Professional Documents
Culture Documents
SYAFRUDDIN, SH, MH
Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Jika anasir-anasir tersebut tidak terpenuhi atau sebagian tidak terpenuhi, maka
abortus yang dilakukan termasuk golongan abortus buatan ilegal.
Persoalannya adalah bagaimanakah membuktikan bahwa anasir-anasir terpenuhi
atau tidak?
Dalam praktek/kesehatan sangat sedikit sekali kasus-kasus abortus buatan
yang sampai pada tahap penyidikan. Hal ini antara lain disebabkan karena pihak,
baik ibu hamil maupun yang membantu melakukannya sebelumnya pasti sudah
melakukan pemufakatan (jahat) untuk saling tidak melaporkan perbuatannya,
karena pasti akan merugikan diri sendiri. Meskipun bukan delik aduan, tanpa laporan
dari para pihak, aparat penyidik sangat sulit untuk mengetahui adanya praktek
abortus buatan tersebut.
Untuk menambah pemahaman kita, berikut ini diskenariokan satu ilustrasi
praktek abortus buatan ilegal : “Mona adalah pacar gelap seorang direktur Bank
Pemerintah. Setelah berhubungan lebih kurang satu tehun, ternyata Mona hamil,
dan ia memberitahu Bankir tersebut atas kehamilannya. Bankir terperanjat dan
dicekam rasa kekhawatiran yang teramat sangat, takut jika rahasianya terbongkar
dan akan mengancam kariernya. Dengan modus bujukan, dirayunyalah si Mona agar
mau menggugurkan kandungannya, tetapi Mona menolak mentah-mentah bujukan
F. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapatlah kiranya kita menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Abortus secara umum dibagi atas dua macam yaitu Abortus Spontan dan
Abortus Buatan.
2. Abortus Buatan, dilihat dari aspek hukum dapat digolongkan menjadi dua
golongan yaitu Abortus Buatan Legal (Abortus Provocatus Therapeticus) dan
Abortus Buatan Ilegal (Abortus Provocatus Criminalis).
3. Dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia pengaturan tentang
abortus terdapat dalam dua Undang-undang yakni Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
4. Dalam KUHP hanya mengatur tentang ancaman hukuman melakukan Abortus
Buatan (Ilegal), sedangkan tentang Abortus Buatan Legal diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. Proses pembuktian atas kasus Abortus Buatan Ilegal sangat sulit dan rumit,
mengingat para pihak dalam melakukan perbuatan tersebut selalu didahului
pemukatan (jahat) untuk saling merahasiakan.
6. Berdasarkan poin 3 di atas, maka sangat sedikit kasus Abortus Buatan Ilegal
yang sampai ke tahap penyidikan dan tuntutan.
7. Bagi tenaga kesehatan, khususnya Dokter, Bidan dan Juru Obat, ancaman
pidana melakukan perbuatan Abortus Buatan Ilegal dapat ditambah sepertiga
dari ancaman hukumannya.
8. Penghayatan dan pengamalan Sumpah Profesi dan Kode Etik masing-masing
tenaga kesehatan secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya Abortus
Buatan Ilegal, lebih lagi jika dibarengi dengan pendalaman dan pengamatan
ajaran agama.
G. Saran
Sesuai dengan kesimpulan di atas maka penulis memberi saran agar :
1. Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya menghindari melakukan
tindakan abortus ilegal, karena itu merupakan tindakan kejahatan dan
bertentangan dengan ajaran agama.
2. Hendaknya para dokter dan tenaga medis lainnya dalam menjalankan
profesinya harus sesuai dengan standar profesi medis, karena sebagai akibat
adanya standar profesi medis ini timbul suatu kewajiban untuk selalu
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, M. Yusuf., Prof.Dr.SPOG & Amri Amir, Dr.SpF., 1999, Etika Kedokteran &
Hukum Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.