Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 26 tahun
Alamat : Sei Rambang
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
MRS : 16 Agustus 2010
B. ANAMNESIS
• Keluhan Utama
Nyeri dan sakit menggerakkan tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas
C. PEMERIKSAAN FISIK
• Status Generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 90x/menit
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Suhu : 36,7oC
Respirasi : 20x/menit
Gizi : cukup
1
• Status Lokalis
Regio Femoralis Dextra
I : Deformitas (+)
P: NVD baik
ROM aktif pasif terbatas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 14,1 g/dl
Ht : 40 vol%
Leukosit : 10.400 mm3
Trombosit : 243.000 mm3
Ureum : 24 mg/dl
Creatinin : 0,9 mg/dl
Natrium : 132 mmol/l
Kalium : 3,5 mmol/l
• Pemeriksaan Radiologis
Rontgen Femur dextra AP / Lateral :
Fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced
2
E. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced tertutup
F. PENATALAKSANAAN
- IVFD
- Analgetik
- Terapi konservatif
- Rencana operatif
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan
amat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian,
yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal.
Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang
terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas
femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian
caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan
acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur,
berjalan kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang
125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang
femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh
penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas
leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke
depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian
posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke
atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista
supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan
4
linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang
di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan
anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua
condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat
epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis.
5
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
Trauma dapat bersifat:
• Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan.
• Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung bila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Tekanan pada tulang dapat berupa:
• Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
• Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
• Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi
• Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah, misalnya pada badan vertebra talus atau fraktur buckle pada
anak-anak
• Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
• Fraktur oleh karena remuk
• Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menraik sebagian
tulang
Manifestasi klinis:
• Fraktur femoris sepertiga bagian atas
Pada fraktur femoris sepertiga bagian atas, fragmen proksimal dalam
keadaan fleksio oleh m. Iliopsoas, abduksio oleh m. Gluteus medius
dan minimus, dan memutar ke lateral oleh m. Gluteus maximus, m.
Piriformis, m. Obturatorius internus, m. Gemelli, dan m. Quadratus
femoris. Fragmen bawah di aduksio oleh m. Adductor, tertarik ke atas
6
oleh otot-otot hamstring dan m. Quadriceps, memutar ke lateral oleh
otot aduktor dan berat kaki.
• Fraktur femoris sepertiga tengah
Pada fraktur femoris sepertiga tengah, fragmen distal tertarik ke atas
oleh otot hamstring dan m. Quadriceps, sehingga memendek dengan
nyata. Fragmen distal juga memutar ke belakang oleh tarikan kedua
caput m. Gastrocnemius.
• Fraktur femoris sepertiga distal
Pada fraktur femoris sepertiga distal terjadi pergeseran fragmen distal
seperti halnya pada fraktur sepertiga tengah. Namun fragmen distal
lebih kecil dan lebih terputar ke belakang oleh m. Gastrcnemius dan
dapat menekan a. Poplitea dan mengganggu aliran darah yang menuju
tungkai bawah dan kaki.
Dari penjelasan tersebut, traksi berat pada fragmen distal umumnya
diperlukan untuk mengatasi otot-otot yang kuat itu dan memulihkan
panjang tungkai semula. Manipulasi tulang diperlukan untuk
mengembalikan fragmen distal pada bagian proksimalnya decara baik.
D. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi Etiologis:
• Fraktur traumatik: terjadi karena trauma yang tiba-tiba
• Fraktur patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang
• Fraktur stres: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu
Klasifikasi Klinis:
• Fraktur tertutup (simple fracture)
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
7
• Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
• Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi misalnya malunion, union, nonunion, infeksi tulang.
Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
- Diafisial
- Metafisial
- Intra-artikuler
- Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
- Fraktur transversal
- Fraktur oblik
- Fraktur spiral
- Fraktur Z
- Fraktur segmental
- Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen
- Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
- Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella
- Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang
tengkorak
- Fraktur impaksi
- Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah
misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus
- Fraktur epifisis
8
3. Menurut ekstensi
- Fraktur total
- Fraktur tidak total
- Fraktur buckle atau torus
- Fraktur garis rambut
- Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
- Bersampingan
- Angulasi
- Rotasi
- Distraksi
- Over-riding
- Impaksi
9
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:
- Syok, anemia atau perdarahan
- Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan
abdomen
- Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
3. Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain
Perhatikan kondisi mental penderita
Keadaan vaskularisasi
b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
10
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan (move)
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris
dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis.
e. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi
fragmen serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pegobatan
11
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau
ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya yaitu
pada antero-posterior dan lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di
atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan
foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan
fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur
kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang
Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu musalnya
fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas
sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian
f. Pemeriksaan radiologis lainnya
Pemeriksaan khusus dengan:
Tomografi, misalnya fraktur vertebra atau kondilus tibia
CT-scan
MRI
Radioisotop scanning
12
- Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.
- Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian
klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma
pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam lainnya.
- Resusitasi
13
- Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin
14
Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi
berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi
kulit dan traksi tulang
5) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai
Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson
knee flexion attachment. Tindakan ini mempunyai dua tujuan
utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
Indikasi:
Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan
imobilisasi tidak memungkinkan serta untuk mencegah
tindakan operatif misalnya pada fraktur batang femur,
fraktur vertebra servikalis
Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur
pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen dan
menyebabkan angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat
menimbulkan malunion, nonunion atau delayed union.
Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur
spiral atau kominutif pada tulang panjang
Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil
Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant=traksi
Gallow)
Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat desertai
dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya
fraktur suprakondiler humerus
Jarang pada fraktur metakarpal
Sekali-kali pada fraktur colles atau fraktur pada orang tua
dimana reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak
memungkinkan
b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus
dengan K-wire
c. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
15
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna:
Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,
olekranon, patela
Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur
radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang
tidak stabil
Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur
Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara
baik dengan reduksi secara baik dengan reduksi tertutup
misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett
Fraktur terbuka
Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna
sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur
pada orang tua
Eksisi fragmen yang kecil
Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis
avaskuler misalnya fraktur leher femur pada orang tua
Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri
Fraktur multiple
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair
necrosis tinggi.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya fraktur femur.
16
Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis
Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes
mellitus
17
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
- Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
- Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam
waktu kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
- penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1) Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang
baik.
2) Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/
sensitifity test.
3) Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10
menit dan dicukur.
4) Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10
liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari
kontaminasi.
5) Tutup luka dengan doek steril
6) Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7) Desinfeksi anggota gerak
8) Drapping
9) Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali
neirovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan
diikuti reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat
incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10) Fiksasi:
a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan
reposisinya (unstable fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan
indikasinya seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat
dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur terbuka
grade 1-2
18
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak
memadai (karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar
(dengan gips spalk atau sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan
ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing
biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu:
Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw
dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar
alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya.
Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan
kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai
operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan
G. Prognosis
Prognosis dari fraktur femur untuk kehidupan adalah bonam. Pada
sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa
semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam
terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Bahaya besar pada fraktur femur adalah cedera pada arteri femoralis,
iskemia perifer dapat terjadi dengan segera dan hebat. Sering disertai
edema lengan bawah dan kompartemen sindrom yang makin menghebat
yang mengakibatkan nekrosis otot dan saraf. Nyeri hebat ditambah satu
tanda positif (nyeri saat dorsofleksi jari kaki secara pasif, tungkaibawah
yang nyeri tekan dan tegang, tak ada nadi dan tumpulnya sensasi)
membutuhkan tindakan yang cepat. Jika tidak tertangani dengan cepat dan
baik maka prognosisnya dapat menjadi jelek.Lesi saraf jarang terjadi pada
fraktur tertutup.
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur femur adalah tungkai
yang tidak sama panjang setelah sembuh, malrotasi atau deformitas
19
anguler, pembentukan spur yang menonjol pada otot yang mengganggu
pergerakan dan kontraktu rkuadrisep.
Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya
merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi
setelah reposisi terbuka.
20
- Refraktur: terjadi apabila imobilisasi dilakukan sebelum terjadi
union yang solid.
BAB III
ANALISIS KASUS
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta: Widya Medika. 1995.
10. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC.
2004.
22