Setelah minyak bumi, komoditi dunia yang paling berharga diperdagangkan
adalah kopi. Sehingga kopi mendapat julukan emas hitam atau The Black Gold. Menurut sebuah film dokumenter berjudul BLACK GOLD (tahun 2006) yang diproduksi oleh Marc Francis dan Nick Francis, perdagangan dunia kopi bernilai 80 milyar dolar Amerika. Starbucks, warung kopi global kini beroperasi di 37 negara dan warungnya sudah berjumlah 11.000 lebih. Data tahun 2007 menunjukan Starbucks memiliki pegawai lebih dari 170.000 orang dan penjualan-nya tahun 2007 adalah senilai 9.4 milyar dolar Amerika. Luar biasa bukan? Kopi diperkenalkan ke Indonesia, oleh Belanda, sebagai tanaman komoditas bernilai tinggi sekitar abad ke 17. Kemungkinan besar lewat Sri Lanka. Awalnya diperkenalkan ke perkebunan sekitar Jawa Barat. Lalu kemudian menyebar ke seluruh Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi hingga ke Timor. Letak geografis Indonesia yang sangat menguntungkan ditambah sejumlah tanah pegununggan yang subur, membuat kopi tumbuh subur di seluruh Indonesia. Saya pernah terlibat dalam sebuah perdebatan tentang kopi terbaik di dunia, dan sangat sulit memang untuk menentukan mana yang terbaik. Uniknya, kata Jawa dalam bahasa Inggris yang berbunyi Java, adalah bahasa tidak resmi untuk kopi. ³A cup of Java´ artinya sama dengan secangkir kopi. Group jazz terkenal Manhattan Transfer malah mengabadikannya menjadi satu lagu jazz yang sangat beken dengan judul ³Java Jive´. Yang jelas pada tahun 1997-1998, menurut data dari US National Coffee Assosciation, Indonesia adalah negara produsen kopi dunia ketiga (6.7 juta karung) setelah Brazil (22.5 juta karung) dan Columbia (10.5 juta karung). Namun situasi itu berubah drastis, karena Columbia menjadi urutan ke 4, dan Vietnam menyalib keposisi ke 2 di tahun 2005. Nilai produksinya hampir mencapai satu juta metrik ton, sedangkan Indonesia masih tetap berkisar di 750 ribu metrik ton. Konon walaupun Vietnam dituduh merusak harga kopi dunia dengan suplai panen berlebihan, namun tak dapat dipungkiri, kopi berhasil menjadi komoditi µ yang mensejahterakan Vietnam dalam banyak hal. Sebagai negara produsen kopi dunia, Indonesia sebenarnya dikenal dengan sejumlah legenda yang membanggakan. Konon kalau dilihat dari peta per-kopian dunia, Indonesia setidaknya dikenal memiliki 3 varian beken. Yaitu Sumatera Mandheling, Java Mocha dan Toraja Kalosi. Menurut sejarah, kopi Sumatera Mandheling berasal dari Yemen atau Ethiopia, dibawa oleh Belanda pada abad ke 18, yang memulai tradisi perkebunan kopi di Sumatera. Awalnya memang ditanam diwilayah Aceh Utara, disekitar danau Tawar. Hingga kini secara historis kita masih bisa melihat tradisi yang sama di wilayah perkebunan kopi disekitar Takengon, Sidikalang, dan Tapanuli. Awal tahun 2005 hingga 2006, beberapa produser artisan kopi menemukan panen kopi yang berkualitas tinggi didaerah Lintong, yang kini diberikan nama Blue Batak. Setahu saya, pemakaian kata µBlue¶ untuk menunjukan level keningratan (berdarah biru) kopi dunia. Jadi ini adalah penghargaan yang luar biasa. Kopi yang berlabel Blue lainnya setahu saya adalah Blue Mountain dari Jamaica dan Blue Bourbon dari Rwanda. Java Mocha, adalah varian kedua. Agak sulit untuk medapatkan kopi Java Mocha yang berkualitas tinggi saat ini, karena lingkungan di Jawa mengalami kerusakan ekologi yang makin serius. Java Mocha, dikenal sangat rendah dalam µacid¶ namun memiliki µbody¶ yang sangat bagus. Sehingga bagi penggemar kopi yang serius, Java Mocha cenderung µflat¶ dan tidak memiliki karakter yang unik. Properti ini, sebenarnya sangat menguntungkan, yang membuat Java Mocha seringkali dijadikan bahan pencampur atau blender dengan kopi-kopi lain-nya. Kata Mocha adalah referensi bahwa di kopi-kopi Java Mocha yang berkualitas tinggi seringkali µend-note¶ yang dirasakan adalah rasa cokelat mocha. Wilayah yang terkenal hingga kini adalah perkebunan kopi di wilayah kawah Ijen di Jawa Timur. Dan varian ketiga adalah Toraja Kalosi dari Sulawesi. Kopi ini pernah beken dan menjadi salah satu varian yang exotic. Karena dianggap berkelas dunia dalam segala hal. Sangat sempurna. Aromanya berkelas µgourmet¶. Rasanya sangat kompleks dan µrich¶. Dikenal memiliki µrobust body¶ dengan acidity yang sangat rendah dan µwell-defined & lengthy finish¶. Ini adalah salah satu favorit saya. Pernah ada saatnya konon kopi jenis ini langka dan sukar dicari, karena sangat digemari publik Jepang, dan diekspor ke Jepang dalam jumlah yang sangat banyak. Kalau kopi memang sedemikian berharganya, dan Indonesia punya potensi sangat besar, mengingat Indonesia adalah produsen terbesar ketiga didunia ± tapi mengapa kopi tidak sepopuler sawit misalnya? Dan kenapa juga kita tidak pernah serius menangani kopi sehingga menjadi komiditi primadona andalan Indonesia? Bukankah mestinya Indonesia bisa punya perusahaan sekaliber Starbucks ?. Ketika hal ini saya tanyakan kepada seorang teman yang mengerti kopi, beliau cuma tertawa. Menurutnya, karena memang kopi hanya dianggap komoditi biasa. Sehingga sejumlah permasalahan seperti lahan perkebunan, kerusakan lingkungan, dan proses pasca panen, serta sistim perdagangannya, masih belum maksimal membuat kopi menjadi µBLACK GOLD¶ Indonesia. Teman saya ini menunjukan sebuah artikel di Majalah Forbes tentang 10 jenis kopi termahal di dunia. Hasilnya memang bikin saya kaget bukan kepalang. Urutan pertama memang dari Indonesia. Tapi hanya untuk kopi Luwak yang jumlahnya sangat sedikit diproduksi. Dan keaslian-nya juga sering diragukan. 6 lain-nya dari daftar 10 termahal itu semuanya datang dari negara-negara Amerika Latin. Kopi Indonesia yang lain tidak masuk daftar. Jadi jelas ini adalah bukan masalah mampukah Indonesia memproduksi kopi terbanyak? Masalahnya adalah mampukah Indonesia memproduksi kopi terbaik dunia? Matematika perdagangan kopi dunia juga telah berubah. Awal dasawarsa 90¶an negara ASIA hanya memproduksi 1.5 juta karung @ 60 kg kopi. Sepuluh tahun kemudian produksi itu melonjak menjadi 15 juta karung, atau naik 10 kali lipat. Petani kopi-pun menjerit dan merintih. Vietnam seringkali disalahkan karena memproduksi terlampau banyak. 10 tahun yang lalu pula, negara-negara produsen kopi menerima 10 milyar dolar Amerika dari kopi yang dijual retail seharga 30 milyar dolar Amerika. Tapi kini penjualan kopi retail telah naik ke 70 milyar dolar Amerika, tetapi negara-negara produsen kopi hanya menerima kurang dari 6 milyar dolar Amerika. Ini jelas perimbangan yang tidak adil dari perdagangan bebas ala globalisasi jaman sekarang. Di tengah krisis ekonomi global yang mengancam kita semua, mungkin ada baiknya kita balik dan melihat industri kopi Indonesia secara mendetail. Barangkali dengan sedikit µ ¶ pemerintah, dan upaya terpadu, industri kopi Indonesia bisa disempurnakan. Saya yakin dan percaya kopi yang disebut sebagai µBLACK GOLD¶ mestinya punya peluang yang luar biasa untuk mensejahterakan Indonesia. Kalau tidak, kita akan durhaka dengan nenek moyang kita. Mengabaikan kesuburan dan kekayaan Indonesia!