dengan investasi dan pengeluaran pemerintah. Konsumsi meningkat dari

tahun ke tahun ini di karenakan adanya peningkatan jumlah pendapatan, gaya hidup
4

masyarakat dan aspek psikologis di mana masyarakat menginginkan perubahan pola

hidup baik itu makanan maupun energi yang mengakibatkan bertambahnya konsumsi.

Akan tetapi investasi di dalam neraca nasional atau struktur Produk Domestik Bruto

(PDB), sebagai salah satu komponen penting dari permintaan agregat di dalam

ekonomi merupakan faktor yang sangat krusial bagi kelangsungan proses

pembangunan ekonomi dalam negeri (sustainable development).

Salah satu indikator keberhasilannya adalah tingkat pendapatan nasional per

kapita atau laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) rata-rata per tahun yang

tinggi dan stabil. Proses pembangunan ekonomi dalam negeri melibatkan kegiatan-

kegiatan produksi (barang dan jasa) di semua sektor ekonomi domestik untuk

keperluan kegiatan-kegiatan tersebut, perlu dibangun pabrik-pabrik, gedung

perkantoran, mesin dan alat-alat produksi.

Selain itu juga perlu disiapkan tenaga kerja atau sumber daya manusia

(SDM/human capital) yang terampil, untuk pengadaan semua itu, termasuk fasilitas

seperti gedung sekolah, perpustakaan dan sebagainya buat mendukung penyiapan

SDM, (Tambunan, 2000). Sedangkan pengeluaran pemerintah lebih pada perbaikan

infrastruktur dan pelayanan masyarakat, hal lain diakibatkan oleh penurunan harga

minyak dan lebih pada perbaikan birokrasi. Variabel lain yang mempengaruhi struktur

PDB adalah dari sektor ekspor, berikut ini akan kita lihat data total ekspor pertanian

dan non- pertanian yang mana juga memberikan kontribusi terhadap laju pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

Tabel 1.3
Total Ekspor Sektor Pertanian dan Non-Pertanian Periode 1981-2006
5

(dalam juta US $ dan 000/ton)

Tahun XAGR XNAGR XAGR XNAGR


juta us $ ooo/ ton
1981 1.570,2 2.666,6 6.914,2 4.667,5
1982 1.221,2 2.466,1 3.788,4 5.169,1
1983 1.372,8 3.219,7 3.727,8 675,5
1984 1.532,9 3.982,5 2.877,6 7.589,4
1985 1.387,7 4.245,9 1.865,3 10.224,4
1986 1.754,1 4.508,4 1.558,3 12.541,4
1987 1.665,9 6.666,6 1.812,7 15.735,9
1988 1.909,1 9262 1.620,2 195,3
1989 1.943,1 11.028,1 2.323,7 17.473,7
1990 2.083,2 11.878,5 2.234,4 18.996,3
1991 2.281,9 15.067,5 2.077,3 19.530,5
1992 2212 19.613,1 2.095,1 21.779,1
1993 2.664,2 22944 2.793,1 23.358,8
1994 2.818,4 25.702,1 1.605,9 24.465,9
1995 2.808,5 29.328,2 1.626,1 23.550,4
1996 2.912,7 32.124,8 1.850,5 263,8
1997 3.132,6 34.985,2 1.813,5 33.822,1
1998 3.653,5 34.593,2 3.232,2 47.626,5
1999 2.901,5 33.332,4 2.360,7 459,3
2000 2.709,1 42003 1.982,6 44.819,4
2001 2.438,5 37.671,1 2.162,3 44.765,7
2002 2.568,3 38.729,6 1.880,1 45.479,7
2003 2.526,2 40880 1.984,8 44.850,8
2004 2.496,2 48.677,3 2.082,8 45.827,1
2005 2.880,3 55.593,7 2.273,8 51.210,8
2006 3.364,9 65.023,9 2.637 60.370,6
Sumber : Biro Pusat Statistik (diolah)

Ekspor pertanian non pertanian juga berkontribusi positif terhadap laju

pertumbuhan ekonomi, akan tetapi ini tergantung dari komoditas ekspor andalan

kebanyakan komoditas andalan kita menggunakan bahan dasar impor dan penguasaan

pemodal asing, sehingga kontribusinya sangat penting terhadap PDB. Berikut ini akan

kita lihat laju pertumbuhan konsumsi, laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan
6

pengeluaran pemerintah, laju pertumbuhan ekspor pertanian dan laju pertumbuhan

ekspor non pertanian.

Tabel 1.4
Laju Pertumbuhan Konsumsi, Investasi ,dan
Pengeluaran Pemerintah(%)
TAHUN LAJU LAJU LAJU
PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN
KONSUMSI INVESTASI PENGELUARAN
(%) (%) PEMERINTAH(%)
1981 17 11 10
1982 3 13 8
1983 8 8 -1
1984 4 -6 3
1985 1 7 8
1986 2 9 3
1987 3 5 0
1988 4 12 8
1989 4 13 10
1990 10 15 3
1991 7 7 7
1992 3 5 6
1993 6 6 0
1994 13 14 2
1995 13 14 1
1996 10 15 3
1997 8 9 0
1998 -6 -33 -15
1999 5 -18 1
2000 2 17 6
2001 3 6 8
2002 4 5 13
2003 4 1 10
2004 5 14 4
2005 4 11 7
2006 3 2 10
Sumber tabel 1.2 (diolah)

Tabel 1.5
Laju Pertumbuhan Ekspor Pertanian dan Non-Pertanian
Dalam juta US $ (%)
7

LAJU LAJU
TAHUN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN
XAGR(%) XNAGR(%)
1981 -10 -19
1982 -22 -8
1983 12 31
1984 12 24
1985 -9 7
1986 26 6
1987 -5 48
1988 15 39
1989 2 19
1990 7 8
1991 10 27
1992 -3 30
1993 20 17
1994 6 12
1995 0 14
1996 4 10
1997 8 9
1998 17 -1
1999 -21 -4
2000 -7 26
2001 -10 -10
2002 5 3
2003 -2 6
2004 -1 19
2005 15 14
2006 17 17
Sumber: tabel 1.3 (diolah)

Dengan melihat data tesebut di atas kita bisa melihat bagaimana perkembangan

pertumbuhan dan laju pertumbuhan sektor pertanian dan non-pertanian yang

mengalami naik turun akibat gejolak ekonomi yang terjadi.

Dengan data total Konsumsi, Investasi, dan Pengeluaran pemerintah, Ekspor

Pertanian dan non-Pertanian, diatas maka kita bisa melihat bagaimana masing-masing
8

sektor berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi nasional, dengan laju pertumbuhan

produk domestik bruto (PDB) yang cukup baik, bisa kita lihat pada Tabel 1.1, 1.2, 1.3.

Berdasarkan data-data yang telah kita lihat di atas maka kita juga bisa melihat

dengan menggunakan grafik pada gambar 1.1, 1.2, 1.3 akan kita lihat laju

pertumbuhan Konsumsi, laju pertumbuhan Investasi, laju pertumbuhan Pengeluaran

Pemerintah, laju pertumbuhan Ekspor Pertanian dan laju pertumbuhan ekspor non-

Pertanian periode 1981-2006. Pada gambar 1.1 pertumbuhan ekonomi mengalami

penurunan yang signifikan pada antara tahun 1997 dan 1998. Hal ini disebabkan oleh

krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat itu.

Gambar 1.1
Laju pertumbuhan konsumsi, Investasi,dan Pengeluaran pemerintah (%)

0.2
LAJU
LAJU PERTUMBUHAN C, I, G.

PERTUMBUHAN
0.1
KONSUMSI

0
LAJU
1970 1980 1990 2000 2010
PERTUMBUHAN
-0.1
INVESTASI

-0.2
LAJU
PERTUMBUHAN
-0.3
PENGELUARAN
PEMERINTAH
-0.4
TAHUN

Sumber: tabel 1.4 (diolah)

Gambar 1.2
Laju Pertumbuhan Ekspor Pertanian (XAGR) dan Ekspor non Pertanian
(XNAGR) dalam(%)
9

0.8
XAGR(%)DAN XNAGR(%)

0.6

0.4 LAJU PERTUMBUHAN


XAGR(%)
0.2
LAJU PERTUMBUHAN
0 XNAGR(%)

-0.2

-0.4

-0.6
TAHUN

Sumber: Tabel 1.5 (diolah)

Gambar 1.3
Produk domestic bruto(PDB) dan Laju Pertumbuhan PDB (%)

2000000
PDB dan Laju Pertumbuhan PDB

1500000

1000000 PDB

Laju Pertumbuhan
500000 PDB

0
1970 1980 1990 2000 2010
-500000
TAHUN

Sumber :Tabel 1.1 (diolah)


Pada negara-negara sedang berkembang pertumbuhan ekonomi yang didapat

juga dibarengi dengan munculnya permasalahan makro ekonomi yang secara teori
10

tidak terjadi. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi diikuti dengan tingginya

tingkat pengangguran, padahal berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi yang

tinggi, diikuti dengan investasi-investasi baru yang kemudian diikuti dengan

penyerapan tenaga kerja yang banyak. Dengan melihat perbandingan yang ada dari

tahun 1981-2006, maka kita akan melihat bagaimana pengaruh laju pertumbuhan

konsumsi, laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah,

laju pertumbuhan ekspor pertanian dan non pertanian terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana pengaruh laju pertumbuhan konsumsi, laju pertumbuhan investasi,

laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah, laju pertumbuhan ekspor pertanian dan

laju pertumbuhan ekspor non-pertanian. terhadap laju pertumbuhan ekonomi

Indonesia periode 1981-2006.

3.TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh laju pertumbuhan Konsumsi, laju pertumbuhan Investasi,

laju pertumbuhan Pengeluaran pemerintah, laju pertumbuhan Ekspor pertanian

dan laju pertumbuhan ekspor non-pertanian terhadap laju pertumbuhan ekonomi

Indonesia periode 1981-2006.

2. Mengetahui pengaruh laju pertumbuhan konsumsi terhadap laju pertumbuhan

ekonomi Indonesia periode 1981-2006.


11

3. Mengetahui pengaruh laju pertumbuhan investasi terhadap laju pertumbuhan

ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

4. Mengetahui pengaruh laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah terhadap laju

pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

5. Mengetahui pengaruh laju pertumbuhan ekspor pertanian terhadap laju

pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

6. Mengetahui pengaruh laju pertumbuhan ekspor non-pertanian terhadap laju

pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

3 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Bagi Pemerintah

Sebagai sumbangan pemikiran bagi para penentu kebijakan perekonomian

2. Bagi Penulis

Sebagai pertanggung jawaban ilmiah dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Atma Jaya

Yogyakarta.

4. STUDI TERKAIT

Studi tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia

dilakukan oleh Suryahadi et al (2006). Studi ini menekankan pada lokasi dan

komponen sektoral dari pertumbuhan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan

komponen sektoral dari pertumbuhan, membedakan dalam komposisi sektoral dan

lokasi. Hasilnya menunjukan bahwa pertumbuhan di sektor jasa di pedesaaan


12

menurunkan kemiskinan di semua sektor dan lokasi, namun pertumbuhan jasa di

perkotaan menimbulkan nilai elastisitas yang tinggi dari semua sektor kecuali

pertanian kota. Selain itu pertumbuhan pertanian pedesaan memberikan dampak

yang besar terhadap penurunan kemiskinan di pedesaaan yang merupakan

kontibutor terbesar kemiskinan di indonesia. Hal ini menunjukan bahwa cara yang

paling tepat unutk mengurangi kemiskinan adalah dengan menekan pertanian di

pedesaaan dan jasa di perkotaan namun dalam jangka panjang fokus penekanan

harus diarahkan pada pencapaian pertumbuhan menyeluruh yang kuat dalam sektor

jasa.

Dari bukti ekonometrik atas pertumbuhan pada 20 negara yang kebanyakan

berpendapatan sedang selama 1970-1972 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan

ekonomi yang baik dalam periode reformasi dapat dilestarikan bila modal manusia

tumbuh cukup cepat untuk mengimbangi penurunan keuntungan marjinal terhadap

modal yang diakibatkan oleh akumulasi modal fisik. Untuk itu diperlukan alokasi

pengeluaran yang lebih besar untuk pendidikan, khususnya untuk kaum miskin, suatu

pertumbuhan per kapita sebesar 4 persen per tahun, dapat dipertahankan bila modal

manusia per kapita diperluas pada tingkat kecepatan sekitar 1,7-1,8 persen per tahun

(Lopex, Thomas, dan Wang, 1998).

Bela Balassa (1986) melakukan studi pertumbuhan ekonomi untuk kurun waktu

1963-1984 terhadap sekelompok besar negara-negara sedang berkembang, yang

dibedakannya antara negara-negara yang berorientasi keluar (Outward-Oriented

Countries OOCs), diantaranya yang dikenal sebagai east asian dragons seperti:

Korea Selatan, Singapura dan Taiwan; dan negara-negara yang berorientasi kedalam
13

(Inward –Oriented Countries atau IOCs), termasuk Argentina, Mesir, India, Jamaika

dan Philipina, menemukan bahwa negara-negara yang menganut atau menerapkan

strategi pembangunan yang berorientasi keluar (OOCs) ternyata memiliki kinerja

pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih baik (lebih tinggi ) dari pada negara- negara

yang menerapkan strategi pembangunan yang berorientasi kedalam atau subsitusi

impor.

Hollis Chenery dalam studinya terhadap 20 negara sedang berkembang setelah

perang dunia II misalnya, menemukan bahwa total input productivity telah

meningkat pada tingkat diatas 3% per tahun negara-negara yang menganut strategi

pembangunan yang berorientasi keluar (outward-oriented) atau export-lad strategies

; sementara untuk negara-negara yang menganut strategi pembangunan yang inward-

oriented tingkat pertumbuhannya sekitar 1% pertahun.

Bukti keberhasilan dari strategi pembangunan berorientasi keluar, berbagai studi

empirik menemukan adanya relasi yang kuat antara pertumbuhan GDP menyeluruh

(overall GDP Growth) dan pertumbuhan didalam pertumbuhan ekspor (Export

Earnings). Negara-negara yang berhasil mengembangkan pasar untuk ekspor

mereka, berhasil didalam mencapai pertumbuhan agregat cepat. Studi Anne Krueger

(1978) mengemukakan bahwa kenaikan 0,1 persen didalam laju pertumbuhan

pendapatan ekspor mampu meningkatkan laju pertumbuhan GNP dengan kira-kira

0,11 persen.

Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multi-

dimensional yang mencakup berbagai perubahan dasar atas struktur sosial sikap-

sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping mengejar akselerasi


14

pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan

(Todaro,1997). Salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan

ekonomi, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk

memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat dari tingkat pertumbuhan

penduduknya.

Studi Mauro (1997) menunjukkan bahwa korupsi memperlambat tingkat

pertumbuhan beberapa negara. Dalam perhitungannya, bila Bangladesh dapat

menurunkan laju korupsi hingga menyamai Singapura dan laju pertumbuhannya 4%

per tahun, maka laju pertumbuhan PDB tahunan per kapita rata-rata dalam kurun

waktu 1960 – 1985 dipastikan akan dapat mencapai 1,8% lebih tinggi, suatu potensi

pencapaian sebesar 50% dalam pendapatan per kapita. Hasil-hasil riset lain juga

memperkuat hasil studi Mauro dalam mengungkapkan efek buruk dari korupsi dalam

pendistribusian pertumbuhan berkualitas dan berkesinambungan. Korupsi

menyebabkan alokasi talenta yang tidak tepat termasuk kurangnya pemanfaatan

elemen-elemen kunci dalam masyarakat, seperti kaum perempuan (Murphy Schleifer,

Vishny ; 1991), tingkat investasi baik domestik maupun asing yang rendah (Mauro

1997, Wei 1997), dan perkembangan perusahaan dan pertumbuhan ekonomi yang

terdistorsi (Johnson, Kaufmann, dam Zoido-Lobaton (1998). Selain itu, korupsi juga

dapat menyebabkan pengeluaran-pengeluaran dan investasi-investasi publik yang

terdistorsi serta infrastruktur fisik publik yang memburuk (Tanzi dan Davoodi 1997),

pendapatan publik yang lebih rendah dan penyediaan aturan hukum sebagai barang

publik yang lebih sedikit (Johnson, Kaufmann, dan Shleifer 1997), pemerintah yang

terlalu terpusat (Fisman dan Gatti 2000), serta penguasaan negara oleh elite korporat
15

atas hukum dan kebijakan negara, sehingga merongrong pertumbuhan hasil dan

investasi dalam sektor usaha (Hellman, Jones, dan Kaufmann 2000).

6 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1) Diduga laju pertumbuhan konsumsi, laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan

pengeluaran pemerintah, laju pertumbuhan ekspor pertanian dan non-pertanian

berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode

1981-2006

2) Diduga laju pertumbuhan konsumsi berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

Ho: Variabel laju pertumbuhan konsumsi tidak mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi

Ha : Variabel laju pertumbuhan konsumsi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

3) Diduga laju pertumbuhan investasi berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006

Ho: Variabel laju pertumbuhan investasi tidak mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi

Ha : Variabel laju pertumbuhan investasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

4) Diduga laju pertumbuhan pengeluaran pemeritah berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

Ho: Variabel laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi
16

Ha : Variabel laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi

5) Diduga laju pertumbuhan ekspor pertanian berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

Ho: Variabel laju pertumbuhan ekspor pertanian tidak mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi

Ha : Variabel laju pertumbuhan eskpor pertanian mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi

6) Diduga laju pertumbuhan ekspor non-pertanian berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1981-2006.

Ho: Variabel laju pertumbuhan ekspor non pertanian tidak mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi

Ha : Variabel laju pertumbuhan eskpor non pertanian mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi

7. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Definisi setiap variabel adalah sebagai berikut:

1) Konsumsi adalah bagian pendapatan rumah tangga yang digunakan untuk

membiayai pembelian barang atau jasa di indonesia berdasarkan harga konstan.

Konsumsi diukur dalam milyar rupiah dan pertumbuhan konsumsi diukur

dalam satuan persen. Data bersumber dari Biro Pusat Statistik DIY, Statistik

ekonomi Indonesia tahun 1980-2006 ( Ilmu Makro Ekonomi: hal 124).


17

2) Investasi adalah akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan

mendapatkan keuntungan di masa depan baik jangka panjang maupun jangka

pendek, baik itu penanaman modal yang di lakukan dari luar negeri (PMA) atau

penanaman yang dilakukan dari dalam negeri (PMDN). Investasi diukur dalam

milyar rupiah dan pertumbuhan investasi diukur dalam satuan persen. Data

bersumber dari Biro Pusat Statistik DIY. Statistik ekonomi Indonesia tahun

1980-2006 (Ilmu Makro Ekonomi: hal 137)

3) Pengeluaran pemerintah adalah pendapatan pemerintah yang digunakan untuk

membiayai operasional pemerintahan berupa barang dan jasa yang dibeli baik

pemerintah pusat atau daerah untuk membiayai kepentingan pertahanan negara,

perbaikan jalan, pendidikan, dan alin-lain. Pengeluaran pemerintah diukur

dalam milyar rupiah dan pertumbuhan pengeluaran pemerintah diukur dalam

satuan persen. Data bersumber dari Biro Pusat Statistik DIY, Statistik ekonomi

Indonesia tahun 1980-2006 (Makro Ekonomi. Nanga,hal 19).

4) Ekspor Pertanian adalah pengiriman barang dagangan komoditas pertanian

yang meliputi: Getah karet, Kopi, Udang, Teh, Rempah-rempah, Tembakau,

Biji cokelat, Ikan, Biji-bijian, Mutiara, Damar, Sayur-sayuran, Buah-buahan

keluar negeri melalui pelabuhan seluruh wilayah Indonesia untuk memperoleh

pendapatan dari komoditas tersebut. Variabel ini diukur dengan menggunakan

nilai milyar rupiah dan pertumbuhannya menggunakan satuan persen.Data

bersumber dari Biro Pusat statistik DIY, Statistik ekonomi Indonesia tahun

1980-2006 (Makro Ekonomi Indonesia)


18

5) Ekspor non-pertanian adalah pengiriman barang dagangan komoditas non-

pertanian yang meliputi barang-barang industri diantaranya: kayu olahan (lapis,

gergajian, dan lain – lain ), barang dari logam (timah, alumunium, nikel),

pakaian jadi, karet olahan, makanan ternak, minyak atsiri, minyak kelapa sawit,

asam berlemak, alat-alat listrik, makanan olahan, semen, barang anyaman,

bahan kimia, pupuk, kulit dan bahan dari kulit, kertas dan bahan dari kertas,

dan rotan keluar negeri melalui pelabuhan seluruh wilayah Indonesia untuk

memperoleh pendapatan berdasarkan jumlah barang yang dikirim. Ekspor non

pertanian diukur dalam milyar rupiah dan pertumbuhannya diukur dalam satuan

persen. Data bersumber dari Biro Pusat Statistik DIY, Statistik ekonomi

Indonesia tahun 1980-2006 (Makro Ekonomi Indonesia, Institut Bisnis dan

Informatika Indonesia (IBII)

6) Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka

panjang yang merupakan sumber utama peningkatan standar hidup penduduk

Indonesia. Satuannya adalah persen. Data bersumber dari Biro Pusat Statistik

DIY Statistik ekonomi Indonesia tahun 1980-2006 (Makro Ekonomi. Nanga,

hal 279)

8.METODE PENELITIAN

8.1 Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah

ekspor pertanian dan non-pertanian dari balai penelitian dan pengembangan

ekonomi pertanian,departemen pertanian dan biro pusat statistik periode tahun

1981-2006, juga meliputi data Konsumsi, Investasi, dan Pengeluaran pemerintah.


19

8.2 Model

Model dasar dalam penelitian ini adalah:

EG = ƒ (GC, GI, GG, GXagr, GXnagr)

EG = Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

GC = Laju Pertumbuhan Konsumsi (%)

GI = Laju Pertumbuhan Investasi (%)

GG = Laju Pertumbuhan Pengeluaran pemerintah (%)

GXagr = Laju Pertumbuhan Ekspor pertanian (%)

GXnagr = Laju Pertumbuhan Ekspor non-pertanian (%)

8.3 Uji Asumsi Klasik

8.3.1 Multikolinearitas

Asumsi dengan memakai metode OLS adalah tidak adanya hubungan

yang linear antara variabel independen. Dalam sebuah persamaan, seringkali

terjadi hubungan yang linear antara variabel-variabel independen. Hubungan

linear antara variabel independen regresi berganda pada persamaan biasa disebut

multikolinearitas (Gujarati, 2003: hal 350).

Kasus multikolinearitas dalam persamaan yang diestimasi dengan OLS

mempunyai dampak:

1. Estimator masih bersifat Best Linear Unbiased (BLU), namun estimator

mempunyai varian dan kovarian yang besar sehingga sulit mendapatkan

estimasi yang tepat.


20

2. Varian dan kovarian yang besar juga membuat interval estimasi makin lebar

dan nilai t-hitung semakin kecil. Hal ini akan membuat variabel pengaruh

variabel independen kurang signifikan terhadap variabel dependen.

3. Nilai koefisien determinasi (R2) masih bisa relatif tinggi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi

multikolinearitas. Penelitian ini hanya akan digunakan Metode Deteksi Klein.

Metode Klein dilakukan dengan membandingkan R2 auksiliari dengan R2 model

regresi asli. Rule of Thumb uji Klein adalah jika maka

model mengandung unsur multikolinearitas antara variabel independen.

8.3.2Heteroskedastisitas

Asumsi OLS untuk dalam regresi untuk variabel gangguan adalah

variabel gangguan mempunyai rata-rata sama dengan nol atau E(e i) = 0, varian

konstan atau Var(ei) = σ2, variabel gangguan tidak berhubungan antar observasi

atau Cov(ei,ej) = 0. Varian yang tidak konstan pada variabel gangguan dikenal

dengan heteroskedastisitas (Gujarati, 2003 hal:413).

Estimasi OLS untuk persamaan yang mengandung heteroskedastisitas

berakibat pada :

1. Estimator hanya bersifat Linear Unibiased (LU) dan tidak mempunyai varian

minimum.

2. Varian yang tidak minimum akan menyebabkan perhitungan standart error

tidak dipercaya kebenarannya.

3. Uji hipotesis dengan didasarkan pada distribusi t dan F secara statistik juga

tidak bisa dipercaya.


21

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas terdapat beberapa cara.

Peneliti akan menggunakan metode White. Metode ini tidak memerlukan asumsi

adanya normalitas pada variabel gangguan. Untuk lebih menjelaskan metode

White, maka akan dibentuk persamaan dasar ekonometrika Y = β0 + β1 X1 + β2 X2

+ e.

Teknis pengujian metode White adalah sebagai berikut:

1. Melakukan Estimasi persamaan

(dalam hal ini persamaan di atas) dan dapatkan residualnya

2. Lakukan regresi persamaan

berikut (regresi auksiliari)

a. Regresi auksiliari tanpa

perkalian antar variabel independen (no cross terms) dengan persamaan:

b. Regresi auksiliari

dengan perkalian antar variabel independen (cross terms) dengan

persamaan:

3. Dalam metode ini, hipotesis nol

adalah tidak ada heteroskedastisitas. Uji White didasarkan pada jumlah

sample (n) dikalikan dengan R2 yang akan mengikuti distribusi chi-squares


22

dengan df banyak variabel independen tidak termasuk konstanta dalam

regresi auksiliari. Nilai chi-squares dapat dicari dengan

4. Jika nilai chi-squares hitung

lebih besar dari nilai chi-squares tabel, maka terdapat heteroskedastisitas.

Sebaliknya jika nilai chi-squares hitung lebih kecil dari nilai chi squares

tabel, maka tidak terdapat heteroskedastisitas.

5. Kita juga dapat menggunakan

nilai Probabilitas Observasi*R2. Bila Probabilitas Observasi*R2 bernilai lebih

dari tingkat signifikansi maka dapat dikatakan tidak ada heteroskedastisitas.

Sebaliknya, jika Probabilitas Observasi*R2 bernilai kurang dari tingkat

signifikansi maka dapat dikatakan ada heteroskedastisitas.

8.3.3 Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antara setiap objek observasi (n)

dalam time series data dan cross section data. Secara matematis dapat

diformulasikan dengan E  u i u j   0 , i  j . Bila autokorelasi dibiarkan, maka

confidence interval menjadi semakin besar. Uji t dan uji F menjadi tidak akurat.

Selanjutnya, pengambilan keputusan akan menjadi salah (Gujarati,2003 hal: 443).

Metode yang digunakan peneliti untuk mendeteksi ada tidaknya

autokorelasi adalah metode Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange

Multiplier. Untuk menjelaskan metode ini, kita menggunakan model regresi

sederhana Yt = β0 + β1 X1 + et. Dalam aplikasi, dapat dimasukan lebih dari satu


23

variabel independen. Selanjutnya, untuk mendapatkan resdual persamaan di atas,

dibentuk persamaan:

et = ρ1et-1 + ρ2et-2 + .... + ρρet-ρ+vt.

Prosedur melakukan metode Breusch-Godfrey Serial Correlation

Lagrange Multiplier adalah:

1. Estimasi persamaan dan dapatkan residual

2. Regresi residual dengan variabel independen Xt dan lag dari residual et-

1, et-2, ...., et-ρ. Langkah ini dapat diformulasikan dengan persamaan

dan dapatkan R2 dari

regresi persamaan.

3. Jika sampel besar, model akan mengikuti distribusi Chi-squares dengan

df sebanyak ρ. Nilai hitung chi-squares dapat dicari dengan menggunakan

formula

4. Penentuan ada tidaknya autokorelasi adalah dengan membandingkan

dengan chi-squares pada derajat kepercayaan tertentu. Bila

lebih besar dari chi-squares, maka terdapat autokorelasi. Kita juga

dapat menggunakan nilai probabilitas chi-squares dibandingkan dengan

tingkat signifikansi. Bila probabilitas chi-squares lebih besar dari tingkat

signifikansi, maka tidak terdapat autokorelasi.

8.4 Analisis Statistika


24

Uji statistika dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu uji

signifikansi koefisien, uji kebaikan model dan koefisien determinasi.

8.4.1 Uji Signifikansi Koefisien (Uji t / student test)

Hasil analisis regresi berupa persamaan regresi dengan masing-masing

koefisien perlu diuji untuk menentukan signifikansi koefisien. Uji ini digunakan

untuk menentukan apakah variabel-variabel dalam regresi secara individu

signifikan dalam memprediksi nilai variabel dependen. Hipotesis untuk menguji

signifikansi koefisien persamaan regresi secara individu adalah sebagai berikut:

Ho : koefisien variabel independen tidak signifikan

Ha : koefisien variabel independen signifikan

Untuk pengujian koefisien variabel independen juga menggunakan hipotesis yang

sama.

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

1. Ho diterima jika t hitung lebih kecil daripada t tabel atau jika probabilitas t

hitung lebih besar dari tingkat signifikansi.

2. Ha diterima jika t hitung lebih kecil daripada t tabel atau jika probabilitas t

hitung lebih kecil dari tingkat signifikansi.

Nilai t-hitung dapat dicari dengan rumus di bawah ini, yang kemudian

diuji dengan menggunakan derajat kepercayaan (α) pada level tertentu

(Sumodininggrat, 2002:hal 178).

ˆ
t  hitung 
SE ( ˆ )

Dimana:
25

t = nilai statistik

β = koefisien regresi dari nilai variabel independen

SE(β) = nilai standar error dari variabel independen

8.4.2 Uji Kebaikan Model (Uji F/Fischer test)

Model persamaan dalam regresi dihasilkan dari penghitungan dengan

menggunakan data masa lalu. Dengan dasar tersebut paling tidak akan terjadi

penyimpangan dari hasil sebenarnya. Seberapa baik tidaknya persamaan regresi

dalam memprediksi dapat dilihat dari deviasi hasil prediksi dengan data

sebenarnya.

Hipotesis yang digunakan untuk melakukan pengujian ini adalah:

Ho : kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen tidak

signifikan

Ha : kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen signifikan

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji F. Kriteria yang

digunakan adalah sebagai berikut:

1. Menolak Ho, jika nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel atau jika

nilai probabilitas F hitung lebih kecil dari tingkat signifikansi.

2. Menerima Ho, jika nilai F hitung lebih kecil daripada nilai F tabel atau jika

nilai probabilitas F hitung lebih besar dari tingkat signifikansi.

Nilai F-hitung dicari dengan menggunakan dengan menggunakan tingkat

kepercayaan tertentu dengan formulasi (Sumodininggrat, 1996 hal:442):

R 2 ( K  1)
F  hitung 
(1  R 2 )( N  K )
26

Dimana:

R2 = koefisien determinasi

K = jumlah variabel independen

N = jumlah observasi

8.4.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah suatu nilai yang menggambarkan seberapa

besar perubahan atau variasi dari variabel dependen bisa dijelaskan oleh

perubahan atau variasi dari variabel independen. Dengan mengetahui nilai

koefisien determinasi, akan bisa menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam

memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi, akan

semakin baik kemampuan variabel independen dalam menjelaskan perilaku

variabel dependen.

Penggunaan koefisien determinasi sangat berguna, karena koefisien

determinasi melindungi dari kenaikan bias. Koefisien determinasi juga akan

menghindarkan kesalahan karena kenaikan jumlah variabel independen dan

kenaikan jumlah sampel.

Formulasi Penghitungan koefisien determinasi (Gujarati, 2003:hal 84):

R 
2 ESS
 1
 e1  1  RSS
2

TSS  y12 TSS

Dimana:

ESS = explained sum square

TSS = total sum square


27

RSS = residual sum square

9. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, studi terkait, hipotesis penelitian,

definisi operasional variabel, metodologi penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori memuat tinjauan pustaka dan studi empiris yang

membahas laju pertumbuhan ekonomi dan multiplier varaebel independen

dan dependen.

BAB III GAMBARAN UMUM

Gambaran umum laju pertumbuhan ekonomi Indonesia memberikan

uraian mengenai laju pertumbuhan konsumsi, laju pertumbuhan investasi,


28

laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah, laju pertumbuhan ekspor

pertanian dan non pertanian serta perkembangannya.

BAB IV ANALISIS DATA

Mengolah data menggunakan metode ekonometrika dan statistika, serta

menginterpretasikan menurut teori ekonomi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menjelaskan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian sekaligus

memberikan saran sebagai acuan kedepan bagi pihak-pihak yang terkait

You might also like