You are on page 1of 22

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 26 tahun
Alamat : Sei Rambang
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
MRS : 16 Agustus 2010

B. ANAMNESIS
• Keluhan Utama
Nyeri dan sakit menggerakkan tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas

• Riwayat Perjalanan Penyakit


± 11 jam sebelum masuk rumah sakit, motor yang dikendarai penderita
tergelincir penderita terjatuh dengan tungkai kanan membentur benda
keras.

C. PEMERIKSAAN FISIK
• Status Generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 90x/menit
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Suhu : 36,7oC
Respirasi : 20x/menit
Gizi : cukup

1
• Status Lokalis
Regio Femoralis Dextra
I : Deformitas (+)
P: NVD baik
ROM aktif pasif terbatas

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 14,1 g/dl
Ht : 40 vol%
Leukosit : 10.400 mm3
Trombosit : 243.000 mm3
Ureum : 24 mg/dl
Creatinin : 0,9 mg/dl
Natrium : 132 mmol/l
Kalium : 3,5 mmol/l

• Pemeriksaan Radiologis
Rontgen Femur dextra AP / Lateral :
Fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced

2
E. DIAGNOSIS KERJA
Fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced tertutup

F. PENATALAKSANAAN
- IVFD
- Analgetik
- Terapi konservatif
- Rencana operatif

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan
amat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri atas tiga bagian,
yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal, dan metafisis distal.
Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang
terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas
femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan minor. Bagian
caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan
acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamen dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur,
berjalan kebawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang
125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang
femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh
penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas
leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke
depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian
posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke
atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista
supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris
lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter
major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan

4
linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang
di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan
anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua
condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat
epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis.

B. Definisi dan Penyebab Fraktur


Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
epifisis dan atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang
parsial. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang
berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung
atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada
tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau
metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau
tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget).

C. Proses Terjadinya Fraktur


Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami
kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma
yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai
struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).

5
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
Trauma dapat bersifat:
• Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan.
• Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung bila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Tekanan pada tulang dapat berupa:
• Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
• Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
• Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur
impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi
• Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau
memecah, misalnya pada badan vertebra talus atau fraktur buckle pada
anak-anak
• Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
• Fraktur oleh karena remuk
• Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menraik sebagian
tulang

Manifestasi klinis:
• Fraktur femoris sepertiga bagian atas
Pada fraktur femoris sepertiga bagian atas, fragmen proksimal dalam
keadaan fleksio oleh m. Iliopsoas, abduksio oleh m. Gluteus medius
dan minimus, dan memutar ke lateral oleh m. Gluteus maximus, m.
Piriformis, m. Obturatorius internus, m. Gemelli, dan m. Quadratus
femoris. Fragmen bawah di aduksio oleh m. Adductor, tertarik ke atas

6
oleh otot-otot hamstring dan m. Quadriceps, memutar ke lateral oleh
otot aduktor dan berat kaki.
• Fraktur femoris sepertiga tengah
Pada fraktur femoris sepertiga tengah, fragmen distal tertarik ke atas
oleh otot hamstring dan m. Quadriceps, sehingga memendek dengan
nyata. Fragmen distal juga memutar ke belakang oleh tarikan kedua
caput m. Gastrocnemius.
• Fraktur femoris sepertiga distal
Pada fraktur femoris sepertiga distal terjadi pergeseran fragmen distal
seperti halnya pada fraktur sepertiga tengah. Namun fragmen distal
lebih kecil dan lebih terputar ke belakang oleh m. Gastrcnemius dan
dapat menekan a. Poplitea dan mengganggu aliran darah yang menuju
tungkai bawah dan kaki.
Dari penjelasan tersebut, traksi berat pada fragmen distal umumnya
diperlukan untuk mengatasi otot-otot yang kuat itu dan memulihkan
panjang tungkai semula. Manipulasi tulang diperlukan untuk
mengembalikan fragmen distal pada bagian proksimalnya decara baik.

D. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi Etiologis:
• Fraktur traumatik: terjadi karena trauma yang tiba-tiba
• Fraktur patologis: terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang
• Fraktur stres: terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu

Klasifikasi Klinis:
• Fraktur tertutup (simple fracture)
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.

7
• Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan
dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
• Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi misalnya malunion, union, nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas:
1. Lokalisasi
- Diafisial
- Metafisial
- Intra-artikuler
- Fraktur dengan dislokasi
2. Konfigurasi
- Fraktur transversal
- Fraktur oblik
- Fraktur spiral
- Fraktur Z
- Fraktur segmental
- Fraktur kominutif, fraktur lebih dari dua fragmen
- Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
- Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella
- Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang
tengkorak
- Fraktur impaksi
- Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah
misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus
- Fraktur epifisis

8
3. Menurut ekstensi
- Fraktur total
- Fraktur tidak total
- Fraktur buckle atau torus
- Fraktur garis rambut
- Fraktur green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
- Bersampingan
- Angulasi
- Rotasi
- Distraksi
- Over-riding
- Impaksi

E. Gambaran Klinis Fraktur


1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik
fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan
ketidak mampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis
harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi
di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian, atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan,
tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau
karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya
nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas,
kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain.

9
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan:
- Syok, anemia atau perdarahan
- Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan
abdomen
- Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

3. Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (look)
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Lidah kering atau basah
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain
 Perhatikan kondisi mental penderita
 Keadaan vaskularisasi
b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Temperatur setempat yang meningkat

10
 Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang
 Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan (move)
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal
dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris
dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis.
e. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis:
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
 Untuk konfirmasi adanya fraktur
 Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi
fragmen serta pergerakannya
 Untuk menentukan teknik pegobatan

11
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau
ekstra-artikuler
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
 Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
 Dua posisi proyeksi: dilakukan sekurang-kurangnya yaitu
pada antero-posterior dan lateral
 Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di
atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur
 Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan
foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis
 Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan
fraktur pada dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur
kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang
 Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu musalnya
fraktur tulang skafoid foto pertama biasanya tidak jelas
sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian
f. Pemeriksaan radiologis lainnya
Pemeriksaan khusus dengan:
 Tomografi, misalnya fraktur vertebra atau kondilus tibia
 CT-scan
 MRI
 Radioisotop scanning

F. Prinsip dan Metode Penanganan Fraktur


1. Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka
diperlukan:

12
- Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.
- Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian
klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma
pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam lainnya.
- Resusitasi

2. Prinsip umum pengobatan fraktur


Ada empat prinsip pengobatan fraktur:
- Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
 Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan
- Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta
perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
 Alignment yang sempurna
 Aposisi yang sempurna
- Retention; imobilisasi fraktur

13
- Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin

3. Metode Pengobatan Fraktur Tertutup


Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam:
a. Konservatif
Terdiri atas:
1) Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut
misalnya dengna cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2) Imobilisasi dengan bidai eksterna
Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya
memberikan sedikit imobilisasi, biasanya mempergunakan
plaster of Paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai
dari plastik atau metal. Indikasi: digunakan pada fraktur yang
perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan
3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilissi eksterna,
mempergunakan gips
Indikasi:
 Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama
 Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur
 Diperlukan manipulasi pada fraktur yang bergeser dan
diharapkan dapat direduksi dengan cara tertutup dan dapat
dipertahankan. Fraktur yang tidak stabil atau bersifat
kominutif akan bergerak di dalam gips sehingga
diperlukan pemeriksaan radiologis yang berulang-ulang
 Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis
 Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang
kurang kuat
4) Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan
imobilisasi

14
Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi
berlanjut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi
kulit dan traksi tulang
5) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
Dengan mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai
Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson
knee flexion attachment. Tindakan ini mempunyai dua tujuan
utama berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
Indikasi:
 Bilamana reduksi tertutup dengan manipulasi dan
imobilisasi tidak memungkinkan serta untuk mencegah
tindakan operatif misalnya pada fraktur batang femur,
fraktur vertebra servikalis
 Bilamana terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur
pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen dan
menyebabkan angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat
menimbulkan malunion, nonunion atau delayed union.
 Bilamana terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur
spiral atau kominutif pada tulang panjang
 Fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil
 Fraktur femur pada anak-anak (traksi Bryant=traksi
Gallow)
 Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat desertai
dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil, misalnya
fraktur suprakondiler humerus
 Jarang pada fraktur metakarpal
 Sekali-kali pada fraktur colles atau fraktur pada orang tua
dimana reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak
memungkinkan
b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus
dengan K-wire
c. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang

15
Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna:
 Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus, kondilus,
olekranon, patela
 Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya fraktur
radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang
tidak stabil
 Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
 Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur leher femur
 Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara
baik dengan reduksi secara baik dengan reduksi tertutup
misalnya fraktur Monteggia dan fraktur Bennett
 Fraktur terbuka
 Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna
sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya fraktur
pada orang tua
 Eksisi fragmen yang kecil
 Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis
avaskuler misalnya fraktur leher femur pada orang tua
 Fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri
 Fraktur multiple
 Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair
necrosis tinggi.
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya fraktur femur.

Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna


 Fraktur terbuka grade II dan grade III
 Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang
hebat

16
 Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis
 Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes
mellitus

Komplikasi reduksi terbuka:


 Infeksi (osteomielitis)
 Kerusakan pembuluh darah dan saraf
 Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal
 Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed
union atau nonunion
 Emboli lemak
d. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis

4. Terapi pada fraktur terbuka


Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah
sakit:
- Pembidaian
- Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
- Menghentikan perdarahan dengan perban klem.

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh


karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan
life-saving harus selalu di dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.

17
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
- Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
- Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam
waktu kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
- penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1) Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang
baik.
2) Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/
sensitifity test.
3) Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10
menit dan dicukur.
4) Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10
liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari
kontaminasi.
5) Tutup luka dengan doek steril
6) Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7) Desinfeksi anggota gerak
8) Drapping
9) Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali
neirovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan
diikuti reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat
incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10) Fiksasi:
a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan
reposisinya (unstable fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan
indikasinya seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat
dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur terbuka
grade 1-2

18
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak
memadai (karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar
(dengan gips spalk atau sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan
ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing
biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu:
Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw
dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar
alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya.
Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan
kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai
operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan

G. Prognosis
Prognosis dari fraktur femur untuk kehidupan adalah bonam. Pada
sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa
semula, namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam
terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.
Bahaya besar pada fraktur femur adalah cedera pada arteri femoralis,
iskemia perifer dapat terjadi dengan segera dan hebat. Sering disertai
edema lengan bawah dan kompartemen sindrom yang makin menghebat
yang mengakibatkan nekrosis otot dan saraf. Nyeri hebat ditambah satu
tanda positif (nyeri saat dorsofleksi jari kaki secara pasif, tungkaibawah
yang nyeri tekan dan tegang, tak ada nadi dan tumpulnya sensasi)
membutuhkan tindakan yang cepat. Jika tidak tertangani dengan cepat dan
baik maka prognosisnya dapat menjadi jelek.Lesi saraf jarang terjadi pada
fraktur tertutup.
Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur femur adalah tungkai
yang tidak sama panjang setelah sembuh, malrotasi atau deformitas

19
anguler, pembentukan spur yang menonjol pada otot yang mengganggu
pergerakan dan kontraktu rkuadrisep.
Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya
merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi
setelah reposisi terbuka.

H. Komplikasi Fraktur Femur


1. Komplikasi Dini
- Syok: dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun
fraktur bersifat tertutup.
- Emboli lemak.
- Trauma Pembuluh darah.
- Trauma Saraf.
- Trombo-emboli.
- Infeksi.
2. Komplikasi Lanjut
- Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union
dalam 4 bulan.
- Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik
dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone
graft.
- Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,
maka diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan.
Angulasi sering ditemukan. Malunion juga menyebabkan
pemendekan pada tungkai sehingga dieprlukn koreksi berupa
osteotomi.
- Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitsn
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi
periartikuler atau adhesi intrmuskuler. Hal ini dapat dihindari
apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih
awal.

20
- Refraktur: terjadi apabila imobilisasi dilakukan sebelum terjadi
union yang solid.

BAB III
ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita berusia 26 tahun


beralamat di Sei Rambang datang berobat ke RSMH dengan keluhan sulit dan
nyeri menggerakkan tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesis
lebih lanjut diketahui bahwa ± 11 jam SMRS, motor yang dikendarai penderita
tergelincir. Penderita terjatuh dengan tungkai kanan terbentur benda keras. Lalu
penderita dibawa ke RSMH.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan tekanan darah,
pernafasan, nadi, dan suhu dalam batas normal, hal ini dapat menunjukkan bahwa
kondisi ABC penderita baik. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada status lokalis
didapatkan pada regio femur sinistra tampak adanya deformitas yang
menyingkirkan trauma jaringan lunak, NVD baik dan ROM aktif pasif terbatas,
yaitu penderita kesulitan menggerakkan secara aktif dan pasif sendi lutut.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan radiologis dengan
hasil rontgen regio femur dextra AP/Lateral menunjukkan fraktur femur dextra
1/3 tengah transverse displaced tertutup.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa dengan fraktur
fraktur femur dextra 1/3 tengah transverse displaced tertutup. Penatalaksanaan
pada pasien ini direncanakan pemberian analgetik, terapi konservatif dengan
traksi kulit dilanjutkan terapi operatif dengan pemasangan plate dan screw atau
pemasangan K-nail. Prognosis pasien ini adalah Quo ad vitam bonam dan quo ad
fungtionam bonam.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta: Widya Medika. 1995.

2. Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach.


Available from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml

3. Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition.


New York: Mc Grow Hill. 2009

4. Keany E. James. Femur Fracture. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment

5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta:


Media Aesculapius. 2000.

6. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang


Lamumpatue. 2003.

7. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran


Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995

8. Ruedi. P. Thomas. AO Principles of Fractures Management. New York: AO


Publishing. 2000

9. Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

10. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC.
2004.

22

You might also like