You are on page 1of 56

JURNAL

SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 9, Nomor : 1, 2005 ISSN : 1410 – 5152

Daftar Isi

1. Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti


Reaksi Amidasi
Daniel .................................................................................................................. 1-7

2. Peranan 2,6-Di-Tert-Butil-4-Metil Fenol Terhadap Stabilitas Panas dan Nyala


Kayu Kelapa Sawit yang Terimpregnasi Polistirena
Irfan Mustafa ...................................................................................................... 8-15

3. Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Polietilena dan Karet Alam


SIR 20 dengan Pengisi Pulp Tandan Kosong Sawit
Lely Risnawaty.................................................................................................... 16-20

4. Pemanfaatan Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca Catechu L) Sebagai Anti Oksidan
Terhadap Minyak dan Lemak
Pina Barus ........................................................................................................... 21-24

5. Analisa Kadar Ion Cu2+ pada Gliserol dengan Metode Spektrofotometri


Serapan Atom
Zul Alfian............................................................................................................. 25-27

6. Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara


Spektrofotometri Derivatif
Irmanida Batubara............................................................................................. 28-34

7. Analisa Keefektifan Kitosan dalam Pengujian Limbah Industri Koagulasi Karet


Harry Agusnar.................................................................................................... 35-37

8. Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Selulosa Asetat


dengan Metil Kaproat
Misdawati ............................................................................................................ 38-45

9. Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
Matheus T Simanjuntak .................................................................................... 46-50
JURNAL
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 9, Nomor : 1, 2005 ISSN : 1410 – 5152

Ucapan Terima Kasih

Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel
Jurnal Sains Kimia Volume 9 Nomor 1 Tahun 2005, kami mengucapkan banyak terima
kasih:

1) Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D 2 artikel


(Bidang Kimia Polimer, Universitas Sumatera Utara)
2) Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc 2 artikel
(Bidang Biokimia, Universitas Sumatera Utara)
3) Prof. Dr. Harlem Marpaung 2 artikel
(Bidang Kimia Sensor, Universitas Sumatera Utara)
4) Dr. Bastian Arifin, M.Sc 1 artikel
(Bidang Kimia Fisika, Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh)
5) Drs. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil 1 artikel
(Bidang Kimia Lingkungan, Universitas Sumatera Utara)
Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)

PEMBUATAN SURFAKTAN DARI MINYAK KEMIRI MELALUI


REAKSI INTERESTERIFIKASI DIIKUTI REAKSI AMIDASI

Daniel
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Mulawarman

Abstrak

Metil ester asam lemak campuran yang berasal dari minyak kemiri dibuat secara reaksi interesterifikasi
trigliserida dengan menggunakan pereaksi methanol dan katalis H2SO4 dengan hasil reaksi sebesar 98-
99%. Selanjutnya metil ester asam lemak campuran diubah kedalam bentuk alkanolamida campuran
melalui reaksi amidasi. Reaksi dijalankan dengan mereaksikan metil ester asam lemak campuran dengan
etanolamin pada suhu refluks yang akan menghasilkan alkanolamida campuran sebesar 64%. Harga HLB
pengamatan alkanolamida campuran yang berasal dari minyak kemiri adalah sebesar 6,0 yang sesuai
untuk digunakan sebagai bahan pengemulsi.

Kata Kunci: Surfaktan, Metil Ester Asam Lemak, Interesterifikasi.

PENDAHULUAN sabun kecantikan, dalam hal ini ternyata


reaksi amidasi lebih cepat terjadi
Turunan asam lemak etanolamida daripada reaksi esterifikasi apalagi jika
banyak digunakan pada kosmetik, airnya tidak dipisahkan sehingga terjadi
detergen (bentuk bubuk maupun hidrolisis terhadap ester karena adanya
cairan), pelunak pada pembuatan tekstil amina yang bersifat basa (Urata dan
dan pencegah korosif. Pembuatan Takaesi, 1998). Reaksi amidasi antara
senyawa alkanolamida ini dilakukan asam lemak dengan amina lebih baik
dengan mereaksikan asam lemak dan dilakukan antara turunan metil ester
amina pada suhu 120oC – 180oC. asam lemak dengan amina sejauh tidak
Sintesis senyawa etanolamida yang ada gugus hidroksil dari amina tersebut
telah dilakukan adalah melalui reaksi karena dapat terjadi reaksi
antara asam lemak dengan etanolamina interesterifikasi terhadap gugus ester
ataupun dietanolamina dengan asam tersebut.
lemak sering terjadi persaingan antara Asam oleat, linoleat dan linolenat
terbentuknya amida dan ester apabila biasanya terdapat bersama dengan asam
kondisi reaksi tidak diatur dengan baik. lemak lain seperti asam laurat, asam
(Maag, 1984). Reaksi ini juga dapat miristat, asam palmitat, asam stearat
dilakukan dengan menggunakan pelarut dan asam lemak lainnya. Asam lemak
xilen seperti reaksi yang dilakukan pada tersebut dapat diubah ke berbagai
asam lemak dan dietilena triamin. bentuk turunannya antara lain dalam
Reaksi antara monoetanolamina pembentukan ester asam lemak denga
dengan metil ester asam lemak untuk poliol seperti gliserol, sorbitol, sukrosa,
membentuk alkanolamida juga telah manitol dan sebagainya untuk
dikembangkan untuk pembuatan membentuk surfaktan. Ester asam
seramida (amida asam lemak) yang lemak dengan poliol tersebut
banyak digunakan dalam kosmetik dan

Koleksi BPAD Prov SU 1


Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 1-7

Hal ini tentunya menarik untuk di


memiliki sifat surfaktan karena kaji apakah ada kaitan antara panjang
disamping memiliki gugus ester juga rantai hidrokarbon serta ikatan  sebagai
masih memiliki gugus hidroksil sehingga gugus lifofil terhadap nilai
terjadi keseimbangan antara gugus yang keseimbangan lipofilik-hidrofilik (HLB)
bersifat lipofil dengan gugus yang serta kestabilan bahan-bahan surfaktan
bersifat hidrofil . tersebut. Nilai HLB masing-masing
Minyak kemiri yang mengandung alkanolamida campuran dan
asam lemak dengan rantai hidrokarbon alkanolamida dalam bentuk tunggal
panjang yang bersifat lipofil, jika diubah ditentukan berdasarkan nilai
ke alkanolamida sehingga dapat bersifat Konsentrasi Kritik Misel (KKM) yang
hidrofil dan lifpofil. Dengan adanya dapat diukur dengan tensiometer De-
rantai panjang hidrokarbon, akan terjadi Noay.
gaya london sehingga ester minyak Metil ester asam lemak minyak
kemiri yang diubah ke bentuk kemiri tersebut disintesa melalui reaksi
alkanolamida dengan rantai panjang esterifikasi antara minyak kemiri dengan
hidrokarbon diduga akan lebih bersifat methanol dalam pelarut benzene dan
lifofil dibandingkan dengan rantai katalis asam sulfat, yang menghasilkan
pendek. Karena makin panjang rantai ester asam lemak campuran, hasil reaksi
hidrokarbon, maka sifat lifofil akan 98-99 %. Komposisi metil ester asam
semakin bertambah. Dengan demikian lemak dari minyak kemiri tersebut
surfaktan nonionik yang dihasilkan akan ditentukan berdasarkan analisa
lebih menguntungkan yaitu mudah Kromatografi GLC/FID. Kondisi
bercampur dengan surfaktan yang lain GLC/FID yang menggunakan kolom
seperti surfaktan ionik, amfoter dan yang DEGS 20%/Chromosorb W, Kecepatan
bersifat biodegredable sehingga lebih aliran gas 25 ml/menit, suhu kolom 100-
aman. 185oC yang diprogram 4oC/menit serta
Dalam hubungan tersebut sangat suhu injeksi 230oC. Berdasarkan analisa
menarik untuk memanfaatkan minyak GLC/FID tersebut diperoleh komposisi
nabati dalam hal ini minyak kemiri yang asam lemak palmitat (7%), stearat (3%),
mengandung asam oleat, linoleat dan oleat (24%), linoleat (40%), linolenat
linolenat (asam lemak C18) untuk (26%).
digunakan sebagai bahan pereaksi dalam Pemurnian metil ester asam lemak
pembuatan berbagai surfaktan, zat aditif tersebut dapat dilakukan dengan
dan sebagainya. preparative kromatografi lapisan tipis
Atas dasar pemikiran tersebut ingin pasa terbalik dengan adsorbent silica gel
dilakukan penelitian tentang pembuatan tersalinasi, develover kloroform-
surfaktan campuran alkanolamida dari metanol-air (7:2:1, V/V/V). Sedangkan
minyak kemiri, dimana dilakukan reaksi alkanolamida yang diperoleh dimurnikan
interesterifikasi dan selanjutnya reaksi dengan cara yang sama, tetapi adsorben
amidasi, dengan demikian minyak yang digunakan silica gel tersalinasi F-
kemiri dapat diubah menjadi surfaktan 254 serta developer kloroform-metanol-
yang memiliki gugus lifofil dan gugus air-asam asetat (70:20:5:5, V/V/V/V).
hidrofil tanpa memisahkan asam lemak Analisa hasil reaksi dilakukan
yang terdapat pada minyak kemiri itu berdasarkan prosedur analisa gravimetric
sendiri. dengan pembentukan endapan dan
kristalisasi. Titik lebur alkanolamida

2 Koleksi BPAD Prov SU


Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)

61oC. Sedangkan analisa Kromatografi Campuran dan dianalisis dengan


HPLC dengan defector infra merah, spektrofotometer Gas Chromatografi
kolom devosil 60-3 serta system pelarut untuk menentukan komposisi asam
etanol-asetonitril (60:40, V/V). lemaknya dan dilakukan pemisahan
Nilai HLB alkanolamida yang antara ester asam lemak jenuh dan
diperoleh ditentukan berdasarkan ester asam lemak tak jenuhnya.
konsentrasi kritik missel (KKM) yang Untuk sample yang digunakan
dapat diukur dengan menggunakan untuk analisis kromatografi gas cair
tensiometer De-Naoy, Nilai HLB dilakukan pemurnian secara
pengamatan alkanolamida minyak rekromatografi pada kromatografi
kemiri adalah sebesar 6,0. lapisan tipis. Kromatografi lapisan
tipis ini menggunakan silica gel G-60
BAHAN DAN METODA dan developer
kloroform/methanol/asam asetat
Minyak yang digunakan dalam (90;10;1. V/V/V) dan difiksasi secara
penelitian ini adalah hasil buah kemiri. cepat dengan uap Iodium tipis. Pita
kromatogram metil ester dikerok
untuk dielusi dengan kloroform-
Pembuatan Metil Ester
methanol (8:2). Seluruh pita metil
Pembuatan metil ester asam lemak
ester lemak yang terjadi digabungkan
secara reaksi interesterifikasi dilakukan
sebelum dilakukan perlakuan elusi.
dengan prosedur yang terdahulu
Selanjutnya pelarut kloroform/
(Hamilton, 1990; Yamano dan
methanol diuapkan dan dilakukan
Miyawake 1990; Brahmana 1991).
analisis secara kromatografi gas cair,
Hanya basis perhitungan stoikiometris
yang menggunakan 20% DEGS/
dalam reaksi interesterifikasi didasarkan
chromosorb W. suhu kolom 185oC
pada dugaan prosentase mana yang
dan kecepatan aliran gas pembawa
terbesar pada minyak tersebut.
nitrogen 25 ml/menit. Suhu injeksi
Kedalam labu leher tiga yang
dan detector 230oC. Jenis detector
telah dilengkapi dengan pendingin
yang digunakan adalah Flame
bola dan tabung CaCl2 serta
Ionization Detector (FID).
pengaduk mekanik, dimasukkan 80
.
gr sampel minyak kemiri, 40 ml
Pembuatan Surfaktan
metanol dan 80 ml benzen sambil
Alkanolamida dari Metil Ester
diaduk dan didinginkan diteteskan
Minyak Kemiri
H2SO4 2 ml secara perlahan.
Sebanyak 97,6 gr (0,1 mol) ester
Kemudian direfluks selama 5 jam.
minyak kemiri campuran
Kelebihan metanol dan pelarut
dimasukkan kedalam labu leher tiga
diuapkan dengan alat
yang sebelumnya telah dilengkapi
rotariepavorator. Residu yang
dengan pendingin bola, termometer
diperoleh diekstraksi dengan 100 ml
dan pengaduk magnet, kemudian
n-heksan dan dicuci dengan 25 ml
ditambahkan 150 ml benzen kering.
aquades sebanyak 2 kali. Lapisan
Metil ester minyak kemiri dan
atas diambil lalu ditambahkan
benzen diaduk hingga homogen.
Na2SO4 anhidrous lalu disaring.
Selanjutnya ditambahkan 100 ml
Filtratnya dirotarievaporasi untuk
etanolamin dan katalis natrium
menguapkan n-heksan sehingga
metoksida, kemudian direfluks
diperoleh metil ester minyak kemiri
Koleksi BPAD Prov SU 3
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 1-7

selama 4-6 jam. Hasil refluks mengetahui berapa hasil pembentukan


kemudian didinginkan dan diuapkan metil ester asam lemak berdasarkan
pelarutnya dengan rotarievaporator. reaksi interesterifikasi dilakukan
Selanjutnya dicuci dengan asam penimbangan, dan terlebih dahulu
sitrat 10% untuk menghilangkan dilakukan pemisahan gliserol maupun
katalisnya. Amida yang diperoleh senyawa kimia lainnya dari metil ester
kemudian dicuci dengan asam lemak yang terbentuk mengikuti
diklorometan lalu disaring, residu prosedur yang biasa dilakukan.
yang diperoleh dicuci dengan Pembentukan metil ester asam lemak
petroleum eter sambil diaduk dan campuran dari minyak kemiri
dibiarkan pada suhu kamar. Hasil memberikan hasil reaksi sebesar 98-99%
yang diperoleh dikeringkan pada Metil ester tersebut ditentukan
vakum desikator. Hasil dianalisis kandungan asam lemak bebasnya yaitu
dengan spektroskopi FT-IR, dan berkisar antara 0,03-0,05%. Hasil
selanjutnya dilakukan penentuan analisis spektroskopi FT-IR
HLB. memberikan puncak-puncak serapan
pada daerah bilangan gelombang 2923-
Penentuan Nilai HLB 2854; 1743; 1458; 1172 dan 725 cm-1
Penentuan nilai HLB dari bahan (Gambar 1).
surfaktan alkanolamida yang terbentuk
dilakukan secara perhitungan teoritis.
Yang selanjutnya diuji secara
pengamatan berdasarkan harga
konsentrasi kritik missel (KKM) yang
dapat diukur dengan menggunakan Do-
Naoy Tensiometer. Secara teoritis nilai
HLB dapat dihitung berdasarkan rumus:
HLB = ∑ (harga gugus hidrofil) – n
(harga gugus lofofil) + 7
HLB = 7 – 0,36 ln (Co/Cw) dimana
Cw=harga KKM dan Co= 100 – Cw.
Selanjutnya untuk menetapkan
kestabilan bahan tersebut dilakukan
dengan metode penentuan volume
pengendapan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembentukan metil ester asam lemak Gambar 1. Spektrum FT-IR Metil ester asam
dari minyak kemiri pemisahannya secara lemak campuran dari miyak kemiri
kromatografi lapisan tipis akan
memberikan harga Rf mulai dari metil Metil ester yang diperoleh dari reaksi
Stearat (C18:0), palmitat (C16:0), antara methanol dengan minyak kemiri
Linoleat (C18;2). Sedangkan Oleat menggunakan pelarut benzene dan
memiliki harga Rf sama dengan palmitat katalis asam sulfat dengan pemanasan
dan Linolenat Rf nya sama dengan harga pada temperature 80oC selama 4-6 jam.
Rf linoleat. Selanjutnya untuk Spektrum FT-IR (gbr 1) menunjukkan
puncak serapan pada daerah bilangan
4 Koleksi BPAD Prov SU
Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)

gelombang 2923 dan 2854 cm-1 amida. Vibrasi CH sp3 muncul pada
merupakan serapan khas dari vibrasi daerah bilangan gelombang 2923-2854
stretching C-H sp3 yang didukung cm-1 yang didukung dengan munculnya
dengan vibrasi bending C-H sp3 pada serapan pada daerah bilangan gelombang
daerah bilangan gelombang 1458 cm-1. 1465 cm-1 yang menunjukkan adanya
Serapan pada daerah bilangan vibrasi bending C-H sp3. Vibrasi gugus
-1
gelombang 1743 cm adalah frekuensi C=O (karbonil) muncul pada daerah
regangan gugus karbonil (C=O) dari bilangan gelombang 1643 cm-1
ester yang terbentuk dan didukung merupakan gugus khas dari C=O amida.
dengan puncak vibrasi C-O-C ester pada
daerah bilangan gelombang 1172 cm-1.
Spektrum yang menunjukkan puncak
vibrasi pada daerah bilangan gelombang
725 cm-1 adalah vibrasi rocking (CH2)n
dari asam lemak. Dari spectrum FT-IR
metil ester di atas maka senyawa yang
terbentuk mengandung gugus C=O dan
C-O-C yang merupakan karakteristik
dari ester dan tidak mengandung OH.
Metil ester asam lemak campuran
dari minyak kemiri tersebut selanjutnya
dilakukan reaksi amidasi untuk
membentuk amida asam
lemak/alkanolamida. Pemurnian
terhadap alkanolamida yang terbentuk
dilakukan dengan work-up maupun
destilasi secara pengurangan tekanan Gambar 2. Spektrum FT-IR alkanolamida
terhadap sisa metil ester asam lemak campuran dari minyak kemiri.
yang tidak ikut berekasi membentuk
alkanolamida. Juga dilakukan analisa Untuk mengetahui komposisi asam
pengujian terhadap alkanolamida yang lemak dari alkanolamida yang terbentuk
terbentuk secara kromatografi lapisan dilakukan dilakukan analisis secara
tipis maupun uji kualitatif secara kromatografi gas sebagai basis
gravimetric melalui pembentukan perhitungan HLB teorotis.
endapan dan uji titik lebur. Ternyata Komposisi asam lemak dari
alkanolamida yang diperoleh sebesar alknolamida palmitat (7%), sterarat
64%. Dari hasil analisa spektroskopi FT- (3%), oleat (24%), linoleat (40%),
IR memberikan spectrum dengan linilenat (26%). Selanjutnya Harga HLB
puncak-puncak serapan pada daerah teoritis dari amida palmitat 6,1; amida
bilangan gelombang 3301; 2923; 2859; stearat 4,6; amida oleat 6,5; amida
1643, 1558; 1465; 1060 dan 721 cm-1 linoleat 6,3; dan amida linolenat 5,9.
(Gambar 2). Puncak serapan pada daerah Untuk menghitung HLB teoritis dari
bilangan gelombang 3301 cm-1 masing-masing amida asam lemak
menunjukkan adanya gugus OH hal ini campuran diperhitungkan kembali
didukung dengan munculnya serapan berdasarkan komposisi asam lemak yang
pada daerah bilangan gelombang 1060 dikandungnya. Atas dasar tersebut
cm-1 menunjukkan adanya C=O dari diperoleh HLB teoritis dari masing-
masing amida asam lemak campuran
Koleksi BPAD Prov SU 5
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 1-7

dari minyak kemirir. Secara teoritis 2. Nilai HLB teoritis untuk


sebesar 6,9 dan secara pengamatan 6,0 alkanolamida campuran yang
dengan KKM 6,39. Harga HLB diperoleh adalah sebesar 6,9
pengamatan diperoleh dari sedangkan HLB pengamatan sebesar
memperhitungkan nilai KKM setara 6,0 yang dapat digunakan sebagai
dengan Cw, sedangkan Co = adalah bahan pengemulsi.
sama dengan 100 – KKM. Harga KKM
amida asam lemak minyak kemiri
6,39%, maka Cw = 6,39 dan Co = 93,61.
HLB pengamatan = 7-0,36 ln Co/Cw, Saran
maka diperoleh untuk amida asam lemak Diharapkan untuk penelitian lanjutan
campuran dari minyak kemiri 6,0 yang agar dapat diuji kestabilan bahan
diidentifikasi sebagai bahan pengemulsi. surfaktan tersebut.
Reaksi perubahan pada tahap
esterifikasi dapat dijelaskan secara UCAPAN TERIMA KASIH
prinsip HSAB, dimana Hard Acid
mengikat Hard Base dan Soft Acid Pada kesempatan ini kami
mengikat Soft Base. Gugus Asil (R-C(+) ucapkan rasa terima kasih sebesar-
= O) biarpun elektrifilik yang hard acid, besarnya kepada Rektor Universitas
akan tetapi lebih lemah bila Sumatera Utara, Promotor dan Co
dibandingkan dengan elektrofilik H(+) Promotor saya, Kepala Laboratorium
demikian juga nukleofilik HSO4- lebih Kimia Organik/Proses KImia FMIPA
hard base bila dibandingkan dengan USU atas persetujuan dan fasilitas yang
CH3O(-). digunakan dalam membantu kelancaran
64
pelaksanaan penelitian ini. Tak lupa
62 kami ucapkan terimakasih kepada semua
60
asisten laboratorium kimia
organik/proses kimia FMIPA USU serta
Teg. Permukaan (dyne/cm)

58
semua pihak yang telah membantu
56
terlaksananya penelitian ini. Penelitian
54
ini merupakan penelitian pendahuluan
52 bagi penulis dalam rangka penyelesaian
50
disertasi pada Program Pascasarjana S3
Ilmu Kimia USU pada saat ini.
48
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsentrasi (%) = CMC

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 3. Harga KKM/CMC dari alkanolamida
campuran minyak kemiri
Balakrishnan, S.. and D. Raghavan, (2003),
“Synthesis of 13(140)-Hydroxy-cis-10-
KESIMPULAN DAN SARAN nonadecenyl Amine Hydrochloride”, J.
Am. Oil. Chem. Soc., 80 (3), 503
Billenstein, S dan Blaschke, G., (1984),
Kesimpulan “Industrial Production of Fatty Amines
1. Metil ester asam lemak campuran and Their Derivatives”, J. Am. Oil. Soc.,
dari minyak kemiri dibuat secara 61 (2), 354.
reaksi esterifikasi dari trigliserida Brahmana, H.R., Laporan Hasil Penelitian
Mengenai Sintesa Amida Sebagai Bahan
minyak. Hasil reaksi esterifikasi Pemantap Lateks, Lembaga Penelitian
metil ester minyak kemiri sebesar USU, 1991.
98-99 %.
6 Koleksi BPAD Prov SU
Pembuatan Surfaktan dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi
(Daniel)

Brahmana, H.R., “A Versatile Reaction to


Synthesize Related Aldehydes From PKO
for Perfumery Via Esterification,
Amination and Selective Reduction”,
dalam Proc. Of 1989 Int. P.O. Dev.
Conference – Chemistry, Technology and
Marketing, PORIM, Kuala Lumpur, 142
(1990)
Hamilton, R.J., “Esterification and
Interesterification”, dalam Proc. Of 1989
Int. P.O. Dev. Conference Chemistry,
Technologi & Marketing, PORIM, Kuala
Lumpur, 67 (1990).
George J. Piazza., Alberto, N., and Thomas A.
Foglia., (2003), “Hydrolysis of Mono- and
Diepoxyoctadecanoates by Alumina’ , J.
Am. Oil. Chem. Soc., 80 (9), 901.
Martin, N.A., Swarbrick, J., and Cammarata, A.,
“Physical Pharmacy”, LEA & FEBIGER,
Phil., 1989.
Meffert, A., ‘ Technical Uses of Fatty Acid
Ester”, dalam JAOCS, 61, 225 (1994)
Maag, H., (1984), "Fatty Acid Derivatives :
Important Surfactants for Household,
Cosmetic and Industrial Purposes", J.
Am. Oil. Chem. Soc., 61 (2), 259 - 267.
Urata, K. and N. Takaishi., (1998), "Applications
of Protecting Groups in the Synthesis of
Surfactants, Lipids, and Related
Compounds", J. Sur. & Det., 1 (1) 73 - 82.
Yamane, I and Y. Miyawaki., (1990),
“Manufacturing Process of  Sulfo Methyl
Ester and Their Aplication to Detergen”,
Proceeding of Palm Oil Development
Conference Chemistry Tecnologi and
Marketing, PORIM, Kuala Lumpur,
Malaysia, 132
Yingui, W. dan Herrington., (1997),” Thermal
Reaction of Fatty Acid With Dietilen
Triamine”, J. Am. Oil. Chem. Soc. 74, 21

Koleksi BPAD Prov SU 7


Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 8-15

PERANAN 2,6, Di-TERT-BUTIL-4-METIL FENOL TERHADAP


STABILITAS PANAS DAN NYALA KAYU KELAPA SAWIT YANG
TERIMPREGNASI POLISTIRENA

Irfan Mustafa
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Syiah Kuala, 23111

Abstrak

Impregnasi polistirena bekas yang dimodifikasi dengan asam akrilat dan benzoil peroksida sebagai
inisiator, ke dalam Kayu Kelapa Sawit (KKS) walaupun telah memperbaiki sifat mekanik KKS, namun
stabilitas termalnya masih rendah. Untuk meningkatkan stabilitas termal, khususnya stabilitas panas dan
ketahanan nyala KKS, maka dilakukan pemantapan resin Polistirena dengan antioksidan 2,6, di-tert butil-
4-metil fenol (BHT).
Dalam penelitian ini perbaikan sifat-sifat termal, dilakukan dengan penggunaan BHT sebagai stabiliser
pada resin pengimpregnasi. Proses pengimpregnasi dilakukan dalam impregnator dengan kondisi tekanan,
suhu dan waktu yang optimum. Kinerja dari bahan stabiliser pada resin untuk impregnasi KKS tersebut
diamati menggunakan Uji sifat mekanis, Mikroskop Elektron Payaran (SEM), Spektroskopi Infra Merah
Fourier Transform (FT-IR) dan Analisa Termal Differensial (DTA) dari specimen KKS terimpregnasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas panas dan nyala KKS terimpregnasi dengan penambahan
0,02 g BHT (10% dari resin) meningkat 5 sampai 8 kali dibandingkan tanpa antioksidan. Hal ini
disebabkan oleh kemampuan Butil Hidroksi Toluena dalam berinteraksi dengan resin dan KKS serta
kemampuannya dalam mendeaktifkan radikal makro yang terbentuk akibat adanya pengaruh termal.

Kata Kunci: Impregnasi, Stabilitas Termal, BHT, Antioksidan, Stabiliser

PENDAHULUAN peremajaan tanaman sekitar 10% maka


dapat menghasilkan batang kelapa sawit
Perkebunan kelapa sawit di sebanyak 11,7 juta pohon per tahun,
Indonesia menghasilkan limbah padat yang setara dengan 5,85 juta ton kayu
kayu kelapa sawit (KKS) yang cukup per tahun. Pemanfaatan KKS untuk
banyak sementara pemanfaatannya keperluan pertukangan sudah dilakukan
masih terbatas secara ekonomis karena hanya pada batang bagian bawah
kualitasnya yang rendah dan mudah (sampai 4 m dari permukaan tanah)
rusak karena pengaruh cuaca dan tetapi dalam jumlah terbatas karena
serangga (Wirjosentono, dkk,2000). kesulitan pada pengolahannya. Karena
Limbah batang kelapa sawit yang kebutuhan kayu di Indonesia pada tahun
dihasilkan pada waktu peremajaan 2000 mencapai 80 juta m3 sementara
tanaman menimbulkan pencemaran dan kemampuan pasokannya hanya 49 juta
masalah lingkungan lainnya, sehingga m3 maka kemungkinan dari penggunaan
mendorong untuk memanfaatkan KKS sebagai substitusi kayu
limbah kayu kelapa sawit yang banyak konvensional perlu diteliti.
dijumpai di Indonesia untuk mengganti (Prayitno,1995)
kayu konvensional seperti Jati, Pinus, Kayu kelapa sawit harus mengalami
Meranti dan lain sebagainya. pengolahan khusus sebelum digunakan
Perkembangan perkebunan kelapa untuk bahan bangunan atau perabotan
sawit yang banyak dijumpai di karena struktur KKS tidak memiliki
indonensia terus meningkat dengan laju serat untuk fungsi mekanis, sehingga
8
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)

rapuh dan tidak stabil. Untuk menjadi diperoleh dari tempat pembuangan akhir
bahan yang potensial KKS dapat (TPA) Kodya Medan.
dimodifikasi agar mencapai kualitas Bahan Kimia yang digunakan pada
yang baik melalui proses impregnasi. penelitian ini adalah asam akrilat,
Penelitian tentang pemanfaatan limbah benzoil peroksida, n-heksane
padat KKS untuk dijadikan produk yang (P.a.E.Merck), toluena dari Brataco
mempunyai nilai ekonomis tinggi telah Chemica. Polistirena murni dan daur
dilakukan oleh beberapa peneliti ulang, BHT (2,6 di-tert-butil-4-metil
meskipun demikian tinjauan secara fenol)
komersil masih sedikit. Zulkarnain dkk
(1999) telah melakukan impregnasi Alat
larutan resin getah Pinus Merkusi ke
dalam KKS, tetapi teknik ini Pisau Pemotong, dan
membutuhkan pelarut organik yang ImpregnatorAlat pencetak tekan di
banyak dan mahal. Sukatik (2001) juga laboratorium Kimia Polimer FMIPA
telah melakukan impregnasi resin USU. Uji tarik dan kelenturan
Polipropilena yang dimodifikasi dengan menggunakan alat uji tarik model MFG
asam akrilat, impregnasi ini dilakukan SC-2 DE.
pada suhu tinggi sehingga dapat
menyebabkan kerusakan kayu. Prosedur Kerja
Demikian juga penelitian yang
melakukan impregnasi KKS Penyediaan Bahan Baku Kayu
menggunakan resin Polistirena Kelapa Sawit (KKS)
termodifikasi. Walaupun mampu
memperbaiki sifat-sifat dari kayu kelapa Sampel Kayu Kelapa Sawit (KKS) yang
sawit, namun belum adanya suatu digunakan diambil dari bagian luar
bahasan khusus mengenai ketahanan batang, dikeringkan dalam udara
termal dari kayu yang dihasilkan. terbuka selama 30 hari. Spesimen
Nurfajriani (2002). dipotong-potong dengan ukuran
panjang sesuai dengan ASTM
Berdasarkan penelitian-penelitian di
(American for Testing and Material) D
atas, khususnya impregnasi dengan
1324-60.
menggunakan Polistirena termodifikasi,
peneliti mencoba mengambil bahasan
penting mengenai stabilitas termal dari Penyediaan Resin Pengimpregnasi
KKS yang diimpregnasi mengunakan
antioksidan Butil Hidroksi Toluena Butiran polistirena bekas tersebut
(BHT). Hasil yang diperoleh, ditimbang sebanyak 20 gram
diharapkan akan dapat memperbaiki dimasukkan ke dalam gelas ukur
sifat termal dari KKS yang telah dilarutkan dengan toluena, dicampur
diimpregnasi. selama 5 menit lalu ditambahkan
dengan 0,1 gram benzoil peroksida
BAHAN DAN METODA dicampur lagi hingga tercampur rata,
Bahan kemudian dimasukkan 3,6 gram asam
akrilat, dan dicampur lagi sampai
Sampel Kayu Kelapa Sawit (KKS) homogen. Setelah campuran benar-
yang digunakan berumur + 25 tahun benar homogen, ditambahkan BHT
dari jenis Dura, ketinggian 10 meter dan dengan variasi 0; 0,005; 0,01; 0,015;
diameter 35 cm. Polistirena bekas 0,02; 0,025; 0,03.
9
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1,
2005: 8-15

Pembuatan Specimen Polistirena Uji stabilitas termal


Hasil Modifikasi
Pengujian ini didasarkan pada waktu
Resin sebanyak 3 gr diletakkan diantara getas bahan dan untuk pengujian nyala
2 (Dua) lempengan stainless stell ditetapkan dalam ASTM-D635-1974.
ukuran 15 x 15 cm yang sebelumnya
sudah dilapisi dengan kertas aluminium Karakterisasi lanjutan
foil. Lempengan kemudian diletakkan
diantara pemanas mesin pencetak tekan Dilakukan dengan analisa SEM, FT-
pada suhu leleh dan diberi tekanan 100 IR dan DTA.
KN, dibiarkan selama 3 menit. Setelah
itu lempengan dikeluarkan dan HASIL DAN PEMBAHASAN
didinginkan serta sampelnya diambil.
Selanjutnya sampel dipotong dengan Karakterisasi Awal Kayu Kelapa
pemotong Dumbbel ASTM 638. Sawit (KKS)

Impregnasi Reaktif KKS Sampel diambil pada ketinggian 10


Menggunakan Resin Pengimpregnasi meter dari bagian permukaan tanah dan
bagian luar batang (periperal),
KKS yang telah dibentuk menjadi kemudian dibentuk menjadi specimen,
specimen bersama dengan resin dikeringkan dalam udara terbuka,
pengimpregnasi diatur sedemikian rupa selanjutnya KKS dipotong-potong
di dalam chamber impregnator yang ASTM (American for Testing and
bertekanan dari tiga arah. Kemudian Material) D 1324-60 Spesimen
dipasang penutupnya pada keadaan kemudian dikeringkan dalam oven pada
kedap udara, chamber diletakkan di atas suhu 40oC sampai diperoleh berat yang
pemanas dan dijepit agar penutup tetap konstan (meer dan Menzies,1997).
pada posisinya. Selanjutnya diatur Kayu kelapa sawit hanya dikatagorikan
kondisi operasi impregnasi Optimum pada kelas IV, sedangkan data MoR dan
(seperti yang telah dilaporkan oleh MoE KKS kering belum dapat
Nurfajriani (2002) diklarifikasikan kedalam mutu kayu
kelas manapun menurut Standar
Karakterisasi bahan Nasional Indonesia (SNI 03 3527-1994)

Uji Kekuatan tarik Modifikasi Resin Pengimpregnasi


Pemodifikasian resin Polistirena
Pengujian kekuatan tarik dan dilakukan dengan menambahkan bahan
kemuluran dilakukan dengan alat uji pemodifikasi asam akrilat yang
terik terhadap tiap spesimen dengan berfungsi sebagai jembatan penghubung
ketebalan 1 mm dan ukuran spesimen (coupling agent) antara polistirena
berdasarkan ASTM D 638. Data dengan KKS dan Benzoil Peroksida
pengukuran tegangan regangan diubah sebagai inisiator terutama dalam
menjadi kuat tarik (), dan kemuluiran Pembentukan radikal bebas.
(). Penambahan asam akrilat ini
menyebabkan rantai polistirena
memiliki gugus polar sehingga
diharapkan dapat berinteraksi dengan
10
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)

senyawa yang bersifat polar. Uji tarik dan Uji getas getas
Penambahan asam akrilat juga menunjukkan terjadinya peningkatan
meningkatkan sifat mekanis resin, setelah ditambahkan antioksidan.
sehingga terjadi peningkatan Peningkatan ini disebabkan oleh
kompatibilitas kayu terimpregnasi. interaksi dari gugus asam akrilat
Pemantapan sifat resin yang (cangkokan) dengan gugus –OH dari
termodifikasi dan kayu yang Butil hidroksi Toluena yang
diimpregnasi, yaitu dengan ditambahkan.
menambahkan bahan antioksidan. Data
Tabel 1. Data pengukuran sifat mekanis resin PS bekas modifikasi

No Komposisi Resin (gr) / 100 ml Toluena KekuatanTarik Kemuluran Waktu


PS As.Akr. BPO BHT / Kgf/mm2 (%) Getas
(menit)
1. 20 - - - 0,35 2,38 50
2. 20 3,6 0,1 - 0,51 0,56 40
3. 20 3,6 0,1 0,005 0,68 1,19 180
4. 20 3,6 0,1 0,01 0,7 2,3 210
5. 20 3,6 0,1 0,015 0,74 3,1 270
6. 20 3,6 0,1 0,02 0,82 3,6 330
7. 20 3,6 0,1 0,025 0,79 2,38 300
8. 20 3,6 0,1 0,03 0,62 2,17 300

Impregnasi resin Polistirena mampu mengadakan interaksi dengan


termodifikasi ke dalam KKS resin, sekaligus dengan gugus –OH
(selulosa). Hasil terbaik yang
didapatkan adalah pada penambahan
Kayu Kelapa Sawit yang telah
antioksidan sebanyak 0,02 gr, yaitu
berbentuk spesimen dengan ukuran
harga MoR adalah 617,12 Kg/cm2 dan
tertentu, diimpregnasi reaktif dengan
MoE sebesar 41,13 Kg/cm2.
resin Polistirena yang sudah
Menurut data Standar Nasional
dimodifikasi dengan asam akrilat dan
Indonesia (SNI, 1994), jika ditinjau dari
BHT, berdasarkan kondisi optimum,
rapat massa, maka KKS hasil
Kayu Kelapa Sawit yang telah
impregnasi mengalami peningkatan dari
dimpregnasikan, kemudian dilakukan
kelas IV (sebelum impregnasi) ke kelas
beberapa uji mekanis dan pengukuran
III (setelah impregnasi). Sedangkan
harga MoE dan MoR. Tabel 2.
Modulus elastisitasnya KKS hasil
menunjukkan penggunaan antioksidan
impregnasi dikatagorikan pada kelas III
Butil Hidroksi Toluena berpengaruh
dan dari harga MoE nya berada pada
kepada sifat-sifat mekanik KKS yang
kelas IV.
diimpregnasi. Hal ini disebabkan
adanya gugus polar pada BHT yang

Tabel 2. Data pengamatan Uji lentur

Specimen BHT MoR MoE M.jenis Keterangan


2 2 3
(gr) (Kg/cm ) (Kg/cm ) (g/cm )

KKS Kering - 119,8 12.372 0,36 Mampu nyala

11
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1,
2005: 8-15

KKS + resin - 507,41 34.102 0,62 Habis terbakar sendiri

KKS + resin + BHT 0,015 604,57 39,61 0,61 Tak mampu nyala
0,02 617,12 41,13 0,64
0,025 611,54 40.41 0.62

Harga b = 2, d = 1, I = 12 dan y = 0,3

Sehingga dari hasil ini dapat


disimpulkan, bahwa penggunaan Gambar 2. Foto SEM Kayu Kelapa Sawit hasil
antioksidan, dapat juga menaikkan impregnasi
harga MoE dan MoR kayu impregnasi, Gambar bagian permukaan dari
walaupun tidak terlalu signifikan. KKS yang telah diimpregnasikan,
terlihat pori-pori dari KKS sebagian
Analisis Mikroskop Elektron besar telah terisi oleh resin. Rongga-
Payaran (SEM) rongga KKS telah tertutupi dan
distribusi resin pengimpregnasi merata,
sehingga permukaannya lebih rata.
Analisa mikroskop payaran (SEM) Resin pengimpregnasi juga dapat
digunakan untuk melihat permukaan memasuki bagian dalam KKS, namun
penampang melintang dan membujur hanya sebagian dari rongga kayu pori-
specimen secara mikroskopis, sehingga pori yang terisi oleh resin tersebut.
topografi, tonjolan, lekukan dan pori-pori sehingga dapat dikatakan bahwa proses
pada permukaan dapat terlihat.
impregnasi telah terjadi dan
menyebabkan kenaikan sifat mekanik
KKS hasil impregnasi akibat pori-pori
KKS telah terisi oleh resin.

Analisis FT-IR

Analisis FT-IR Resin ( PS bekas dan


PS modifikasi )

Spektroskopi FT-IR membantu


Gambar 1. Foto SEM KKS sebelum
diimpregnasi memberikan informasi tentang
perubahan gugus fungsi dan adanya
Pada Gambar menunjukkan KKS interaksi secara kimia.
memiliki banyak pori atau rongga-rongga Data spektrum FT-IR menunjukkan
dan mempunyai banyak serat ( fibril ) serta serapan yang khas untuk resin
Vasculer bundle (bagian terang) yang polistirena yaitu 3026,1; 2850,6;1600,8;
mengelilingi parenkim (bagian yang gelap). 1492,8; 1452,3; 1373,2 cm-1 dan gugus
asam akrilat ( C= O) yaitu disekitar
1724,2 cm-1. Dengan adanya
penambahan antioksidan Butil Hidroksil
Toluena ke dalam resin, ternyata
spektrum FT-IR menunjukkan adanya
gugus baru di serapan 3440,8 cm-1 yang
12
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)

diperkuat dengan 1164,9 cm-1 adalah munculnya dua puncak. Data lainnya
merupakan gugus OH dari fenol atau Ar yang mendukung adalah serapan 3080–
C-OH. Kemudian adanya serapan di 3030 cm-1 sebagai bentukan dari Ar C-
1870–1725 cm-1 semakin mempertajam H.
interaksi dari gugus C=O dengan

Tabel 3. Data FT-IR Resin Polistirena modifikasi (BHT)


-1
Bil. Gel. (cm ) pergeseran Gugus fungsi Keterangan
s3028 dan 2850,6 3026 dan 2850,6 CH (Aromatik) Polistirena
1625-1575 1600,8 Ar C-C
1492,8 - 1450,4 1492,8 - 1452,3 Uluran –CH2-
1300-1100 1373,2 (CH2)n
840
800-700
1728,1 1728,1 C=O As.akrilat
3440,8 O-H
BHT
1164,9 Ar C-OH

Dari data diatas, menunjukkan telah Data FT-IR dari KKS awal,
terjadinya interaksi antara resin dan menunjukkan beberapa gugus penting dari
antioksidan yang ditambahkan, karena rangkaian kayu kelapa sawit, dimana
gugus fenol yang dipunyai oleh BHT dapat kandungannya adalah selulosa. Hal ini
terikat dengan resin polistirena dapat dilihat pada bilangan gelombang dan
termodifikasi. gugus fungsinya. Sedangkan spektrum KKS
yang telah diimpregnasi, menginformasikan
Analisis FT-IR KKS awal dan KKS tentang keberadaan gugus dasar KKS dan
gugus resin yang diimpregnasikan serta
hasil Impregnasi
interaksi keduanya. Adanya serapan pada
1/ 3429,2 cm-1 yang merupakan gugus
Spektroskopi FT-IR ini dilakukan hidroksil (-OH) selulosa KKS dan diperkuat
untuk mengetahui informasi tentang dengan serapan 1029,9 dan 1242,1 cm-1.
perubahan gugus fungsi dan interaksi yang Serapan pada daerah 1600,8 cm-1
terjadi antara resin dengan selulosa KKS, merupakan gugus C-C selulosa serta
dan untuk mengetahui adanya gugus serapan di 1242,1 cm-1 menunjukkan
karbonil serta serapan khas matriks dari keberadaan C-O-C dalam selulosa.
resin polistirena. Analisa ini juga sangat Sedangkan untuk bilangan gelombang
penting dalam menginformasikan seberapa 2920,0 cm-1 merupakan khas dari C-H yang
jauh resin dapat masuk ke dalam KKS. diperkuat dengan serapan 1373,2 cm-1.

Tabel 4. Data FT-IR KKS hasil impregnasi (BHT )


-1
Bil. Gel. (cm ) Pergeseran Gugus fungsi Keterangan
3429,2 dan 1029,9 3429,2 dan 1029,9 OH Kayu Kelapa Sawit
2920,0 2920,0 CH
1600,8 1600,8 C-C
1373,2 1373,2 CH3, CH2
1242,1 1242,1 C-O-C (sel)

13
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1,
2005: 8-15

3024,2 dan 2850,6 3024,2 dan 2850,6 CH (Aromatik) Resin Polistirena


1600,8 1600,8 Ar C-C termodifikasi
1492,8 - 1450,4 1492,8 - 1450,4 Uluran –CH2-
1728 1728 C=O
3427,3 OH
1164,9 Ar C-OH BHT

Data di atas menunjukkan adanya Hasil analisis termal untuk resin Polistirena
pergeseran serapan pada daerah 3421,5 modifikasi, dapat diketahui mempunyai
menjadi 3429,2 cm-1 setelah KKS suhu leleh 120 –140oC sedangkan
diimpregnasi. Hal ini dimungkinkan dengan Polistirena modifikasi dengan penambahan
adanya ikatan hidrogen antar molekul yang BHT, ternyata mengalami peningkatan
bertambah akibat interaksi gugus hidroksil sampai range suhu 150–190oC
dari resin termodifikasi dengan gugus OH DTA untuk KKS sebelum di
dalam selulosa KKS. Pergeseran lainnya impregnasi terlihat bahwa reaksi cenderung
adalah pada 3058,9 menjadi 2920 cm-1 melepaskan kalor (reaksi eksoterm), ini
yaitu gugus C-H selulosa. terjadi karena KKS bersifat hidrofil dan
Demikian juga gugus fungsi dari resin banyak mempunyai susunan gugus –OH
yaitu, dengan adanya serapan pada daerah selulosa yang mudah terurai menjadi lebih
3024 dan 2850,6 cm-1 adalah khas dari sederhana. Dari kurva terlihat bahwa KKS
Polistirena yang diperkuat pada serapan sebelum impregnasi, terdekomposisi
1492,8-1450,4 cm-1 dan adanya serapan seluruhnya pada suhu 390oC. Penyusun
C=O pada daerah 1728 cm-1. serta serapan KKS seperti lignin dan hemiselulosa
pada 1600,8 cm-1 yang memperkuat meleleh di 110-150oC sedangkan pada suhu
keberadaan resin didalam KKS yang 210 – 230 merupakan lelehan selulosa yang
diimpregnasi. berakhir di sekitar 260-280oC. Semakin
Spektrum FT-IR dari KKS yang besar temperatur tersebut, menunjukkan
diimpregnasikan resin dengan penambahan bahwa selulosa penyusun KKS adalah
antioksidan ternyata menunjukkan hasil selulosa yang berupa kristalin.
yang sedikit berbeda. Perbedaan yang Sedangkan data DTA untuk KKS
sangat signifikan adalah dengan munculnya setelah impregnasi resin modifikasi tanpa
gugus fenol (senyawa BHT) pada bilangan antioksidan mengalami banyak perubahan
gelombang 1166,9 cm-1. Perbedaan lainnya reaksi baik secara eksoterm atau
adalah serapan pada 987,5 yang merupakan endotermis, karena pengaruh dari resin
bentukan dari benzena tersubstitusi. yang telah memasukinya. Dari data
Sedangkan serapan pada bilangan diperoleh adanya puncak pelelehan pada
gelombang yang lainnya hanyalah suhu 110, 120, 150 dan 160oC yang bersifat
merupakan pergeseran yang terjadi akibat eksotermis dari resin dan mengalami masa
adanya interaksi antar molekul seperti transisi dengan reaksi endotermis untuk
3421,5 menjadi 3427,3 cm-1 dengan temperatur glass yang dimulai dari range
munculnya beberapa puncak yang mewakili 225oC–335oC dengan puncak eksotermis
gugus –OH. Hal ini dimungkinkan dengan pada 305oC. Reaksi ini berakhir dengan
adanya ikatan hidrogen antar molekul yang proses dekomposisi dari komponen yang
bertambah akibat interaksi gugus hidroksil terjadi pada temperatur 410–435oC.
dari resin termodifikasi dengan gugus OH Kayu Kelapa Sawit yang diimpregnasi
dalam selulosa KKS. resin modifikasi dengan penggunaan
antioksidan, memperlihatkan adanya
Analisis Termal (DTA) perbedaan dan kenaikan temperatur pada
tingkat tertentu. Data yang didapatkan
DTA adalah merupakan salah satu terlihat adanya kenaikan untuk fase leleh
metode untuk menetukan perubahan termal resin dari 110-120 menjadi 135oC dan
suatu bahan sebagai fungsi temperatur. berakhir di sekitar 190oC. Sedangkan
14
Peranan 2,6,-Di-Tret-4-Butil-4- Metil Fenol Terhadap Stabilitas dan Panas Kayu Kelapa Sawit
(Irfan Mustafa)

temperatur transisi mengalami kenaikan Penulis mengucapkan terima kasih kepada


dari suhu sebelumnya menjadi 230-360 Bapak Prof.Basuki Wirjosentono, MS,
dengan puncak tertinggi pada 320oC Ph.D, Dr.Purboyo Guritno, MSc,
bersifat eksotermis dan berakhir untuk Drs.Thamrin, MSc dan bapak Drs. Harry
proses dekomposisi pada suhu 425-450oC. Agusnar, MSc, M.Phil atas bimbingan
Dari data-data tersebut, ternyata selama melakukan penelitian dan penulisan.
dengan penggunaan metode impergnasi Juga terima kasih kepada semua pihak yang
akan memberikan sejumlah pengaruh telah memberikan bantuannya. Semoga
termal terhadap KKS, karena pengaruh Allah SWT melimpahkan rahmatNya dan
masuknya resin dapat meningkatkan memberikan balasan yang lebih baik.
soliditas specimen sehingga lebih sukar
DAFTAR PUSTAKA
terdekomposisi. Demikain juga
penggunaan antioksidan akan dapat Andrew S, (2002),”Ordered Nanoporous
meningkatkan stabilitas termal KKS, Polymers from Polystyrene-Polylactide
sehingga memperjelas peranan dari Block Copolymers”, Journal
Butil Hidroksi Toluena dalam AM.Chem.Soc. Vol.124.
Al-Malaika, S, (1997),”Reaktive Modifiers For
mengatasi pengaruh termal yang Polymers”, Blanckie Academic and
diberikan terhadap Kayu Kelapa Sawit professional, London.
yang terimpregnasi. Al-Malaika, S. and G. Scot, (1983), “Degradasi
and Stabilisation of Polyoleofins”, App.
KESIMPULAN Sci.Publ, Ltd. London
Billmeyer,W.F, (1984),”Textbook of Polymer
Berdasarkan penelitian ini dapat diambil Science”, 3ed, Johm Wiley and Sons,
kesimpulan sebagai berikut : New York.
Cowd,.(1991),”Kimia Polimer”, ITB Bandung.
1. KKS dapat diimpregnasikan dengan Darwin. Y dan Thamrin, (2001), “Pembuatan
resin polistirena termodifikasi asam kayu termoplastis dari batang Kayu
akrilat dan Butil Hidroksi Toluena, Kelapa Sawit”, FMIPA USU.
serta dapat meningkatkan mutu KKS Dodd, J.W, (1987),”Termal Method : Analitical
sehingga dapat digunakan untuk kayu Chemistry by Open Learning”, John
pertukangan dengan interaksi fisik- Wilwy and sons, New York.
kimia antara polistirena dengan selulosa Dodong,A,(1996),”Sistem Pengeringan Kayu”,
KKS. Kanisius, Yogyakarta.
2. Penggunaan 2,6 di-tert-butil-4-metil Dumanauw, J.F, (1993),”Mengenal Kayu”,
fenol sebanyak 10 %, ternyata mampu Kanisius, Yogyakarta.
Fengel,D.G. Wegener, (1996),”Kayu,Kimia dan
meningkattkan stabilitas termal KKS Ultra Struktur”, Gajah mada University
yang diimpregnasi pada tekanan 1 Press, Yogyakarta.
kg/cm2, waktu 9 jam dan konsentrasi Fernanda, (1997), “Modification of Wood with
resin 20 %(b/v). Coupling Agent”’ J.of.Apl.Polymer
3. KKS setelah dimpregnasi dengan resin Science, 1227-1235.
polistirena termodifikasi, kualitasnya Gerald scott,Norman G,(1985),”Polymer
meningkat. Harga MoR dan MoE KKS Degradation dan Stabilisation,”
awal (119,8 dan 12.372,51) kg/cm2 Melbourne Sydney.
setelah diimpregnasi menjadi (617,12 Kirk-Orthmer, (1987),”Encyclopedia of Oil
dan 41,13) kg/cm2. Menurut SNI Palm solid Waste Based Industries in
Indonesia”,Proceedings of The Third
tentang mutu kayu dari harga MoR-nya National Seminar, Malaysia.
KKS terimpregnasi dikatagorikan pada Lubis,A., Guritno, P dan Darnoko, (1994),
kelas III dan dari harga MoE-nya “Prospek Industri dengan bahan baku
berada pada kelas IV. Limbah padat Kelapa Sawit di
Indonesia”, Berita PPKS, 2, 203-208.
UCAPAN TERIMA KASIH Norman,G dan Gerald,S,(1985),”Polymer
Degradation dan Stabilisation”,
Cambridge University Press.
15
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1,
2005: 8-15

Prayitno, T.A dan Darnoko, (1994),


“Karakterisasi papan Partikel dari pohon
Kelapa Sawit”, Berita PPKS, 12, 65-71.
Rabek, F.J., (1980), “Experimental Methods in
Polymer Chemistry”,JohnWiley and
Sons,New York.
Sastrohamijoyo,H,(1995),”Kimia
Kayu”,Gajahmada University Press,
Yogyakarta.
Seymour,R.B.,(1984), ”Polymer Composites”,
Utrecht, Nederland
Sukatik, (2001), “Impregnasi Kayu Kelapa
Sawit dengan Polipropilena bekas yang
dimodifikasi dengan asam akrilat”,
Thesis Kimia PPs-USU, Medan
Surdia, T. and S. Saito, (1995), “Pengetahuan
Bahan Teknik”,Pradanya Paramita,
Jakarta.
Wirjosentono, B., A.N.Sitompul, Sumarno, T.A.
Siregar dan S.B. Lubis, (1995), “Analisis
dan Karakterisasi Polimer”, USU Press,
Medan.

16
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 16-20

PERANAN ANHIDRIDA MALEAT TERHADAP


KOMPATIBILITAS POLIETILENA DAN KARET ALAM SIR 20
DENGAN PENGISI PULP TANDAN KOSONG SAWIT

Lely Risnawaty Daulay


Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Medan

Abstrak

Kompatibiitas antara bahan pengisi pulp tandan kosong sawit didalam matriks polietilena dan karet alam
SIR 20 adalah sangat rendah. Untuk itu diselidiki pengaruh anhidrida maleat terhadap kompatibilitas
dalam matriks pelietilena dan karet alam SIR 20 yang dibandingkan dengan tampa penambahan anhidrida
maleat dengan menggunakan labu plastomil. Dilaporkan bahwa terlihat perubahan yang nyata dari
kompatibilitas bahan pengisi dalam matriks polietilena dan karet alam SIR 20 dengan adanya
penambahan anhidrida maleat.Pada uji mekanis terjadi peningkatan kuat tarik dan karakterisasi dari DTA
terjadi interaksi yang positif antara pengisi dan matriks polietilena dan karet alam SIR 20. Dalam foto
SEM terlihat bahwa pengisi pulp tandan kosong sawit menyebar secara merata dibandingkan dengan
tampa anhidrida maleat. Hasil spektoskopi infra merah menunjukkan anhidrida maleat berikatan dengan
matriks polietilena dan karet alam SIR 20 dan bahan pengisi pulp tandan kosong sawit.

Kata kunci: polietilena, karet alam, pulp, anhidrida maleat, kompatibilitas

PENDAHULUAN terdegradasi dalam alam sehingga


menimbulkan masalah pencemaran.
Limbah padat tandan kosong sawit Pencampuran polietilena dengan pulp
yang berasal dari perkebunan kelapa tandan kosong sawit cenderung untuk
sawit merupakan sumber karbohidrat tidak berlangsung secara homogen dan
dan lignoselulosa tersedia melimpah mempunyai kompatibilitas yang rendah
ruah di Indonesia sampai saat ini belum karena mempunyai sifat kepolaran
dimamfaatkan secara optimal Dengan yangberbeda.
kandungan selulosa yang cukup tinggi , Dalam penelitian ini dilakukan
tandan kosong sawit dapat digunakan pencampuran antara polietilena dan
sebagai bahan baku pulp.Dalam hal lain karet alam SIR 20 dengan pengisi pulp
, pulp tandan kosong sawit telah tandan kosong sawit. Penambahan
digunakan sebagai pengisi matriks anhidra maleat diselidiki untuk
polimer karena harganya murah dan mengetahui adanya peningkatan
tersedia dalam jumlah banyak, kompatibilitas antara matriks polimer
Wirjosentono menggunakan serbuk dengan bahan pengisi. Anhidra maleat
tandan kosong sawit sebagai pengisi berfungsi sebagai penguat sehingga
matriks poliolefin untuk digunakan dapat meningkatkan interaksi antara
sebagai film kemasan, tetapi dapat bahan pengisi dan matriks polimer.
terdegradasi oleh pengaruh mikroba dan Untuk mengetahui adanya
cuaca. peningkatan kompatibilitas dengan
Polietilena adalah salah satu polimer penambahan anhidrida maleat dapat
terbesar penggunaan. dan produksinya diselidiki melalui uji tarik dan
pada pasca pemakaian sukar permukaan campuran polimer. Teknik
16
Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Polietilena dan Karet Alam SIR 20
(Lely Risnawaty Daulay)

mikroskopi elektro payaran (SEM) dan pencampuran dicetak tekan menjadi


pengujian sifat mekanis seperti yang specimen pada suhu 135 0C selama
telah diselidiki Zaini et al,.Untuk menit dengan tebal 0,2 mm. Specimen
melengkapi informasi antara pengisi uji mekanis dibentuk menurut ASTM
dan matriks polimer interaksi yang 638-72 Type IV selanjutnya
terjadi antara polietilena/karet alam dikarakterisasi dengan mikroskopi
SIR20 dan pulp tandan kosong sawit elektro payaran (SEM), Spektroskop
serta anhidrida maleat juga diselidiki infra merah FTIR dan dynamic thermal
dengan cara yang telah dilaporkan oleh analysis (DTA). Uji kuat tarik dan
Yeh Wang yaitu dengan menggunakan kemuluran dari specimen dilakukan
FTIR dan pengukuran sifat termal. dengan alat uji tarik Autograph (AGS
500) Shimadzu.
BAHAN DAN METODA
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan
Sifat Mekanik
Bahan yang dipakai untuk Campuran polietilena, karet alam
penelitian ini adalah polietilena (PE) SIR 20 dan pengisi pulp tandan kosong
komersil dari Philips, karet alam SIR 20 sawit dengan penambahan anhidrida
dari Balai Pengujian & Sertifikasi Mutu maleat lebih kompatibel daripada tampa
Barang Medan, pulp tandan kosong anhidrida maleat..Kekuatan tarik (MPa)
sawit (PTKS) dari Balai Selulosa dan kemuluran (mm) dari specimen
Bandung dihaluskan sampai ukuran 53 campuran terlihat pada Tabel 2. Terlihat
 m dan anhidrida maleat. perbedaan yang nyata dari pengaruh
penambahan anhidrida maleat dan
Metoda tampa anhidrida maleat terhadap
kekuatan tarik dari campuran polimer.
Polietilena, karet alam SIR 20 Ini berarti adanya penambahan
dengan pulp TKS ynag sudah halus, anhidrida maleat akan meningkatkan
benzoil peroksida dan anhidrida maleat kuat tarik dan juga kemuluran. Ini
dicampur. Pencampuran dilakukan disebabkan anhidrida maleat yang
dengan menggunakan labu plastomil bersifat polar mengikat gugus non polar
computer pada temperatur 135 0C, pada polietilena dan karet alam SIR 20
kecepatan putar 60 rpm selama 10 dengan gugus polar pulp tandan kosong
menit. Variasi komposisi pencampuran sawit.
seperti pada Tabel 1. Hasil

Tabel 1. Komposisi campuran polimer dalam labu plastomil


Karet alam SIR 20 Benzoil peroksida Anhidrida maleat
Polietilena PTKS
42 28 30 2 -
42 28 30 2 3

Tabel 2. Kekuatan tarik (MPa) dan kemuluran (mm) dari campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan
pulp TKS dengan anhidrida maleat dan tanpa anhidrida maleat

Komposisi (%)
Kuat tarik Kemuluran
PE Karet Alam Pulp TKS BPO AM
SIR 20
42 28 30 - - 2,79 26,02

17
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 16-20

42 28 30 0,25 - 2,82 30,92


42 28 30 0,25 3,0 4,38 63,52

Morphologi Pengukuran termal diffrensial (DTA)


Morphologi permukaan untuk Hasil dari pengukuran termal
campuran polimer yang ditambah diffrensial (DTA) terlihat pada Gambar
dengan anhidrida maleat dan tampa 2a- 2b. Puncak (Tg) dari polietilena,
anhidrida maleat didasarkan pada SEM karet alam SIR 20 dan pulp tandan
terlihat pada Gambar 1a-1b. Permukaan kosog sawit pada suhu 149,05 0C dan
antara matriks polietilena, karet alam puncak (Tg) dari polietilena, karet alam
SIR 20 dan pengisi pulp TKS tampa SIR 20, pulp tandan kosong sawit dan
penambahan anhidrida maleat anhidrida maleat pada suhu 133,28 0C.
menunjukkan adhesi yang lemah. Pada Adanya perubahan puncak (Tg)
permukaan specimen terlihat pengisi disebabkan adanya anhidrida maleat
selulosa tidak menyebar secara merata sehingga terjadi interaksi yang kuat
dibandingkan dengan penambahan antara pengisi pulp tandan kosong sawit
anhidrida maleat yang terdistribusi dan matriks polimer. Jadi kompatibilitas
secara merata. Penambahan anhidrida polietilena, karet alam SIR 20, pulp
maleat telah mengubah permukaan tandan kosong sawit dengan adanya
polimer sehingga matrik menjadi anhidrida maleat lebih baik
kompatibel karena adanya interaksi dibandingkan tanpa ada anhidrida
antara polietilena, karet alam SIR 20 maleat.
dengan pulp tandan kosong sawit.

(1a) (1b)

Gambar 1a dan 1b. Fota SEM campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS dengan
anhidrida maleat dan tampa anhidrida maleat

18
Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Polietilena dan Karet Alam SIR 20
(Lely Risnawaty Daulay)

Gambar 2 a. Pengukuran termal diffrensial (DTA) campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS
dengan anhidrida maleat

Gambar 2 b. Pengukuran termal diffrensial (DTA) campuran polietilena, karet alam SIR 20, dan pulp
TKS tanpa anhidrida maleat

Spektroskopi inframerah OH. Absorbsi untuk panjang gelombang


Spektroskopi inframerah yang 2339-2923 cm untuk streching CH.
dihasilkan dari sampel film Puncak 1701 karakterisasi untuk C=O
polietioenadan karet alam SIR 20 dari anhidrida maleat. Munculnya pita
dengan pengisi pulp tandan kosong serapan 1029 adanya gugus C-O-C
sawit dengan adanya anhidrida maleat menunjukkan adanya indikasi telah
dan tampa anhidrida maleat terlihat terjadi interaksi antara polietilena dan
pada Gambar 3a – 3b. Absorbsi dengan karet alam SIR 20 dengan pulp tandan
panjang gelombang 3052 cm dan 3886 kosong sawit dan anhidrida maleat alam
cm untuk pulp tandan kosong sawit SIR 20 dan pulp TKS dengan anhidrida
adalah karakterisasi dari ikatan maleat
hidrogen atau sterching vibrasi untuk

Gambar 3 a. Spektra inframerah campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS dengan
anhidrida maleat

19
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 16-20

Gambar 3 b. Spektra inframerah campuran polietilena, karet alam SIR 20 dan pulp TKS tanpa anhidrida
maleat

KESIMPULAN DAN SARAN Mishra, S, And Naik, J. B, 2000, The


Compatibilising Effect of Maleic
Peranan anhidrida maleat terhadap Anhidride and Swelling and Mechanical
kompatibilitas polietilena dan karet alam Properties of Plant Fiber- Reinforced
SIR 20 dengan pengisi pulp tandan kosong NovolacComposites Science and
sawit dalam labu plastomil telah diselidiki. Technology, 60, 1720- 1735
Campuran polietilena dan karet alam alam
SIR 20 dengan pulp TKS dengan W. DALE ELLIS, J L. ODELL, 1999, Wood-
penambahan anhidrida maleat mempunyai Polymer Composites Made with Acrilic
kompatibilitas yang lebih tinggi bila Monomers, Isocyanate, and Maleic
Anhidride, USDA, Forest Products
dibandingkan tampa anhidrida maleat. Ini
Laboratory, One Giffort Pinchot Drive,
dapat dilihat dari penyelidikan sifat Madison, Wisconsin 53705-2398, USA
mekanis campuran polietilena dan karet Zaini, M. J., Z. Ismail., M. Y. A. Fuad, and J.
alam SIR 20 dengan penambahan anhidrida Mustafah, 1994, Application of oil Palm
maleat mempunyai kekuatan tarik yang Wood Flour as Filler in PP. Polym. J.
lebih tinggi aripada tampa adanya anhidrida (Jap). 26, 5: 637-642
maleat. Wang, Yeh-C, Sum- M Lai, Hsun-C Chan,
Hasiao-F Shen, 2003, Effectivenees of
Penyelidikan SEM dan DTA terjadi Functionalized Polyolefins as
interaksi yang positif melalui polietilena Compatibilizers for Polyethylene/Wood
dan karet alam SIR 20 dengan pengisi pulp Flour Composites, Polym Engineering
tandan kosong sawit dengan adanya and Csience, Brookfield Center, 43,
anhidrida maleat. Analisis spektroskopi FT 933,13
inframerah menunjukkan bahwa anhidrida
maleat berikatan dengan polietilena dan
karet alam SIR 20 dengan pulp tandan
kosong sawit.

DAFTAR PUSTAKA

Darnoko, Guritno, P. Sugiharto. A., and.,


Sugesty, S, (1996), Pulping of Oil Palm
Empty Fruit Bunches with Surfactant, in :
Proc, Oil Pal Trunk and Palmwood
Wirjosentono, (1999), Pembuatan Poliblen
Mampu Terdgradasi Menggunakan
Teknik Pengolahan Reaktif Polyolefin
dan Serat Limbah Kelapa Sawit, FMIPA,
USU Medan
Sain, M . M, Kokta, 1994, Polyolefin Wood
Filler Composites, I Performance of
phenylene Bismaleide- modified Wood
Fibre in Polypropylene Composites, J
App, Polym, Sci. 54, 1545- 1559
Schut, J, H, 1997, Wood – Filled Thermoplastic
Comercial Plas, World, 55, 10: 12-15
Laurent, M. Matuana, John. J. Balatimez, 1998,
Effet of Surface Properties on the
Adhesion between PVC and Wood
Veneer Laminates, Polymer Engeenering
and Science Brookfield Center, Vol, 38,
Iss, 5, 765
20
Pemanfaatan Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca Catechu L) Sebagai Anti Oksidan
(Pina Barus)

PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI BUAH PINANG (Areca Catechu


L) SEBAGAI ANTI OKSIDAN TERHADAP MINYAK DAN LEMAK

Pina Barus
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Ekstrak biji buah pinang (Areca catechu L) dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak/lemak.
Dari 50 g bubuk biji buah pinang diekstraksi dengan etanol-air (4:1) v/v (ekstrak A); Aseton-air (4:1) v/v
(ekstrak B) dan dengan air pada suhu 80 0C (ekstrak C). Total polifenol dari ekstrak A, B dan C
ditentukan secara volumetris (AOAC). Uji aktivitas antioksidan ekstrak A, B dan C terhadap asam
linoleat pada kosentrasi 200 dan 400 ppm. Aktivitas antioksidan ditentukan melalui pengukuran bilangan
peroksida dan absorbansi pada E11cm
%
232 nm (Carotein Bleaching Method). Sebagai pembanding
digunakan BHT dalam kosentrasi yang sama. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak biji buah
pinang dapat digunakan sebagai antioksidan terhadap minyak dan lemak, walaupun tidak sebaik BHT. Uji
statistik menunjukkan bahwa ketiga ekstrak tidak begitu nyata dalam hal aktivitas antioksidannya.

Kata kunci: biji buah pinang, antioksidan, bilangan peroksida, absorbsi.

PENDAHULUAN Selanjutnya digunakan sebagai


antioksidan terhadap asam linoleat pada
Pemanfaatan biji-bijian, daun, kosentrasi 200 dan 400 ppm. Aktivitas
batang dan akar berbagai tanaman telah antioksidan ditentukan dengan
dicoba sebagai antioksidan terhadap menentukan bilangan peroksida (PV)
minyak dan lemak menggantikan dan absorbsi pada E11cm
%
232 nm (Metoda
antioksidan sintetis. Hal ini dilakukan
Carotine Bleaching). Data selanjutnya
karena adanya dugaan bahwa
diolah secara statistik sederhana untuk
pemanfaatan antioksidan sintetis seperti
melihat perbedaan aktivitas antioksidan
BHT dan BHA dapat menyebabkan
dari ketiga ekstrak kasar tersebut.
kanker. Dalam penelitian ini dicoba
Bandingkan dengan BHT.
menggunakan ekstrak biji buah pinang
(Areca catechu L) sebagai antioksidan
BAHAN DAN METODA
terhadap asam linoleat. Biji buah pinang
disebutkan mengandung tannin yaitu
Bahan
senyawa polifenol dimana senyawa
polifenol ini mempunyai aktivitas
Biji buah pinang yang digunakan
antioksidan terhadap minyak atau
dalam penelitian ini adalah jenis pinang
lemak. Ekstraksi dilakukan
merah diambil dari daerah Pancur Batu
menggunakan tiga jenis pelarut yaitu :
Kab. Deli Serdang Propinsi Sumatera
Etanal – air = (4:1) v/v; Aceton – Air =
Utara. Bahan kimia yang digunakan
(4:1) v/v dan Air pada 80 0C. Ekstrak
adalah yang pro-analis (pa) dibeli dari
kasar dipekatkan ditentukan kadar
polifenol secara volumetris (AOAC).
21
Jurnal Sains Kimia V

agen penjualan bahan kimia di kota 3. Larutan gelatin, merendam 25 gr


Medan. gelatin selama 1 jam dalam
Metoda larutan NaCl jenuh dipanaskan
sampai gelatin larut, didinginkan
Biji buah pinang dikeringkan pada dan larutkan dengan larutan
panas matahari lalu ditumbuk halus NaCl (jenuh) ke dalam 1 L.
60 – 80 mesh. 4. Larutan asam NaCl
Selanjutnya dilakukan ekstraksi Ke dalam 975 ml NaCl (jenuh),
menggunakan tiga jenis pelarut yaitu: ditambahkan 25 ml H2SO4 (p)
Etanol – Air (4 : 1) v/v; Aceton – Air (4
: 1) v/v dan Air pada 80 0C. Filtrat yang Prosedur
diperoleh dibebaskan dari pelarut - Tempatkan aliquot juice yang telah
dengan menguapkannya pada disaring (10-20 ml berisi 0,01 g
rotatorievoporator. Kadar polifenol tannin) dalam cawan porselin,
dalam masing-masing ekstrak tambahkan 20 ml indigo carmine
ditentukan secara volumetris (AOAC). dan + 500 – 700 ml
Selanjutnya dari masing-masing ekstrak air.
diuji aktivitas antioksidannya terhadap - Tambahkan KMnO4 dari buret 1 ml
asam linoleat. Kadar ekstrak kasar yang dan digoyang sampai warna menjadi
digunakan masing-masing 200 dan 400 hijau terang.
ppm. Aktivitas anti oksidannya - Kemudian tambahkan setetes
ditentukan pula dengan mengamati sampai warna menjadi pink. Catat
perubahan bilangan peroksida (PV) dan ml KMnO4 (A).
absorbansi pada E11cm
%
232 nm . - Ke dalam 50 ml filtrat juice dalam
labu 250 ml, tambahkan 25 ml
larutan gelatin dan sempurnakan
PENENTUAN TOTAL POLIFENOL
volume dengan larutan asam NaCl.
1. Metode volumetri
- Pindahkan ke labu conikal,
Penentuan polifenol dengan
tambahkan sedikit penyaring
volumetris.
(kaolin, kieselgur), biarkan 15 menit
Reagen dan saring.
- Ke dalam 50 ml filtrat (10 ml juice),
1. KMnO4 0,04 N
tambahkan 20 ml larutan indigo
2. Larutan indigo carmine, larutkan
carmine, dan tambahkan kira-kira
1,5 g indigo carmine (bebas dari
50 – 70 ml air, dan titrasi dengan
biru) dalam 1 L air yang berisi
larutan KMnO4 (B).
50 ml H2SO4(p).

% polifenol = titrat x 100 x g tannin/ml KMnO4


(as. gallotannic) ml yang diperoleh

A = Total polifenol dalam material


B = Non fenol material
A-B = Fenol sebenarnya
1 ml KMnO4 0,1 N = 0,0042 g tannin

2. Metode kolorimetri
Dasar: Pembentukan warna biru
oleh reduksi asam phosphotung-
statmolybdic oleh tannin.
22
Pemanfaatan Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca Catechu L) Sebagai Anti Oksidan
(Pina Barus)

Reagen nyata. Penggunaan antioksidan pada


a) Folin – Denis Reagen batas sampaio 600 ppm dalam minyak
Ke 750 ml air, tambahkan 100 g dan lemak masih dimungkinkan, apalagi
Na-tungstate (Na2WO4 . 2H2O), antioksidan yang digunakan adalah
20 g phospho molybic dan 50 ml bersumber dari alam (antioksidan
H3PO4 85%. Refluks campuran alami).
selama 2 jam, didinginkan
pada 25 0C dan dilarutkan Tabel Aktivitas antioksidan ekstrak A, B dan C
dengan 1000 ml air. dari biji buah pinang
b) Na2CO3 jenuh
Ke dalam 100 ml air tambahkan Fraksinasi yang PV E11cm
%
232 nm
35 gr Na2CO3 anhidrat, larutkan digunakan (meg O2/kg
minyak)
pada 70 – 80 0C dan dinginkan 1
malam lebih. Asam Linoleat (Kontrol) 298,7 27,04
LO + 200 ppm BHT 156,7 13,46
c) Larutan standar asam tannat LO + 400 ppm BHT 136,9 10,25
Larutkan 100 mg asam tannik LO + 200 ppm Ekstrak A 283,0 25,12
LO + 400 ppm Ekstrak A 268,0 22,06
dalam 1 l air. Siapkan larutan LO + 200 ppm Ekstrak B 278,0 26,61
segar untuk masing-masing LO + 400 ppm Ekstrak B 245,3 23,74
LO + 200 ppm Ekstrak C 236,6 22,06
penetapan (1 ml = 0,1 mg asam LO + 400 ppm Ekstrak C 216,0 20,13
tannik).

Preparasi Kurva Standar Penggunaan antioksidan ini masih


- Pipet 0 – 10 ml adiquot larutan dalam bentuk ekstrak kasar, jadai akan
standar asam tannic ke dalam labu lebih bermakna apabila ekstrak kasar itu
volumetrik 100 ml berisi 75 ml air. dapat difraksinasi atau dalam keadaan
Tambahkan 5 ml Reagen Folin – lebih murni. Aktivitas antioksidan ini
Denis dan 10 ml Na2CO3 ke masing- masih diamati pada waktu 1 minggu
masing labu volumetri dan buat ke setelah diaplikasikan. Agar pemanfaatan
100 ml air. Campurkan dan ukur antioksidan ini lebih dapar
warna selama 30 menit pada 760 direkomendasi tentunya diamati paling
nm. sedikit tiga minggu setelah aplikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil percobaan diperoleh data Sebagai kesimpulan dari penelitian


sebagai berikut: ini adalah:
Total polifenol dalam ekstrak A = Biji buah pinang dapat digunakan
7,52 g; ekstrak B = 8,23 g dan ekstrak C = sebagai sumber antioksidan terhadap
9,24 g. minyak dan lemak. Karena itu
Pengujian aktivitas antioksidan dari disarankan bahwa penelitian ini
ketiga ekstrak A, B dan C terhadap dilanjutkan agar diperoleh ekstrak biji
asam linoleat sebagai berikut: buah pinang yang lebih murni atau
Dari data yang diperoleh ternyata menentukan komponen polifenol yang
biji buah pinang dapat digunakan terdapat pada biji buah pinang yang
sebagai antioksidan terhadap minyak berfungsi sebagai antioksidan.
dan lemak, walaupun tidak sebaik BHT.
Aktivitas antioksidan dan ketiga ekstrak
A, B dan C ternyata tidak berbeda
23
Jurnal Sains Kimia V

DAFTAR PUSTAKA

Dan E. Pratt and Paula M. Birac, (1989),


"Source of Antioxidant Activity of
Soybeans and Soy Products". J. of Food
Science 44, 1720-1722.
Deiana M., A. Rosa., V. Casu., F. Cottiglia., L.
Bonsigmore., and M.A. Dessi., (2003).,
"Chemical Composition and Antioxidant
Activity of Extract From Dephegnidium.
L". JAOAC. 80. 1. 65-70.
Freidoon Shahidi, Cyril Desilva and Ryszard
Amarowiz, (2003), "Antioxidant Activity
of Extract of Defatted Seeds of Niger
(Guizotia Abyssinica)". JAOAC. 80. 5.
443 – 450.
Jorma Matikainen., Matti Laantera., and Seppu
Kaltia., "Determination of Degree of
Oxidation Methyl Linolent and Linoleat
by Weigting Method". JAOAC. 80 . 6.
591-593.
Naczk. M., T. Nicholas., R. Zadernowski., and
F. Shahich., (1994)., "Antioxidan Activity
of Condensed Tannin of Beach Pea,
Canolla Hulls, Evening Prima Rose., and
Faba Beans", J. Agric Food Chem. 42.
2196-2200.
Naczk, M., and T. Nicholas., (1996), "Protein
Precipitation Capasity of Crude Canolla
Tannins., Effect of pH., Tanin and
Protein Consentrating", J. Agric. Food
Chem. 44, 2144-2148.
Naczk, M; J. Pink; Amarowiez D.Pink; F.
Shahidi, (2001), "Multivariate Model for
The Prediction of Soluble Tannin in
Crude Extracts of Poliphenols From
Canolla and Repeseed Hulls", JAOAC.
78 . 4, 411-414.
Sihombing Toguan, (2000), "Pinang
Budidaya dan Prospek Bisnis"
Penebar Swadaya, Jakarta.
Silvia Taga M., E.E. Miller and D.E. Pratt,
(1994), "Chia Seeds as a Source of
Natural Lipid Antioxidant", JAOAC. 61.
5. 928 – 931.
Suna Kim., Jaebok Park., and In Kyeong
Hwang., (2002)., "Changes of FA
Composition and Antioxidan Activity of
Pigmen Extracts From Korean Red
Papper Powder (Capsicium annum. L)
Due to Processing Conditions", JAOAC.
79 . 12. 1267-1269.

24
Analisa Kadar Ion Cu2+ pada Glyserol dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
(Zul Alfian)

ANALISA KADAR ION CU2+ PADA GLYSEROL DENGAN


METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

Zul Alfian
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan analisa logam Cu didalam glyserol yang berperan sebagai katalis dalam bentuk Cupper
Chromite. Sampel glyserol yang digunakan dalam pengujian diambil dari tangki penyimpanan sementara
antar tiap proses.
Kadar logam Cu dalam glyserol dapat ditentukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA), dimana serapan atom-atom yang teratomisasi kebentuk dasar sebanding dengan konsentrasi
analit pada panjang gelombang tertentu.
Kadar logam Cu dalam glyserol yang diperoleh adalah 0,777 ppm – 1,579 ppm sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI).

Kata Kunci: Analisa, glycerol, SSA.

PENDAHULUAN Pengawasan juga perlu dilakukan


pada produk yang dihasilkan, dimana
Perkembangan industri di negara kita produk yang dihasilkan pasti
semakin pesat. Perkembangan ini terkontaminasi oleh logam sebagai
mampu untuk meningkatkan taraf hidup katalis atau alat–alat produksi. Misalnya
rakyat. Kebanyakan industri pada proses pengolahan oleochemical
menggunakan air sebagai kebutuhan untuk menghasilkan glyserin dipakai
primer, namun efek sampingnya adalah Cupper Cromite sebagai katalis.
dihasilkannya limbah cair yang banyak Walaupun melalui proses pemurnian
mengandung logam berat. Terkadang secara destilasi fraksinasi, tetap didapati
industri masih mengabaikan suatu logam katalis tersebut didalam produk
proses yang steril, sehingga pada akhir walaupun dalam jumlah yang
produk yang dihasilkan masih terdapat sangat kecil. Oleh karena itu perlu
logam-logam berat yang berbahaya bagi dilakukan pengawasan terhadap hasil
proses selanjutnya atau dikonsumsi produksi tiap tahap untuk mengetahui
manusia. jumlah logam katalis yang terkandung
Pencemaran lingkungan oleh logam- didalam hasil produksi yang dapat
logam berbahaya dapat terjadi jika dilakukan dengan metode pengabuan
orang atau pabrik yang menggunakan suhu tinggi atau dengan menggunakan
logam tersebut untuk proses metode spektrofotometri serapan atom
produksinya tidak memperhatikan atau sinar UV-Visible. Pada analisa
keselamatan lingkungan. Mereka tidak pengabuan persentase harga katalis
memantau buangan limbah pabriknya dihitung dari jumlah abu yang
sehingga berbahaya bagi lingkungan dihasilkan dalam sejumlah sampel.
hidup. Sedangkan pada metode
spektofotometri serapan atom adalah
25
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 25-27

berdasarkan serapan dari atom-atom Pembuatan Larutan Standar Mg


yang teratomisasi kebentuk dasar oleh a. Pembuatan larutan standart Cu 100
nyala gas pembakar. Pada metode ppm.
spektrofotometri UV-Visible, logam di Kedalam labu ukur 100 ml dipipet
dalam sampel dikomplekskan dengan 10 ml larutan standart Cu 1000
senyawa pengkompleks sehingga dapat ppm, kemudian diencerkan dengan
menyerap cahaya pada panjang aquadest sampai garis tanda,
gelombang tertentu. kemudian dikocok.
b. Pembuatan larutan standart Cu 10
BAHAN DAN METODA ppm.
Kedalam labu ukur 100 ml, dipipet
BAHAN 10 ml larutan standart Mg 100 ppm,
Sampel Glyserol water, Aquades kemudian diencerkan dengan
bebas CO2, HNO3 6N, Larutan standar aquadest sampai garis tanda, lalu
Cu 1000 ppm, Aquabides. dikocok.
c. Larutan standart Mg 0 (blanko): 0;
ALAT 0,5; 1; 2; 3; ppm.
Neraca analitis, Mettler AE Kedalam 6 buah labu ukur 100 ml
200,Karet penghisap,Corong ,Kertas dipipet, masing-masing sebanyak 0;
saring,Whatman 41,Spektrrofotometer 5; 10; 20; dan 30 ml larutan standart
Serapan Atom Varian AA/55,Botol Mg 10 ppm lalu diencerkan dengan
Aqua, Alat- alat gelas yang biasa aquadest sampai garis tanda, lalu
digunakan di Lab. Kimia. dikocok

CARA KERJA Pengukuran dengan SSA


(Spektrofotometer Serapan Atom)
Pengambilan Sampel  Alat Spektrofotometer Serapan
Sampel yang dianalisa, yaitu glyserol. Atom yang tersedia dihidupkan dan
Sampel tersebut diambil dari tangki dibiarkan selama 15 menit untuk
penyimpanan sementara antar tiap tahap menstabilkan alat.
proses dan hasil produksi akhir.  Penentuan Cu.
- Masing-masing larutan standart
Preparasi Sampel. Cu (0; 0,5; 1; 2; 3; ppm). Dipipet
a. Dipipet sebanyak 50 ml masing- ke dalam tabung yang berbeda-
masing sampel glyserol ke dalam beda. Kemudian diaspirasikan
beaker glass 100 ml yang berbeda- secara berurutan kedalam nyala
beda. SSA untuk kurva kalibrasi.
b. Kemudian ditambahkan 5ml HNO3 - Setelah itu dilakukan pengukuran
6N dan dikocok, atur pH larutan terhadap masing-masing sampel
hingga ± 3 dengan menambahkan seperti halnya dengan pengukuran
Asam lalu disaring dengan kertas larutan standart Cu, lalu catat
saring Whatman 41, filtratnya hasilnya.
daimbil dan dipekatkan dengan cara
dipanaskan sampai volumenya HASIL DAN PEMBAHASAN
setengah dari volume awal. Setelah
itu filtrat tersebut didinginkan dan Hasil penelitian yang dilakukan
sampel siap untuk dianalisa diperoleh data sebagimana dapat dilihat
pada Tabel 1.
26
Analisa Kadar Ion Cu2+ pada Glyserol dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
(Zul Alfian)

Tabel 1. Hasil pengukuran Cu pada air umpan menurut dari hasil penelitian ini dapat
boiler dengan menggunakan dilihat bahwa kadar logam Cu tersebut
Spektrofotometer Serapan Atom
Nyala = udara – asetilen.
tidak berbahaya untuk pembuatan bahan
lain dari glyserin dan tidak akan
Sampel Absorbansi Rata- Konsentrasi Rata- berbahaya jika dikonsumsi manusia
(ppm) (A) rata (ppm) Rata
nantinya karena masih dibawah standar
Cu 0 0.0005 0
yang ditetapkan.
0.0007 0.0007 0 0
0.0009 0 KESIMPULAN
Cu 0.5 0.0851 0.5
0.0857 0.0851 0.5 0.5 Dari hasil analisis yang dilakukan
0.0845 0.5
terhadap glyserol dapat diambil
Cu 1 0.1598 1
kesimpulan bahwa kadar ion Cu2+ yang
0.1598 0.1597 1 1
terdapat dalam glyserol dengan
0.1595 1
menggunakan metode Spektroskopi
Cu 2 0.3409 2
Serapan Atom (SSA) masih sesuai
0.3406 0.3408 2 2
dengan Standar Nasional Indonesia
0.3409 2
(SNI).
Cu 3 0.5091 3
0.5095 0.5091 3 3
SARAN
0.5087 3

Perlu dianalisis logam-logam berat


Tabel 2. Hasil pengukuran Cu pada Glyserol
yang lain seperti ion Co2+, Ni2+, Fe2+,
dengan menggunakan Spektrofoto-
meter Serapan Atom Al3+ dan lain-lain.

Tanggal Sampel Absorbansi Konsentrasi DAFTAR PUSTAKA


(ppm)
Walsh, A. The Application of Atomic
Absorbtion Spectra to Chemicals
25-02-2003 G2 0.1203 0.777
Analysis Spectrochemicaln Acta. 1995
14-03-2003 G2 0.2512 1.597 Pedoman Pengolahan Kelapa Sawit. Standart
Analisa Laboratorium Dan Pengolahan
Limbah PKS- PKS PTP Nusantara IV
PEMBAHASAN BAH JAMBI. Pabatu, 2001.
S. M. Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik.
UI-Press, Jakarta, 1990.
Penetapan kadar logam Cu dalam Naibaho Ponten, Teknologi Pengolahan Kelapa
glyserol yang berperan sebaga katalis Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
dapat dilakukan dengan metode Medan, 1996.
spektrofotometri serapan atom dengan M. Junus, Penanggulangan Permasalahan Yang
Dipantau Secara Visual Dalam
cara destruksi kering. Pengoperasian Pabrik Kelapa Sawit.
Penetapan kadar logam Cu dalam Pabatu, 1997.
glyserol yang berbentuk cupper
chromite dapat dilakukan dengan
berbagai metode, antara lain dengan
metode pengabuan, atau cara
spektrofotometri baik serapan atom
maupun UV- Visible.
Kadar logam Cu pada Glyserol
sebesar 0.777 ppm dan 1.597 ppm,
27
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 28-34

ESTIMASI KANDUNGAN KURKUMIN PADA SEDIAAN HERBAL


KOMERSIAL SECARA SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

Irmanida Batubara, Mohamad Rafi, Latifah K. Darusman


Jurusan Kimia FMIPA
Institut Pertanian Bogor

Abstrak

Estimasi kadar kurkumin pada sediaan herbal komersial telah ditentukan dengan metode spektrofotometri
derivatif tanpa adanya pemisahan dari sediaan awal. Metode ini didasarkan pada jarak antara dua puncak
(amplitudo puncak ke puncak) pada derivat spektrum standar dan ekstrak contoh. Puncak 441,5 dan 477
nm derivat kedua dari ekstrak jamu Curmino dan puncak 452 nm derivat ketiga ekstrak Cursil®70 dipilih
sebagai daerah kerja untuk estimasi kadar kurkumin.
Kurva kalibrasi dari amplitudo puncak ke puncak (DL) derivat kedua ekstrak Curmino (r = 0,9992)
maupun amplitudo puncak (DZ) derivat ketiga ekstrak Cursil®-70(r = 0,9938) linear pada konsentrasi 2 –
10 ppm.

Kata kunci: Kurkumin, Spektrofotometri, Herbal.

PENDAHULUAN baik mutu, keamanan, dan khasiatnya.


Salah satu dari tiga konsep untuk
Jaminan terhadap kualitas produk menyusun parameter standar umum
biofarmaka (sumberdaya alam baik yang dapat dipertimbangkan dari suatu
tumbuhan, hewan, maupun mikroba produk biofarmaka adalah simplisia
yang memiliki manfaat sebagai obat, sebagai bahan dengan kandungan kimia
makanan fungsional dan suplemen diet yang bertanggung jawab terhadap
(obat dan nutraceutical) bagi manusia, respons biologis harus mempunyai
hewan, dan lingkungan) semakin spesifikasi kimia yaitu informasi (jenis
meningkat dengan meningkatnya dan kadar) senyawa kandungan.
permintaan terhadap biofarmaka Sediaan herbal komersial yang
tersebut. Untuk itu perlu dilakukan banyak beredar di Indonesia ialah
standardisasi bahan baku maupun sediaan yang berasal dari temulawak
produk biofarmaka. Konsep dan kunyit. Baik temulawak maupun
penggunaan obat tradisional yang kunyit memiliki senyawa yang
semula digunakan oleh masyarakat bertanggung jawab terhadap respons
untuk swamedikasi seperti diakui WHO biologis berupa zat warna yaitu
sudah mengarah untuk dapat kurkuminoid. Kurkuminoid di antaranya
dipergunakan pada sistem pelayanan merupakan campuran kurkumin, mono-
kesehatan. Dengan demikian, tentunya desmetoksikurkumin, dan bisdesme-
persyaratan yang harus dipenuhi bukan toksikurkumin.
lagi berdasarkan data empirik, namun Kontrol kualitas pada sediaan herbal
harus sesuai dengan kaidah yang komersial memerlukan suatu teknik
diterapkan pada sistem pelayanan analisis yang mudah dan cepat. Untuk
kesehatan yaitu harus dapat analisis kuantitatif kurkumin, telah
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, digunakan dua cara analisis yaitu

28
Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektrofotometri Derivatif
(Irmanida Batubara, Mohammad Rafi, Latifah K. Darusman)

dengan metode spektroskopi dan tetrahidrofuran (THF). Ekstrak THF


metode KCKT. Analisis spektroskopi kemudian diencerkan dengan metanol
yang selama ini telah digunakan ialah lalu dibaca menggunakan
analisis menggunakan cara biasa. Untuk spektrofotometer UV-Vis pada panjang
tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif gelombang 370-700 nm. Data yang
ini, dapat dikembangkan metode diperoleh kemudian dianalisis untuk
spektrofotometri derivatif. memperoleh spektrum derivatifnya
Spektrofotometri derivatif pada daerah dengan menggunakan piranti lunak UV
UV-Vis merupakan teknik yang solutions versi 2.0 Hitachi
berguna untuk tujuan analisis kualitatif
maupun kuantitatif pada absorpsi yang Metode
tumpang tindih dari analat dengan
matriks yang ada di dalam sampel. Teknik Pembuatan Kurva Standar dan
spektrofotometri derivatif menawarkan Analisis Sampel
beberapa keuntungan dibandingkan dengan
spektrofotometri konvensional seperti dapat Standar kurkumin ditimbang dengan
memilih puncak yang tajam di antara teliti sekitar 2 mg, kemudian dilarutkan
spektrum yang lebar dan meningkatkan dengan metanol di dalam labu
resolusi dari spektra yang tumpang tindih.
volumetrik 5 ml sampai batas dan
Spektrofotometri derivatif juga dapat
menghasilkan daerah sidik jari yang lebih dikocok hingga larut sempurna.
baik dibandingkan dengan spektra absorpsi Sebanyak 20, 40, 60, 80 mikroliter
yang umum. Spektrofotometri derivatif larutan tersebut dipindahkan ke dalam
yang dikombinasikan dengan teknik zero empat labu volumetrik 10 ml, masing-
crossing, least square deconvolution, atau masing dilarutkan dengan metanol
transformasi Fourier untuk teknik sampai batas volume labu, kemudian
pemrosesan data telah banyak dikocok hingga larut sempurna.
dikembangkan untuk analisis kuantitatif Spektrum absorbsi standar
senyawa aktif pada formulasi obat. kurkumin (2-10 ppm) dibuat dengan
blanko metanol dari panjang gelombang
BAHAN DAN METODA 370-700 nm demikian pula untuk
Bahan sampel. Spektrum derivatif kedua dan
ketiga dibuat dari spektrum absorbsi
Bahan yang digunakan ialah standar yang diperoleh. Puncak 441,5 dan 477
kurkumin, metanol, dan tetrahidrofuran. nm derivat kedua spektra ekstrak jamu
Sedangkan peralatan yang digunakan Curmino dan puncak 452 nm derivat
adalah labu takar, pipet volumetrik, dan spektra ketiga ekstrak Cursil®70 dipilih
spektrofotometer UV-Vis HITACHI U- sebagai daerah kerja untuk estimasi
2800. Spektra contoh dan standar diukur kadar kurkumin setelah dibandingkan
dari panjang gelombang 370-700 nm dengan derivat spektrum kedua dan
dengan lebar celah 1,5 nm, kecepatan ketiga dari standar kurkumin. Untuk
pengamatan 100 nm/menit, dan estimasi kandungan kurkumin pada
penghalusan spektra yang tinggi dengan Curmino kurva kalibrasi dibuat dengan
menggunakan piranti lunak UV menghitung jarak antara puncak ke
solutions versi 2.0 Hitachi puncak (441,5-477 nm) sedangkan
Sampel sediaan herbal komersial untuk Cursil®70 dibuat dengan
yang digunakan ialah Curmino dan menghitung amplitudo puncak pada
Cursil®70. Sampel ini ditimbang panjang gelombang 452 nm. Estimasi
dengan jumlah kurang lebih 0,5 gram kandungan kurkumin dapat ditentukan
lalu diekstraksi menggunakan
29
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 28-34
setelah diperoleh kurva kalibrasi untuk terhadap aktivitas antihepatitis,
setiap sampel. antihiperlipidemia, antiinflamasi,
antioksidan, antikarsinogenik,
HASIL DAN PEMBAHASAN antimikroba, antiviral dan
detoksifikasi5. Kurkumin sebagai bahan
Dua sampel yang digunakan pada yang akan dianalisis menggunakan
penelitian ini ialah sampel yang spektrofotometri sinar tampak secara
mengandung kurkumin dalam sediaan konvensional dapat langsung dianalisis
herbal komersialnya. Kedua sampel ini karena kurkumin merupakan salah satu
memiliki indikasi untuk mengobati komponen zat warna kuning yang
gejala hepatitis atau penyakit kuning tergolong dalam kurkuminoid.
yaitu Curmino dan Cursil®70. Jenis Spektrum absorpsi dari standar
ekstrak kurkumin yang terdapat dalam kurkumin maupun ekstrak Curmino
kedua sampel ini berbeda. Curmino di (Gambar 1) dan ekstrak Cursil®70 yang
dalam kemasannya dinyatakan berguna diperoleh hampir identik. Namun,
untuk mencegah dan mengobati spektra ekstrak Curmino menunjukkan
penyakit kuning juga gangguan pada nilai absorpsi yang lebih tinggi. Nilai
hati. Kapsul ini mengandung curcumae absorpsi yang lebih tinggi ini terjadi
xanthorrhizae rhizome extract yang akibat adanya efek matriks dari sampel
ekivalen dengan 5 mg kurkumin. Oleh yang dianalisis walaupun kedua
karena itu sampel Curmino mewakili spektrum ini dibuat dengan konsentrasi
jenis sampel yang hanya terdiri dari kurkumin yang sama. Hal ini akan
ekstrak satu jenis tumbuhan. menyebabkan kesalahan pembacaan
Sedangkan Cursil70 merupakan kadar bila dilakukan pembacaan kadar
ramuan ekstrak tumbuhan yang diolah, kurkumin menggunakan
keseluruhan ramuan dalam obat ini spektrofotometri konvensional. Untuk
terbuat dari bahan alam. Kandungan spektra Cursil®70 dengan konsentrasi
Cursil70 ialah PytoCur20 mg, 10 ppm menunjukkan absorpsi yang
oleum xanthorrhizae 30 mg, dan tinggi pula walaupun tidak dapat
Silybum marianum extractum sicc setara dibandingkan dengan spektra standar
silimarin 70 mg. Oleh karena itu kurkumin. Kedua spektra pada
Cursil®70 mewakili sampel yang terdiri Cursil®70 dan standar kurkumin tak
dari ekstrak lebih dari satu jenis dapat dibandingkan karena dalam label
tanaman. kemasan tidak tertera jumlah kurkumin
Kadar kurkumin pada sediaan herbal yang dikandung dalam setiap
komersial perlu dianalisis karena kapsulnya.
kurkumin diketahui merupakan
senyawa yang bertanggung jawab

2 .4
2 .3
2 .2
2 .1
2 .0
1 .9
1 .8
1 .7
1 .6
1 .5
1 .4
1 .3
nm
400 450 500 55 0

30
Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektrofotometri Derivatif
(Irmanida Batubara, Mohammad Rafi, Latifah K. Darusman)

Gambar 1. Spektra Absorpsi ( ) larutan standar kurkumin dan ( ) ekstrak Curmino. Konsentrasi 5
ppm

2 .1
2 .0
1 .9
1 .8
1 .7
1 .6
1 .5
1 .4
1 .3
nm
400 450 500 55 0

Gambar 2. Spektra Absorpsi ( ) larutan standar kurkumin (C = 5 ppm) dan ( ) ekstrak Cursil70 (C
= 10 ppm)

Untuk menghilangkan pengaruh matrik dapat dihilangkan. Penghilangan efek matrik


pada sample, dilakukan derivatisasi spektra terjadi karena absorpsi dari variabel lainnya
absorpsi sample. Dengan melakukan yang tumpang tindih dengan analat akan lebih
pengukuran jarak antara puncak ke puncak halus pada spektra derivatif.
pada spectra absorbsi sample maka efek matrik

0 .0 0 5

0 .0 0 0

- 0 .0 0 5

- 0 .0 1 0

nm
400 450 500 55 0

(a)

0 .0 0 0 1 5

0 .0 0 0 1 0
0 .0 0 0 0 5

0 .0 0 0 0 0

- 0 .0 0 0 0 5

- 0 .0 0 0 1 0

- 0 .0 0 0 1 5

- 0 .0 0 0 2 0
nm
400 450 500 550

(b)

31
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 28-34
0 .0 0 0 0 1

0 .0 0 0 0 0

nm
400 450 500 550

(c)
Gambar 3. Derivat spektra standar kurkumin ( ) dan ekstrak Curmino ( ) (a) pertama, (b) kedua, dan
(c) ketiga
Spektra derivatif pertama, kedua, dan Untuk spektra derivatif Cursil70 tidak
ketiga tiap sampel beserta standar terdapat daerah yang tumpang tindih
ditunjukkan pada Gambar 3 untuk ekstrak dengan standar kurkumin baik pada
Curmino dan Gambar 4 untuk ekstrak derivate pertama, kedua maupun ketiga
Cursil70. Derivatif kedua dari spektra sehingga dipilih suatu puncak identik dari
Curmino dan standar kurkumin terlihat kedua spektra tersebut yaitu pada panjang
adanya tumpang tindih pada daerah dengan gelombang 452 nm.
panjang gelombang 441,5-477,0 nm.

0 .0 0 5

0 .0 0 0

- 0 .0 0 5

- 0 .0 1 0
nm
400 450 500 55 0

(a)

0 .0 0 0 1 5

0 .0 0 0 1 0

0 .0 0 0 0 5

0 .0 0 0 0 0

- 0 .0 0 0 0 5

- 0 .0 0 0 1 0

- 0 .0 0 0 1 5

- 0 .0 0 0 2 0
nm
400 450 500 550

(b)

32
Estimasi Kandungan Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektrofotometri Derivatif
(Irmanida Batubara, Mohammad Rafi, Latifah K. Darusman)

0 .0 0 0 0 1

0 .0 0 0 0 0

nm
400 450 500 550

(c)
Gambar 4. Derivat spektra standar kurkumin ( ) dan ekstrak Cursil70 ( ) (a) pertama, (b) kedua,
dan (c) ketiga

Perbedaan hasil pertumpangtindihan dari spektrum standar kurkumin (2-10 ppm)


spectra pada kedua sample ini terjadi karena dari jarak amplitudo puncak ke puncak (DL)
matriks yang terdapat dalam kedua sample 441,5-477,0 nm pada derivat kedua
ini berbeda. Curmino hanya mengandung spektranya untuk estimasi kandungan
satu macam ekstrak yaitu hanya ekstrak kurkumin pada ekstrak Curmino.
temulawak, sehingga matrik lain pada Sedangkan untuk estimasi kandungan
sample sediaan herbal komersial ini hanya kurkumin pada ekstrak Cursil70
berupa bahan pengisi atau bahan pengikat hubungan yang linear diperoleh dari jarak
ekstrak temulawak saja. Sedangkan sample amplitudo puncak (DZ) 452 nm pada derivat
Cursil®70 memiliki matriks yang lebih ketiga spektranya. Persamaan garis dari
kompleks. Hal ini terjadi karena pada kurva standar yang diperoleh yaitu:
Cursil®70 selain mengandung ekstrak
temulawak, juga terkandung ekstrak kunyit Curmino 2D 441,5-477,0 = 4 x 10-6 + 7,5 x
yang juga mengandung kurkumin dan 10-5 C (r = 0,9992)
ekstrak silimarin yang tidak mengandung Cursil70 3D 452 = -1 x 10-8 + 1,955
kurkumin. Selain ketiga jenis ekstrak x 10 -6 C (r = 0,9938)
tersebut, dalam sediaan herbal komersial
Cursil®70 juga masih mengandung bahan Dari persamaan kurva standard tersebut
pengisi atau bahan pengikat ekstrak. Oleh diperoleh estimasi kandungan kurkumin
karena itu pertumpangtindihan spectra pada pada sediaan herbal komersial Curmino dan
sample Cursil®70 lebih sulit untuk Cursil70 masing-masing sebesar 4,6
didapatkan. mg/500 mg dan 166,5 mg/500 mg.
Derivat kedua dan ketiga dari spektrum
deret standar kurkumin ditunjukkan pada
Gambar 5. Hubungan yang linear diperoleh

0 .0 0 0 4
0 .0 0 0 3
0 .0 0 0 2
0 .0 0 0 1
0 .0 0 0 0
- 0 .0 0 0 1
- 0 .0 0 0 2
- 0 .0 0 0 3
- 0 .0 0 0 4

nm
400 500 600 700

(a)

33
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 28-34
0 .0 0 0 0 2

0 .0 0 0 0 1

0 .0 0 0 0 0

- 0 .0 0 0 0 1

nm
400 500 600 700

(b)
Gambar 5. Derivat spektrum deret standar kurkumin (2-10 pm) (a) kedua dan (b) ketiga

KESIMPULAN Plasma. J Pharm Biomed Anal 17: 1345-


1350.
Spektrofotometri derivatif dapat Raggi MA et al. 2000. Quantitation of
digunakan untuk estimasi kandungan Olanzapine in Tablets by HPLC, CZE,
kurkumin pada sediaan herbal Derivative Spectrometry and Linear
Voltammetry. J Pharm Biomed Anal 23:
komersial. Metode yang dikembangkan 973-981.
ini lebih mudah, cepat, dan murah Surekha A & Jain NK. 2000. Difference
karena tidak membutuhkan banyak Spectrophotometric Estimation of
pelarut maupun pereaksi. Selain itu, Amlodipine besylate. Indian Drugs 37:
pengaruh matriks pada sample dapat 351-353.
Taylor SJ, McDowell IJ. 1992. Determination
dihilangkan bila menggunakan analisis of Curcuminoid pigments in turmeric by
ini dibandingkan dengan menggunakan reversed-phase high-performance liquid
metode spektrofotometri konvensional. chromatography. Chromatographia.
Metode ini masih dalam pengembangan 34:73-77.
agar dapat digunakan sebagai sebuah Uslu B & Azkan SA. 2002. Determination of
Lamivudine and Zidovudine in Binary
teknik analisis yang akurat dalam Mixtures Using First Derivative
menentukan kandungan kurkumin. Spectrophotometric, First Derivative of
the Ratio-Spectra and High Performance
DAFTAR PUSTAKA Liquid Chromatography-UV Methods.
Anal Chim Acta 466:175-185.
ASEAN. 1993. Standard of ASEAN herbal WHO. 1999. WHO monographs on selected
medicine. Vol 1. Jakarta: ASEAN medicinal plants-vol 1. ISBN 92 4
Countries. 154517 8. Geneva: WHO.
Dirjen POM. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
El-Gindy A. 2000. First Derivative
Spectrophotometric and LC
Determination of Benoxinate HCl and its
degradation Products. J Pharm Biomed
Anal 22:215-234.
Hassan EM. 2000. Determination of
Ipratropium bromide in Vials Using
Kinetic and First-Derivative
Spectrophotometric Methods. J Pharm
Biomed Anal 22: 1183-1189.
Karpinska J, Mikoluc B, Piotrowska. 1998.
Application of Derivative
Spectrophotometry for Determination of
Coenzyme Q10 in Pharmaceuticals and
34
Analisa Keefektifan Kitosan dalam Pengujian Limbah
(Harry Agusnar)

ANALISA KEEFEKTIFAN KITOSAN DALAM PENGUJIAN


LIMBAH INDUSTRI KOAGULASI KARET

Harry Agusnar
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian dengan pengujian limbah industri penggumpalan karet, dengan memakai
kitosan pada beberapa pH. Adapun kondisi pengujian optimum adalah 20 ppm kitosan pada pH 4,8 –
6,0. Diantara parameter yang diamati dan yang ditemukan adalah menurunnya turbiditas / kekeruhan
dari 267 ke 5,5 NTU, warna dari 1605 ke 51 TCU, COD dari 2802 ke 2298 ppm, BOD dari 1400 ke 75
ppm. Limbah mengandung protein 0,01%.
Kata Kunci: Kitosan, Limbah Karet, Koagulasi.

PENDAHULUAN protein secara mendasar seperti yang


diuraikan diatas. Jika limbah tidak diuji,
Partikel karet dalam lateks distabilkan protein menjadi rusak, dan kadang-kadang
oleh protein dalam bentuk koloid. Asam menimbulkan aroma yang tidak sedap.
protein amino memiliki dua muatan yang Limbah yang belum diuji mengakibatkan
berlawanan, positif dan negatif. Jika pencemaran terhadap lingkungan. Untuk
ujung-ujung molekul protein yang lengket menghindari ini makanya kitosan dipilih
dengan partikel karet bermuatan positif, dengan alasan-alasan yang ramah
maka ujung yang lain akan membentuk lingkungan.
lapisan yang bermuatan negatif yang akan Kitosan adalah suatu turunan dari kitin
mengganggu partikel karet dari saling polimer yang terjadi secara alami ataupun
mendekati. Fenomena ini menghindari poly (N-acetylglucosamine). Kedua-
koagulasi karet dalam lateks. Jika molekul duanya baik kitin maupun kitosan bisa
protein diambil dari lateks, maka partikel dilihat sebagai turunan sellulosa, dimana
karet saling mendekati dan terjadilah perpaduan amina, acetamida dan
penggumpalan (koagulasi). Dengan kelompok acetyl menanamkan perbedaan
demikian, dalam medium alkalin sifat psikokimianya dari sellulosa, tetapi
‘Stabilizer” protein bermuatan negatif bukannya mengubah kedalam materi yang
kemudian distabilkan oleh kelompok bernilai (Muzzareli, 1997). Kitin biasanya
hidroksil yang bermuatan negatif. diperoleh dari cangkang udang yang
Dilapangan, lateks karet distabilkan dewasa ini diberbagai negara merupakan
dengan amonia. Pada sisi lain, didalam produk limbah pada industri-industri
medium asam muatan negatif lapisan makanan laut (knorr, 1984). Kitin tidak
penstabil dinetralisir oleh proton asam, larut dalam pelarut umum (solvent) dan
dengan lapisan yang runtuh (collap), bentuknya yang padat bisa merusak
partikel karet menggumpal. Pada beberapa lingkungan.
pusat koagulasi dilapangan ini dilakukan Menurut struktur, kitosan adalah
dengan asam formik. sebuah poly elektrolit kationik yang
Limbah koagulasi karet dari didasarkan pada polyamina. Itu adalah
perusahaan banyak mengandung jumlah padatan amorfus putih yang tidak larut

35
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 35-37

dalam air tetapi larut dalam asam cair, yang sama. Kekeruhan (turbiditas) diukur
larutannya mengalami biodegradasi yang oleh Hach turbidimeter model 2100A
lambat. Kelompok amino bebas pada (dengan unit NTU). BOD dibaca secara
kitosan menimbulkan sifat-sifat langsung dari meter G.Vittadin BOD, dan
polykationik dan asam anionik khelat COD dibaca dari COD
chilating (Bough, 1982). Telah SpectrophotometerDR 2000. Kandungan
dilaporkan bahwa kitosan bisa dipakai protein diukur dengan memakai Kjehdal
untuk menguji limbah, dimana bertindak standar dan akhirnya kation dan anion
sebagai koagulan (penggumpal) aktif dianalisa pada instrumen Dionex 100 Ion
untuk menahan padatan (Bough, 1975, Chromatografi.
1976). Kitosan bisa juga memisahkan
protein dari limbah dan lumpur yang Pengaruh pH
dibentuk bisa dipakai sebagai sumber Tes ini melihat keefektifan penyerapan
protein pada makanan hewan (Oke, 1978) pada beberapa pH dalam Tes Jar. Enam
Kitosan telah dilaporkan sangat efektif beaker telah diisi dengan 500 ml sampel
dalam pengujian limbah cair dan limbah dimana pH dan kekeruhan telah diukur.
industri. Namun demikian, tak satupun Konsentrasi larutan kitosan 1000 ppm
nampak untuk limbah perusahaan kemudian ditambahkan dengan jumlah
pengolahan karet. Keefektifan kitosan tertentu. pH disesuaikan dengan 1 M HCl
untuk limbah demikian dievaluasi dalam ataupun 1 M NaOH pada nilai yang
pengamataan ini. Sekarang, limbah dari dibutuhkan. Campuran diaduk selama 40
perusahaan pengolahan lateks pada menit yang diikuti oleh pengendapan 1
umumnya diuji secara tidak memuaskan, jam hingga lumpur berpisah dari
pengujian biologis biasa memakai kolom supernatant. Akhirnya, turbiditas dan
oksidasi terbuka yang besar. warna diukur.

BAHAN DAN METODA Pengaruh Jumlah Kitosan


Penelitian ini bertujuan untuk
Kitosan telah dibuat dalam mendapatkan jumlah optimum kitosan
laboratorium, terutama dari cangkang yang dibutuhkan untuk penyerapan
udang. Untuk pemakaian, kitosan maksimum, dengan demikian dihindarilah
dilarutkan dalam 1% asam asetat pada limbah. Untuk mencapainya, prosedur
suatu konsentrasi 1000 ppm. Limbah diatas diikuti, tetapi pada kandungan enam
penggumpalan karet (RCE) disuplai oleh beaker ditambahkan jumlah larutan
perusahaan pengolahan karet perang besar kitosan yang berbeda, yakni 1, 3, 5, 7, 9,
estate, bukannya dari laboratorium. 11 ml masing-masing, seluruhnya
Sampel-sampel diambil pada titik outlet berkonsentrasi 1000 ppm. Langkah yang
sebentar sebelum memasuki kolam lain menyusul.
pengujian perusahaan. Analisa COD,
BOD dan kandungan protein telah Alum Sebagai Suatu Koagulan
dilakukan menurut metoda-metoda Alternatif
standar. Alum sendiri (yang dipersiapkan pada
konsentrasi 1000 ppm), serta campuraan
Analisa alum dan kitosan telah diuji terhadap
Percobaan telah dilakukan oleh Jar keefektifan koagulasi. Rasio (volume)
Tes standar pada model Hazen Floc Tester untuk mendapatkan rasio yang dibutuhkan
EFT 2-6 yang mempunyai enam beaker, adalah 16:4, 12: 8 dan 4:16. pH
bisa sekaligus diaduk pada kecepatan disesuaikan pada nilai optimum.

36
Analisa Keefektifan Kitosan dalam Pengujian Limbah
(Harry Agusnar)

Analisa Kinetik Kinetik Koagulasi


Jumlah larutan kitosan tertentu (22 Koagulasi tidak terjadi pada waktu
ppm) ditambahkan kedalam 500 ml yang sangat lama, seperti yang
sampel dalam beaker dan diaduk selama ditunjukkan pada gambar 3. Setelah 40
20 menit, kemudian turbiditas diukur pada menit turbiditas direduksi dari 200 NTUke
jarak/selang waktu 10 menit, dengan 30 NTU. Proses mengikuti angka order
demikian kinetik penyerapan bisa diukur. pertama dengan angka konstan1,15 x 10-1
Analisa Kebauan mol-1 .
1. Analisa terdiri dari mencium kebauan
dari sampel yang diuji, diambil dari Tabel 1. Nilai Turbiditi dan warna setelah perawa-
tan dengan kitosan
sampel besar, dan kemudian
Perbandingan Turbiditi / Warna /
diencerkan dengan air suling hingga Kitosan : Alum NTU TCU
tidak ada lagi bau yang terdeteksi. 20 : 0 5.50 51
Faktor dilusi telah dicatat. 16 : 4 4.30 53
2. Prosedur alternatif, sampel dilintaskan 12 : 8 15.00 74
pada sebuah kolom sinter yang disertai 8 : 12 16.00 69
dengan 2 gr kitosan yang ditutupi 4 : 16 17.00 133
dengan wol kaca. 10 ml Eluen telah 0 : 20 36.00 172
dikoleksi, kebauan diuji dan
Tabel 2. Kandungan Protein didalam limbah
diencerkan sama seperti sebelumnya. pengolahan koagulasi karet
Turbiditi / NTU Kandungan Protein
HASIL DAN PEMBAHASAN
250 0.01
125 0.008
Pengaruh pH 90 0.004
pH sangat berpengaruh untuk
penyerapan parsial atau penyerapan Tabel 3. Jumlah Kation dan Anion yang diserap
menyeluruh dalam pengujian RCE. oleh kitosan
Dengan 22 ppm kitosan yang Ion
Limbah sebelum Limbah sesudah
ditambahkan ke sampel 350 NTU dirawat dirawat
turbiditas yang belum diuji, pH optimum NH4 27.6 27.3
untuk turbuditas minimum sampel yang K 31.1 30.9
telah diuji adalah 5-6. Diluar batasan ini, Mg 97.6 96.1
turbiditas yang lebih tinggi menunjukkan F 41.8 14.9
penyerapan yang tidak sempurna (Seperti SO4 78.2 41.4
pada tabel 1). Dengan tes lainnya,
bilamana penyesuaian pH dibutuhkan, KESIMPULAN
dilakukan untuk memenuhi nilai ini. Pada kondisi kitosan 20 ppm didapati
Turbiditas menunjukkan 5,50 NTU berarti
Pengaruh Jumlah Kitosan hampir 90 % reduksi terjadi. Begitupun
Gambar 33.2 menunjukkan bahwa kandungan protein setelah perlakuan
makin banyak kitosan yang dipakai, dengan kitosan didapati kadarnya
makin baiklah sampel yang diuji. Namun menurun. Ini menunjukkan kitosan sangat
demikian, limbah nampak jika jumlah efektif untuk digunakan sebagai koagulasi
besar kitosan dipakai untuk reduksi pada limbah karet.
turbiditas yang sangat kecil. Pada tabel ini
menunjukkan bahwa 22 ppm dinyatakan
optimum.

37
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 35-37

DAFTAR PUSTAKA
Bough, W.A. 1975. J Food Sc. 40: 297.
Bough, W.A. 1976. Process Biochem. 11(1): 1976.
Knorr, D. 1982, J. Food Sc, 47: 593.
Knorr, D. 1984, Food Tech.: 85.
Kobayashi, Y., nishiyama, M., Maturo, R.,Takura,
S. And Nishi, N. 1982. Proc. Second
Inter. Conf. Chitin-Chitosan, Japan.
Mallete, W.G., Quigleg, H.J. and Adiches, D.
1985. Proc. Third Inter. Conf.chitin-
Chitosan, Italy.
Muzzarelli, R.A.A. (Ed.) 1997. Chitin, Oxford:
Pergamon Press.

38
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 38-45

SINTESIS SELULOSA KAPROAT MELALUI REAKSI


INTERESTERIFIKASI ANTARA SELULOSA
ASETAT DENGAN METIL KAPROAT

Misdawati
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Al-Washliyah

Abstrak

Selulosa telah diasetilasi dengan asetat anhidrid menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalis dalam
pelarut asam asetat-glasial.
Interesterifikasi metil kaproat dengan selulosa asetat menggunakan pelarut metanol dan katalis natrium
metoksida pada suhu refluks menghasilkan senyawa baru selulosa kaproat.
Senyawa metil kaproat, selulosa asetat dan selulosa kaproat dikonfirmasikan melalui analisis spektroskopi
FT-IR dan analis permukaan dengan Scanning Electron Microscopy.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi asetil mencapai 44,08% dengan derajat substitusi 2,95.
Selulosa kaproat yang diperoleh dengan rendemen reaksi sebesar 60%.

Kata Kunci: Sintesis, Selulosa Kaproat, Interesterifikasi.

Selulosa merupakan salah satu yang dikenal dengan nama selulosa


polimer alam yang melimpah dan dapat asetat.
dimodifikasi dimana kegunaannya Selulosa asetat merupakan selulosa
sangat luas mulai dari bidang industri terpenting dalam industri serat dan
kertas, film transparant, film fotografi, tekstil yang banyak diproduksi dalam
plastik biodegradable, sampai untuk skala besar, biasanya dibuat dari serat
membran yang digunakan diberbagai kapas dan pulp kayu kualitas tinggi
bidang industri (Whistler, 1993). (Ueda dan Saka, 1988). Hal ini
Turunan selulosa dikembangkan disebabkan karena pulp kualitas rendah
pada awal tahun 1883, pada saat memiliki derajat polimerisasi rendah
Braconnot mensintesis selulosa nitrat yang mengandung hemiselulosa,
dari berbagai material selulosa dan dimana hemiselulosa terpisah dalam
memperoleh bubuk yang mudah larutan, yang menjadi permasalahan
meledak (xyloidines), yang dapat dalam industri seperti kemampuan
dilarutkan dalam asam asetat.Pada penyaringan, kekeruhan dan perubahan
tahun 1985 turunan ester yang beredar viskositas (Matsumura dan Saka 1992).
diperdagangkan dijumpai sekitar 815 Modifikasi selulosa untuk menghasilkan
ribu ton berupa selulosa ester organik. selulosa asetat dapat dilakukan dengan
Seiring perkembangan industri pulp, menggunakan asam asetat anhidrid
saat ini lebih kurang 13% dari produksi sebagai zat pengasetilasi dalam pelarut
pulp di dunia diubah menjadi turunan asam asetat glasial dan asam sulfat
selulosa. Dari segi teknis turunan pekat sebagai katalisator. Untuk
selulosa yang paling penting adalah memperoleh pembentukan ester yang
ester dan eter selulosa yang lingkup lebih cepat dan sama maka perlu
penggunaannya sangat luas. perlakuan awal selulosa dengan air atau
Selulosa dapat dimodifikasi melalui asam asetat. Kecepatan asetilasi
reaksi esterifikasi menghasilkan suatu selulosa yang membengkak tiga kali
ester organik dan salah satu diantaranya lebih tinggi dari pada selulosa yang

38
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi
(Misdawati)

tidak membengkak (Wegener,1995). Selulosa ditimbang sebanyak 3,0


Selulosa ini umumnya diperlukan untuk gram kemudian dimasukkan kedalam
mengurangi kristalinitas dan labu leher tiga lalu ditambahkan asam
membuatnya lebih reaktif (Rich,1986). asetat glasial sebanyak 150 ml lalu diaduk
Selulosa kaproat merupakan ester asam selama 20 menit pada suhu 40 0C untuk
lemak dengan rantai atom C yang lebih mengaktivasi serat pulp. Kemudian
panjang dari selulosa asetat. Selulosa campuran larutan 0,15 ml asam sulfat
kaproat merupakan salah satu ester pekat dan 20 ml asam asetat glasial
organik yang mempunyai sifat-sifat dimasukkan kedalam campuran pertama
yang diinginkan seperti titik lebur tetes demi tetes melalui sebuah corong
rendah, ketahanan air tinggi, stabilitas penetes (droping funnel) dan diaduk
panas dan kesesuaian dengan resin dan kontiniu selama 2 jam pada suhu 50 0C,
pembuat plastis. Senyawa ester selulosa lalu didinginkan sampai suhu kamar.
asam lemak seperti selulosa kaproat Campuran kemudian diasetilasii dengan
umumnya diperoleh melalui esterifikasi asetat anhidrid sebanyak 20 ml diaduk
antara selulosa dengan anhidrida selama 6 jam lagi pada suhu 50 0C dan
kaproat menggunakan asam sulfat dilanjutkan dengan pengadukan selama
sebagai katalisator (Garcia, 1998). 12 jam pada suhu kamar. Hasil reaksi
kemudian disaring, residu yang tidak larut
BAHAN DAN METODA dicuci berulangkalii dengan aquades,
Bahan kemudian dicuci dengan etanol
Bahan – bahan yang digunakan dalam berulangkali terakhir dikeringkan dengan
penelitian ini adalah : asam asetat glasial, vakum, selanjutnya disimpan dalam
asetat anhidrid, asam kaproat, aquadest, desikator. Hasil diidentifikasi secara
metanol, n–heksan, etanol., Semuanya spektroskopi FT-IR dan analisis
diperoleh dari E’Merck, sebagai permukaan dengan Scanning Electron
penyaring digunakan kertas saring Microscopy (SEM).
whatman., pulp kraft dari PT. Toba Pulp Penentuan Derajat Substitusi (DS)
Lestari. Disiapkan dua buah gelas erlenmeyer,
Alat kemudian hasil asetilasi ditimbang
Labu leher tiga, pendingin bola, sebanyak 0,1542 gram didalam gelas
pengaduk magnet, hot plat, gelas ukur, erlenmeyer yang sudah diketahui berat
gelas beaker, kertas saring, oven pompa kosongnya. Kemudian ditambahkan
vakum, alat destilasi vakum dan rotary larutan campuran dikhlorometana : etanol
evaporator, penangas air, labu alas, (4 : 1) sebanyak 20 ml. Lalu diaduk
thermometer, neraca analitik, spatula, selama 1 jam, setelah itu ditambahkan 25
rotary evaporator, statif dan klem, corong mll larutan KOH 0,3978 N. Demikian
buchner, pipet tetes, pipet volum, juga halnya dengan gelas erlenmeyer
biuret.dan desikator. kedua dimasukkan 25 ml larutan KOH
0,3978 N. Kedua gelas erlenmeyer
Metode dilengakapii dengan pendingin bola dan
Pada penelitian ini dilakukan tiga dipanaskan bersamaan diatas penangas air
tahapan reaksi yaitu asetilasi antara selama 60 menit, setelah itu didinginkan.
selulosa dengan asetat anhidrid, Kedalam masing-masing larutan
esterifikasi antara asam kaproat dengan ditambahkan larutan indikator
metanol dan interesterifikasi antara phenolpthalein sebanyak 3 tetes sehingga
selulosa asetat dengan metil kaproat. warna larutan menjadi merah muda dan
Sintesis Selulosa Asetat dititrasi dengan larutan HCl 0,5314 N.
39
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 38-45

Titrasii dihentikan tepat saat warna sulfat anhydrous. Selanjutnya hasil yang
merahnya hilang kemudian dicatat telah dikeringkan diuapkan melalui rotary
volume titrasinya. Volume titrasi pada evaporator untuk menghilangkan n-
larutan yang terdapat pada erlenmeyer heksana dan dilanjutkan dengan destilasi
pertama dicatat sebagai volume titrasi vakum pada suhu 400C dan tekanan 17
sampel (V1). Sedangkan volume titrasi mmHg. Destilat yang diperoleh
larutan pada erlenmeyer kedua dicatat diidentifikasi secara spektroskopi FT-IR.
sebagai volume titrasi blanko (V0).
Sehingga dapat diperoleh bilangan Sintesis Selulosa Kaproat
penyabunan. Dari bilangan penyabunan Kedalam labu leher tiga dimasukkan
dapat ditentukan % asetilasinya dengan 2 gram selulosa asetat kemudian labu
menggunakan persamaan 2. Dengan dihubungkan dengan pendingin bola
mengetahui % asetilasinya maka dapat yang ujungnya bagian atas dengan
ditentukan derajat substitusinya tabung kaca yang berisi CaCl2 dan
menggunakan persamaan 1. kapas. Selanjutnya ditambah 100 ml
metanol kering dan 0.02 gram natrium
Sintesis Metil Kaproat metoksida sambil diaduk. Secara
Sebanyak 125 ml asam kaproat perlahan-lahan melalui corong penetes
dimasukkan kedalam labu lehar tiga ditambahkan metil kaproat 13 ml tetes
volume 500 ml kemudian ditambahkan demi tetes kemudian direfluks selama
60 ml metanol dan 120 ml benzena. Lalu 30 jam. Kemudian hasil reaksi diuapkan
dihubungkan dengan pengaduk magnet, melalui rotary evaporator untuk
penangas air yang diberi es, kondensor memisahkan methanol dan metil asetat
yang ujungnya dihubungkan dengan yang terbentuk., residunya berupa
tabung yang berisi natrium sulfat selulosa kaproat dicuci berulang kali
anhidrous dan kapas. Melalui corong dengan metanol. Hasil dikeringkan
penetes sambil diaduk ditambahkan dengan vakum setelah itu disimpan
secara pelan-pelan 1 ml asam sulfat pekat. dalam desikator kemudian diidentifikasi
Campuran direfluks selama 5jam. Hasil secara spektroskopi FT – IR, dan
reaksi yang diperoleh diuapkan melalui analisis permukaan dengan Scanning
rotary evaporator untuk menghilangkan Electron Microscopy (SEM).
benzena serta kelebihan methanol. Residu Pembuatan Metil Kaproat
yang tertinggal dalam labu dilarutkan Metil kaproat yang dihasilkan
dengan 120 ml n- heksan kemudian dengan rendemen reaksi sebesar 90%
dicuci berturut-turut sebanyak dua kali diperoleh dari reaksi sebagai berikut:
dengan masing-masing 25 ml aquadest.
Hasil cucian dikeringkan dengan natrium

O Benzena O

CH3 – (CH2)3CH2C + CH3OH H2SO4 CH3 (CH2 )3CH2C + H2O


as. kaproat OH metanol 800C metil kaproat OCH3

Hasil analisis spektroskopi FT-IR Spektrum FT-IR (Gambar 1)


metil kaproat memberikan spektrum menunjukkan puncak serapan pada
dengan puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2929 dan
daerah bilangan gelombang 2929 – 2856 cm-1 merupakan serapan khas dari
2856; 1458– 1436 720 – 1743; 1247 – vibrasi stretching C-H sp3 yang
1170 dan 725 (Gambar 1). didukung dengan vibrasi bending C-H
40
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi
(Misdawati)

sp3 pada daerah bilangan gelombang C-O-C yang merupakan karakteristik


1458 dan 1437cm-1. Serapan pada dari ester.
daerah bilangan gelombang 1744 cm-1
adalah frekuensi regangan gugus Pembuatan Selulosa Asetat
karbonil (C=0) dari ester yang terbentuk Asetilasi selulosa dengan asetat
dan didukung dengan puncak vibrasi C- anhidrid menggunakan pelarut asetat
O-C ester pada daerah bilangan glasial dan katalisator asam sulfat pekat
gelombang 1170 cm-1. Serapan pada menghasilkan selulosa asetat dengan
daerah bilangan gelombang 1720 cm-1- kandungan asetil 44,08 % dan
adalah frekuensi regangan gugus mempunyai derajat substitusi (DS)
karbonil (C=O) dari ester C8 yang 2,92. Penggunaan asetat anhidrid
masih bercampur dengan C6 tetapi dengan perbandingan moll (selulosa:
secara signifikan tidak mengganggu asetat anhidrid 1 : 3 ) diharapkan agar
untuk reaksi selanjutnya. Spektrum ketiga gugus hikrosksill pada setiap
yang menunjukkan puncak vibrasi pada monomer dapat terasetilasi secara
daerah bilangan gelombang 725cm-1 sempurna membentuk triester dengan
adalah vibrasi rocking dari (CH2)n pada waktu pengadukan selama 5 jam pada
(CH2)4. Dari spektrum FT-IR metil suhu 50 0C. Reaksi asetilasi selulosa
kaproat diatas maka senyawa yang dengan menggunakan katalis asam
terbentuk mengandung gugus C=O dan sulfat pekat berlangsung menurut reaksi
berikut:

CH2OH O
H O CH3C
H O + O H2SO4
CH3C
OH H H O
O
H OH asetat anhidrid
n
Selulosa

CH2 – O – C – CH3
O
H H O O
O + CH3C
O–C–CH3 H OH
O H
H O - C – CH3 n
O
Pada spektrum ini dapat dilihat glikosida. Kemudian puncak serapan
bahwa puncak serapan pada daerah pada daerah bilangan gelombang 1033
bilangan gelombang 3382 cm-1 cm-1 merupakan rentangan C-O gugus
merupakan pita serapan gugus hidroksil hidroksil (OH) pada unit
(OH) pada unit anhidroglukosa, anhidroglukosa dan puncak serapan
sedangkan puncak serapan pada daerah pada daerah bilangan gelombang 898
bilangan gelombang 1164 merupakan cm-1 khas untuk piranosa (Hendri, J,
serapan dari ikatan C-O-C dari bentuk 1999; Silvestrein,1986). Puncak-puncak
41
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 38-45

diatas merupakan puncak yang asetilasi pada gugus hidroksil selulosa,


menunjukkan gugus penyusun dari namun serapan pada daerah bilangan
selulosa gelombang 3483 cm-1 menunjukkan
Dengan membandingkan spektrum bahwa selulosa masih memiliki gugus
selulosa tanpa asetilasi dengan spektrum hidroksil yang belum terasetilasi.
selulosa yang terasetilasi seperti yang Walaupun demikian selulosa tri asetat
ditunjukkan pada Gambar. sudah benar-benar terbentuk, karena
selulosa tri asetat adalah residu yang
tidak terlarut dalam medium asetilasi
(Saka dan Takanishi, 1998), kalau yang
terbentuk mono dan diester maka
produk ini akan larut dalam medium
asetilasi. Terbentuknya selulosa tri
asetat juga didukung dengan
diperolehnya DS = 2,92 dengan persen
asetil 44,08 %. Esterifikasi pada tiga
gugus hidroksil pada masing-masing
unit anhidroglukosa didalam rantai
selulosa menghasilkan selulosa tri-
asetat yang memiliki DS=3, tetapi
dalam prakteknya tri asetat DS
mendekati 3 yaitu sekitar 2,8 - 2,95
(Shapped, 1984 dan Rich, 1984). Dalam
hal ini produk selulosa tri asetat dengan
DS yang sama tingginya dengan 2,8,
Gambar 1. Spektrum FT-IR Selulosa Asetat 43,5% asetil (92% gugus hidroksil
terasetilasi) sudah dapat diterima (Kluk,
Pada Gambar 1 selulosa terasetilasi
1964; Austin, 1984).
dapat dilihat bahwa puncak serapan
Hasil analisis SEM dengan
pada daerah bilangan gelombang 1033
pembesaran 200 kali dapat dilihat pada
hilang dari spektrum FT-IR selulosa
Gambar 2.
(Gambar 2) dan muncul puncak serapan
pada daerah bilangan gelombang 1751
cm-1 tumpul agak lebar yang merupakan
pita serapan gugus karbonil (C=0) ester,
dan terbentuknya ester ini didukung
dengan munculnya pita serapan pada
daerah bilangan gelombang 1242 cm-1
yang merupakan pita serapan yang khas
C-O ester dari asetat (Bilmann, 1983).
Pita serapan pada daerah bilangan
gelombang 1161 cm–1 merupakan
serapan dari ikatan C-O-C glikosida tri
asetil selulosa. Pita serapan pada daerah
bilangan gelombang 1045 cm-1 adalah
ikatan C-O-C siklik pada selulosa tri Gambar 2 dan Gambar 3. Foto SEM Selulosa
asetat. dan Foto SEM Selulosa Asetat
Adanya puncak-puncak ini
membuktikan bahwa telah terjadi
42
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi
(Misdawati)

Analisis permukaan dengan SEM kecil dan rapat yang mengakibatkan


menunjukkan bahwa selulosa daya serap terhadap air berkurang.
menunjukkan serat yang baik dengan Pembuatan Selulosa Kaproat
ukuran yang sama, sedangkan pada Selulosa kaproat yang diperoleh
selulosa tri asetat (yang terasetilasi) dengan rendemen reaksi sebesar 65%
menunjukkan permukaan mengalami dengan reaksi sebagai berikut:
perubahan. seratnya menjadi berubah
sehingga pori-porinya menjadi lebih
O O
Sel – O – C + CH3 (CH2)3 CH2C NaOCH3
CH3 OCH3
CH3OH
selulosa asetat metil kaproat

O O
Sel – O - C + CH3 – C
C5H11 OCH3
selulosa kaproat metil asetat

Dalam reaksi interesterifikasi ini sp3 yang didukung dengan vibrasi


adanya katalis NaOCH3 berdasarkan bending C-H sp3 pada daerah bilangan
prinsip HSAB (Hard Soft Acid Base) gelombang 721 cm-1 yang tajam adalah
maka gugus asetil (-CO-CH3) dari vibrasi rocking dari (CH2)n pada (CH2)4
selulosa asetat yang merupakan hard Spektrum ini bila dibandingkan
acid segera bereaksi dengan gugus dengan spectrum FT-IR selulosa asetat
metoksi (-OCH3) dari metil kaproat yang belum di interesterifikasi (gambar
yang hard base membentuk metil asetat. 4.2.2) tampak perbedaan yang jelas
Selanjutnya gugus alkoksi dari selulosa pada daerah bilangan gelombang sekitar
yang soft base akan bereaksi dengan 3448 cm-1 yaitu serapan gugus OH yang
gugus kaprosil yang soft acid lebih lebar dan besar. Juga tampak
membentuk selulosa kaproat. perbedaan yang jelas pada daerah
Hasil analisis spektroskopii FT-IR bilangan gelombang 721 cm-1 dimana
selulosa kaproat memberikan spektrum pada selulosa asetat tidak terdapat
dengan puncak-puncak serapan pada puncak tersebut yang menandakan
daerah bilangan gelombang 3448; 2935 serapan.gugus (CH2)n.
– 2877; 1751; 1373; 1242; 1049 dan Hasil analisis SEM pada Gambar 4
721 (Gambar 4). adalah sebagai berikut:
Spektrum FT-IR senyawa selulosa
kaproat memberikan puncak serapan
pada daerah gelombang bilangan 3448
cm-1 yang merupakan serapan khas
untuk gugus hidroksil (OH-), puncak
serapan pada daerah bilangan
-1
gelombang 1751 cm adalah regangan
gugus karbonill (C=0) dan didukung
puncak vibrasi C-O-C pada daerah
bilangan gelombang 1242 cm-1. Puncak Gambar 4. Foto SEM Selulosa Kaproat
serapan pada daerah bilangan
gelombang 2935 cm-1 merupakan Dari analisis SEM pada Gambar 4
serapan khas dari vibrasi stretching C-H dapat dilihat perbedaan dimana
43
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 38-45

permukaan selulosa kaproat mengalami Bersaing 1/3, Universitas Sumatera


perubahan dimana pori-porinya jauh Utara, Medan.
lebih rapat dan padat sehingga menjadi Fengel, D dan Wegener, G., (1995), “Kayu”,
kurang menyerap air jika dibandingkan Gajah Mada University Press, ,
dengan selulosa asetat. Yogyakarta.
Berdasarkan uraian diatas maka Fringant,C., Rinudo, M., Foray, M.F., Bardet,
dapat disimpulkan bahwa senyawa yang M., (1998), “Preparation of Mixed Esters
of Starch or Use of An External
terbentuk adalah selulosa kaproat. Plasticizer: Two Different Ways to
KESIMPULAN Change The Properties of Starch Acetate
Films”, Carbohydrate polymers, 35, 97 –
Dari hasil penelitian yang 106.
dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Funaki, Y., Ueda, K., Saka, S., (1993),”
1. Selulosa asetat yang terbentuk Characterizing of Cellulose Acetate in
merupakan residu yang tidak larut Aceton Selution. Studies on Prehump (II)
dalam medium asetilasi dan in GPC Pattern” , J. Appl. Polym. Sci.,
mempunyai derajat substitusi (DS) = 48, 419 – 423.
2,92 dengan kandungan asetil Garcia, C.V., Thiebaud, S.S.,. Borredon, M.E.,
44,08%. Ghozzelino, G., (1998), “Cellulose
2. Selulosa kaproat dapat disintesis Esterification Wiyh Fatty Acid and
Anhydride in Lithium Chloride / N,N-
melalui reaksi interesterifikasi Dimethylacetomide Medium”, J. Am.
antara selulosa asetat dengan metil Oil. Chem. Soc., 75, 315.
kaproat menggunakan katalis
Gupta, B.S., (1992), “Manufactured Textile
NaOCH 3 dan pelarut metanol pada Fiber’s, in Riegel’s Hand book of
suhu refluks. Indusrtial Chemistry”, 9 th Ed., 735 –
758, Van Nostran Reinhold, New York.

DAFTAR PUSTAKA Inagaki, H., and Philips, G.O., (1989), “


Cellulosuc Utilization, Reearch and
Rewards in Cellulosics”, Elsevier
Austin, G.T., (1984),” Man made and Film Science Publisher Ltd, London.
Industries, in Shreve’s Chemical Process Klug, E.D., (1964), “Cellulosa Derivates in Kirk
Industries”, 8th Ed., Mc Graw- Hill Book – Othmer Encyclopedia of Chemical
Company, New York. Technology”, 2nd Ed., 4, 679 – 684, John
Barsha, J and Wyck, P.V., (1996).” Cellulose in, Wiley & Sons, Inc. New York.
Krik-othmer Encyclopedia of Chemical Kumar S., and Kohli K., (1985), “Chemical
Technologic”, 2nd Ed., 4, 593-614, john Modification of Wood : Reaction swith
Wiley & Sons, Inc. New York. Thiocetic Acid and Its Effect on Physical
Biemen, K., (1983).” Tables of Spectral Data and Mechanical Properties and Biological
for Structure Dtermination of Organic Resistence”, Proceeding of The Second
compounds”, Springer Verlag Berlin Internastional Symposium on Polimeric
Heidelberg. Reniewable Resources Materials, Florida.

Billmeyer, W.F., (1984), “Textbook of Polymer Leyes, C. E., (1986), “Hawley’s Condensed
Science” , 3rd Ed., John Willey & Sons, Chemical Dictionary”, 12th Ed., Van
New York. Nostrand Reinhold, New York.

Brahmana, H.R., (1994), “Sintesa Alkil Eter dan March, J., (1992), “ Advance organic Chemistry
Ester Selulosa Turunan Asam Lemak “, fourth edition, A Wiley Interscience
Kelapa Sawit (CPO) dan Inti Sawit publication, John Wiley & Sons, New
(CPOK) dengan Natrium Selulosa Pinus York.
Merkusii”, Laporan Penelitian Hibah

44
Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi
(Misdawati)

Mark, F.h., and J.J. Mc. Ketta., (1987),


“Encyclopedia of Chemical Technology ”,
Vol. 1, 2nd Ed., Completely Revised.
Matsumura H., and Saka S., (1992), “Cellulosa
Triacetate Prepared from Low –Grade
Pulp (I). Insoluble in Acetilatyion
Solution”, Mokkuzai Gakkashi, 38 (3),
270-276.
Matsumura H., and Saka S., (1992), “Cellulosa
Triacetate prepared from Low-Grade Pulp
(II). Insoluble in Acetilatyion Solution”,
Mokkuzai Gakkashi, 38(9), 862-868.
Saka, S., and Takanishi, K., (1998), “ Celulosa
Triacetat Prepared from Low – Grade
Hardwood Dissolving Pulp and Its
Insoluble Residues in Acetylation Mediums
“, J.Appl. Polym. Sci., Vol. 67, 289 – 297.
Journal of Pulp and Paper Science : Vol 28 No. 5
May 2002.

45
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 46-50

PENGUJIAN TERHADAP PENGIKATAN DAN PELEPASAN


SEFALEKSIN PADA ERITROSIT SECARA IN VITRO

Matheus Timbul Simanjuntak


Jurusan Farmasi FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai pengujian terhadap pengikatan dan pelepasan sefaleksin pada
eritrosit manusia secara in vitro. Pengikatan dan pelepasan sefaleksin terhadap eritrosit manusia dilakukan
pada temperatur kamar, pHin = pHout = 7,4. Hasil percobaan pengikatan sefaleksin terhadap eritrosit
manusia menunjukkan adanya kenaikan konsentrasi obat terikat dengan menaiknya konsentrasi sefaleksin
dan pada konsentrasi di atas 1 mM terjadi peningkatan yang lebih tajam dan pelepasan sefaleksin dari
ikatan sefaleksin terhadap eritrosit manusia berlangsung dengan cepat.

Kata Kunci: Sefaleksin, eritrosit, ikatan protein, in vitro

PENDAHULUAN dengan metode spektroskopi spin resonansi


yang menyatakan bahwa fluiditas pada
Eritrosit dapat berfungsi sebagai pembawa daerah posfolipid dalam eritrosit
obat karena mempunyai sifat biodegradasi, meningkat dengan peningkatan konsentrasi
nonimunogenik dan dapat ditargetkan secara obat dan adanya interaksi liposom dengan
selektif pada hati atau limpa tergantung pada eritrosit menyebabkan perubahan dalam
karakteristik membran, sehingga dapat molekul membran sel di sekitar Band 3
diaplikasikan untuk penyampaian secara target yang menghasilkan pelepasan protein dari
terbatas terutama untuk pengobatan penyakit membran eritrosit (Sato, et al., 1990),
yang terjadi pada lisosom dan toksisitas terhadap metabolit hidroklotiazid
logam. (Gennaro, 2000) ditemukan adanya dua ikatan dan salah
Sefaleksin merupakan suatu antimikroba satu adalah pada karbonik anhidrase
turunan amino sefalosporin yang bersifat (Yamazaki, et al., 1990), modifikasi
lipofilik dan sukar diabsorbsi pada usus halus liposom dengan glisirrhizin (Tsuji, et al.,
dari kelinci percobaan (Kimura T. dkk, 1985) 1991), karprofen (Kohita, et al., 1994),
dengan pKa 1 = 2,5, pKa2 = 5,2, dan pKa3 = glisirrhizin (Ishida, et al., 2001) dan KE –
7,3 dan luas digunakan untuk pengobatan 298 (Endo, et al., 2001). Namun
(Moffat, 1986). bagaimana hubungan antara sefaleksin
Berbagai penelitian tentang ikatan protein dengan eritrosit belum banyak diteliti
terhadap obat pada eritosit manusia telah sampai saat ini.
dilakukan antara lain untuk; golongan Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
sulfonamid (Matsumoto, et al., 1989), dilakukan penelitian terhadap pengikatan
zonisamid dengan metode sentrifugasi dan dan pelepasan sefaleksin pada eritrosit
ultrafiltrasi menyatakan bahwa sel utuh dan manusia secara in vitro.
karbonik anhidrase mempunyai afinitas yang
tinggi untuk berikatan (Matsumoto, et
al.,1989), sulfadimetoksin dan metabolit
utamanya (Otagiri, et al., 1989), pentosifilin
46
Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
(Matheus T Simanjuntak)

BAHAN DAN METODA fisiologis dingin, campur sampai homogen


dengan bantuan pencampur sentuh (touch-
Bahan mixer). Disentrifuge dengan kecepatan
Sefaleksin (Sigma, St.Louis, M.O), darah 3000 rpm selama 5 menit. Pisahkan
manusia (PMI), Natrium Klorida (Widatra supernatan dari endapan. Endapan
Bhakti, Pandaan), membran selulosa (eritrosit) ditambah kembali dengan 5 ml
(Cellophan Tubing Seamless). larutan natrium klorida fisiologis dingin
Pembuatan Kurva Serapan Sefaleksin campur sampai homogen dengan bantuan
Ditimbang seksama 50 mg sefaleksin dan touch-mixer. Kemudian disentrifuge pada
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, 3000 rpm selama 5 menit dan kembali
dilarutkan dengan larutan natrium klorida dilakukan pemisahan supernatan dari
fisiologis dan dicukupkan volume sampai garis endapan. Percobaan diulangi sampai
tanda. Larutan ini dipipet 3,4 ml dan diperoleh supernatan yang jernih. Eritrosit
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml yang telah bersih disimpan pada
kemudian dicukupkan volume dengan temperatur dingin.
penambahan larutan natrium klorida fisiologis Percobaan Pengikatan Sefaleksin
sampai garis tanda, konsentrasi sefaleksin = 17 Terhadap Eritrosit
mcg/ml. Ukur serapan larutan dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 1. Untuk Blanko 1
220-320 nm. Masukkan 10 ml larutan natrium
klorida fisiologis ke dalam membran
Pembuatan Larutan Induk Baku selulosa dengan panjang 12 cm, ikat ke
Ditimbang seksama 35 mg sefaleksin, 2 ujung membran dengan benang
dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml bedah dan dilakukan uji kebocoran,
dilarutkan dalam larutan natrium klorida kemudian masukkan ke dalam
fisiologis dan dicukupkan volumenya hingga beakerglass 250 ml yang telah berisi
garis tanda. medium berupa 50 ml larutan natrium
Pembuatan Kurva Kalibrasi klorida fisiologis. Setiap 15 menit aduk
Dari larutan induk baku dibuat larutan perlahan-lahan, dan lakukan percobaan
sefaleksin dengan berbagai konsentrasi yaitu: selama 1 jam. Ukur absorbansi dari
0,002; 0,006; 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; larutan medium pada λ = 263 nm.
0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 mM dengan cara 2. Untuk Blanko 2
memipet larutan induk baku 0; 0,1; 0,3; 0,5; 1; 2 ml darah yang telah dicuci dicampur
1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5; 5 ml ke dalam labu dengan 8 ml larutan natrium klorida
tentukur 50 ml, kemudian ditambahkan larutan fisiologis didalam membran selulosa
natrium klorida fisiologis sampai garis tanda. dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung
Ukur serapan pada panjang gelombang 263 membran dengan benang bedah dan
nm. dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beaker glass 250
Pencucian Membran Selulosa ml yang telah berisi medium 50 ml
Membran selulosa dengan panjang 12 cm larutan natrium klorida fisiologis.
dimasukkan dalam wadah yang telah berisi Setiap 15 menit aduk perlahan-lahan,
aquadest, kemudian dipanaskan selama 3 jam dan lakukan percobaan selama 1 jam.
sampai transparan. Ukur absorbansi dari larutan medium
Penyediaan Media Eritrosit pada λ = 263 nm.
Ke dalam 5 ml eritrosit yang
bercampur dengan antikoagulansia 3. Untuk Blanko 3
ditambahkan 5 ml larutan natrium klorida
47
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 46-50

Masukkan 10 ml larutan natrium klorida 10 ml larutan natrium klorida fisiologis.


fisiologis ke dalam membran selulosa Larutan medium yang diperoleh diukur
dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung dengan menggunakan spektrofotometer
membran dengan benang bedah dan ultraviolet pada λ = 263 nm
dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beakerglass 250 ml HASIL DAN PEMBAHASAN
yang berisi medium 50 ml larutan Kurva serapan sefaleksin dalam larutan
sefaleksin dalam larutan natrium klorida natrium klorida fisiologis
fisiologis dengan konsentrasi 0,02 mM. Serapan maksimum larutan sefaleksin
Setiap 15 menit aduk perlahan-lahan, dan dengan konsentrasi 17 mcg/ml dalam
lakukan percobaan selama 1 jam. Ukur larutan natrium klorida fisiologis dengan
absorbansi dari larutan medium pada λ = metode spektrofotometer ultraviolet
263 nm. diperoleh pada panjang gelombang 263
4. Untuk Sampel nm. Hasil ini hampir sesuai dengan
2 ml darah yang telah dicuci dicampur Farmakope Indonesia Edisi IV yang
dengan 8 ml larutan natrium klorida menyatakan bahwa λ maks sefaleksin
fisiologis didalam membran selulosa adalah 262 nm.
dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung Kurva kalibrasi sefaleksin dalam
membran dengan benang bedah dan larutan natrium klorida fisiologis
dilakukan uji kebocoran, kemudian Kurva kalibrasi dari larutan sefaleksin
masukkan ke dalam beaker glass 250 ml dibuat dengan mengukur absorbansi pada
yang berisi medium 50 ml larutan panjang gelombang 263 nm dengan
sefaleksin dalam larutan natrium klorida metode spektrofotometri dari suatu seri
fisiologis dengan konsentrasi 0,02 mM. larutan sefaleksin dalam larutan natrium
Setiap 15 menit aduk perlahan-lahan, dan klorida fisiologis dengan interval
lakukan percobaan selama 1 jam. Ukur konsentrasi pengukuran yaitu 0,002 mM;
absorbansi dari larutan medium pada λ = 0,006 mM; 0,01 mM; 0,02 mM; 0,03 mM;
263 nm. Lakukan percobaan sama seperti 0,04 mM; 0,05 mM; 0,06 mM; 0,07 mM;
prosedur di atas dengan variasi 0,08 mM; 0,09 mM; 0,1 mM. Dari grafik
konsentrassi 0,02 mM – 1,5 mM. absorbansi vs konsentrasi diperoleh harga
persamaan garis regresi Y = 9,2408X +
Percobaan Pelepasan Sefaleksin dari 0,0062 dengan koefisien korelasi (r) =
pengikatan dengan eritrosit 0,9989 yang memperlihatkan adanya
korelasi liner antara peningkatan
1) Untuk sampel 1 konsentrasi dengan absorbsi dalam inerval
2 ml darah yang telah dicuci dicampur dengan 0,002 mM – 0,1 mM.
8 ml larutan natrium klorida fisiologis didalam Pengikatan sefaleksin terhadap eritrosit
membran selulosa dengan panjang 12 cm, ikat Percobaan ini dilakukan untuk menge-
ke 2 ujung membran dengan benang bedah dan tahui kemampuan dari sefaleksin untuk
dilakukan uji kebocoran, kemudian masukkan berikatan dengan eritrosit manusia.
ke dalam beakerglass 250 ml yang berisi Rancangan urutan percobaan pengi-
larutan sefaleksin 0,5 mM didiamkan selama 1 katan sefaleksin terhadap eritrosit seperti
jam. Dilakukan uji pelepasan terhadap hasil yang tercantum pada metodologi dilakukan
pengikatan di atas dengan menggunakan dengan maksud :
medium 200 ml larutan natrium klorida 1. Prosedur a: untuk mengetahui penga-
fisiologis. Dilakukan variasi waktu sampling ruh membran selulosa terhadap
sampai dengan setengah jam. Volume 10 ml larutan.
medium yang digunakan segera diganti dengan

48
Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
(Matheus T Simanjuntak)

2. Prosedur b: untuk mengetahui pengaruh Pada grafik konsentrasi obat terikat


eritrosit terhadap membran selulosa. versus konsentrasi awal sefaleksin
3. Prosedur c: untuk mengetahui pengaruh menunjukkan adanya peningkatan secara
membran selulosa terhadap obat. linier pada jarak konsentrasi awal
4. Prosedur d: untuk mengetahui pengaruh konsentrasi 0 – 1,5 mM.
eritrosit terhadap obat.
1.6

1.4
0.05

Obat terikat (mM/mL eritrosit)


0.045 1.2
Obat bebas (mM/mL eritrosit)

0.04
1
0.035
0.8
0.03
0.025 0.6
0.02
0.4
0.015
0.01 0.2

0.005
0
0 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Obat Bebas (mM/mL eritrosit)
Konsentrasi Awal (mM)

Gambar 3. Grafik obat terikat vs obat bebas dari


Gambar 1. Grafik konsentrasi obat bebas vs konsentrasi
sefaleksin terhadap eritrosit manusia
awal dari pengikatan sefaleksin terhadap
pada temperatur kamar, pHin = pHout =
eritrosit manusia pada temperatur kamar,
7,4
pHin = pHout = 7,4
Dari hasil grafik obat yang terikat vs
Hasil gambar 1 yaitu grafik konsentrasi
obat bebas, didapat bahwa semakin tinggi
obat bebas versus konsentrasi awal sefaleksin
konsentrasi obat bebas, dengan kata lain
terlihat bahwa adanya peningkatan secara
konsentrasi sefaleksin tinggi, maka makin
bertahap konsentrasi obat bebas dengan
tinggi konsentrasi obat terikat. Di atas
meningkatnya konsentrasi awal sefaleksin
konsentrasi 1 mM, terjadi peningkatan
sampai 0,8 mM namun pada konsentrasi awal
yang sangat tajam pada konsentrasi obat
sefaleksin lebih besar dari 0,8 mM hampir
terikat, hal ini diduga kemungkinan
tidak mengalami kenaikan, hal ini mungkin
diakibatkan oleh karena eritrosit pecah
karena kapasitas pengikatan obat terhadap
eritrosit telah maksimum (jenuh).
sehingga permukaan eritrosit akan
bertambah luas untuk tempat berikatan
dengan sefaleksin. Dalam penelitian ini
juga telah dilakukan pengamatan dengan
mikroskop terhadap eritrosit pada berbagai
1.6

konsentrasi awal sefaleksin yaitu 0,2 mM;


1.4

0,6 mM; 1,2 mM; 1,5 mM.


Obat terikat (mM/mL eritrosit)

1.2

1
Dari pengamatan secara makroskopis
0.8
dari eritrosit (gambar tidak diperlihatkan)
0.6
diketahui bahwa semakin meningkat
0.4
konsentrasi awal sefaleksin, maka bentuk
0.2
eritrosit semakin tidak beraturan terutama
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 pada konsentrasi sefaleksin lebih besar dari
Konsentrasi Awal (mM)
1 mM.
Gambar 2. Grafik konsentrasi obat terikat vs konsentrasi Dengan mempergunakan Scatchard
awal dari pengikatan sefaleksin terhadap Plot dari rasio obat yang terikat dan obat
eritrosit manusia pada temperatur kamar, bebas vs obat yang terikat (Shargel, 1988),
pHin = pHout = 7,4 diperoleh tetapan ikatan (Ka) dan tempat
49
Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 46-50

berikatan (n) dari sefaleksin terhadap eritrosit. 2. Pelepasan sefaleksin dari ikatan
(grafik tidak diperlihatkan) sefaleksin terhadap eritrosit manusia
berlangsung dengan cepat.
Pelepasan sefaleksin dari eritrosit manusia
Urutan percobaan pelepasan sefaleksin dari DAFTAR PUSTAKA
ikatan sefaleksin terhadap eritrosit manusia
DitJen POM, 1995, Farmakope Indonesia. Edisi Ke
seperti yang tercantum pada metodologi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, hal.
dilakukan dengan maksud : 179-181.
1. Prosedur a : untuk mengetahui Endo, H. , Yoshida, H., Hasegawa, M., Ohmi, N.,
pengaruh eritrosit terhadap obat. Horiuchi, N., Hamada, Y., Higuchi, S., 2001,
2. Prosedur b : untuk mengetahui Stereo and Selectivity and Species difference
in Plasma Protein Binding of KE-298 and Its
pengaruh eritrosit Metabolits, Biology Pharmacetical Bulletin,
terhadap membran Japan, Vol. 24 : 800-805.
selulosa. Gennaro, R.A., 2000, Remington. The Science and
3. Prosedur c : untuk mengetahui Pactice Pharmacyl, 20th Edition,University
pengaruh memban of The Sciences in Philadelphia, p.903-920.
Ishida, S., Sakiya, Y., Ichikawa, T., Kinoshita, M.,
selulosa terhadap Awazu, S., 1989, Binding of Glycyrrhizin to
larutan. Human Serum and Human Serum Albumin,
Chemical Pharmaceutical Bulletin, Tokyo,
Japan, Vol. 37 : 226-228.
Kimura, T., Yamamoto, T., Ishizuka, R., 1985,
100

90

80
Transport of Cefadroxil, an Amino
% Kumulatif Obat Terlepas

70

60

50
Cephalosporine Across Artificial Membrane
40

30
and Rabbit Ileum, Biochemistry
20

10
Pharmacology, 34 (1) : 81-84.
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
Waktu (menit)

Gambar 4. Grafik % kumulatif obat terlepas vs waktu


pada temperatur kamar, pHin = pHout = 7,4
Gambar 4 yaitu % kumulatif sefaleksin
yang terlepas dari ikatan sefaleksin terhadap
eritrosit manusia terlihat bahwa sefaleksin
dilepas dengan cepat, yaitu:
Pada menit ke – 1 sefaleksin dilepas sebanyak
63,548 %
Pada menit ke – 26 sefaleksin dilepas
sebanyak 82,561 %
Pada menit ke – 126 sefaleksin dilepas
sebanyak 98,830 %
KESIMPULAN
1. Percobaan pengikatan sefaleksin terhadap
eritrosit manusia dilakukan pada
temperatur kamar, pHin = pHout = 7,4 yang
menunjukkan adanya kenaikan konsentrasi
obat terikat dengan menaiknya konsentrasi
sefaleksin dan pada konsentrasi di atas 1
mM terjadi peningkatan yang lebih tajam.

50

You might also like