You are on page 1of 4

c c

  


 

Monday, 19 October 2009

Setelah minyak bumi, komoditi dunia yang paling berharga diperdagangkan


adalah kopi. Sehingga kopi mendapat julukan emas hitam atau The Black Gold.
Menurut sebuah film dokumenter berjudul BLACK GOLD (tahun 2006) yang
diproduksi oleh Marc Francis dan Nick Francis, perdagangan dunia kopi bernilai 80
milyar dolar Amerika. Starbucks, warung kopi global kini beroperasi di 37 negara dan
warungnya sudah berjumlah 11.000 lebih. Data tahun 2007 menunjukan Starbucks
memiliki pegawai lebih dari 170.000 orang dan penjualan-nya tahun 2007 adalah senilai
9.4 milyar dolar Amerika.
Luar biasa bukan? Kopi diperkenalkan ke Indonesia, oleh Belanda, sebagai
tanaman komoditas bernilai tinggi sekitar abad ke 17. Kemungkinan besar lewat Sri
Lanka. Awalnya diperkenalkan ke perkebunan sekitar Jawa Barat. Lalu kemudian
menyebar ke seluruh Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi hingga ke Timor. Letak geografis
Indonesia yang sangat menguntungkan ditambah sejumlah tanah pegununggan yang
subur, membuat kopi tumbuh subur di seluruh Indonesia. Saya pernah terlibat dalam
sebuah perdebatan tentang kopi terbaik di dunia, dan sangat sulit memang untuk
menentukan mana yang terbaik. Uniknya, kata Jawa dalam bahasa Inggris yang
berbunyi Java, adalah bahasa tidak resmi untuk kopi. ³A cup of Java´ artinya sama
dengan secangkir kopi. Group jazz terkenal Manhattan Transfer malah
mengabadikannya menjadi satu lagu jazz yang sangat beken dengan judul ³Java Jive´.
Yang jelas pada tahun 1997-1998, menurut data dari US National Coffee
Assosciation, Indonesia adalah negara produsen kopi dunia ketiga (6.7 juta karung)
setelah Brazil (22.5 juta karung) dan Columbia (10.5 juta karung). Namun situasi itu
berubah drastis, karena Columbia menjadi urutan ke 4, dan Vietnam menyalib keposisi
ke 2 di tahun 2005. Nilai produksinya hampir mencapai satu juta metrik ton, sedangkan
Indonesia masih tetap berkisar di 750 ribu metrik ton. Konon walaupun Vietnam
dituduh merusak harga kopi dunia dengan suplai panen berlebihan, namun tak dapat
dipungkiri, kopi berhasil menjadi komoditi µ    yang mensejahterakan
Vietnam dalam banyak hal.
Sebagai negara produsen kopi dunia, Indonesia sebenarnya dikenal dengan
sejumlah legenda yang membanggakan. Konon kalau dilihat dari peta per-kopian dunia,
Indonesia setidaknya dikenal memiliki 3 varian beken. Yaitu Sumatera Mandheling,
Java Mocha dan Toraja Kalosi. Menurut sejarah, kopi Sumatera Mandheling berasal
dari Yemen atau Ethiopia, dibawa oleh Belanda pada abad ke 18, yang memulai tradisi
perkebunan kopi di Sumatera. Awalnya memang ditanam diwilayah Aceh Utara,
disekitar danau Tawar.
Hingga kini secara historis kita masih bisa melihat tradisi yang sama di wilayah
perkebunan kopi disekitar Takengon, Sidikalang, dan Tapanuli. Awal tahun 2005
hingga 2006, beberapa produser artisan kopi menemukan panen kopi yang berkualitas
tinggi didaerah Lintong, yang kini diberikan nama Blue Batak. Setahu saya, pemakaian
kata µBlue¶ untuk menunjukan level keningratan (berdarah biru) kopi dunia. Jadi ini
adalah penghargaan yang luar biasa. Kopi yang berlabel Blue lainnya setahu saya
adalah Blue Mountain dari Jamaica dan Blue Bourbon dari Rwanda.
Java Mocha, adalah varian kedua. Agak sulit untuk medapatkan kopi Java
Mocha yang berkualitas tinggi saat ini, karena lingkungan di Jawa mengalami
kerusakan ekologi yang makin serius. Java Mocha, dikenal sangat rendah dalam µacid¶
namun memiliki µbody¶ yang sangat bagus. Sehingga bagi penggemar kopi yang serius,
Java Mocha cenderung µflat¶ dan tidak memiliki karakter yang unik. Properti ini,
sebenarnya sangat menguntungkan, yang membuat Java Mocha seringkali dijadikan
bahan pencampur atau blender dengan kopi-kopi lain-nya. Kata Mocha adalah referensi
bahwa di kopi-kopi Java Mocha yang berkualitas tinggi seringkali µend-note¶ yang
dirasakan adalah rasa cokelat mocha. Wilayah yang terkenal hingga kini adalah
perkebunan kopi di wilayah kawah Ijen di Jawa Timur.
Dan varian ketiga adalah Toraja Kalosi dari Sulawesi. Kopi ini pernah beken
dan menjadi salah satu varian yang exotic. Karena dianggap berkelas dunia dalam
segala hal. Sangat sempurna. Aromanya berkelas µgourmet¶. Rasanya sangat kompleks
dan µrich¶. Dikenal memiliki µrobust body¶ dengan acidity yang sangat rendah dan
µwell-defined & lengthy finish¶. Ini adalah salah satu favorit saya. Pernah ada saatnya
konon kopi jenis ini langka dan sukar dicari, karena sangat digemari publik Jepang, dan
diekspor ke Jepang dalam jumlah yang sangat banyak.
Kalau kopi memang sedemikian berharganya, dan Indonesia punya potensi
sangat besar, mengingat Indonesia adalah produsen terbesar ketiga didunia ± tapi
mengapa kopi tidak sepopuler sawit misalnya? Dan kenapa juga kita tidak pernah serius
menangani kopi sehingga menjadi komiditi primadona andalan Indonesia? Bukankah
mestinya Indonesia bisa punya perusahaan sekaliber Starbucks ?.
Ketika hal ini saya tanyakan kepada seorang teman yang mengerti kopi, beliau
cuma tertawa. Menurutnya, karena memang kopi hanya dianggap komoditi biasa.
Sehingga sejumlah permasalahan seperti lahan perkebunan, kerusakan lingkungan, dan
proses pasca panen, serta sistim perdagangannya, masih belum maksimal membuat kopi
menjadi µBLACK GOLD¶ Indonesia. Teman saya ini menunjukan sebuah artikel di
Majalah Forbes tentang 10 jenis kopi termahal di dunia. Hasilnya memang bikin saya
kaget bukan kepalang.
Urutan pertama memang dari Indonesia. Tapi hanya untuk kopi Luwak yang
jumlahnya sangat sedikit diproduksi. Dan keaslian-nya juga sering diragukan. 6 lain-nya
dari daftar 10 termahal itu semuanya datang dari negara-negara Amerika Latin. Kopi
Indonesia yang lain tidak masuk daftar. Jadi jelas ini adalah bukan masalah mampukah
Indonesia memproduksi kopi terbanyak? Masalahnya adalah mampukah Indonesia
memproduksi kopi terbaik dunia?
Matematika perdagangan kopi dunia juga telah berubah. Awal dasawarsa 90¶an
negara ASIA hanya memproduksi 1.5 juta karung @ 60 kg kopi. Sepuluh tahun
kemudian produksi itu melonjak menjadi 15 juta karung, atau naik 10 kali lipat. Petani
kopi-pun menjerit dan merintih. Vietnam seringkali disalahkan karena memproduksi
terlampau banyak. 10 tahun yang lalu pula, negara-negara produsen kopi menerima 10
milyar dolar Amerika dari kopi yang dijual retail seharga 30 milyar dolar Amerika. Tapi
kini penjualan kopi retail telah naik ke 70 milyar dolar Amerika, tetapi negara-negara
produsen kopi hanya menerima kurang dari 6 milyar dolar Amerika. Ini jelas
perimbangan yang tidak adil dari perdagangan bebas ala globalisasi jaman sekarang.
Di tengah krisis ekonomi global yang mengancam kita semua, mungkin ada
baiknya kita balik dan melihat industri kopi Indonesia secara mendetail. Barangkali
dengan sedikit µ
  ¶ pemerintah, dan upaya terpadu, industri kopi Indonesia
bisa disempurnakan. Saya yakin dan percaya kopi yang disebut sebagai µBLACK
GOLD¶ mestinya punya peluang yang luar biasa untuk mensejahterakan Indonesia.
Kalau tidak, kita akan durhaka dengan nenek moyang kita. Mengabaikan kesuburan dan
kekayaan Indonesia!

You might also like