You are on page 1of 6

KORUPSI DAN PEMBERANTASANNYA DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM


ABSTRAK

Bangsa Indonesia di mata dunia dianggap sebagai bangsa terkorup di Asia. Image
negartif ini dilekatkan setelah anggaran dana yang seharusnya dinikmati rakyat dalam bentuk
pemberdayaan sumber daya manusia maupun pembangunan fisik dikorupsi oleh para pejabatnya,
sehingga tidak heran kalau para pejabat Indonesia kaya-kaya dari hasil korupsi yang dilakukan,
sementara rakyatnya dalam kemiskinan. Akibat merajalelanya korupsi ini jurang kesenjangan
antara si kaya dan si miskin semakin terpaut jauh.

Ironisnya wabah korupsi tidak lagi dilakukan secara individu dengan malu-malu dan
sembunyi-sembunyi. Sekarang trend terbaru korupsi dilakukan secara berjama’ah, tanpa tedeng
aling-aling. Korupsi telah mengakar kuat dalam budaya bangsa yang katanya religius ini,
sehingga level korupsi di Indonesia sudah termasuk korupsi sistemik.

Kalau sudah demikian halnya, maka seharusnya setiap elemen warga bangsa
menyatakan perang terhadap tindak korupsi ini demi menyelamatkan nama baik bangsa yang
susah payah dirintis oleh para founding fathers bangsa ini dan juga untuk menyelamatkan masa
depan generasi yang akan datang. Perang terhadap korupsi bisa dilakukan dengan segala upaya
mulai dari reformasi birokrasi, penegakan supremasi hukum dan juga memaksimalkan peranan
agama. Upaya terakhir (maksimalisasi peranan agama) menurut penulis bisa dilakukan dengan
mencoba merombak doktrin-doktrin agama yang bisa dijadikan ‘senjata’ untuk ikut memberantas
korupsi.

Penelitian ini merupakan usaha konkrit dalam rangka merealisasikan usaha tersebut.
Oleh karena itu, yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep-
konsep hukum Islam tentang korupsi dan bagaimana pula kontribusinya terhadap pemberantasan
tindak pidana korupsi di Indonesia.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut akan digunakan teori


hukum pidana Islam yaitu mengenai pembagian dan operasionalisasijina yah atau
jarimah serta penerapan sanksi-sanksinya..

Dengan menggunakan teori tersebut, penulis akhirnya berkesimpulan bahwa korupsi


dalam hukum Islam bisa disamakan dengan ghulul, syariqah, khianat danrisywah. Untuk
memberantas korupsi yang sudah merajalela di Indonesia paling tidak ada empat usaha yang
harus segera dilakukan, yaitu:

pertama, Memaksimalkan hukuman. Hukuman-hukuman dalam bentuk fisik perlu


diwacanakan dan kalau bisa diterapkan bahkan kalau perlu sampai hukuman mati.
Kedua, Penegakan Supremasi Hukum. Hukum harus tegak dan diberlakukan adil
tanpa pandang bulu termasuk kalaupun korupsi dilakukan oleh para pejabat tinggi yang memiliki
power dan pengaruh yang kuat.Ket iga, Perubahan dan perbaikan sistem. Perubahan dalam
sistem birokrasi pemerintahan dan sistem hukum di Indonesia harus segera dilakukan mengingat
sistem yang ada sudah bobrok.

Keempat, Revolusi Kebudayaan (mental).


1
PENDAHULUAN
Indonesia menurut lembaga survey internasional Political and Economic
Risk Consultancy yang bermarkas di Hongkong merupakan negeri terkorup di

Asia. Indonesia terkorup di antara 12 negara di Asia, diikuti India dan Vietnam. Thailand,

Malaysia, dan Cina berada pada posisi keempat. Sementara negara yang menduduki peringkat

terendah tingkat korupsinya adalah Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan dan Korea Selatan.

Pencitraan Indonesia sebagai negara paling korup berada pada nilai 9,25 derajat, sementara India

8,9; Vietman 8,67; Singapura 0,5 dan Jepang 3,5 derajat dengan dimulai dari 0 derajat sampai

10.1

Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga menunjukkan bahwa tingkat

korupsi di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini termasuk yang paling

tinggi di dunia. Bahkan koran Singapura, The Straits

Times, sekali waktu pernah menjuluki Indonesia sebagai the envelope country.

Mantan ketua Bappenas, Kwik Kian Gie, menyebut lebih dari Rp.300 triliun dana dari

penggelapan pajak, kebocoran APBN, maupun penggelapan hasil sumberdaya alam, menguap

masuk ke kantong para koruptor. Di samping itu, korupsi yang biasanya diiringi dengan kolusi,

juga membuat keputusan yang diambil oleh pejabat negara menjadi tidak optimal. Heboh

privatisasi sejumlah BUMN, lahirnya perundang-undangan aneh semacam UU Energi, juga RUU
SDA, impor gula dan beras dan sebagainya dituding banyak pihak sebagai kebijakan yang sangat

kolutif karena di belakangnya ada motivasi korupsi.2

Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di dunia, pejabat dan birokrat
di negara ini dicap sebagai tukang rampok, pemalak, pemeras, benalu,self
seeking, dan rent seeker, khususnya di hadapan pengusaha baik kecil maupun

besar, baik asing maupun pribumi. Ini berbeda dengan, konon, birokrat Jepang dan Korea

Selatan yang membantu dan mendorong para pengusaha untuk melebarkan sayapnya, demi

penciptaan lapangan kerja alias pemakmuran warga negara.3Korupsi semakin menambah

kesenjangan akibat memburuknya distribusi

kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah sedemikian menganga, maka

korupsi makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat atau

dengan kata lain tidak mengikuti kaedah- kaedah ekonomi sebagaimana mestinya. Koruptor

makin kaya, yang miskin semakin miskin. Akibat lainnya, karena uang seolah mudah diperoleh,

sikap konsumtif menjadi semakin merangsang, tidak ada dorongan kepada pola produktif,

akhirnya timbul inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi yang telah tersedia.4

Korupsi memang sudah mengakar kuat dan masuk ke setiap lini kehidupan bangsa

Indonesia, oleh karenanya segala daya dan kekuatan bangsa ini harus dicurahkan untuk

memberantas penyakit kronis ini. Salah satu kekuatan yang masih tersisa menurut penulis adalah

kekuatan agama, apalagi bangsa ini adalah bangsa yang religius. Mayoritas penduduknya

beragama Islam yang salah satu doktrin agama tersebut adalah menentang segala bentuk

pengambilan atau penguasaan hak dengan cara yangbathil.


Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim maka penting dan logis kiranya

untuk meneliti postulat hukum Islam kaitannya dengan korupsi dan bagaimana perspektif dan

kontribusinya terutama terhadap kasus korupsi yang ada di Indonesia.

Sejauh pengetahuan penulis, kata korupsi secara literer memang tidak ditemukan dalam

khasanah hukum Islam, tetapi substansi dan persamaannya bisa dicari dan ditelusuri dalam

hukum Islam. Analogi tindakan korupsi bisa ke arah

Ghulul, sariqoh, pengkhianatan dan lain-lain, tetapi terma-terma tersebut masih


perlu dikaji lebih lanjut. Terlebih lagi kalau menelusuri konsep hukum Islam
untuk ikut memberantas tindakan korupsi.
Demi kepentingan penelitian ini, penulis telah melakukan survey of prior
literatures yang berkaitan dengan tema penelitian ini misalnya buku berjudul
Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya karya Andi Hamzah5. Buku ini

membahas tentang korupsi yang terjadi di Indonesia mulai dari sejarahnya, sebab- sebab, akibat

sampai peraturan dan institusi pemberantasannya. Kemudian karya S.H. Alatas yang berjudul

Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan dengan Data

Kontemporer6. Buku ini merupakan buku saku mengenai korupsi, dibahas di

dalamnya tentang definisi korupsi, fungsi, sebab-sebab, dan cara pencegahannya. Buku lainnya

adalah Controlling Corruption buah karya Robert Klitgaard yang dialihbahasakan oleh Hermoyo

dengan judul Membasmi Korupsi7. Buku ini secara komprehensif menjelaskan tentang korupsi

mulai dari sasaran, pengertian,


penyebab sampai pada upaya-upaya atau kebijakan pemberantasannya. Hanya saja buku ini tidak

secara khusus membahas korupsi di Indonesia, meski demikian buku ini tetap penting untuk

dibaca. Kemudian buku karangan Lilik Mulyadi, SH.

Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya menjelaskan tindak pidana korupsi sebagai

salah satu bagian dari hukum pidana khusus, maka tindak pidana korupsi mempunyai

kekhususan tertentu, ditinjau dari aspek hukum acara dan hukum materialnya8.

Kemudian literatur keislaman yang berkaitan dengan masalah korupsi adalah buku yang

berjudul Al-Halal wa al-Haram Fi al-Islam tulisan Dr. Muhammad Yusuf al-Qardawi. Dalam sub

bab hubungan masyarakat, pada bagian

hurmah al-amwal (melindungi harta benda) menekankan bahwa Islam


membenarkan hak milik pribadi, maka Islam akan melindungi hak milik tersebut
dengan undang-undang9.
Adapun yang berbicara tentang suap dijelaskan di dalam buku at-Ta’zir fi
Asy-Syari’ah Al-Islamiyah karya Abd Al-Azis Amir. Suap dikategorikan sebagai

salah satu bentuk jarimah ta’zir. Dalam buku tersebut hanya mencontohkan kasus penyuapan

terhadap hakim yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana supaya hukumannya diringankan.

Selanjutnya al-Mawardi dalam al-Ahkam as-

Sultaniyah10

menyebutkan bahwa perbuatan tindak pidana yang menurut ketentuan-ketentuan

syara’ adanya larangan yang diancam dengan hukumanhad danta’zir, dan berbuat atau tidak

berbuat baru dianggap sebagai tindak pidana


apabila diancamkan hukuman terhadapnya.
Sebuah skripsi yang ditulis Nurul Khoiriyah Darmawati11, berjudul
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyimpulkan bahwa korupsi

digolongkan ke dalam jarimah ta’zir yang macam dan batasan hukumnya diserahkan kepada penguasa selama

tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah serta dapat mewujudkan al maslahah al ‘ammah. Di

samping itu, UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah sesuai dengan

prinsip-prinsip hukum Islam.

Kemudian ada buku yang ‘sepertinya’ berasal dari kumpulan ceramah berjudul Korupsi Dalam

Perspektif Agama-Agama diterbitkan oleh LP3 UMY12. Buku yang merupakan kumpulan tulisan tersebut

menjelaskan tentang korupsi dari sudut pandang agama-agama, tetapi lebih menekankan kepada aspek

moralnya saja. Dengan kata lain, pemberdayaan agama untuk menjalankan fungsinya sebagai moral force

dalam rangka pemberantasan korupsi.

You might also like