You are on page 1of 70

Diary Ramadhan

1431H

de Gromiest
Keluarga Muslim Indonesia Groningen
http://cafe.degromiest.nl
i

Daftar Isi

Daftar Isi...................................................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................................ii
Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part I .................................. 1
Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part II ................................. 4
Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part III................................ 7
Hari Tiada Bermakna ...................................................................................................11
Obrolan Sore Hari .......................................................................................................13
Ramadhan Telah Tiba..................................................................................................15
Road to Groningen ......................................................................................................17
Nikmat Sehat, Semoga Selalu Bisa Kita Syukuri ..............................................................19
Menafakuri Kematian...................................................................................................21
Ketika Iqro Mengaji .....................................................................................................24
Inikah Gerangan Cinta?................................................................................................27
Dialog dengan Al-Quran...............................................................................................30
Lingkaran Tanpa Batas ................................................................................................32
Cermin: Memahami Diri Sendiri.....................................................................................34
Naiklah Satu Tingkat ke Atas! .......................................................................................36
Kenapa dan Kemana: Retrospeksi dan Perspektif atas Kehidupan Nonrandom Saya ............40
Perdagangan yang Berkah............................................................................................44
Kebahagiaan...............................................................................................................46
Warisan Berharga........................................................................................................49
Hanya Nyicip Ko, Ma....................................................................................................51
Terjebak dalam IceWind Dale II....................................................................................53
Wajah Agama Saya .....................................................................................................55
Jilbab dan Arabisasi.....................................................................................................57
Analogi Ayam: Tiga Tipe Manusia dalam Menyikapi Rezeki dari Allah.................................60
Obrolan malam hari di kereta Utrecht – Groningen..........................................................62

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
ii

Kata Pengantar

Assalamuálaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya program Diary Ramadhan
1431H ini berjalan dengan baik. Diary Ramadhan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan
Gempita Ramadhan 1431H. Sejumlah 24 artikel yang berasal dari 16 penulis telah dimuat di café
deGromiest (http://cafe.degromiest.nl). Isi tulisan bervariatif, ada yang berupa kisah pribadi yang
mengandung pengalaman/hikmah spiritual, dan ada pula tulisan berupa ide/pengetahuan/pemikiran
hasil membaca buku, menonton televisi, atau browsing Internet.

Mudah-mudahan dengan adanya program Diary Ramadhan ini, banyak manfaat yang bisa diambil
sehingga tingkat ketakwaan kita menjadi lebih baik.

Groningen, Oktober 2010

Tim diary Ramadhan 1431H

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
1

Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part I

Diary Ramadhan tanggal 1 Ramadhan 1431H


Oleh : Agnes Tri Harjaningrum

“Aku tidak pintar, tapi aku ingin sekolah. Mengapa hanya anak pintar yang bisa sekolah?” Membaca
kalimat-kalimat ini dari seorang anak pemulung yang ingin sekolah di sebuah berita waktu itu, mataku
basah. Aku pernah merasakan hal yang sama dengannya, ketika aku sedang mencari-cari sekolah,
ingin melanjutkan studiku. Tentu saja, nasib anak itu lebih parah, ia hanya ingin melanjutkan studi ke
sekolah menengah, sementara aku sudah melewati semua itu, bahkan S1.

Awalnya

Semua berawal di tahun duaribu tujuh, tiga tahun lalu, ketika keinginan sekolah itu begitu menggebu.
Hampir usai studi suamiku, sementara aku sudah butuh suasana baru. Anak-anakku beranjak besar,
mereka tak lagi terlalu butuh perhatian. Aku rindu masa-masa itu. Masa-masa ketika otakku berjibaku
dengan buku-buku. Rasanya, aku kembali memerlukan itu, karena sel-sel otakku seolah mulai kaku-
kaku. Aku ingin menjadi orang yang bermanfaat dan berilmu. Bukankah Allah meninggikan derajat
orang yang berilmu? Tapi, aku harus menunggu. Tak mungkin aku sekolah di saat suamiku juga
sekolah, anak-anak tetap harus menjadi perhatian nomor satu.

Sejak itu, mulai kugunakan waktuku untuk mencari informasi seputar studiku. Hampir setiap hari,
selama berjam-jam aku ‘kelilingi’ situs-situs universitas di berbagai negara, terutama negara
berbahasa Inggris. Amerika, Canada, Australia, Inggris, Singapura, semua tak luput dari pencarianku.
Saat itu kami berencana, setelah sekolah selesai, suamiku akan mencoba bekerja di luar Belanda dan
aku bisa melanjutkan studiku. Satu persatu aku baca persyaratannya. Sayangnya untuk dunia
kedokteran, jalan begitu berliku. Selain mahal, jurusan yang aku mau, memberikan syarat macam-
macam, sementara nilai-nilaiku pas-pasan. Saat itulah aku merasakan hal yang sama dengan anak
pemulung itu, ‘Aku tidak pintar, tapi aku ingin sekolah. Mengapa hanya anak pintar yang bisa
sekolah?”
Eeh tunggu, ini ada sekolah di Inggris dengan jurusan yang aku mau dan tidak terlalu mensyaratkakn
nilai-nilai, tapi bayarnya? Ampuun! Mahalnya ga kira-kira. Lagipula Inggris sekarang sangat
mempersulit pendatang, termasuk pekerja yang melamar dari luar, suamiku tampak ogah-ogahan.
“Ya sudah, gimana kalau di Belanda aja, siapa tahu lebih gampang karena kita sudah tinggal di sini
cukup lama,” kata suamiku. Oke deh.

Kulupakan keinginan untuk bersekolah di luar Belanda, aku jelajahi satu persatu situs universitas di
setiap kota di Belanda. Dan sialnya, kali ini umur yang jadi kendala. IB group, tempat yang mengurus
soal pendidikan dan keringanan biaya, hanya memberikan bantuan biaya pendidikan dengan beragam
syarat, salah satunya, usia tidak boleh lebih dari tiga puluh empat. Sementara ketika sekolah suamiku
usai, usiaku sudah lewat tiga empat. Ggrh…aku betul-betul kesal. Hai dunia! Tak tahu kah kalian,
bahwa umurku menjadi tua, karena aku punya tanggung jawab mengurus dua amanah dari Tuhan!
Mereka masih sangat membutuhkan aku. Mengapa tak boleh aku berhenti sejenak lalu kembali? Hiks.
Aku hanya bisa bergumam tergugu.“Aku tak lagi muda, tapi aku ingin sekolah. Mengapa hanya yang
berusia muda yang bisa sekolah?”

Tahun berlalu, dan aku masih mencari dan terus mencari tanpa hasil. Kalau begitu sekarang coba
lewat program beasiswa. Sayangnya posisiku yang sudah bertahun-tahun tinggal di Belanda
menyulitkan aku. Kebanyakan program beasiswa seperti Stuned, Ford Fondation, Dikti dan lain-
lainnya mensyaratkan aku harus menjadi penduduk Indonesia dan harus terikat kerja dengan sebuah
lembaga. Lagi-lagi aku lemas. Bahkan untuk mendaftar beasiswa saja, jalanku tak lapang. Pintu
meraih mimpi itu belum juga terbuka, padahal keinginanku untuk sekolah tetap menyala-nyala.

Hmm..kalau begitu coba sekarang lebarkan jurusan, supaya lebih banyak peluang. Okelah aku
mencoba berdamai dengan keinginan. Kucari jurusan-jurusan lain yang kira-kira aku suka. Kujelajahi

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
2

lagi internet berhari-hari, namun setelah menemukan jurusan, aku semakin kesal, karena ternyata,
bagi pendatang yang bukan berasal dari Eropa, untuk sekolah di universitas Belanda biayanya berkali-
kali lebih mahal daripada orang Eropa. Kalau orang Eropa hanya membayar 15 juta per tahun, orang
non Eropa harus membayar seratus juta lebih pertahun. “Gilaaa! Uang darimana? Uang beasiswa
suamiku pas-passan, pajak gaji suamiku juga tingginya ga karuan, gimana mau bisa nabung untuk
bayar uang sebesar itu?” Kesalku.

Kadang aku jatuh dan putus harapan. Tapi kemudian ada saja kejadian-kejadian yang membuat
semangatku kembali berkobar. Aku bukan percaya pada ramalan, tapi sebuah ramalan sempat
menyemangati aku ketika itu. Suatu hari, ketika sedang bekerja di rumah seorang nyonya Belanda,
saat sedang istirahat minum the, tiba-tiba si Nyonya meraih tanganku.”Aku pernah belajar ilmu
melihat garis tangan,” katanya. Aku hanya tersenyum menganggap semua itu bualan.
Diperhatikannya garis-garis tanganku lamat-lamat. Kadang matanya menyipit, kadang bibirnya
tersenyum-senyum. Lalu dia menyebutkan hasil ramalannya. Salah satunya dia bilang,”Kamu nanti
akan sekolah dan sukses dengannya.” Deg! Aku kaget setengah mati. Aku tak pernah mengatakan
apapun padanya soal sekolah, dari mana dia tau bahwa aku akan sekolah. Tapi sampai di rumah aku
hanya tertawa menceritakan ramalan itu pada suamiku meskipun sejujurnya, kadang ucapannya itu
menyemangati aku.

Pelan-pelan aku bangkit dan lalu mencari lagi. Akhirnya aku mendapat kabar bahwa di Swedia, biaya
sekolah gratis, bahasanya pun bahasa Inggris. Disana pun ada jurusan yang aku suka. “Sip, oke deh,
aku coba melamar kerja disana,” kata suamiku. Beberapa bulan sebelum thesisnya selesai, suamiku
lalu mencoba mengirim beberapa surat lamaran ke Swedia. Aku menunggu dan menunggu, berharap
ada secercah harapan, hasilnya? Tidak diterima!

Hatiku seperti tertimpa batu. Pintu menuju mimpiku rasanya semakin terkunci rapat. ”Aku tidak kaya,
tapi aku ingin sekolah. Mengapa hanya orang kaya yang bisa sekolah?!” hiks hiks aku menangisi
kejadian itu.”Kalau begitu bagaimana jika setelah selesai kita pulang dan Mama sekolah di Indonesia,”
kata suamiku. Namun, suatu hal yang tak disangka-sangka tiba-tiba terjadi, kondisi itu membuat kami
tak mungkin segera pulang. Untuk pulang sendirian, tetap saja tak mungkin karena biaya sekolah di
Indonesia juga mahal, apalagi untuk orang seumur aku. Sementara, setelah lulus, suamiku harus
mulai dari awal, mengeluarkan uang puluhan dan ratusan juta untuk sekolah hanyalah sebuah angan-
angan.

Lagi-lagi aku terpaku. Menangisi nasibku, meringis pilu melihat dunia di sekitarku. Dalam kondisi
seperti itu, aku hanya bisa merapal kekesalan.”Dunia tak adil! Aku yang ingin sekolah tak diberi
kesempatan, sementara orang lain di luar sana, yang tak ingin sekolah malah bisa sekolah, yang
berlimpah harta, dengan seenak-enaknya malah menghamburkan uang! Tuhan, dimana keadilan!”
amarahku ketika itu. “Aku tidak pintar, tapi aku ingin sekolah. Mengapa hanya anak pintar yang bisa
sekolah?“ Aku tak lagi muda, tapi aku ingin sekolah. Mengapa hanya yang berusia muda yang bisa
sekolah? Aku tidak kaya, tapi aku ingin sekolah. Mengapa hanya orang kaya yang bisa sekolah?”
Kalimat-kalimat itu kembali bertalu-talu mengitari aku. Pintu menuju mimpi itu rasanya sudah tak
akan pernah terbuka bagiku. Setitik cahaya pun tak kutemukan. Melanjutkan sekolah bagiku menjadi
seperti menatap langit tak berujung. Aku seperti pungguk yang sangat rindu pada bulan!

Secercah Harapan

Suamiku, padanyalah kulabuhkan segala hormat dan kekagumanku. Tak pernah sedetikpun ia
melemahkan aku. Meski ia tahu batu besar sedang menghadang-hadang, selalu didukungnya aku,
selalu disemangatinya aku. Ketika aku jatuh dalam keputus asaan, hanya bisa termangu seperti sang
pungguk memandang rembulan, suamiku mencoba membangkitkan semangatku lalu bilang,”Siapkan
saja semuanya, mendaftarlah ke sekolah yang Mama suka, semahal apapun biayanya, Ayah akan
carikan, insya Allah pasti ada jalan.” What? Ada jalan? Cukup sulit bagiku untuk menerima perkataan
itu. “Jalan apaan? Jalan dari mana? Semua jalan sudah kucoba dan semua buntu. Lagian uang
sebanyak itu mau Ayah dapat darimana. Hidup di Belanda mana bisa kaya, nabung aja ga bisa, duit
habis buat bayar pajak, asuransi, tagihan itu, tagihan ini, belum lagi bayar rumah yang mahalnya
ampun-ampunan. Mau cari rumah murah, siap-siap aja nunggu tahun-tahunan. Kalau pun kita bisa

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
3

jalan-jalan itu karena memang ambil jatah uang liburan, dan ga mungkin uang jalan itu kita simpan
kan? Ngumpulin uang jalan-jalan juga tetep ga cukup buat bayar sekolah, lagian apa jadinya kalau
aku harus mendekam di rumah terus-terusan setelah hidup dalam dunia abu-abu sepanjang tahun
yang membosankan. Gggrh!” Emosiku menjadi-jadi, seperti desingan peluru berhamburan.

Tapi pelan-pelan suamiku meyakinkan,”Kita memang tak punya uang, tapi kita punya keyakinan, kita
punya iman! Yakinlah, bahwa kalau dorongan semangat dalam diri itu berasal dari Tuhan, pasti Ia
akan kasih jalan.” Lama-lama aku termakan. Kumohon petunjuk sepenuh hati agar dituntunNya aku
pada niatan yang benar. Kuluruskan niat dalam diri, bahwa semua yang kukejar seharusnya hanyalah
merupakan perpanjangan tangan Tuhan. Buat apa aku mengejar sesuatu yang cuma berasal dari
nafsu setan, dan bukan dari Tuhan, bukankah itu sebuah kesia-siaan?
Akhirnya, aku bangkit lagi, kali ini dengan sebuah keyakinan, bahwa bila benar dorongan hati untuk
sekolah ini jalan yang harus kutempuh menurut Tuhan, maka Ia akan membuka jalan dan
memudahkan.

Aku pun mempersiapkan diri dan mendaftar, ke Royal Tropical Institute (KIT) di Amsterdam yang
memiliki jurusan yang aku inginkan. Karena biaya sendiri, syaratnya tak rumit. Aku hanya perlu
mengirimkan nama-nama orang yang merekomendasikan aku (tak perlu surat!), ijasah, transkip nilai,
motivation letter , bahkan test Toefl pun bisa belakangan. Hasilnya, aku langsung diterima untuk
mulai masuk di bulan Maret 2010. Aku senang, meskipun kalau mengingat uang yang harus
dibayarkan, hatiku ketar ketir tak karuan. Bayangkan, aku harus membayar kurang lebih 9500 euro
untuk awal modul dan selanjutnya 7000 euro untuk advance modul, belum lagi ongkos dan biaya
hidup di dua negara luar Belanda selama masing-masing 3 dan 6 bulan yang semuanya harus dibayar
dari kocek sendiri. Kalau aku total-total jumlahnya bisa mencapai lebih dari 20.000 euro alias 250
jutaan! Gila kan!
Uang darimana? Bahkan untuk biaya hidup saja pas-pasan. Tapi aku sudah kadung mendaftar dan
diterima. “Uang dari mana Yah?” tanyaku lagi. “Udah gampang, nanti bisa pinjem bank,” jawab
suamiku ringan. “Hmm oke pinjem bank, tapi gimana bayarnya? Apa kita mau tinggal disini sampe tua
supaya bisa mencicil hutang-hutang?” Aagrh sakit kepala aku memikirkannya! “Udahlah ga usah
dipikir sekarang, lagian siapa tahu usaha Ayah sukses dan kita bisa langsung bayar hutang itu
nantinya,” katanya meyakinkan. Padahal aku tahu, usaha yang dirintisnya baru merangkak pelan-
pelan, bagaimana bisa menghasilkan kalau berjalan saja belum, baru merangkak! Tapi yang
membuatku bertahan adalah keyakinannya yang begitu besar, keyakinan yang selalu ditiup-
tiupkannya padaku bahwa ‘Tuhan pasti akan memberi jalan’.

Hingga akhirnya, detik-detik untuk mengirimkan financial statement bahwa aku mampu membayar
dan akan membayar uang sekolah sebulan sebelum hari H, tiba. Aku gelisah tapi tak mampu berbuat
apa-apa, sampai suatu ketika, tiba-tiba saja aku berkunjung lagi ke situs troped erasmus, yang
memberikan program beasiswa untuk program yang sama dengan yang kuambil di KIT Amsterdam.
Sudah sedari dulu aku tahu program beasiswa itu, dan aku sangat ingin mendaftarkan diri. Tapi
sayangnya, ada satu persyaratan yang membuatku mendaftar pun tak bisa. Beasiswa itu hanya
diberikan pada orang-orang Eropa, atau non Eropa yang belum pernah tinggal lebih dari satu tahun di
Eropa. Tentu saja aku tak bisa mendaftar karena aku sudah bertahun-tahun tinggal di Belanda.
Sebuah syarat yang sungguh menyakitkan hati, membuatku merasa gugur sebelum berperang.

Namun, di hari menjelang detik-detik penentuan pembayaran itu, aku kembali membuka situs itu.
Iseng-iseng, aku baca lagi persyaratan untuk bisa mendaftar beasiswa Erasmus mundus. Deg!
Jantungku seketika berdetak lebih cepat, mulutku ternganga-nganga saking tak percaya. Ya Allah, ya
Robb, mereka merubah peraturan! Aku kucek-kucek mataku untuk meyakinkan bahwa aku tak salah
membaca, ternyata betul, mereka merubah peraturan! “Ayaaah! Mereka merubah peraturan!” Segera
ku telpon suamiku. Aku gembira bukan kepalang. Aku seperti mendapat secercah harapan dan tentu
saja aku kegeeran. Koq bisa-bisanya di hari menjelang detik-detik penentuan pembayaran, tiba-tiba
mereka merubah peraturan sesuai dengan kondisi aku. Mereka yang dulu tidak memperbolehkan
orang non Eropa yang sudah pernah tinggal di Eropa lebih dari satu tahun untuk mendaftar, kini
memperbolehkannya dan menyamakan statusnya dengan orang Eropa. Subhanallah! Aku seperti
melihat Tuhan sedang tersenyum padaku dan mengangguk-angguk mengatakan bahwa perubahan ini
spesial diberikanNya untukku! Ah..aku sungguh kegeeran!

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
4

Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part II

Diary Ramadhan tanggal 2 Ramadhan 1431H


Oleh : Agnes Tri Harjaningrum

Aku pun segera bertindak. Kukabari sekretaris KIT, kutanyakan padanya, mungkinkah aku
membatalkan diri untuk masuk bulan Maret dan masuk bulan September saja, itu pun kalau
pengajuan beasiswaku tidak diterima oleh Erasmus mundus. Untungnya, si sekretaris menjawab,’No
problem’. Aku tenang, karena kalau pun aku tak diterima oleh Erasmus mundus, aku masih punya
cadangan. Dan itu artinya, suamiku masih punya tambahan waktu untuk mencari uang. Aku lalu
memulai petualangan, petualangan menaklukan beasiswa!

Petualangan dimulai!

Sejak hari itu, aku persiapkan baik-baik syarat-syarat untuk mendaftar beasiswa. Persyaratannya
tentu saja lebih rumit, karena persaingan untuk mendapatkan beasiswa ini cukup ketat. Karena itu
satu persatu aku siapkan dengan hati-hati semua persyaratan. Aku hubungi bapakku, adikku dan
teman-temanku di Bandung. Aku minta bantuan mereka, ayahku pergi bolak balik ke almamaterku
untuk mentranslate ijasah, adikku menghubungi teman-temanku untuk mengurusi soal surat
rekomendasi serta surat bukti pernah bekerja. Aku titipkan draft surat-surat penting itu pada teman-
temanku yang pulang ke Indonesia dan menitip lagi pada teman lain yang kembali ke Belanda. Sambil
menunggu surat-surat itu aku mempersiapkan diri untuk mengikuti tes Toefl juga membuat research
thesis proposal dan motivation letter.

Aku mencoba belajar Toefl dari buku-buku yang kubeli, dari youtube dan internet. Mungkin Allah
betul-betul hendak mengujiku, sehingga urusan tes Toefl ini juga tak mudah. Setelah merasa
belajarku cukup aku segera melakukan tes. Biaya tes cukup mahal untuk ukuran kantongku, dengan
ongkos kereta, biayanya sekitar 150 euro alias 1,5 juta. Dengan kondisi keuangan kami yang terbatas,
aku berharap aku bisa langsung lolos. Setelah sepuluh tahun meninggalkan bangku kuliah dan tak
pernah merasakan ujian lagi, tes pertama ini membuatku grogi setengah mati. “Ayaah, malu-maluin
banget, masa pas tes speaking pertama aku sampe ga bisa ngomong saking gemeterannya. Pas tes
tulis aku juga deg-degan banget, ya ampuun noraak! Duh pasti nilaiku jelek deh.” curhatku pada
suamiku. Dan ternyata, seperti sudah kuduga sebelumnya, aku gagal, hanya kurang satu score untuk
mencapai target minimum yang disyaratkan. Ugh kesal! Tapi ya sudahlah, kata suamiku, segitu juga
sudah mendingan buat orang yang sudah lima tahun hanya berurusan dengan dunia rumah dan
jarang bercakap-cakap dengan orang.

Kuulangi lagi tes kedua. Kucoba mempersiapkan diri dengan lebih baik. Kubuat jadwal English day di
rumah dan kuminta suamiku mengoreksi essay-essayku. Di hari H, aku pun sudah mengeprint peta,
melihat jadwal kereta ke Arnhem tempat tes berlangsung dan pergi lebih awal. Berangkat dari rumah
jam delapan pagi, aku dengan yakinnya segera naik kereta. Sepanjang jalan aku membayangkan
soal-soal yang aku yakin dengan mudah akan kujawab karena ini merupakan pengalaman keduaku.
Lebih dari satu jam berlalu, kereta berhenti di sebuah stasiun. Aku melihat keluar jendela. Tulisan
‘S’hertogenbosh’ terpampang di papan stasiun. Hah? Koq ‘S’hertogenbosh’?! Ya ampuun! Aku
bengong. Kalau sudah sampai di stasiun ini berarti sebentar lagi aku sampai di Eindhoven dong bukan
Arnhem. Seharusnya aku ga lewat daerah ini, batinku. Dag dig dug dag dig dug, suara jantungku
berkejar-kejaran. Aku harus turun! Aku segera turun dan bertanya kemana jalan menuju
Arnhem.”Kamu harus naik kereta dulu ke arah Nijmegen, dari sana baru bisa naik kereta ke Arnhem.
Kira-kira butuh waktu 2 jam deh untuk sampe Arnhem,” kata pak Kondektur. What? 2 jam? Aje gilee!
Aku bakal baru sampe sana jam 11.30 dong, padahal tes dimulai jam 11.00 teng. Kalau aku telat,
dianggap hangus, aku tak bisa ujian padahal aku sudah belajar terus-terusan dan uang 150 euro
melayang. Tidaaak!

Aku segera berlari naik kereta berikutnya ke arah Nijmegen. Selama di kereta, tanganku dingin,
jantungku berdegup makin kencang. Aku telpon suamiku dengan panik.”Ayaah, aku nyasaaar!

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
5

Huhuhu kalo ga ngejar, uang 150 euro melayang hiks hiks padahal uang segitu bisa buat makan dua
minggu huhuhu.” Makin sakit hati rasanya membayangkan kehilangan uang sejumlah itu. Aku coba
hubungi pihak Toefl di Arnhem.”Ga bisa, pokoknya paling telat kamu harus sampe sini jam 11.15
karena ini sistemnya terhubung dengan yang di Amerika, lewat jam itu percuma, kamu ga akan bisa
dinilai.” Glek! Aku tambah lemas. Sesampainya di Nijmegen, buru-buru aku ikuti saran suamiku untuk
coba naik taksi. “Udah ga usah mikir uang, yang penting sekarang ujian dulu deh,” pesan suamiku.
Tapi waktu aku bertanya ke supir taksi berapa ongkos naik taksi dari Nijmegen ke Arnhem biayanya
100 euro, itu pun dia akan ngebut dan tidak janji kalau bisa sampai di Arnhem jam 11.15.
Hmh…percuma! Aku berjalan gontai meninggalkan supir taksi. Imposible! Bye..bye…150 euro!
Bye..bye soal-soal yang sudah aku pelajari…. Hiks.

Dan, aku pun terpaksa mengulang lagi. Untuk ketiga kalinya, aku harus mengeluarkan uang sejumlah
150 euro lagi. Rasanya Allah memang betul-betul menguji aku, karena seminggu sebelum hari H
ujian, aku malah terserang flu parah. Tubuhku ngilu-ngilu dan demam disertai batuk terus menerus.
Kalau sudah batuk, aku bisa sampai terkencing-kencing di celana. Alhasil aku tak bisa belajar, padahal
aku harus melancarkan kembali apa yang telah kupelajari sebelumnya. Pesan dari guru-guru Toefl di
internet selalu sama,”the more you practise the better you get the result.” Duh bagaimana ini,
bagaimana mau belajar, wong demam dan batukku begitu mengganggu. Ditambah lagi, dua hari
sebelum hari H, aku kena infeksi mata pula. Mataku merah , aku tak bisa memakai softlensku. Aku
segera ke dokter meminta obat batuk agar gejalanya bisa berkurang. Tapi obat codein yang kuminum
juga tak mengurangi gejala batukku. Hari H tiba, batukku masih mengganggu, untungnya mata
merahku hilang sehingga aku bisa memakai softlensku. Meski sambil terus batuk-batuk saat ujian dan
kurang persiapan, tapi aku cukup yakin saat mengerjakan soal-soal. “Rasanya, kali ini aku bakal dapat
score bagus deh Yah,” kataku pada suamiku yakin.

Dua minggu kemudian, dengan tak sabar kulihat hasil scoreku di internet, saat memandang angka-
angka di layar komputerku, aku shock! Nilainya sama persis dengan score tes pertama, kurang satu!
Hwaaa tidaaak! Hatiku segera kelabu. Sudah 450 euro uang keluar hanya untuk tes Toefl dan aku
tetap gagal hiks hiks. Aku merasa menjadi orang paling bodoh sedunia. “Aku memang ga pinter ya
Yah. Aku memang ga bisa sekolah kali Yah. Udah ga punya uang, malah menghambur-hamburkan
uang, cuma tes Toefl aja ga lulus-lulus.” hiks hiks. Aku menangis sesenggukan. Mentalku betul-betul
jatuh, seperti terperosok ke jurang yang paling dalam. Berhari-hari aku hanya termangu dan
memandang dunia dengan warna abu-abu.

Lagi-lagi suamiku menguatkan aku. “Ma, coba deh pandang diri Mama dengan lebih positif. Gagal
kemaren kan juga ada sebabnya, Mama sakit, kurang persiapan. Inget kan Mama sering bilang ke
anak-anak, Thomas Alfa Edison aja mencoba ribuan kali baru berhasil menemukan lampu. Ini baru
tiga kali Ma. Itu pun yang kedua batal karena nyasar. Ayo dong, jangan sampe Mama jatuh cuma
karena uang. Uang habis berapapun ga masalah. Uang bisa dicari, yang penting Mama semangat dan
mau coba lagi, Mama pasti bisa!” Duh suamiku, bagaimana tak meleleh hatiku mendengar kata-kata
seperti itu. Uang baginya hanyalah alat, kekurangan baginya bisa menjadi nikmat, kuncinya hanya
satu: rubah cara pandang.

Setelah jeda beberapa bulan, aku mencoba untuk ikut tes lagi. Kucoba menonton berita BBC tiap hari,
membaca buku berbahasa Inggris, mencoba latihan bicara dengan suamiku lebih sering lagi dan
mencoba menulis essay lebih banyak lagi. Saat hari H, aku kembali deg-degan, khawatir aku gagal
lagi. Duh Tuhan, kalau aku gagal lagi, entahlah apa aku masih punya nyali untuk mencoba lagi atau
tidak, Tolong aku Tuhan, batinku mengadu. Syukurnya, janji Allah terbukti, sesudah kesulitan selalu
ada kemudahan. Kali ini aku berhasil, dengan score yang cukup memuaskan. Alhamdulillah! Aku
melompat-loompat kesenangan. Anak-anakku pun ikut heboh kegirangan, berempat kami berpeluk-
pelukan, betul-betul seperti merayakan kemenangan. Padahal cuma gara-gara lulus tes Toefl doang,
hehe.

Thesis Proposal

Selain Toefl, thesis proposal menjadi bagian terberat dalam syarat yang harus aku kirimkan.
Bagaimana tidak berat, aku yang sudah putus hubungan dengan dunia kedokteran dan dunia ilmiah

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
6

selama bertahun-tahun, sekarang harus merumuskan sesuatu yang aku sendiri bingung harus mulai
dari mana. Phf..pusing! Untungnya meskipun putus hubungan, aku masih kerap terlibat acara seminar
online tentang kesehatan, mencoba menulis artikel kesehatan dan bergabung dalam beberapa milis
kesehatan. Akhirnya aku coba kontak dokter-dokter hebat yang kupikir bisa memberi masukan topik
penelitian. “Bagaimana kalau soal puyer, bagaimana kalau pengobatan rasional dan bagaimana pula
kalau soal imunisasi?” Setelah mencocokan pula dengan program-program yang ditawarkan oleh
troped Erasmus, akhirnya aku putuskan untuk mengambil topik soal imunisasi.

Aku teliti lagi syarat-syarat penulisan, soal judul, research metod, simpulan, rencana jadwal, termasuk
penulisan daftar pustaka. Waduh harus pake Harvard style, makhluk apa pulak itu. Aku pun memulai
research kecil-kecilan. Browsing sana, browsing sini, membaca-baca lagi soal imunisasi. Setelah dapat
topik, aku coba diskusikan dengan suamiku, kucoba tulis, diskusi lagi, rombak lagi, lalu suamiku
mengoreksi, begitu seterusnya. Suamiku tentu saja bukan orang yang paham dunia kesehatan, meski
pada prinsipnya logika berpikir yang dipakai dalam dunia penelitian tak jauh berbeda, tapi untuk hal-
hal spesifik seperti ilmu statistik dalam ilmu kedokteran, dia tentu tak paham. Dan sebetulnya sejak
kuliah, aku sangat alergi dengan ilmu statistik ini. Masih terbayang dosen mata kuliah Epidemiologi
dan statistiku dengan dahinya yang lebar bak Einstein. Dulu, setiap mata kuliah itu datang,
semangatku untuk kuliah langsung melayang. Tak heran kalau nilaiku dalam mata kuliah itu pun pas-
pasan. Sekarang aku harus berurusan dengan pelajaran ini lagi setelah belasan tahun berlalu,
wadaaw, mendengarnya saja aku sudah gemetaran. Tapi demi beasiswa, aku dongkrak semangatku
untuk mempelajari lagi soal statistik ini. Kutarik napas dalam-dalam, lalu kucari informasi tentangnya
di internet. Meski begitu, aku tetap kebingungan.

Namun di tengah-tengah kebimbangan itu, tiba-tiba saja, seorang sahabatku di Jerman menelponku
dan bilang,”Nes ada temanku yang lagi training di KIT, pengen kenalan sama orang Indonesia yang
tinggal di Amsterdam.” Wah, dengan senang hati kuundang dan kusambut sang tamu dan kami pun
ngobrol panjang. Ndilalah, lho koq beliau ini orang Depkes, dosen statisk UI yang jago penelitian dan
seringkali meneliti soal imunisasi di Indonesia juga. Deg! Aku terhenyak untuk kesekian kalinya.
Sebuah kebetulan lagi? Hmm… Apakah ini pesan dari Tuhan?

Beberapa kali beliau datang ke rumahku dan beberapa kali pula kami kontak-kontakan via email. Aku
konsultasikan thesis proposalku, aku minta saran dan petunjuk beliau terutama soal statistik yang aku
tak paham. Alhamdulillah sekali, beliau memberikan banyak masukan dan meminjamkan buku
imunisasi IDAI yang didalamnya ada informasi yang sangat aku butuhkan dalam proposalku. Tanpa
buku itu, aku tak punya daftar pustaka yang kuat tentang imunisasi di Indonesia karena bacaanku
terbatas hanya dari internet. Jadi penjelasan beliau dan bukunya itu betul-betul seperti menjadi peri
penolong yang dikirim khusus oleh Allah untukku. Masukan-masukan beliau pun menjadi point
penting yang merubah arah rencana penelitianku.

Akhirnya, ketika thesis proposal itu selesai kubuat, aku hanya bisa memandang takjub dan heran. Ya
Allah, aku yang sedang bingung soal thesis proposal, tiba-tiba kedatangan tamu yang betul-betul
paham soal penelitian dan beliau pun mendalami topik sama persis dengan apa yang sedang kutulis.
Apakah ada yang namanya kebetulan? Bukankah sehelai benang jatuhpun semua atas ijin Engkau?
Hii…Bulu kudukku berdiri. Aku merinding menyadari keajaiban yang muncul di depan mataku ini.
Sungguh, Allah maha besar!

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
7

Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part III

Diary Ramadhan tanggal 3 Ramadhan 1431H


Oleh : Agnes Tri Harjaningrum

Hmm..apalagi yang belum? Oya, tinggal menulis motivation letter. Duh harus ditulis tangan pulak,
padahal sejak dulu tulisan tanganku terkenal sebagai tulisan yang paling amburadul diantara teman-
teman. Tantangannya kali ini, isi nya harus padat berisi tidak boleh lebih dari 1 halaman, tapi motivasi
personal harus tersampaikan. Phf…siap-siap cari kursi dan meja. Setelah aku konsep terlebih dulu isi
surat di dalam file komputer, aku pun lantas menyalinnya ke selembar kertas.
Srat…sret..srat..sret…selesai. Aku baca ulang isinya, ternyata ya ampuun…ada dua kata salah tulis.
Sreet! Terpaksa kuremas kertas pertama, dan kucemplungkan dalam tempat sampah. Tulis
lagi…”Waduh pinggir kanannya koq zigzag seperti alur Zebra begini.” Sreet…kertas kedua masuk
tempat sampah lagi. Lanjut kertas ketiga, perfect! “Lho…lho tapi setelah dipikir-pikir harusnya bagian
ini ga usah ditulis kali ya, ga terlalu nyambung, jadi kepanjangan suratnya.” Sreet….kertas ketiga pun
meluncur ke tempat sampah. Lanjut Maang! Adaaa… saja salah-salah kecil yang kubuat sehingga aku
harus bolak balik menulis lagi dan lagi mungkin hingga sepuluh kali. Wadaw! Tapi demi sempurnanya
surat lamaran beasiswa, ya harus dijabanin lah.

Siip! Semua kelar, foto diri, foto copy pasport, CV, dan persyaratan lain, beres masuk amplop.”Jangan
langsung dikirim, diinepin dulu beberapa hari, cek lagi sebelum dikirim,”Pesan suamiku. Betul saja,
ternyata, setelah aku cek lagi, ya ampun, aku salah tulis nama alamat rumahku di CV, hanya salah
beberapa kata sih, tapi akibatnya bisa fatal kan. Setelah itu, aku inapkan lagi semalam, dan aku cek
ulang lagi besoknya. Setelah yakin semua oke, Bismillah, kirim via pos!

Aku mengirim semua dokumen itu kira-kira dua bulan sebelum deadline di pertengahan bulan April.
Dan menurut pihak penyelenggara, mereka akan mengumumkan hasilnya di bulan Mei 2010.
Menjelang bulan Mei, perutku sudah mules-mules, deg-degan menanti pengumuman. Lalu suatu hari
suamiku pulang membawa berita mengejutkan: karena beberapa kondisi kami belakangan ini, pihak
bank ternyata tak bisa memberikan uang pinjaman dalam jumlah besar. Glek! Tubuhku seketika
lemas. Kalau aku tidak diterima lewat jalur beasiswa ini, aku harus membayar ratusan juta rupiah ke
KIT, sementara pinjam ke bank yang selama ini jadi andalan pun tak bisa. Artinya, jalur beasiswa ini
hanya harapan satu-satunya untuk sekolah! Artinya, kalau tidak dapat beasiswa, aku terancam batal
sekolah karena tak sanggup membayar. Oh Nooo! “Ayaah, aku bisa gila kalau selama dua tahun
menunggu kepulangan ke Indonesia aku hanya di rumah! Aku sudah lelah Yah, sangat lelah!” Aku
meradang.

Dalam kepalaku segera bermunculan bayangan-bayangan bila aku tak jadi sekolah. Hah, berdiam saja
di rumah? Sudah tak ada lagi naskah yang harus kutulis, tak ada lagi yang bisa kukerjakan, hanya
memasak, belanja, beres-beres rumah, fesbukan, lalu menunggu anak dan suamiku pulang? Padahal
anak-anakku pun sudah besar. Mereka bisa main sendirian, dan kadang hanya membutuhkanku saat
makan malam, mengaji, bercerita serta saat berpelukan sebelum tidur sebagai ritual. Si sulungku
bahkan sudah bisa memasak nasi dan goreng telur sendiri. Mereka sudah terbiasa menyiapkan
sarapan pagi dan membuat roti sendiri. Lalu otakku? Bagaimana dengan otakku? Akan keriput
membeku, kaku-kaku dimakan usia yang bertambah satu-satu? Mungkin orang lain bisa, tapi aku
tidak! Aaarggh! Membayangkannya dadaku sesak, kepalaku berat dan aku ingin berteriak!
Hari-hariku menjadi begitu kelabu. Karena pihak penyelenggara tidak menyebutkan tanggal pasti
kapan mereka akan mengumumkannya, aku semakin tersiksa. Setiap hari hampir beberapa menit
sekali aku selalu mengecek email, melihat kalau-kalau sudah ada pengumuman. Tidurku tak nyenyak,
makan pun tak enak. Keinginan menggebu untuk sekolah yang selama tiga tahun kupendam dan
kuupayakan, sekarang nasibnya berada di ujung tanduk. Aku seperti pesakitan menunggu palu hakim
diketukkan.

Wajahku berkerut-kerut, senyumku senyum palsu. Anak-anakku pun tahu. “Bunda, kenapa bunda
bibirnya gini, ga gini.” Kata bungsuku sambil menarik kedua ujung bibirnya ke atas lalu ke samping.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
8

.”Bunda harus heppiiii…” katanya lagi. Suamiku tak kalah pusing melihat kelakuanku yang seringnya
hanya diam dan diam. “Bagaimanapun Mama harus sekolah,” katanya prihatin.”Kita jual harta satu-
satunya yang kita punya di Indonesia?” tanyanya pelan. Aaaarggh! Kepalaku rasanya makin senut-
senut. “Hanya demi ambisiku lantas kita menjual masa depan? Hmh…Kenapa aku seperti ini ? Kenapa
harus ada keinginan sekolah seperti ini dalam hatiku? Kenapa aku tidak seperti orang lain saja, yang
dengan ikhlas bisa diam di rumah, menikmati hidup tanpa beban apa-apa, membesarkan anak-anak
dan mengurus suami, titik. Kenapa hatiku terus bergejolak dan memanggil-manggil untuk sekolah.
Andai aku bisa, ingin kubuang semua rasa ini, kubuang saja sejauh-jauhnya, supaya aku tak tersiksa.
Tapi kenapa rasa ini harus ada?” Hiks hiks… Di awal bulan Mei itu hampir setiap hari air mataku
menetes, rasanya hatiku sudah retak-retak dan tak jelas lagi bentuknya.

Kuhibur-hibur diriku, kucari-cari bacaan bermutu, kupanjangkan sujudku memohon agar Ia


meringankan bebanku. Hingga akhirnya aku membaca kembali kata-kata Rumi berikut ini: “Everyone
has been made for some particular duty, and the desire for that particular duty has been put in every
heart.”

Bukan salahku kan Tuhan, hingga aku memiliki keiinginan ini? Engkau yang menitipkannya dalam
hatiku kan Tuhan? Aku sudah memohon diluruskan berkali-kali, jadi rasa itu dariMu kan Tuhan? Lalu
mengapa aku harus tersiksa. Tolong ikhlaskan aku, tolong beri kelapangan hati agar aku tak seperti
ini Tuhan. Batinku mengadu.

Hari berlalu, pelan-pelan aku lalui semua itu. Aku mencoba berdiri dan tersenyum lagi. Hingga bulan
Mei tinggal sepekan lagi, pengumuman itu belum kudapatkan juga. Pasti di minggu ini akan
kudapatkan hasilnya, pikirku. Dan aku pun kembali tersiksa. Pikiran-pikiran buruk kembali
menyergapku. Bagaimana kalau aku tak diterima? Kenapa aku tidak melapangkan hati saja, diam di
rumah dan tak usah mimpi macam-macam. Apakah sebaiknya memang kujual saja harta satu-
satunya? Aah gila! Masa hanya gara-gara sekolah master aku harus melepaskan uang ratusan juta?
Lagipula mana mungkin menjualnya hanya dalam waktu dua bulan? Imposible! Ya, mungkin aku
harus menerima untuk diam di rumah saja, tidak melakukan apa-apa. Hiks..hiks Pikiran-pikiran itu
berlompatan seperti monyet nakal, dan aku pun terjerat dibuatnya. Aku kembali menjadi manusia
abu-abu, tanpa nafsu. Keputusasaan, kegundahan, dan harapan, campur aduk jadi satu.

Aku berdoa lagi, memohon dilapangkan hati dan mencari-cari lagi bacaan bermutu yang bisa
meringankan hati. Sehingga kemudian aku membaca lagi tulisan kang Zamzam yang berjudul
Keghaiban hari Esok dari sebuah blog kesukaanku.

Bukankah sejarah pernah bercerita tentang Musa, yang terkepung di laut merah, tak tahu apa yang
akan terjadi, tak tahu pertolongan Allah macam apa yang akan turun? Padahal air laut merah sudah
seleher kepala kuda tunggangan, padahal tentara Firauan sudah semakin mendekat di belakang. Dan
bahkan Musa pun, tak pernah tahu akan masa depan. Ia dan pengikut-pengikutnya sudah nyaris
tenggelam, ketika kemudian seketika Allah membukakan jalan, ketika lalu seketika Laut merah pun
terbelah!
“Masa depan adalah kotak Pandora, dan keghaiban hari esok adalah bagian dari palu Allah yang
dipergunakan-Nya untuk menempa dan membentuk jiwa kita.”
” Tenanglah, karena kita berada dalam genggaman Sang Maha Sutradara yang Sangat Terpercaya.
Tidak ada yang perlu kita khawatirkan, semua sudah diukur-Nya dengan rapi. Kita hanya melompat
dari keadaan “nyaris” yang satu ke “nyaris” yang lain. Semakin tebal tabungan “nyaris” kita, semakin
terbukalah Wajah-Nya yang Maha Indah. Hati kita mungkin dibuat-Nya remuk, tapi bukankah Allah
swt mengatakan, “Carilah Aku di antara para hamba-Ku yang remuk hatinya”.
Kuteguhkan lagi dan lagi dalam hati bahwa aku hanya melompat dari ‘nyaris’ yang satu ke ‘nyaris’
yang lain, bahwa aku berada dalam genggamanNya. Bukankah pengalamanku sebelum-sebelumnya
juga berkata sama?

Meresepasinya, aku kembali tenang, meski keesokan harinya, ketika lagi-lagi belum juga ada email
pemberitahuan kudapatkan, aku kembali gelisah. Lalu kali ini aku coba membaca lagi pidatonya Steve
Jobs, CEO perusahaan Apple saat bicara di depan mahasiswa universitas Stanford.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
9

“Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya
dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan
terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda,
atau istilah apa pun lainnya.”
Aku lalu berkata pada suamiku, “Kalau ngikutin teorinya Steve Jobs dan melihat kebelakang, ada titik
dimana aku sangat ingin sekolah dan berusaha, ada ramalan si nyonya, ada titik dimana pintu
beasiswa mendadak terbuka, ada titik dimana sang tamu dihadirkan untuk membantuku menulis
research thesis proposal. Mestinya, titik selanjutnya, aku keterima ya Yah,” Kataku kegeeran.” Dan
kalau ingat kisah Musa, semua hanya nyaris-nyaris saja dan akan baik-baik saja pada akhirnya
Kenapa aku masih khawatir ya Yah?” Pertanyaan retoris yang sebetulnya jawabannya sudah nyata.
Tentu saja, namanya juga manusia. Tak ada yang simsalabim di dunia ini, semua harus melalui
proses.

Dan semua kumpulan nasihat-nasihat itu menjadi proses perenunganku. Rasa-rasa yang muncul di
dalamnya membuatku seperti naik Roller coaster, kadang naik mendebarkan, kadang turun dalam
keputusasaan dan berliku dalam kegamangan. Akhirnya, ketika penghujung bulan Mei tiba, dan aku
belum mendapatkan kabar apa-apa meski aku sudah mengontak sekretarisnya, seharian itu aku lalu
menangis sejadi-jadinya. Aku sudah lelah dalam penantian panjang. Aku bilang pada Tuhan, ya
Allah..apapun keputusanMu aku hanya mohon diikhlaskan dan dilapangkan. Segala rasa yang
tersimpan sejak tiga tahun ke belakang dan puncaknya selama hampir satu bulan di bulan Mei, seperti
habis-habisan kukeluarkan dalam airmataku yang tumpah tak tertahan. Rasaku menjadi sirna, tiada.

Esoknya aku merasakan keajaiban, aku menjadi merasa sangat ringan, seperti terbang. Tiba-tiba saja,
tak ada lagi kekhawatiran. Tiba-tiba saja aku bisa berkata,”Sudahlah, aku hanya berjalan, apapun
keputusannya, aku tidak bisa memaksa Tuhan. Bukankah sejatinya sebagai manusia aku hanya cukup
menyaksikan dan memainkan peran.” Tiba-tiba saja beban berat itu pun hilang dan aku kembali riang.
Alhamdulillah…sepertinya doaku untuk mohon kelapangan hati didengar, sepertinya disaat-saat
kelabu itu Allah mengajariku apa arti kepasrahan dan keikhlasan.

Keesokan harinya lagi, aku mendapat kabar dari sang sekretaris bahwa, pengumuman hasil seleksi
ditunda dan akan diumumkan di awal Juli. Hm…kali ini mungkin Allah hendak mengajari aku lagi
tentang kesabaran. Dan tampaknya, air mata di hari terakhir bulan Mei itu betul-betul seperti air mata
terakhirku. Membaca email dari sang sekretaris, tak membuat hatiku merasa apa-apa. Hatiku yang
sebelumnya seolah retak-retak kini menyembuh dan kembali utuh.

Hari-hari selanjutnya kulalui kembali dengan warna. Dunia abu-abu seolah tertiup angin topan,
menghilang dari kehidupan. Hingga akhirnya pada tanggal 16 Juni 2010 ketika pagi-pagi aku
mengecek email, aku melihat ada email dari sang sekretaris program beasiswa. Subjeknya : tropEd
Erasmus Mundus Selection 2010/2011. Aku membatin,”Ngapain nih si ibu kirim email tengah bulan,
kan pengumumannya katanya baru awal Juli.” Sama sekali tak ada rasa deg-degan ketika mengklik
email tersebut karena aku yakin hasil seleksi memang baru akan diumumkan di awal Juli sesuai
pemberitahuan terakhir. Aku baca kata-kata itu terbata-bata, “Dear Agnes, With this email I would
like to inform you that you have been selected by the Concsortium selection Committee for the
2010/2011 Erasmus Mundus scholarship for the tropEd European Master of Science Programme.” Aku
baca lagi lanjutannya, masih ada pemberitahuan soal harus menunggu konfirmasi dari European
Comission sebelum akhirnya aku akan dikirimi official scholarship acceptance letter . Aku jadi ragu-
ragu. Maksudnya apa sih? Aku keterima ya? Bener ya aku keterima? Mendadak aku jadi seperti anak
TK yang kebingungan baru belajar membaca. Sampai-sampai aku kirimkan email itu ke suamiku.”Yah
baca deh, ini maksudnya aku keterima ga sih?” Suamiku sampai terbengong-bengong mengabari
aku,”Ya ampun Mama, koq pake tanya, udah jelas gini lho, Mama keterima, cuma tinggal nunggu
surat resmi pernyataan diterima aja!” Suamiku tertawa-tawa. Tinggal aku yang bengong masih tak
percaya. Ya Allah, aku benar-benar diterima!

Dalam sujud syukurku, aku menangis tersedu. Ya Allah…janjiMu benar, janjiMu tak pernah palsu hiks
hiks. Terimakasih Tuhan. Ampuni aku yang kadang masih sering ragu. Ajari aku agar tak lagi ragu.
Tegakkan hatiku, setegak tongkat Musa, yang sungguh percaya bahwa Engkau tak kan pernah

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
10

meninggalkannya. Di atas sajadah itu aku tergugu, tak kuasa menahan syukur dan haru. Segala puji
hanya untukMu Tuhan. Akhirnya…aku tak lagi menjadi pungguk yang merindukan rembulan.

Dan kini ketika surat resmi pernyataan permohonan beasiswaku sudah betul-betul hadir di depan
mataku, aku hanya bisa memandangnya terpaku. Rasanya, aku kian mengenali pola-pola kehidupan
yang mestinya merupakan hukum alam. Titik-titik ala Steve Jobs itu, kisah Musa, kotak pandora, dan
lompatan ‘nyaris’ yang satu ke ‘nyaris’ lainnya, itulah pola-pola kehidupan yang sejatinya juga terjadi
pada setiap manusia.

Tuhan, kini telah kubuktikan sendiri bahwa janjiMu benar. Engkaulah yang telah menyelipkan
keinginan kuat dalam hati, Engkau pulalah yang telah mengerahkan semesta membantu agar semua
terealisasi. Aku hanya nyaris tidak diterima. Aku hanya nyaris tidak sekolah. Ketidak pintaran, usia dan
ketiadaan harta sungguh bukanlah penghalang, yang penting adalah usaha keras, iman dan
keyakinan. Kalaulah ada kesulitan di dalamnya, Engkau pula yang kemudian memberi kemudahan.

Hari ini aku menyaksi, betapa Tuhan tak pernah berdiam diri. Mimpi-mimpi yang bermuara dari hati,
yang dicari dengan sepenuh hati , sesungguhnya adalah tugas diri sebagai jalan menuju pengabdian
sejati!

Diemen, Juni 2010

Agnes Tri Harjaningrum

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
11

Hari Tiada Bermakna

Diary Ramadhan tanggal 4 Ramadhan 1431H


Oleh : Pecinta Ayam

Gerimis turun sejak pagi hari, Ariel memandang keluar jendela. Angin dingin meresap ke sela-sela
kancing baju musim panas yang dikenakannya sejak kemarin petang. “Oh brother”, pikirnya.
Pandangannya kembali tertuju pada layar komputer, lembaran kosong dengan kedip kursor yang
sudah bertahan lebih dari dua jam. Pikiran kosong menerawang, entah apa yang mau dituliskan.
Sudah habis berlembar-lembar artikel dibaca untuk mencari ide dan membuka wawasan baru. Tangan
kanannya pun lalu mengambil cangkir di sebelah layar komputer dan perlahan menyeruput kopi yang
sudah mulai dingin. Kopi cangkir kelima dalam tiga jam terakhir.

Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, “untunglah tadi pagi sarapan tiga piring nasi goreng, jadi
belum terasa lapar”, pikirnya. “Tak mengapa, lah”, lanjutnya, “melewatkan makan siang sekaligus
berlatih untuk puasa besok”. Sebenarnya, bukan karena tidak merasa lapar, tapi layar kosong
dihadapannya yang lebih mengganggu pikirannya. Ariel pun merebahkan punggungnya ke sandaran
kursi, melegakan. Sayup-sayup terdengar lantunan lagu kopi dangdut dari dalam tasnya, “oh, lupa
mematikan iPod”, katanya. Dengan segera membuka tas dan mematikan music player yang sudah
menjadi sahabat bersepedanya setiap hari. Ariel kembali duduk bersandar di kursinya, masih
memandang layar kosong.

Ya, besok hari pertama puasa. “Berarti nanti malam sudah mulai bertarawih”, pikirnya. Ariel lalu
melirik ke arah pintu. Nampak pohon yang sudah layu daun-daunnya, tanah di dalam pot tampak
mengering. Dengan gontai mengambil botol Evian dan berjalan ke arah pintu, menuangkan sisa
setengah botol air yang ada ke dalam pot dan duduk kembali di kursi dan, memandang layar halaman
kosong.

Waktu berlalu dan jam dinding sudah menunjukkan pukul 4.30 petang. Masih tertuju pada layar
kosong dihadapannya, Ariel pun memutuskan untuk pulang lebih awal. Setelah mematikan komputer
dan merapikan meja, memasukkan setumpuk manuskrip untuk dibaca di rumah. Melewati mushalla,
barulah teringat kalau dirinya belum bersembahyang dzuhur. Ia pun masuk dan bersembahyang.
Berseka air wudhu yang dingin, segar. Rakaat demi rakaat, perlahan Ariel menyentuhkan kening ke
hamparan sajadah yang lembut. Sekian detik dilewatkan dalam sujudnya. Saat menoleh ke kanan
menutup salam, pandangannya tertuju pada lembaran kertas di dinding, memantunkan untaian kata-
kata.

Hari tiada bermakna


Melewati waktu yang entah bila berakhir
Masa penantian menuju titik akhir
Hari tiada bermakna
Berlalu tanpa berterima kasih
Berlari dengan kekejaman yang menusuk hati
Hari tiada bermakna
Bagai lembaran kosong yang tiada berarti
Tercoreng arang mengaksara cacahan surgawi
Tersirat garis kehidupan memilukan hati
Hari tiada bermakna
Menunjuk lurus menuju mati
Membelokkan mata menarik keranda basi
Hari tiada bermakna
Bagai lembaran kosong yang tiada berarti
Hanya bisa menanti dan menanti
Hanya bisa menanti dan menanti

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
12

Ariel memejamkan matanya sejenak, menghelas nafas dalam. Bertanya-tanya dalam hatinya, “tidak
bermakna kah hari-hari ku ini ?”. Pikirannya melayang, teringat pada layar kosong yang dihadapinya
sepanjang hari ini. Membandingkan hidupnya dengan lembaran kosong itu, membandingkan dengan
lembaran kosong amalan yang akan diisi selama berpuasa besok. “Sungguh tidak bermakna jika
lembaran itu dibiarkan kosong sepanjang sisa hidupku, sungguh merugi kalau lembaran itu tetap
kosong di akhir bulan puasa nanti”, pikirnya. Ariel pun beranjak dan bergegas menuju pintu,
mengenakan sepatu, mengambil tas dan jaket yang digantungkan di balik pintu mushalla. “Aku harus
bergegas pulang, mempersiapkan diri untuk puasa besok. Tidak akan ku biarkan puasa ini berlalu
meninggalkan lembaran kosong dalam buku kehidupanku”, kata Ariel pada dirinya sendiri, dengan
penuh semangat. Ariel pun berlalu ……
Di sudut mushalla, sewujud halus memegang selembar kertas dan pena. Tersenyum menatap rupa
Ariel, ditulisnya:

Amalan Ariel hari ini …..


….., memanfaatkan rahmat Allah dengan menggunakan akal dan fikirannya untuk belajar,
menghindari kemubadziran dengan mematikan peralatan yang dia tak gunakan, berlaku sebagai
tangan Allah untuk menyampaikan rejeki bagi tanaman yang ditimpa kehausan, …..

Sewujud halus itu pun bergumam, “Esok, Allah akan menggandakan nilai amalanmu. Semoga Allah
menguatkan segala niatnya”.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
13

Obrolan Sore Hari

Diary Ramadhan edisi 5 Ramadhan 1431H


Oleh: Teguh Sugihartono

Di suatu sore yang sejuk di pinggir sawah, dua orang sahabat duduk di bawah pohon yang rindang.
Kedua sahabat tersebut bernama Hardjo dan Prawiro. Sambil ditemani teh hangat dan pisang goreng
kedua sahabat menikmati suasana kampung yang masih asri dan bersih. Suara air sungai yang
mengalir dan kicau burung-burung pipit menemani kebersamaan mereka di sore itu.
Prawiro baru saja beberapa bulan yang lalu memutuskan untuk menjalani jalan sufi di salah satu
tariqat di kampung tetangga. Setelah mengikuti jalan sufi ini Prawiro menjadi sedikit berubah. Hardjo
sebagai sahabat dekatnya menjadi penasaran dan memutuskan secara spontan untuk menanyakan
beberapa hal kepada sahabatnya tersebut.

Hardjo: “Wiro, ngapain sih kamu belajar sufi?”


Karso: “Lha, emangnya kenapa gitu?”
Hardjo: “Kamu kan sudah tahu Islam dan shalat lima waktu serta puasa, apa itu nda cukup? Apa yang
membuat kamu memutuskan untuk belajar sufi?”
Karso: “Ada sesuatu dalam diriku yang ingin lebih dari itu. Waktu aku belajar Islam aku sudah
mengetahui banyak hal, namun itu hanya sekadar pengetahuan saja. Itu hanya menjadi makanan
untuk akalku. Sedangkat hatiku juga membutuhkan makanan. Aku ingin mencari kebenaran sejati dan
mencari tahu apa tujuan hidup ini sebenarnya. Aku ingin ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.
Aku ingin mencari arti di dalam arti, makna di dalam makna dari kehidupan ini. Siapakah aku?
Siapakah Tuhan? Ini pertanyaan-pertanyaan yang mengusikku beberapa waktu yang lalu. Ini yang
membuatku tertarik untuk menjalani perjalanan sufi ini.
Hardjo: “Sebenernya sufi itu gimana sih? Apakah sama dengan Islam ataukah berbeda dengan Islam?
Atau gimana?” Hardjo masih bingung.
Karso: “Kalau aku lebih mudah memahaminya dengan memakai suatu perumpamaan. Jika aku pakai
perumpamaan jeruk. Jeruk itu ada kulitnya dan juga ada isinya. Jika Islam aku umpamakan dengan
kulit jeruknya, maka isinya tersebut adalah Sufi. Shalat lima waktu, puasa dan lain-lain itu adalah kulit
luarnya, hal ini bisa dilihat oleh orang banyak. Namun isi hati tidak bisa dilihat orang. Sufi ini
mengupas banyak tentang isi dalam hati. Sufi ini bisa dikatakan agama hati. Tentu saja jeruk terdiri
dari kulit dan isinya dan mereka merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lainnya. Sama seperti Islam dan Sufi itu sendiri. Isi jeruk membutuhkan kulit jeruk dan sebaliknya,
kulit jeruk tanpa isi jeruk tidak bernilai apa-apa. Banyak orang yang shalat lima waktunya tidak
pernah ketinggalan tapi kerjanya menyakiti perasaan orang tua dan orang-orang sekitarnya. Banyak
yang berpuasa tapi senang mengambil hak orang lain. Itu karena mereka baru makan kulit jeruknya
saja tapi belum dapat isi jeruknya. Jadi antara Islam dan Sufi itu nda ada bedanya, mereka itu sama
saja. Seorang muslim yang baik adalah seorang sufi, apakah mereka menyebut dirinya Sufi atau tidak.
Sufi banyak sekali membantuku untuk memahami Islam dengan lebih baik. Sufi membantuku untuk
menjadi seorang muslim yang lebih baik. Seorang muslim yang tidak hanya menjalankan perintah
namun juga mengerti essensinya. Bukan hanya bisa tahu bagaimana membuka kulit jeruk, tapi juga
bisa menikmati isi jeruk tersebut.

Hardjo pun mengangguk-angguk. Sambil menyeruput teh hangat dan memasukkan pisang goreng ke
dalam mulutnya dia pun melanjutkan pertanyaannya.
Hardjo: “Waduh jawabanmu dalem banget. Sebentar, kita mulai pelan-pelan, aku juga ingin
memahaminya. Sebenarnya Sufi itu apa sih?”
Prawiro: “Sebenarnya setiap orang yang sedang dalam perjalanan mencari kebenaran sejati adalah
seorang sufi, apakah orang tersebut menamakan dirinya sendiri sufi atau tidak. Seorang sufi itu bebas
dari percaya atau tidak percaya namun tetap memberikan kebebasan kepada orang lain untuk
memiliki pendapatnya masing-masing. Perjalanan Sufi ini adalah perjalanan mencari ke dalam diri.
Perjalanan untuk mengenal diri dan Tuhannya karena barang siapa yang telah mengenal dirinya maka
dia akan mengenal Tuhannya. Bagi seorang Sufi, Sang Guru akan selalu hadir dan hidup baginya,
tidak pernah pergi walau sedikitpun. Sang Guru akan dapat ditemui di semua bentuk dan

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
14

manifestasinya. Sang Guru akan tetap Satu dan yang Satu ini akan dapat dia kenali di mana-mana.
Setiap saat adalah saat yang dia akan pergunakan untuk bersama dengan Sang Guru. Bagi Sufi,
Tuhan bukan hanya Sang Pencipta dan Pemilik dunia ini, namun juga seorang Sahabat dan Kekasih
yang sangat dia cintai. Cita-cita tertingginya adalah bertemu dengan Beliau, bertatap mata dengan-
Nya, melihat-Nya tersenyum dan mendapatkan Ridha-Nya.

Hardjo terpaku mendengarkan apa yang dikatakan oleh sahabatnya. Giliran Prawiro yang menyeruput
teh hangat. Tidak lupa tangannya meraih bala-bala dan cabe rawit, makanan kesukaannya.
Hardjo: “Terus terang aku nda pernah mendengar hal-hal seperti ini sebelumnya. Kedengarannya
menarik, tapi untukku aku merasa kalau aku sudah merasa cukup dengan pelajaran agama di SMP.
Aku nda punya kebutuhan untuk belajar Sufi, keliatannya njelimet.”
Prawiro: “Nda apa-apa Djo. Setiap orang kan punya kebutuhannya sendiri-sendiri. Setiap orang punya
jalannya masing-masing. Kalau kamu merasa cukup dengan apa yang kamu jalani ya nikmati saja.
Nda usah dipaksakan. Apalagi kalau kamu ngerasa njelimet dengan ajaran-ajaran Sufi, malah
mungkin buat kamu nda akan ada manfaatnya. Malah nanti bikin pusing kepala aja, hehehe…”
Hardjo: “Aku punya pertanyaan yang mudah, pertanyaan yang banyak ditanyakan banyak orang.
Coba terangkan kepadaku bagaimana agar aku bisa bahagia.”
Prawiro: “Coba hidup dengan sederhana. Terapkan semua perintah Tuhan dan jauhi larangan-Nya.
Hormati orang tuamu dan berbuat baik terhadap semua mahluk-Nya. Sayangi istrimu dan anak-
anakmu. Cintai sesama. Inget Djo bahwa kita semua bersaudara. Bahkan orang yang tidak seagama
dengan kita, mereka pun saudara kita. Jangan kita sakiti mereka. Seluruh umat manusia ini
selayaknya seperti satu badan. Apa yang terjadi kalau tangan kita menjatuhkan batu ke kaki kita?
Bukan hanya kaki kita yang sakit, tapi kita juga ikut sakit. Kalau kita menyakiti saudara kita, kita pun
akan ikut sakit. Kalau kita berbuat baik terhadap sesama, kita pun akan mendapatkan buah kebaikan
kita sendiri. Apa yang kita tanam itulah yang akan kita dapatkan.

Kita semua berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Kebanyakan dari kita sedang terpisah
dari-Nya, oleh karena itu kita menderita. Kita menderita karena kita hidup tanpa kehadiran-Nya.
Kebanyakan dari kita hanya melihat apa yang dilihat oleh matanya saja. Namun kebanyakan hal-hal
yang justru berharga tidak bisa dilihat hanya dari mata kasat ini saja, tapi harus dengan mata hati.
Jika mata hati kita terbuka, seluruh dunia akan terbuka Djo. Banyak orang yang ingin bahagia tapi
salah dalam mencarinya. Mereka mencarinya di dalam dunia materi. Mereka cari kebahagiaan di
pekerjaannya, mereka pikir pekerjaannya yang akan membuatnya bahagia. Mereka cari kebahagiaan
di dalam harta dan berpikir bahwa punya banyak harta itu akan membuatnya menjadi bahagia.
Mereka cari kebahagiaan di dalam kecantikan tubuh dan menyangka bahwa jika mereka bisa punya
wajah yang cantik dan tubuh yang indah mereka akan bahagia. Itu semua ilusi Djo, jangan sampai
kita tertipu. Buktinya banyak yang banyak hartanya, punya pekerjaan bagus, punya wajah dan tubuh
yang indah tetap tidak bahagia. Malah menderita. Itu karena kebahagiaan sejati tidak terletak di
berapa banyak harta yang kita miliki. Kebahagiaan sejati tidak terletak di waja yang cantik dan tubuh
yang indah. Bukan Djo, jangan tertipu. Kebahagiaan sejati ada di dalam hati ini. Kebahagiaan yang
sejati ada di dalam hati yang tenang dan damai. Yaitu ketika Sang Kekasih sangat dekat dengan kita
dan semakin dekat dengan kita, sampai tak ada jarak lagi. Kita merasakan kehadiran Kekasih dalam
diri dan telah memenuhi isi hati kita. Ketika hati kita ini tidak lagi merindukan dunia tetapi
merindukan-Nya. Ketika kita menjadi warga dunia ini tetapi bukan lagi milik dunia. Ketika kita selalu
bisa bersama dengan Sang Kekasih. Ketika hati kita telah melebur bersatu bersama-Nya.”

Tanpa terasa sore telah berganti malam. Prawiro pun mengakhiri obrolannya.
Prawiro: “Djo, aku ngomong gini itu bukan maksudku untuk mengguruimu lho. Omonganku ini
sebenernya ditujukan untuk diriku sendiri, agar aku belajar dan mengambil manfaat darinya. Jika ada
yang bisa bermanfaat untukmu maka ambillah, jika tidak ada ya nda usah dianggap serius.
Sebenarnya aku ini nda tau lebih banyak dari kamu. Jika ada omonganku yang bener, maka itu
semuanya ini berasal dari-Nya. Jika ada yang salah maka itu datang dariku sebagai manusia biasa.”
Hardjo: “Wiro, aku senang mendengarkan ocehanmu. Kapan-kapan kalau kita ada waktu kita
lanjutkan obrolan kita ini ya.”
Kedua sahabat itu pulang ke rumah masing-masing sambil memikirkan obrolan yang terjadi spontan
di pinggir sawah sore hari itu. Suara jankrik pun mulai bersahut-sahutan menemani sang malam.
Untuk kakek Hardjoprawiro.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
15

Ramadhan Telah Tiba

Diary Ramadhan edisi 6 Ramadhan 1431H


Oleh: Abdul Muizz Pradipto

Hari-hari menjelang dan selama bulan puasa adalah hari-hari ucapan selamat dan kata maaf
bertebaran. Di hari-hari ini, silaturrahmi biasanya tersambungkan kembali. Tak hanya itu, ritme hidup
dan aktivitas sedikit (atau banyak) berubah, menyesuaikan dengan ritme dan aktivitas berpuasa. Ya,
di luar dari segala keutamaan ibadah di bulan ini, hari-hari ini adalah memang hari-hari istimewa.
Namun, hari-hari menjelang dan selama bulan puasa juga selalu berhasil membangkitkan rasa rindu
kampung halaman dan keluarga tercinta.

Saya ingat, di tanah air sana menjelang bulan Ramadhan, di tayangan dan iklan-iklan televisi
bertebaran tema-tema seputar ibadah puasa. Promosi acara menemani sahur, menjelang buka puasa,
bahkan sinetron khusus Ramadhan disiapkan. Iklan obat mag, dikaitkan dengan puasa. Iklan kecap
dan bumbu penyedap, dikaitkan dengan menyiapkan buka puasa dan sahur. Kalau produknya tidak
ada hubungannya dengan puasa, no problem, tambahkan saja di bagian akhir iklannya ucapan
Marhaban Yaa Ramadhan. Tak hanya televisi, radio dan koran menampilkan tema Ramadhan juga.
Artikel di buletin Jum’at menyampaikan topik keutamaan bulan puasa. Di masjid, beberapa pekan
sebelum Ramadhan sudah ditempel jadwal penceramah tarawih selama sebulan, biasanya malam
pertama diisi oleh ketua takmir mesjid. Bukan hanya penceramahnya, pendengarnya pun disiapkan:
sekolah membagikan buku jurnal yang harus diisi siswa dengan rangkuman ceramah dan kultum di
bulan Ramadhan, lengkap dengan tanda tangan Ustadz dan stempel masjid. Tak ingin kalah, di
spanduk sepanjang jalan, partai politik dan para tokoh masyarakat turut mengucapkan selamat
menunaikan ibadah puasa. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, benar kata
sahabat saya, Ramadhan selalu berhasil mengkondisikan kehadirannya untuk disambut. Alhamdulillah,
subhanallah..

Saat bulan puasa dimulai, aktivitas warga sudah berjalan jauh sebelum fajar menyingsing. Tiap hari
sebelum ibu-ibu bangun menyiapkan sahur, remaja masjid atau karang taruna setempat melakukan
pawai keliling kampung, “Sahuur.. sahuur..” tak lupa kentongannya dibawa. Di kampung-kampung,
selain adzan awal, ada pengumuman sahur dan imsak yang biasanya dikumandangkan dalam bahasa
daerah, redaksi kalimatnya sama persis dengan intonasi yang begitu-begitu juga dari hari ke hari,
sehingga di hari kesepuluh warga di sekitar mesjid sudah hafal kata per katanya dan bisa menirukan.
Sudah itu, aktivitas di tiap rumah bermula: ibu bangun paling awal, kadang sholat malam dulu
beberapa rekaat, kemudian memasak sahur dan membangunkan keluarganya untuk sahur bersama,
seringkali ditemani acara sahur di televisi. Jika masih ada waktu agak panjang, riuh rendah bacaan
Qur’an bergema di rumah menanti adzan shubuh, seperti suara lebah kalau didengar dari jauh. Indah
sekali.

Saat adzan shubuh berkumandang, jalanan sudah ramai dengan jamaah sholat yang berjalan menuju
mesjid. Usai sholat shubuh, ceramah kuliah shubuh disampaikan. Lalu usai ceramah, bak selebritis,
pak ustadz dikerubuti untuk dimintai tanda tangan di buku jurnal anak sekolah. Oya, ada hal lucu
yang sering disindir para penceramah, biasanya di hari pertama Ramadhan jamaahnya membludak ke
belakang sampai ke luar mesjid, lalu sedikit demi sedikit mengalami kemajuan hingga di akhir
Ramadhan jumlah jamaah tak jauh beda dengan di luar Ramadhan. Betul, konsistensi dan stamina
beribadah kita di bulan ini memang harus dijaga hingga akhir bahkan seusai Ramadhan.

Hadirnya Ramadhan juga menandai hadirnya kebiasaan baru di banyak kantor atau kampus. Di
waktu-waktu luang, tak jarang dijumpai karyawan atau mahasiswa yang mojok di sudut ruangan
kantor atau kelas, sibuk dengan mushaf Qur’an mungilnya, mendadak sholeh. Sebagian lagi memilih
tidur-tiduran (atau tidur betulan) di mesjid sebelum atau sesudah sholat wajib gara-gara sejuknya
udara di dalam masjid tersebut, atau gara-gara iming-iming tidurnya orang berpuasa adalah ibadah;
di kanan kirinya suara orang sedang membaca Qur’an, menambah tentram perasaan dan nyenyak
tidurnya. Senang membayangkan bahwa produktivitas tak berkurang di bulan ini, bahkan waktunya
makin optimal digunakan. Kantin dan warung, tentu saja sebagian besar tutup di siang hari dan baru
buka lepas ashar. Tak hanya kantin dan warung itu, orang jualan kolak, es teler, es cendol, es

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
16

shanghai, rujak atau yang lainnya tiba-tiba bertebaran banyak sekali -sebagian para penjual dadakan-
di jam-jam menjelang berbuka, dan istimewanya, rata-rata laris! Rupanya di bulan ini Allah tetap
membukakan rizki-Nya bagi mereka yang mau berusaha.

Ada lagi hal yang tak lazim di bulan ini. Biasanya, bagi masyarakat di Indonesia, jadwal sholat tidak
terlalu sering diperhatikan. Pasalnya, adzan berkumandang di mana-mana, dan panjang harinya pun
tak jauh berubah. Tapi di bulan ini, jadwal sholat menjadi sangat penting dan dicari. Waktu sholat
maghrib sangat dinanti, dan adzan pun dikumandangkan sangat presisi mengikuti jadwal ini. Suasana
ta’jil di mesjid, atau buka puasa bersama keluarga di rumah menikmati es buah atau kolak yang baru
dibeli sorenya langsung menghapus dahaga. “Haus? sudah lupa tuh..”
Di waktu isya, komplit sudah aktivitas bernuansa Rabbani dalam satu hari di bulan puasa ini. Waktu
ini juga adalah waktu di mana jamaah masjid meluber hingga ke luar. Lepas isya, pak Ustadz (yang
nantinya juga akan menjadi selebritis semalam) menyampaikan ceramah tarawih. Seusai ceramah,
sholat tarawih didirikan, kadang dengan speed yang mengagumkan. “Eh, mesjid itu tarawihnya bagus
lhoh!” “Kenapa?” “Cepet beres..” Hihi..

Hanya di Indonesia sajakah, hangatnya suasana Ramadhan ini? Alhamdulillah, setelah beberapa kali
merasakan Ramadhan di negeri orang, saya bisa mengatakan tidak. Tentu saja, ada warna yang
berbeda. Di sini adzan tidak berkumandang di corong mesjid. Woro-woro bukan lagi lewat speaker
masjid, melainkan di mailing list. Pawai keliling sahur juga tak lagi terdengar. Tak ada kuliah shubuh
atau tarawih dalam bahasa Indonesia, tapi tausiyah dan nasehat bertebaran di internet. Kini, ta’jil di
mesjid dinikmati sembari duduk semeja dengan saudara kita Muslim dari berbagai penjuru Asia, Eropa
dan Afrika. Tak ada kolak, sup harira pun jadi. Sederet perbedaan boleh didaftar, namun insya Allah,
berkah dan keutamaan Ramadhan akan tetap diperoleh, jika bersungguh-sungguh meraihnya.
Semoga rasa rindu akan tanah air dan keluarga makin memotivasi untuk mengisi Ramadhan ini
sebaik-baiknya, hingga Allah nanti kumpulkan kita dengan orang-orang yang kita cintai dalam
kebaikan, amin..

Sahabat, selamat menjalankan ibadah puasa!

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
17

Road to Groningen

Diary Ramadhan edisi 7 Ramadhan 1431H


Oleh: Susanah Agus

“… Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(Al-BAqarah; 216)
Semenjak aku kuliah di program studi pendidikan Bahasa Inggris, setiap kali ditanya apa
rencana masa depanku, jawabku akan selalu sama: (1) menyelesaikan S1 dengan nulis skripsi dan
bukan ujian komprehensif, (2) melamar jadi PNS dosen di almamaterku, (3) S2 di luar negeri, dan (4)
menikah setelah selesai S2. Siapapun yang bertanya, selalu kujawab begitu. Bahkan ketika senior
yang sangat dekat denganku mencoba melihat kemungkinan untuk menikahiku, akhirnya
mengurungkan niatnya karena setiap kali dia bertanya tentang rencana masa depan, jawabanku
selalu konsisten. Dia menyadari tak mungkin memintaku menikah dengannya karena bila aku
menikahinya kemungkinan aku hanya selesai S1 saja. Dia mencari pasangan hidup yang bersedia
menemaninya mengabdi di daerah kabupaten, dan tampaknya aku takkan rela melakoni itu.
Kenapa aku berencana begitu? Menurutku menjadi dosen di provinsi berkembang, seperti
daerahku, sangat fleksibel dengan waktu kerja. Pikirku kala itu, dengan jadi dosen aku bisa
membesarkan anakku sendiri tanpa pengasuh. Dengan jadi dosen aku lebih berpeluang untuk S2 di
luar negeri ketimbang jadi PNS di pemerintahan daerah. Akupun berencana menikah setelah selesai
S2 karena sekolah sambil mengasuh anak dan mengurus suami itu tidaklah mudah, sementara S2 itu
wajib bagi dosen di daerahku. Jenjang S3 kala itu masih sebatas dianjurkan bagi dosen di daerahku.
Jadilah diriku menata hari-hari sesuai rencanaku itu. Saat akhirnya selesai S1, aku dikaruniai
rezeki dari Allah SWT, aku lulus tes dan diterima jadi PNS dosen di almamaterku. Betapa bahagianya
aku, dua rencanaku terlaksana dengan sukses. Semakin mantaplah aku dengan rencanaku itu, cari
beasiswa S2 di luar negeri dan kemudian menikah. Bagiku rencana itu adalah yang terbaik buatku.
Padahal kala itu aku telah menginjak usia 25 tahun, usia yang matang untuk menikah, namun aku
tidak berfikir ke arah sana. Aku khilaf pada satu hal, menikah itu lebih mulia dimata Allah SWT
ketimbang gelar S2. Aku tenggelam dalam kekhilafan itu selama 4 tahun. Keinsyafan itu baru muncul
kala Allah SWT mengujiku dengan kegagalan beruntun.
Demi menggapai rencana ketiga, aku mulai cari informasi sana-sini tentang beasiswa S2.
Mengingat diriku lulusan program pendidikan bahasa Inggris, aku memusatkan pencarianku pada
universitas-universitas di Negara berbahasa Inggris. Jadilah diriku melamar beasiswa yang ditawarkan
pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Aku gak kepikiran untuk mencoba universitas di
negara-negara Eropa lainnya. Alasanku kala itu cukup simpel; bahasa Inggrisku gak akan membaik
kalo kuliah di negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama.
Beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat dan Inggris rupanya tak berjodoh denganku.
Berkali-kali kulamar, tetap saja gagal di proses awal. Angin segar itu datang dari negeri Kangguru.
Lamaranku memasuki tahap final tahun 2005. Tapi aku rupanya gagal di tahap itu. Tidak pantang
menyerah, kuulang lagi melamar di tahun 2006, masuk ke tahap final. Namun gagal lagi. Yang lebih
menyakitkan buatku, dari 4 orang dosen di almamaterku yang ikut tes itu, hanya aku seorang yang
gagal. Aku tenggelam dalam duka.
Rupanya bencana tsunami, membuat pemerintah Australia memberikan program beasiswa
tambahan, APS. Aku melamar kembali ke sana, dan masuk ke tahap final. Tapi lagi-lagi pil pahit
kegagalan harus kutelan. Akupun kembali tertohok dengan kenyataan 3 dari 6 dosen di universitasku
menerima beasiswa itu. Kakakku menyarankan kepadaku untuk melupakan rencana S2 di Australia.
Menurutnya itu bukan jalanku.
Seorang seniorku menyarankan aku untuk melamar beasiswa StuNed periode 2007. Namun
aku malas banget melamar saat kubaca salah satu syaratnya aku harus memiliki surat penerimaan
dari universitas dahulu sebelum melamar. Duh.. males banget dech kalo harus cari admission letter.
Lagian Belanda tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari.
Tiga kegagalan pahit yang kurasa itu rupanya mulai membuka mataku. Seorang lelaki, yang
akhirnya menjadi suamiku, mengajakku berdiskusi tentang apa yang kurang tepat dengan rencana
masa depanku. Dia menyadarkanku bahwa pilihanku yang menempatkan menikah di bawah prioritas

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
18

S2 adalah hal yang kurang baik dari segi agama. Aku melupakan pertambahan usiaku dan sibuk
dengan urusan duniawi bernama niat sekolah. Padahal jelas sekali bahwa menggenapkan dien-ku
dengan menikah itu lebih mulia dimata Allah SWT ketimbang S2ku. Akupun tersadar bahwa niatku itu
kurang tepat. Tidak semestinya niat sekolah menghalangiku dari mengutamakan menikah. Dari
diskusi dengannya itulah aku akhirnya mengubah niatku. Aku memutuskan menikah, dan dia yang
kupilih sebagai pasangan jiwaku.
Meski orang tua dan saudara-saudaraku kecewa dengan keputusanku melupakan rencana S2
untuk sementara waktu, mereka mengizinkanku menikah. Mereka menyadari bahwa aku yang berhak
menentukan jalan hidupku. Akupun menikah di Januari 2007.
Rupanya Allah SWT punya rencana baik atas hidupku. Aku hamil tak lama setelah menikah.
Seorang juniorku mengajakku melamar beasiswa pra-registrasi StuNed tahun itu, namun aku menolak
dengan alasan aku sedang hamil dan tak bersedia terpisah dengan bayiku bila aku lulus beasiswa itu.
Suamiku mendukung keputusanku. Setelah anakku lahir, akupun kembali diajaknya untuk
melihat ke depan. Aku harus segera S2 karena itu syarat wajib sebagai dosen. Karena lamaranku ke
beasiswa luar negeri kembali berbuah kegagalan, akupun beralih melamar S2 di dalam negeri. Tapi
aku juga iseng-iseng berhadiah ikut melamar StuNed pra-registasi untuk periode 2009. Saat melamar
itu aku tak menaruh harapan apapun, aku iseng saja. Tapi tidak rupanya dengan suamiku. Bahkan dia
sampai melafazkan nazar untuk keberhasilanku mendapatkan beasiswa itu.
Rupanya inilah rezeki yang Allah SWT persiapkan untukku. Aku mendapatkan suami yang
sangat mendukung kemajuan akademis karirku, seorang buah hati, lulus beasiswa StuNed 2009 dan
bisa bersekolah di RUG, Groningen, Belanda. Alhamdulillahirrobbil ‘alamin. Meski demi S2 itu aku
harus merelakan diri berpisah dengan puteri kecilku dan suamiku selama setahun, namun suamiku
ikhlas melepas kepergianku. Baginya, keberhasilanku itu sebagai hadiah atas keputusanku
mendahulukan menikah.
Akupun mendapat hikmah dari perjuanganku hingga bisa menjejakkan kaki di Groningen.
Persis seperti yang tersirat di surat Al-Baqarah ayat 216; Belanda yang kupikir bukan hal yang baik
buat bahasa Inggrisku, rupanya jadi pelabuhan ilmu buatku. Terlebih lagi, mengeyampingkan
menikah rupanya hal yang tidak mulia buatku. Justru dengan menikah, Allah SWT membukakan jalan
bagi terwujudnya rencanaku.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
19

Nikmat Sehat, Semoga Selalu Bisa Kita Syukuri

Diary Ramadhan edisi 8 Ramadhan 1431H


Oleh: Puri Handayani

“Gunakan sehatmu sebelum datang sakitmu”

Sehat memang nikmat Alloh yang luar bisa, maka sudah sewajarnya kita bersyukur dengan mengisi
hari-hari sehat kita dengan hal yang berguna. Saat saya sakit flu saja rasanya sudah tersiksa sekali.
Paling tidak butuh tiga hari untuk sembuh kembali, dan selama kena flu tersebut hanya bisa terkapar
tidak bisa apa-apa. Pada saat sakit itulah kadang baru sadar betapa berharga waktu saya sehat, dan
betapa sering kali saya menyia-nyiakan karunia sehat tersebut.

Sakit bisa menjadi ujian kesabaran yang sangat berat, apalagi jika penyakit itu diderita selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Bukan hanya buat yang sakit tetapi juga buat keluarga
yang merawatnya juga. Setidaknya hal ini yang saya saksikan pada keluarga sahabat saya. Sejak awal
2000an ibunda tercinta terkena stroke hingga saat ini. Ibunda yang selama ini menjadi tulang
punggung keluarga, membiayai kuliah putra-putrinya tiba-tiba terkena stroke tidak berapa lama
setelah putra putrinya menyelesaikan kuliah dan bekerja. Hmm…kadang saya berfikir mungkin beliau
selama ini menahan segala sakitnya demi terus bekerja untuk putra-putrinya. Ibunda yang dulunya
terlihat tegar dan gesit, saat ini hanya bisa terbaring tidak mampu melakukan aktivitas apapun. Tidak
hanya itu, beliau sekarang juga mulai pelupa. Tiba-tiba saja beliau suka marah karena merasa tidak
diberi makan selama seharian, padahal sebenarnya beliau sudah makan. Kadang sahabat saya ini
sampai memilih untuk membiarkan piring dan gelas yang dipakai beliau tetap dimeja, sehingga kalau
beliau protes bisa diberikan bukti. Emosi beliau juga tidak stabil lagi. Beliau bisa demam tinggi karena
cucu yang dikangeni tidak jadi datang menengok beliau. Sungguh berbeda sekali dengan saat
pertama kali saya mengenal beliau disekitar tahun 1995, saat beliau masih sehat, saat saya melihat
beliau sebagai sosok perempuan yang tegar, sandaran putra-putrinya.

Hmm…sakit memang bisa menimpa siapa saja. Sakit bisa mengubah kehidupan seseorang secara
drastis, baik secara fisik, financial, maupun emosional. Hanya kesabaran dan semangat ikhtiar
mungkin yang bisa melawannya. Itupun belum tentu berhasil. Menyaksikan beberapa sahabat
maupun keluarga yang diberi cobaan sakit sering kali membuat saya bersyukur sekaligus khawatir,
berharap agar saya dijauhkan dari cobaan itu, berdoa untuk teman dan saudara yang sakit semoga
mereka bisa seperti Nabi Ayub yang sabar dan akhirnya mendapat pertolongan dari Alloh.

dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah
ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
20

Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan
Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu
rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
21

Menafakuri Kematian

Diary Ramadhan edisi 9 Ramadhan 1431H


Oleh: Sri Pujiyanti

Without cause God gave us being;


Without cause, take it back again.
Jalaluddin Rumi

Seorang teman baru saja meninggal beberapa hari sebelum Ramadhan ini. Seorang perempuan cantik
penuh energi yang usianya baru saja 31 tahun. Setelah dua tahun berjuang melawan kanker rahim
yang telah menjalar kemana-mana, akhirnya dia pasrah. Dia menyerah. Ketika membuka laman
Facebook-nya, membaca tangis kehilangan orang-orang yang mengenalnya, saya sempat tertegun
ketika dia menulis ‘heaven is a concept’ di lamannya tersebut. Saya tidak pernah tahu apakah
akhirnya dia menemukan kebenaran atas kata-katanya bahwa surga hanyalah sebuah konsep di
kepala kita belaka.

Kematian teman saya itu menghantui saya berhari-hari. Membuat saya sedih dan merasa hidup ini
sesuatu yang absurd. Pertanyaan yang dulu pernah saya tanyakan ketika kematian itu pertama kali
bersinggungan secara pribadi dengan saya -mengapa kita ada di dunia ini jika hidup kita bisa
sewaktu-waktu tercerabut- muncul lagi ke permukaan. Dan saya takut. Lalu bermimpi buruk.

Kematian sesuatu yang saya takuti. Sesuatu yang saya pikirkan terlalu sering. Mungkin karena dia
diselimuti kegelapan. Sebuah perjalanan ke dunia tanpa peta. Tidak pernah ada orang yang pernah
kembali dari kematian dan bercerita pada kita yang hidup ini mengenai situasi di dunia sana.

Kematian saya takuti mungkin karena pada kematian bersemayam neraka, yang menakutkan. Kadang
saya menyalahkan komik jelek yang pernah saya baca waktu kanak-kanak yang melukiskan neraka
dengan keseraman yang absolut yang seringkali memberi saya mimpi buruk hingga saat ini. Saya
harus akui bahwa saya takut pada neraka, dan saya seringkali berharap bahwa nerakalah, bukan
surga, yang cuma konsep di kepala manusia. Jalaluddin Rakhmat satu-satunya penulis yang bisa
menenangkan ketakutan saya ketika dia mengatakan di dalam bukunya, Memaknai Kematian, bahwa
neraka diciptakan seperti mesin cuci yang diciptakan untuk membersihkan semua kotoran di baju ini
(perumpamaan ini saya sendiri yang membuat, bukan Kang Jalal). Neraka perlu karena disanalah kita
akan membersihkan semua dosa kita, dan seperti kita menginginkan baju yang bersih, tentu saja kita
juga menginginkan jiwa yang bersih.

Satu teori lain mengenai surga dan neraka yang sedikit lucu saya dapat dari sang ilmuwan Blaise
Pascal yang punya teori yang menarik mengenai Tuhan, surga dan neraka. Katanya, akan lebih baik
(baca:menguntungkan) kalau kita percaya Tuhan, karena jika Tuhan itu ada, jika kita mempercayai-
Nya kita akan masuk surga, dan jika tidak, kita akan masuk ke neraka selama-lamanya. Jika Tuhan itu
tidak ada, kita tidak rugi apapun selama hidup kita mempercayai Tuhan karena we’re dead anyway.
Teori yang ditolak mentah-mentah oleh Richard Dawkins, sang atheis yang terkenal itu dengan
alasan, urusan percaya-mempercayai Tuhan tidak bisa hanya mempergunakan hitungan untung rugi
seperti itu. Membuat saya berpikir, apakah selama ini saya berhitung untung rugi dengan Allah?
Membuat saya teringat Rabiah, sang sufi perempuan yang berdoa, “Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalamnya. Jika aku menyembah-Mu karena mengharap
surga, campakkanlah aku darinya.” Dalam hal ini, Rabiah dan Richard Dawkins sepakat :D.

Satu hal lain yang saya takuti dari kematian adalah karena kematian berarti kehilangan,
ketidakberartian. Saya tipikal orang yang clingy, posesif. Dan kematian adalah mimpi buruk untuk
orang seperti saya. Dulu, ketika saya masih remaja, doa saya nomor satu adalah, ‘Ya Allah, mudah-
mudahan saya tidak akan pernah merasakan kehilangan karena kematian selama saya hidup. Kalau
boleh, semua orang yang saya sayangi harus meninggal setelah saya.’ Saya tahu, doa yang muskil
(dan harus saya akui, kadang saya masih berdoa begitu sekarang). Dan Allah mengajari saya untuk

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
22

menghadapi ketakutan saya paling besar itu dengan cara yang paling indah. Saya dibenturkan pada
kematian orang terdekat saya. Tanpa disangka-sangka. Datang secara tiba-tiba.

Pada saat itu, bertahun-tahun yang lalu, ketika sayap kematian itu datang dan merengkuh orang
terdekat saya, saya sempat mati rasa. Saya kesulitan untuk mencernanya. Saya butuh waktu lama
untuk mengangkat kepala dari keterpurukan. Saya beruntung saya dilimpahi keluarga dan sahabat
yang setia mau menemani pada saat-saat terburuk saya. Ketika saya merasa jadi orang paling malang
sedunia, seorang sahabat menceritakan kisah seorang perempuan dalam cerita Budha, Kisagotami,
seorang perempuan yang kehilangan anaknya, jadi setengah gila, dan meminta Budha untuk
menghidupkan anaknya kembali. Budha berjanji untuk menghidupkan anaknya dengan bumbu yang
harus dicari Kisagotami dari rumah yang tidak pernah mengenal kematian. Kisagotami berjalan dari
rumah ke rumah mencari bumbu tersebut hanya untuk mendengarkan kisah sedih mengenai kematian
dari tiap rumah yang dia kunjungi. Ada yang kehilangan suami, kehilangan istri, kehilangan orangtua,
kehilangan saudara. Kisagotami berhenti bersedih ketika sadar ternyata kematian adalah sebuah
keniscayaan dan kepedihannya dibagi oleh semua orang di bumi ini. Tanpa kecuali. Dan saya, seperti
Kisagotami, belajar untuk melihat bahwa saya bukan satu-satunya orang yang mengalami kepedihan.
Dalam bahasa sahabat saya, every one has their cross to bear.

Allah mengajarkan bahwa fitrahnya, kita tidak pernah memiliki apapun, semuanya milik Allah. Bahwa
segala sesuatu yang kita kasihi suatu saat akan jadi cobaan untuk kita. Kita bukan pemilik belahan
jiwa kita, atau anak-anak yang lahir dan mewarisi darah kita. Akan tetapi, buat saya, rasa kehilangan
itu wajar, karena saya rasa, rasa kepemilikan juga fitrah yang diberikan Allah agar kita dapat menjadi
‘penjaga’ yang baik. Rasa memiliki dan perasaan kehilangan akan menjadi elemen keseimbangan
yang datang silih berganti mengasah jiwa kita. Kepedihan akan jadi pupuk agar saya belajar untuk
memelihara semua yang saya kasihi sebaik-baiknya karena saya tidak pernah tahu kapan semua itu
akan hilang, dan saya harus belajar mengikhlaskan semua yang selama ini saya ‘miliki’ karena semua
itu bukan milik saya.

Ikhlas, ikhlas, ikhlas. Betapa sulitnya menerjemahkan kata itu ke dalam perilaku.

Satu lagi permasalahan besar saya ketika bersentuhan dengan kematian, saya cenderung fatalis.
Ketika saya becermin pada hidup orang terdekat saya yang meninggal, saya ketakutan karena tiba-
tiba, manusia seperti tidak ada artinya. Dunia akan terus berputar ketika kita sudah tidak ada. Dan
perlahan-lahan, orang-orang yang menangisi kita akan berhenti menangis. Perlahan-lahan, kita akan
dilupakan. Hal-hal yang kita wariskan di dunia ini akan hilang perlahan dan suatu saat, manusia
bahkan akan lupa bahwa kita pernah hadir di dunia ini. Absurd dan menyakitkan. Saya kehilangan
selera makan dan semangat hidup. Pertanyaan, ‘lalu untuk apa kita ada di dunia ini jika pada akhirnya
kita akan jadi sesuatu yang terlupakan dan seolah-olah tidak pernah ada?’ muncul dan tidak mau
pergi dari kepala saya. Butuh energi besar untuk mengusir pikiran negatif itu, yang kemudian selalu
muncul lagi dalam riak-riak kecil (dan besar jika saya bersentuhan dengan kematian lagi seperti ketika
teman saya meninggal). Saya selalu butuh untuk menguatkan diri saya sendiri bahwa saya, ya, saya
mungkin tidak akan menciptakan sesuatu yang besar, akan tetapi, dengan remah kecil saya, saya
dapat berkontribusi untuk dunia yang lebih baik dan insyaAllah anak-anak saya akan lebih baik dari
saya, orangtua mereka. Setiap kali saya merasa tidak ada artinya, saya mengingat bahwa Islam
mengajarkan bahwa tujuan manusia ada di dunia ini adalah untuk mencari ridha Allah dengan
beribadah pada Allah, yang saya artikan sebagai beribadah dalam arti luas. Horizontal dan vertikal.
Menciptakan surga di dunia ini dan dunia setelah kematian. Dan saya bertanggung jawab atas surga-
surga itu. Saya harus melakukan sesuatu, tidak hanya berdiam diri meratapi nasib dan menunggu
mati. Ucapan populer seorang sutradara, Stanley Kubrick, juga selalu menyemangati saya. Dia
mengatakan, ‘The most terrifying fact about the universe is not that it is hostile but that it is
indifferent, but if we can come to terms with this indifference, then our existence as a species can
have genuine meaning. However vast the darkness, we must supply our own light.

Menjelang Ramadhan ini, saya berpikir kembali mengenai kematian. Mengingat seseorang yang telah
bertahun-tahun meninggalkan saya dan tahun ini saya tidak sempat menjenguk makamnya.
Mengingat Didi, teman saya yang meninggal karena kanker itu, dan anak yang ditinggalkannya yang
masih balita. Memandang orang-orang yang saya kasihi. Apakah tahun depan saya masih akan bisa

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
23

bertemu mereka dan bertemu Ramadhan? Ketika mengingat kematian, saya menyadari bahwa saya
tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Saya harus terus menerus membersihkan diri. Belajar mengisi
waktu saya dengan hal-hal yang bermanfaat. Belajar untuk memberi arti pada hidup saya, seperti
apapun. Belajar untuk bersabar. Belajar untuk berempati. Belajar untuk berdisiplin, karena mencintai
adalah kata kerja, apalagi mencintai Allah. Karena kematian mengajari saya, days maybe long, but life
is short.

-untuk Didi dan A.B-

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
24

Ketika Iqro Mengaji

Diary Ramadhan edisi 10 Ramadhan 1431H


Oleh: Rahmad Mahendra

Lima belas soal mata pelajaran Kimia itu telah mereka tuntaskan di siang yang terik. Hamzah dan
Iqro, dua sahabat semenjak sekolah dasar, menyelesaikan satu-satunya pekerjaan rumah di akhir
pekan kali ini. Tidak seperti akhir pekan biasanya ketika setidaknya tiga dari lima mata pelajaran di
hari Senin memiliki tugas, LKS, atau laporan praktikum. Belum lagi jika dihitung dengan PR untuk hari
Selasa sampai Jumat pekan depannya. Pekan ini, tampaknya guru di SMA Hamzah dan Iqra
bersekolah mengekang ‘nafsu’ mereka untuk memberikan setumpuk tugas untuk para siswa. Pekan
pertama Ramadhan. Entah maksudnya supaya siswa punya lebih banyak waktu untuk beramal.
Wallahu’alam.
“Zah, enaknya kita ngapain ya?”, Iqro memasukkan bukunya ke dalam tas. “Aye males balik nih
sekarang, adek-adek aye lagi pada rame di rumah. Heboh pasti”
“Jalan-jalan yuk, Ro. Kapan lagi? Biasanya weekend tugas-tugas numpuk, cuma sempat main bola
sabtu di lapangan”
“Ogah ah. Panas di luar. Bedugnya kan masih lama, Zah.” Iqro malas-malasan, malah nyender di
pojok ruangan setelah mengemasi tasnya. “… kitamain game baru XBox lo aja ya, yang baru Lo beli
bulan lalu.”
“Bosen ah. Jagoannya kalah mulu di stage 8. Boss nya terlalu jago deh. Sok aja atuh, kalo Lo mau
maen. Gue ngenet aja deh, siapa tau ada status-status seru di Pesbuk.”
“Ah, Lo nya aja yang ga bisa maen. Sini aye ajarin.” Iqro menyalakan TV set milik Hamzah. Sejak
mereka masih berseragam putih merah, Iqro telah dianggap bagian dari keluarga Hamzah sehingga
Iqro tidak canggung di rumah gedongan itu.
“Babe Nyak Lo mana, Zah? Dari tadi sepi banget nih rumah?”
“Abah dan Emak lagi nengokin Mang Udin ke Karawang. Masih ingat Mang Udin ga yang dulu jadi
supir Abah lima tahun lalu? Mang Udin sakit keras kabarnya”
“Innalillahi. Moga Allah memberikan kesembuhan”. Iqro melantunkan doanya, kemudian melanjutkan
pertanyaan berikutnya kepada Iqro, “Kalau Vidi Aldiano?”
“Vidi Aldiano?” Hamzah yang sudah menyalakan laptop mengerutkan kening.
“Abang Lo! Dah di Indonesia kan sekarang? Lah? Kan Lo yang pernah cerita, Abang Lo suaranya mirip
Vidi Aldiano kalo lagi ngaji”
“Ooo.. Kang Alif” Hamzah cengengesan sendiri. Memang dia pernah cerita seperti itu tentang
abangnya yang pernah juara 2 MTQ se-DKI ketika masih mahasiswa S1 di Depok dulu. “Iya, Kang Alif
dah nyampe kemaren lusa dari Groningen. Dia libur dari kerjaan PhDnya sebulan ini. Kang Alif lagi ke
rumah guru SMPnya. Katanya silaturrahmi. Ada-ada aja tuh orang. Biasanya kan orang silaturrahmi
pas lebaran”.
Maka dua pelajar kelas XI IPA itu pun asyik dengan aktivitas masing-masing. Iqro dengan joystick
memelototkan mata ke layar monitor, mengendalikan jagoannya menaklukkan tantangan game genre
action terbaru itu. Sementara Hamzah pun super serius mengklik berbagai teks dan gambar di
browser-nya, menghabiskan waktu dengan plurk, twitter, dan facebook.
***

“Assalammu’alaykum” Pintu kamar Hamzah diketok dan seorang laki-laki berusia sekitar dua puluh
lima tahunan telah hadir di sana.
“Waalaykumsalam,” Hamzah dan Iqro hampir bersamaan menyahut. “Dah pulang, Kang Alif?”
“Baru nyampai. Di sini toh kalian. Akang kira tadi tidak ada orang di rumah, soalnya ruang tamu dan
ruang tengah sepi.” Kang Alif mengambil posisi duduk di depan dipan, membuka majalah yang
dipegangnya. Tapi dia tidak membaca, malah melanjutkan percakapan dengan Hamzah dan Iqro.
“Kalian lagi pada ngapain?”
“Nyobain game barunya Hamzah, Bang.” Iqro menjawab dengan semangat. Dia baru saja
mengalahkan boss stage 10. Iqro kembali membuktikan kalau memang dia sekelas di atas Hamzah
soal main game. Hamzah tak menjawab. Dia merasa jawaban Iqro cukup mewakili bahwa intinya
mereka sedang mengisi waktu kosong dengan aktivitas santai.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
25

“Wah, Ramadhan gini sayang loh diabisin waktunya main game. Mendingan kalian tilawah.” Kang Alif
mulai berceramah di hadapan adik dan teman adiknya itu.
Hamzah cepat-cepat menimpali. “Kan abis Subuh tadi, Hamzah dah tilawah, Kang. Lima halaman lagi”
Kang Alif tersenyum. “Ya, ditambah atuh, Zah. Masa lima halaman aja dah puas. Ramadhan ini
kesempatan mulia untuk mengencangkan amalan, Zah. Allah telah menjanjikan pahala yang berlipat
ganda bagi ummat-Nya. Sayang kan kesempatan emas dilewatkan begitu saja. Bukan ga boleh
refreshing sih, tapi coba udah berapa lama dari tadi kalian di depan layar monitor?”
Mendengar uraian Kang Alif, Iqro memencet tombol pause joy stick, menghentikan permainannya
yang sebenarnya sedang seru. Dia hampir mengalahkan boss stage 11. Hamzah garuk-garuk kepala.
“Coba nih kalian lihat,” Kang Alif menyodorkan majalah yang tadi dibukanya. “Majalah Lentera pekan
ini mengangkat profil yang menginsipirasi nih. Kalian pernah dengar Ummi Maktum voice?”

Hamzah dan Iqro menggeleng.


“Mereka itu LSM yang bergerak salah satunya di bidang Al Quran. Tau ga keistimewaan mereka?”
Kang Alif kembali menanyakan sebuah retorika yang tak berapa lama langsung dijawab sendiri.
“Mereka itu orang-orang yang diberikan ujian oleh Allah, diambil penglihatannya. Mereka tuna netra
namun punya semangat untuk membaca Al Quran. Mereka juga bercita-cita mengembangkan Al
Quran Braille”.
Iqro tambah khusyuk mendengarkan penjelasan Kang Alif. Hamzah yang sebenarnya malas kalau
sudah mendengarkan Kang Alif berceramah pun akhirnya tak kuasa men-hibernate laptop-nya.
“Coba bandingkan mereka dengan kita. Kita seharusnya bisa leluasa membaca Al Quran, sedangkan
mereka sangat terbatas inderanya…” “Baca Al Qur’an itu fadhilahnya sangat istimewa loh. Satu
huruf dalam Al Qur’an dibalas pahala satu kebaikan dan satu kebaikan dibalas sepuluh
kali lipat. Dan Alif Lam Mim itu tidak satu huruf, melainkan Alif, satu huruf dan Lam satu
huruf serta Mim satu huruf.”

Kang Alif mengambil posisi berdiri dan meninggalkan kamar Hamzah. Sementara Majalah Lentera itu
sudah berada di tangan Iqro yang tampaknya tertarik membaca profil LSM yang diceritakan Kang Alif.
Namun tak sampai dua menit, Kang Alif masuk membawa buku agendanya, membuka sebuah
halaman yang di dalamnya terdapat potongan artikel berbahasa Inggris.
“Nih, ada cerita menarik lain. Artikel ini kisah tentang bocah-bocah Palestina umur sepuluh sebelas
tahunan, tapi sudah hafal 30 judz Al Qur’an. Mereka yang masih belia dan hidup dalam kondisi serba
sulit ini tidak hanya khatam baca Qur’an, tapi juga hafal… Kang Alif malu sama mereka. Bukannya
nambah hafalan, malah sering lupa yang sudah dihafal karena jarang diulang”. Kang Alif terdiam, tapi
hanya sebentar.
“Yuk, kita tilawah. Masih ada 20 menit lagi sebelum adzan Asyar. Kita manfaatkan sebaiknya waktu
Ramadhan, ni’mat kelapangan dan ni’mat indera yang telah dianugerahkan-Nya. Kalian ambil wudhu
dulu, kita gantian baca sambil menanti adzan Asyar”. Kang Alif dengan komandonya.
***

Kang Alif telah menyiapkan tiga mushaf Al Qur’an begitu Hamzah dan Iqro selesai dengan wudhunya.
“Nah, dimulai dari Iqro dulu kali ya, kemudian Hamzah, lalu Akang, kemudian Iqro lagi. Sementara
yang satu baca, yang lain nyimak.” Kang Alif dengan instruksinya ibarat trainer outbond.
Iqro yang dapat kesempatan pertama mengelak. “Eh, saya bagian mendengar saja, Kang”. Hamzah
yang sedang membolak-balik mushafnya terkikik.
“Loh? Kok cuma mendengar?” Kang Alif tak menduga kalau Iqro menolak instruksinya. “Pake malu
segala dikasih giliran pertama, Ro. Apa kamu baca setelah Hamzah?”
Iqro panas dingin. Hamzah cekikikan.
“Kenapa sih Hamzah malah ketawa?” Kang Alif bingung dengan tingkah mereka berdua. Hamzah mau
menjelaskan, tapi Iqro sudah lebih dulu bersuara.
“Bukan soal gilirannya, Kang. Tapi… tapi… saya malu bacanya. Saya ngajinya masih terbata-bata,”
penjelasan Iqro nyaris tak terdengar karena saking pelannya.

Kang Alif manggut-manggut dan Iqro masih meneruskan, “..jadi, saya mendengarkan bacaan Kang
Alif dan Hamzah saja ya, Kang?”

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
26

Seutas senyum di wajah Kang Alif tapi bukan meremehkan. “Ro, kita kan bukan lagi lomba
musabaqah toh. Justru kalau kamu membaca, kita punya kesempatan sama-sama bisa memperbaiki
bacaan”.

“Kamu tau ga, Ro? Rasulullah itu pernah bersabda bahwa orang yang membaca Al-Qur’an
sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-
sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-
Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat
lidahnya, dengan kata lain belum lancar bacaannya, dia akan mendapat dua pahala”. “Jadi ga
usah berkecil hati dulu, Allah pun tak akan sia-sia menghargai usahamu”.
“Tapi…” Kang Alif memberi penekanan pada suaranya.
“Tapi seterusnya kamu tentu tidak mau cukup dengan dua pahala saja kan? Karena itu harus banyak
berlatih ngaji. Diperbanyak membacanya dan memperdengarkannya kepada yang lain, nanti dikoreksi
jika ada kesalahan. Lama-lama kamu nanti juga akan lancar.”
<“Sama saja konsepnya dengan ketika kamu pertama kali belajar bahasa Inggris. Terbata-bata kan
awalnya. Sekarang malah kalian dah jago cas cis cusnya. Itu kan karena sering mengulang, sering
praktek. Belajar Al Qur’an juga begitu”
“Dan kamu, Zah”, Hamzah kaget tiba-tiba Kang Alif malah menasehati dirinya. Perasaan dia sudah
lancar baca Al Qur’an semenjak kelas tiga SD deh.
“Kamu itu harusnya bantu Iqro. Dah tau kalo Iqro ada kesulitan untuk baca Al Qur’an, mbok ya
diajarin toh. Dan Rasulullah pun bersabda dalam hadits shahih lain bahwa sebaik-baik kamu ialah
orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. Ga cukup bisa menguasai untuk diri sendiri
aja, Zah tapi kamu harus juga mengajarinya untuk orang lain. Pasti kamu tau kalo ilmu itu semakin
nancep kalo kamu ngasih ke orang lain.” Kali ini Iqro yang cekikikan sementara Hamzah bersemu
merah wajahnya dikuliahi oleh abangnya.

“Ya udah, kayaknya udah mau Asyar nih. Setelah Asyar aja nanti kita ngajinya sekalian
mendengarkan radio pengajian,” Kang Alif dengan cepat mengambil alih kondisi.
Iqro yang pendengar setia radio, berhubung di rumah dia hampir selalu kalah bersaing dengan adik-
adik perempuannya soal memilih channel TV langsung nyambar memberikan komentar, “Radio apa
itu, Bang? Baru denger aye. Frekuensinya berapa?”
“Radio pengajian itu streaming online yang digagas teman-teman mahasiswa muslim Indonesia di
mancanegara, Ro. Soalnya di luar negeri kan tidak segampang di Indonesia mendengarkan pengajian.
Jadi dengerinnya di internet. Link-nya http://radiopengajian.com.”
“Nah kebetulan abis Asyar nih, ada siaran program Tahsin Ramadhan, disingkat TaRa. Langsung
dipandu oleh ustadz yang ada di Yokohama, Jepang. Pas buat ngabuburit, perbaiki bacaan, nambah
tabungan amal lagi.”
“Ya udah sekarang kita siap-siap ke masjid dulu, kalau bisa kita sudah sampai duluan sebelum adzan
berkumandang”. Dan mereka pun menuju Masjid Baitul Jannah yang hanya berjarak dua ratus meter
dari rumah Hamzah.
***

Apa kabar sahabat sekalian? Bagaimana target bacaan dan hafalan Al Qur’an kita?
3 pekan lagi Ramadhan tersisa, moga kita memanfaatkannya sebaik mungkin.
Jangan sampai mau kalah dengan Iqro yang sudah bertekad memperbaiki bacaannya,
Hamzah yang berniat mengkhatamkan minimal 20 judz,
Kang Alif yang memasang target dapat mengingat kembali semua hafalan yang mulai berkarat dan
menambah hafalan satu surat baru.
Yuk, mari berlomba-lomba dalam target Ramadhan.
Mohon maaf jika ada bagian yang tidak berkenan.
Beberapa kesamaan nama, tempat, dan latar mungkin memang disengaja,
sejumlah data dan fakta yang disampaikan insya Allah benar adanya.

Lantai 12 bangunan 275 C,


setelah Tarawih di malam 8 Ramadhan 1431 H

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
27

Inikah Gerangan Cinta?

Diary Ramadhan edisi 11 Ramadhan 1431H


Oleh: Budi Arifvianto

Ya, di tahun 2006, tepatnya seminggu setelah gempa bumi yang menggemparkan Jogja, kota tempat
tinggal kami, kehidupan rumah tangga itu kami mulai. Usia kami waktu itu tergolong muda, karena
kami masih terbilang fresh-graduate. Aku dan istriku baru saja menyelesaikan S1. Beberapa bulan
setelah wisuda aku lalu bekerja di universitas almamaterku, sedangkan istriku masih harus
menyelesaikan pendidikan profesi setelah S1-nya tamat. Kira-kira 6 bulan setelah aku bekerja, kami
menikah.

Tak ubahnya seperti sepasang suami istri yang lain, kehadiran seorang anak setelah pernikahan tentu
saja menjadi sebuah keinginan bagi kami. Semula kami sempat ragu dan berpendapat mungkin lebih
baik menunda untuk mempunyai anak, apalagi setelah mendengar nasehat dari orang-orang di sekitar
kami yang berharap aku dapat memberikan waktu untuk istriku menyelesaikan sekolahnya dulu,
kemudian baru mempunyai anak. Perasaan ingin menunda punya anak itu ternyata hanya beberapa
bulan saja bersemayam di hati kami. Melihat teman-teman kami yang sudah menikah dan segera
mempunyai anak, rupanya kami tergiur juga. Senang rasanya bila ada seorang anak di dalam
kehidupan kami. Kami memimpikan seorang anak.

Setahun usia pernikahan kami, belum juga kami mendapatkan mimpi kami itu menjadi kenyataan.
Tapi, aku dan istriku bisa mengerti keadaan pada saat itu. Tugas istriku selama pendidikan profesi
ternyata cukup berat. Seringkali tugas itu mengharuskannya jaga malam di rumah sakit atau pergi ke
rumah sakit di luar kota. Tentu saja, selain pikirannya, fisiknya juga terkuras selama mengikuti
pendidikan. Pun demikian denganku. Tahun pertama pernikahan kami, kuisi kebanyakan hari-hariku
dengan mengerjakan tugas-tugas S2-ku yang cukup menyita tenaga, pikiran dan seringkali
membuatku stres. Program S2-ku ternyata tidak semudah yang kukira. Dari situlah kami pahami,
kecapekan dan pikiran yang sering bercengkrama dengan stres itulah yang mungkin membuat kami
belum dikaruniai seorang anak.

Setahun lebih setelah menikah, akhirnya istriku berhasil menyelesaikan pendidikannya. Berarti, satu
tugas sudah selesai; sebuah tugas pula untukku untuk membantu menyelesaikan sekolah istriku.
Keadaan ini menurut kami sudah lebih baik daripada setahun sebelumnya. Demikian pula dengan
dinamika S2 ku; sedikit demi sedikit aku telah menemukan ritme bagaimana aku harus belajar selama
studiku. Saat itulah kami sudah merasa jauh lebih siap dengan mimpi kami dan berharap mimpi akan
anak itu akan segera terwujud. Kami mulai intensif berkonsultasi dengan dokter obsgin.

Langkah pertama yang harus kami lakukan adalah mengikuti program pemicu ovulasi. Namun,
hasilnya masih nihil. Istriku belum juga hamil. “Ah, tidak apa-apa, baru pertama, pasti ada
kesempatan yang lain.” gumamku. Program itu kami ikuti lagi beberapa kali, tetapi hasilnya selalu
saja masih nol persen. “Hmm… kenapa ya?” aku dan istriku sering berucap demikian.

Bulan terus berganti seiring dengan upaya kami di kala itu untuk mewujudkan mimpi hadirnya
seorang anak. Rasanya masih belum putus harapan kami. Kami ikuti lagi program dari dokter obsgin
kami, termasuk check-up tentang kesuburanku. Ternyata normal. Tidak ada apa-apa. Demikian juga
dengan istriku. Serangkaian tes di laboratorium juga menunjukkan tidak ada masalah dengan istriku.
Tidak ada gangguan apapun yang mungkin bisa menghalangi kehamilan.

Bulan Maret 2008, istriku harus terbaring di rumah sakit. Bukan karena mau melahirkan, tetapi karena
operasi di salah satu organ pencernaannya. Hal ini sejenak mengistirahatkan kami untuk berlari
mengejar mimpi akan seorang anak. Fokusku saat itu adalah istriku sehat kembali. Sepintas aku
tersadarkan bahwa inilah jalan Alloh memudahkan aku dalam menghadapi cobaan berupa sakit yang
dialami istriku, yakni dengan menunda hadirnya anak dalam kehidupan kami.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
28

Setelah sehat kembali, kami mulai lagi menyusun mimpi kami akan seorang anak. Tahun itu, aku pun
berhasil menyelesaikan S2-ku. Alhamdulillah, meski sempat terseok-seok di awal, hasilnya bisa
membuatku tersenyum. Semangatku dan istriku menyeruak lagi, karena kami merasa sudah tidak ada
beban yang mengharuskan kami bergulat dengan stres. Namun, ternyata usaha kami untuk
mempunyai anak belum juga membuahkan hasil. Satu per satu rasa penasaran kami mulai berubah
menjadi kegelisahan. Istriku apalagi. Aku bisa merasakannya. Gelisah, gundah, kadangkala minder.
Seringkali istriku sering menolak jika kuajak pergi ikut reuni atau bertemu dengan teman-teman kami.
Alasan yang sepele; karena biasanya mereka selalu bertanya apakah sudah hamil atau belum. Kalau
dijawab belum, mereka lantas bilang “lho kok belum? Ditunda ya?”. Belum lagi kalau bertemu dengan
teman-teman yang notabene umur pernikahannya lebih muda dibanding kami, tetapi sudah
menggendong anak-anaknya yang lucu.

Tiga tahun usia pernikahan kami, usaha kami mewujudkan mimpi itu masih belum juga membuahkan
hasil. Dalam doa kami pun tak luput ungkapan pinta kepadaNya. Tetapi, rasanya Beliau belum atau
masih menunda jawaban doa-doa kami. Dokter obsgin kami pun agaknya juga sudah mulai berpikir
keras. Program selanjutnya masih kami ikuti. Kami memutuskan untuk ikut program inseminasi
buatan. Pikirku, mungkin inilah program ingin anak termahal menurut takaran finansial kami.
Bagaimana tidak, sebagian uang tabungan kami relakan untuk program itu, sementara saat itu gajiku
jarang sekali menyisakan sejumput uang untuk ditabung. Gaji istriku bekerja juga hanya cukup untuk
membantuku menghadapi pengeluaran-pengeluaran yang insidentil.

Program inseminasi buatan itu dilakukan dengan sangat hati-hati, baik oleh kami maupun dokter
obsgin kami. Dag-dig-dug hati kami sering berdebar menunggu hasilnya. Pada bulan yang sama, kami
menunggu hasilnya, berharap istriku terlambat datang bulan dan hamil. Sehari dua hari istriku
terlambat. Tetapi, di hari ketiga ternyata mengharuskan kami untuk terus bersabar menghadapinya.
Belum hamil lagi. Semenjak saat itulah, kami merasa, ya sudahlah… kami merasa sudah melakukan
apa yang terbaik. Apa yang kami miliki, tabungan, waktu, pikiran dan upaya sudah kami kerahkan
semuanya. Tapi, kalau hasilnya memang belum, ya mau bagaimana lagi. Dokter obsgin kami
sebenarnya menyarankan untuk memulai program inseminasi lagi. Tetapi waktu itu kami menolak.
Selain alasan finansial, aku juga harus pergi ke luar kota untuk sebuah konferensi. Kami merasa tidak
mempunyai waktu yang tepat saat itu untuk memulai program yang serupa.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, kami pun larut dalam kesibukan masing-masing. Aku sibuk
dengan risetku di kampus, sementara istriku dengan prakteknya di sebuah rumah sakit swasta di
Jogja. Saat itu juga, aku berkutat dengan niatanku mengambil program S3, sementara istriku juga
mulai tergerak untuk melamar pekerjaan di tempat yang lain. Dan ternyata kesibukan itu cukup
membuat kami merasa ‘terhibur’, meskipun kadangkala kami juga sering saling bercerita senangnya
bila sudah ada anak. Upayaku mencari sekolah S3 ternyata juga tidak mudah. Beberapa universitas
aku daftar, termasuk departemenku di Groningen sekarang, membuatku sedikit kecewa karena tidak
menerimaku. Beberapa universitas menolakku karena proposal yang kutawarkan tidak sesuai dengan
calon supervisornya. Sementara, aplikasiku di salah satu universitas di Belanda dimentahkan pada
seleksi untuk beasiswanya. Pun dengan istriku. Upayanya menembus menjadi pegawai kesehatan
berlabel abdi negara ternyata harus melalui tahap gagal dulu. November 2009, mungkin menjadi
bulan dimana kami sama-sama berjuang. Secara hampir bersamaan, istriku mengikuti tes kerja untuk
yang kedua kalinya, sementara aku terbang ke Groningen mengikuti interview sebagai kandidat
mahasiswa S3. Impian kami tentang anak sudah bisa kami alihkan. Doa yang kami haturkan
kepadaNya pun mulai diisi dengan harapan diterima sekolah dan bekerja. Akhir tahun 2009, Alloh
memberikan jawabanNya. Aku diterima sebagai mahasiswa S3 di Groningen, sementara beberapa
minggu kemudian istriku mendapatkan jawaban juga atas doanya untuk diterima bekerja. Tetapi,
akhirnya istriku memutuskan untuk melepas peluangnya bekerja, lalu ikut denganku ke Groningen.
Hingga awal tahun 2010, kesibukan kami beralih pada persiapan keberangkatan ke Groningen yang
ternyata sangat sempit waktunya. Awal bulan Maret 2010 aku sudah harus memulai proyek S3 ku.

Suatu pagi di tengah-tengah sibuknya mempersiapkan koper dan isinya, istriku berkata padaku, “Mas,
aku kok terlambat ya?” “Hah, apa iya?” jawabku,”kalo begitu nanti sore kita beli alat tes kehamilan.”
Keesokan harinya, istriku mencoba melakukan tes kehamilan. Dua strip. “Ini ‘kan tanda hamil..” kata
kami berdua seolah tak percaya. Kami memang belum percaya. Selang beberapa hari, istriku

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
29

melakukan tes lagi. Ternyata hasilnya tetap… dua strip. “Coba kita beli merek yang lain, yang paling
bagus.” saranku kepada istriku untuk membeli alat tes kehamilan lagi. Cek lagi setelah beberapa hari
kemudian. Dan ternyata, dua strip lagi. Pikiran kami mulai melayang lagi ke impian kami yang sudah
teralihkan. “Benarkah istriku hamil?” kataku dalam hati. Di tengah perjalanan pulang dari Jakarta
untuk mengambil VISA kami ke Belanda, kami memutuskan untuk pergi ke dokter obsgin lagi.
Keesokan harinya, dokter obsgin kami memeriksa rahim istriku dengan USG.

Alhamdulillah, ternyata apa yang kami nantikan telah hadir, meskipun kami sudah tidak
memikirkannya dalam-dalam. Setitik hitam terlihat di foto USG istriku. Dokter obsgin menunjukkan
adanya titik hitam sebagai tanda adanya embrio di rahim istriku. Istriku hamil juga akhirnya. Pulang
dari dokter obsgin, kami berdua seakan masih tidak percaya. Kami kabarkan berita gembira itu
kepada orang tua kami semua. Tetapi di hari itulah, kami merenungi, apakah ini bentuk rasa cinta
Alloh kepada kami? Ujian yang kami lalui dengan tertundanya kehadiran seorang anak ternyata kami
rasakan sebagai sebuah nikmat dariNya di hari itu. Bagaimana tidak. Jika kami menoleh ke belakang,
kami melihat skenario Alloh yang begitu hebat. Mungkin Alloh menunda kami mempunyai anak agar
aku bisa merasakan nikmatnya bisa menyelesaikan studi S2-ku dengan lancar serta membuat riset
yang akhirnya bisa menjadi modal untuk S3-ku. Istriku juga bisa merasakan nikmatnya selesai sekolah
dan bisa bekerja sesuai keinginannya tanpa terganggu dahulu oleh tangisan si buah hati. Selain itu,
kami bisa merasakan bagaimana indahnya hidup berdua terlebih dahulu, bisa traveling kemana-mana
tanpa harus merasa terganggu mengganti popok si bayi. Kami bisa membeli dan memenuhi apa yang
kami inginkan terlebih dahulu tanpa harus ada perasaan khawatir kekurangan dana untuk membeli
peralatan bayi saat itu. Belum lagi, Alloh mungkin memilihkan saat yang tepat dimana anak kami nanti
lahir ketika kedewasaan kami sudah hadir, kesabaran kami sudah terasah, serta pengetahuan kami
sudah diniliaiNya cukup. Subhanalloh… Ya Alloh, inikah gerangan cinta dariMu kepada kami? Hari itu,
Jumat, 19 Februari 2010, tepat enam bulan yang lalu, empat hari sebelum kami berangkat menuju
Groningen. Hari-hari yang mengejutkan sekaligus membahagiakan.

Groningen, 19 Agustus 2010

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
30

Dialog dengan Al-Quran

Diary Ramadhan edisi 12 Ramadhan 1431H


Oleh: Fajar Budi Prasetyo

Al-Quran adalah salah satu mukjizat dari nabi kita Nabi Muhammad SAW. Tak perlu diragukan lagi ke-
absahan nya. Salah satu buktinya yang termudah adalah tidak adanya perubahan konten Al-Quran
selama lebih dari 1300 tahun; waktu yang sungguh luar biasa untuk sebuah “bacaan” yang dikaji oleh
1,5 miliar penduduk bumi. Jumlah itu hanyalah jumlah penduduk muslim sekarang, belum ditambah
penduduk muslim dunia dari zaman nabi Muhammad hingga sekarang yang telah wafat, ditambah lagi
penduduk dunia yang beragama lain yang juga mempelajari Al-Quran. Subhanallah.. Hal ini hanyalah
satu dari banyak sekali kehebatan Al-Quran yang sebenarnya sudah dijamin oleh Allah dalam surat Al-
Hijr ayat ke 9 Allah berfirman:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar


memeliharanya.”

Begitu kira kira bagaimana Allah meyakinkan umatnya tentang keabadian Al-Quran. Bulan Ramadhan
sendiri adalah bulan diturunkannya Al-Quran. Terlepas dari bagaimana Allah menurunkan Al-Quran,
dan kapan waktu tepat diturunkannya, bulan Ramadhan menjadi sangat special bagi kita untuk
kembali menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup kita. Pernah saya mengikuti sebuah kajian
tentang kehebatan Al-Quran. Di dalam kajian tersebut disebutkan, mengapa zaman sahabat sahabat
terdahulu disebutkan sebagai generasi terbaik. Alasannya menurut pemberi materi saat itu ada 3:
1. Menggunakan Al-Quran sebagai satu satunya sumber sebagai dasar pemikiran hidup kita
2. Menerapkan apa yang kita baca dalam Al-Quran sebagai rukun hidup kita. Dalam arti kata,
Allah menurunkan Al-Quran agar kita mengerti apa yang Allah “mau”.
3. Berusaha membuang jauh-jauh apa yang Allah tidak suka dengan menjadikan Islam sebagai
titik tolak perubahan kita.
Ulasannya masih cukup panjang, namun intinya ternyata juga pada Al-Quran lah sabahat-sahabat
nabi berpedoman. Pada kesempatan kali ini saya ingin sedikit berbagi pada teman-teman tentang
pengalaman saya belakangan ini berinteraksi dengan Al-Quran.
Ada kebiasaan khusus yang bapak saya contohkan ketika membaca Al-Quran. “Jangan lupa baca
artinya, kandungan Al-Quran akan lebih terasa ketika kita mengerti apa yang kita baca..”. Semenjak
saat itu saya kadang-kadang (kalo pas lagi semangat) menandai arti dari bacaan yang saya baca yang
kira-kira sangat mengena pada saya pribadi (istilah sundana mah nujleb kitu tah..hehe). Ini adalah
beberapa kejadian diantaranya.

Beberapa waktu kemaren saya sangat gelisah dengan kondisi beasiswa yang saya dapat. Karena satu
dan lain hal beasiswa yang saya dapat tidak diterima secara penuh. Selain itu rencana rencana ke
depan yang tadinya telah dipersiapkan secara matang mendadak batal semua. Beasiswa untuk
melanjutkan kuliah tiba tiba gagal, tidak dapat dan lowongan pekerjaan pun masih nihil. Di saat
keadaan yang tidak menentu seperti ini saya mencoba sedikit merenung. Apa yang salah ya? Tapi
setelah sekian lama, jawabannya belum kunjung datang. Masih sedikit gundah gulana, sore itu saya
coba untuk membuka Al-Quran. Dan seperti yang saya kira, belum sampai selembar Al-Quran itu saya
baca, disurat Al-Ankabut ayat 60 sampai ayat 63 Allah menegur saya dengan cukup keras..

Ayat 60 : Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri.
Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Ayat 61 : Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit
dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka
betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).
Ayat 62 : Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
31

Ayat 63 : Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air
dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab:
“Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).

Allahu Akbar..Maha Suci Allah yang menurunkan Al-Quran..Semua sumber jawaban ternyata bermula
dari Al-Quran. Seketika saya terdiam dan mengutuki perbuatan saya yang sangat tidak bersyukur.
Bahkan Allah sendiri yang menjamin bahwa nyamuk adalah makanan cicak. Saya jadi teringat salah
satu khutbah Aa Gym dalam ceramah nya di PT.Samsung. Beliau bercerita bagaimana cicak yang
tidak pernah stress sedikitpun walaupun rezekinya adalah nyamuk atau serangga yang notabene
punya sayap semua. Bagaimana bisa dia tetap hidup dan masih bisa berkembang biak kalau bukan
Allah yang menjamin rezekinya..

Sebenarnya banyak sekali hikmah yang saya dapatkan dari Al-Quran ketika saya benar-benar
mencoba untuk mencari jawaban dari permasalahannya saya di Al-Quran. Sungguh bila kita benar
benar berpedoman pada Al-Quran dan Al-Hadits insya Allah kita akan menjadi orang yang
ditenangkan hatinya oleh Allah dan insya Allah termasuk golongan jiwa jiwa yang tenang (Al-Fajr Ayat
27).

Insya Allah nanti dilanjutkan pada seri hikmah Al-Quran selanjutnya …

-waktusubuh-

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
32

Lingkaran Tanpa Batas

Diary Ramadhan edisi 13 Ramadhan 1431H


Oleh: Arramel

Sekilas melihat cuaca diluar kantor yang tidak bersahabat alias hujan mengingatkan kenangan penulis
saat akan memasuki masjid Agung di alun-alun kota Bandung pada tahun 2002. Pandangan mata tak
luput melihat hiruk pikuknya para pedagang yang menawarkan makanan untuk sekedar berbuka,
khususnya di areal jalan dalem kaum menjelang adzan magrib sudah menjadi pemandangan umum
Memori ini membawa kembali pikiran ketika punggung serasa pegal karena isi tas yang berisikan dua
textbook Organic Chemistry setebal buku Harry Potter. Maklum pelajar dengan modal low-budget jadi
pinjaman buku-buku kuliah sudah menjadi hal lumrah untuk dipinjam hampir genap satu semester.
Sesaat sebelum memasuki pelataran masjid, ada satu anak perempuan kecil yang segera
menyodorkan tangan kecilnya meminta sedekah dengan muka memelas. Hasrat hati ingin sekali
memberikan sebagian recehanku, tapi berhubung uang yang ada saku sangat pas untuk perjalanan
pulang ke rumah, dengan berat hati aku menggelengkan kepala kepadanya. Sesaat dia seperti
kecewa dan sedih, tapi mimik wajahnya mengatakan jangan patah arang dan kembali tersenyum..

Badan ini kembali melangkah masuk ke bagian dalam masjid, terlihat beberapa pojok sisi masjid
sudah diisi dengan orang yang sedang mengaji. Namun, ada juga orang yang memanfaatkan
sejuknya udara dengan memejamkan mata sambil menunggu beduk tiba. Langkah kaki kuteruskan ke
areal tempat wudhu yang ternyata sudah cukup padat dengan para jemaah lainnya. Basuhan air
segar menerpa wajah dan segera menghilangkan kepenatan hari yang padat dengan jadwal kuliah
dan praktikum. Selepas shalat sunnat, kucoba untuk menyempatkan membaca ayat-ayat suci Al-
Qurán. Kering rasanya jika tidak melafazkan barang beberapa bacaan singkat tapi cukup bermakna
apalagi di bulan suci ini, nikmat kita terus berlipat dengan nilai pahala yang berbeda dari yang
biasanya. Kilasan surat An-Nisa di beberapa petikan ayat yang kubaca sungguh mengangkat harkat
insan akhwat dimata Islam. Entah kenapa bacaan ini mengingatkan penggalan ingatan ketika melihat
berita di TV ataupun diskusi singkat dengan rekan sejawat di kantor yang mengesankan bahwasanya
Islam secara terang-terangan menekan posisi wanita, baik di kehidupan keluarga ataupun masyarakat
secara umumnya. Akan tetapi, bagi para umat muslim tentunya sebagian besar mengetahui jika posisi
wanita khususnya ibu adalah peluang untuk mengarahkan langkah kaki ke surga ilahi.

Satu suap lagi ya anakku sayang.. Hampir satu jam sendok kecil ini bulak-balik memasukkan asupan
bagi si kecil yang umurnya tak terasa hampir berusia satu tahun. Pandangan matanya nan bersih dan
tanpa beban sungguh menyegarkan pikiran dari peliknya pekerjaan di kantor. Karakter bayi memang
sangatlah unik, setiap anak memiliki ciri khasnya masing-masing. Prilakunya yang menerima apa saja
yang diberikan kadang harus disikapi dg hati-hati karena pola fikir anak yang belum terbentuk mana
yang baik atau buruk bagi dirinya. Oleh karena itu, tugas orang tua menjadi sangat vital membantu
serta mengarahkan sifat ataupun tingkah laku anak di masa depan. Terlepas kedua peran ibu dan
ayah besar sama bobotnya, namun penulis ingin sekali mengangkat betapa kinerja ibu sangatlah
penting untuk mendidik anak ke jalan yang diridhai oleh Alloh SWT. Maka tak salah jikalau ada
kalimat ”pintu surga berada di kaki ibu “. Semua usaha susah payah yang dilakukan oleh para ibu
patut diacungi jempol dan disyukuri. Teringat ketika masa dimana penulis masih menduduki sekolah
dasar kelas satu, ibu mencoba untuk selalu membangunkan anaknya yang sukar bangun pagi agar
pergi ke sekolah. Tak lupa menyiapkan sarapan serta menyiapkan pakaian putih-merah.Ketika anak
beranjak dewasa, ibu pula yang senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan sekolah seperti buku, alat
tulis dan lain-lain. Tatkala sang anak sudah dewasa dan memiliki keluarga sendiri, sang ibu dengan
tulus selalu mendoakan agar anaknya sukses dunia dan akhirat. Semoga semua usaha dan doa
mampu mengiringi semua para ibu ataupun calon ibu dibalas di hari nanti, amin..

Secercah rasa lelah terlihat di pelupuk mata sang istri kala membereskan sisa makanan si kecil. Tak
luput dari pandangannya, hasil cucian yang masih bertumpuk kadang membuat rasa semangat
membereskannya sirna. Serta tugas lain sudah menanti seperti menyiapkan makan malam bagi

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
33

anggota keluarga lainnya. Akan tetapi, para istri terus menjalani peranan dan tugas secara ikhlas dan
istiqamah. layaknya siklus metabolisme tubuh yang terus berputar setiap saat.

Sekelumit tulisan singkat penulis diatas hanyalah sedikit dari rangkaian roda kehidupan wanita secara
umum. Mungkin sedikit tulisan di atas bisa menjadi pengingat bahwasanya semua usaha serta doa
para ibu, istri, ataupun bahkan si kecil akan menjadi bekal yang akan dinilai oleh Alloh SWT menuju
lingkaran tanpa batas di akhirat kelak, amin yaa robbal alamin..

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
34

Cermin: Memahami Diri Sendiri

Diary Ramadhan edisi 14 Ramadhan 1431H


Oleh: Ismail Fahmi
(Diterjemahkan dari The Mirror: Understanding Yourself, Bawa Muhaiyaddeen, 1981)

Murid:

Jika Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, mengapa hanya ada sangat
sedikit manusia di planet ini yang sungguh-sungguh mencari kebenaran?

Guru:

Setiap orang yang diciptakan Tuhan adalah baik, anakku.


Semua yang diciptakan Tuhan adalah orang-orang baik.
Mereka semua orang baik.
Tuhan hanya menciptakan ruh yang fitrah.
Oleh karena itu,
Tuhan tidak menciptakan satu orang jahat sekali pun.
Pertanyaan yang seharusnya adalah:
Semua orang adalah baik;
apakah aku juga menjadi orang yang baik?
Itulah pertanyaannya.

Keburukan di dalam diri sendiri itulah


yang melihat keburukan di dalam diri orang lain.
Titik keburukan di dalam diri sendiri,
setan, perilaku setan itulah, yang akan melihat setan di dalam diri orang lain.
Jika kamu melihat di dalam cermin,
kamu akan melihat apa yang ada di dalam dirimu.

Tidak ada keburukan di dalam cermin.


Tidak ada setan di dalam cermin.
Kamu berpikir dia ada di dalam cermin, tetapi tidak.
Apa yang ada di dalam diri, itulah yang akan tampak di luar.
Segala sesuatu yang kamu lihat adalah segala yang ada di dalam dirimu.
Segala sesuatu yang kamu katakan adalah titik yang ada di dalam dirimu.
Segala sesuatu yang kamu khawatirkan di luar dirimu adalah yang
terjadi di dalam dirimu.

Oleh karena itu, segala sesuatu yang kamu lakukan


berasal dari apa yang ada di dalam dirimu.
Apa yang kamu nilai adalah apa yang ada di dalam dirimu.
Apa yang kamu anggap musuh adalah yang di dalam dirimu.
Apa yang kamu lawan adalah yang ada di dalam dirimu.
Karena yang ada di dalam dirimu itulah yang membuat dirimu melihat
segala perbedaan ini.

Jika kamu menjadi seorang yang baik,


maka setiap orang akan menjadi orang baik.
Jika kamu berpikir, “Akankah aku menjadi orang baik juga?”
dan jika kamu menjadi orang baik,
maka setiap orang akan menjadi baik.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
35

Jika kamu menjadi orang baik,


semua yang hidup akan membungkuk kepadamu.
Semua makhluk akan menghormatimu.
Semua akan patuh padamu.
Matahari dan bulan akan sujud padamu.

Jika kamu tidak menjadi orang baik,


maka segala yang kamu lihat akan tampak seperti setan dan kejam.
Kamu akan melihat apa yang ada di dalam dirimu.
Semua akan tampak buruk dan jahat.

Ketika kamu menangkap ribuan spesies ikan di laut,


kamu menangkap mereka semua dengan sebuah jala.
Meskipun ada ribuan spesies ikan,
hanya akan ada satu jala.
Kamu lah yang kemudian memilah dan mengelompokkan mereka.
Mereka tidak terpilah di lautan.
Apakah mereka terpilah? Tidak.
Apakah jala memilah mereka?
Apakah air memilah mereka?
Mereka dulunya bersama-sama.
Kamu lah yang memilah mereka
ke dalam kelompok baik dan buruk.
Kamu memilah segala sesuatu ke dalam sifat baik dan buruk.
Ketika kamu memiliki pemahaman seperti air dan jala,
maka kamu akan melihat kesatuan, bukan pemilahan.
Semua ini karena dirimu sendiri yang terpisah-pisah,
sehingga kamu melihat pemilahan.

Seperti inilah sifat akal dan pikiranmu,


yang melakukan pemilahan.
Pikiranmu, akalmu, dan ide-idemu
yang melakukan pemilahan.
Air dan jala tidak melakukan pemilahan.
Mereka berkata, “Silahkan datang, silahkan pergi.”
Mereka bersama.
Mereka merangkul apapun yang datang kepada mereka.
Air mengumpulkan apapun yang datang kepadanya.

Seperti inilah, ketika kebenaran telah datang,


ia menerima semuanya.
Kebenaran bisa melihat segala sesuatu itu berguna.

Dengan kebersamaan, kasih sayang dan cinta,


ia menjadikan segala seuatu menjadi satu.
Kebenaran menerima semua kehidupan seperti miliknya sendiri.

Jika kamu juga bisa mencapai tingkatan ini,


kamu akan menerima semua kehidupan sebagai kehidupanmu sendiri.
Semua tubuh akan seperti tubuhmu sendiri.
Semua rasa lapar akan menjadi rasa laparmu.
Semua penderitaan akan menjadi penderitaanmu.
Kamu akan bisa menerima itu semua.
Kemudian, kamu akan paham apakah syetan itu.
(bersambung)

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
36

Naiklah Satu Tingkat ke Atas!

Diary Ramadhan edisi 15 Ramadhan 1431H


Oleh: Ismail Fahmi
(Diterjemahkan dari The Protection: Climbing Up, Bawa Muhaiyaddeen, 1981)

Semua jenis pekerjaan, jabatan, gelar, keturunan, agama, warna kulit, dan politik adalah pendorong
hidup, sehingga ketika kelaparan, penyakit, dan segala kesulitan datang ke dalam hidupmu, kamu
akan naik satu tingkat lebih tinggi mendekati kualitasNya, dan dalam kecintaanmu kepadaNya.
Keyakinan kita harus naik satu tingkat. Kita tidak boleh bilang, “Dia telah memberiku penderitaan ini.
Apa yang telah Dia berikan padaku?” Please, jangan katakan ini. Sesungguhnya, Dia sedang
mengangkatmu ke atas.

“Ini adalah anak tangga yang goyah.


Naik lah menuju anak tangga di atas yang lebih kokoh.
Ketika masalah lain muncul,
Naik lah ke anak tangga berikutnya!
Ini adalah sebuah langkah untuk cinta
Dan keyakinanmu.”

Jangan pernah berpikir bahwa Allah sedang mengujimu.


Itu bukan pekerjaanNya.
Sebaliknya, berpikirlah bahwa Dia sedang mengangkatmu
Satu tingkat berikutnya.
„Ketika sebuah masalah muncul,
naik lah satu tingkat ke atas.
Naik lah dengan penuh keyakinan dan keimanan!

“Ketika kamu sudah menapaki ke-99 anak tangga,


Apapun yang telah kamu lihat sebelumnya dan sesudahnya akan sirna.
Yang kamu lihat hanyalah Aku.“

„Masalah-masalah itu semua hadir


Agar kamu bisa datang kepadaKu.
„Ketika mereka berkata bahwa mereka tidak menginginkanmu, naik lah!

Mereka semua adalah keburukan,


Setan dan keburukan adalah ikatan-ikatan di dalam dirimu.
Putuskan, dan naik lah ke atas.

„Naik!
Naik yang tinggi!
Naik adalah kebaikan.
Turun adalah keburukan.
Keduanya adalah tawakkal-Ku, tanggung jawab-Ku.
Mereka milik-Ku.
Datanglah ke sisiKu. Naik!“

Kita harus memiliki keyakinan itu,


Iman itu.
Baru kemudian kita akan meraih kebebasan.

Tapi jika sebaliknya kita bilang,


“Dia sedang mengujiku.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
37

Oh Tuhan, mengapa Kau beri aku ini?


Apakah Tuhan yang seperti ini ada atau tidak?
Apa ini, oh Tuhan…“
Bukan ini yang diharapkan.

„Aku sudah menempatkan keduanya,


baik dan buruk; setan dan kebaikan,
di depan mu.
Yang itu adalah keburukan.
Yang ini adalah kebaikan.
Yang itu adalah musuh bagimu,
dan dia pasti akan berusaha mengalahkanmu.

“Naik saja satu tingkat ke atas.


Itu adalah kebaikan buatmu.
Sesuatu yang akan datang telah menanti.
Naik lah lagi satu tingkat kebaikan.
Itulah yang diharapkan.”

Seseorang yang telah melewati seluruh tingkatan


Dia lah insan kamil, seorang manusia sempurna.
Hal ini harus dipahami.

“Contoh yang telah Aku perlihatkan di depanmu


Adalah sebuah bunga lotus.
Lihatlah bagaimana dia tumbuh dari air yang kotor.
Dia hidup di tempat kotor, tetapi dia tidak membawa serta
Air yang kotor itu. Lihatlah itu!
Aku telah ciptakan kamu juga dari sesuatu yang kotor (tanah).
Tapi kau membawa serta semua yang kotor itu ke dalam dirimu.
(Kau bawa serta jabatan, gelar, agama, keturunan, politik, kekayaan ke dalam dirimu).

“Karena inilah mengapa kamu menderita.


Ini adalah penderitaanmu.
Segala sesuatu yang kamu genggam erat adalah penderitaanmu.
Bunga lotus itu tidak menggenggam air yang kotor.
Lihatlah, betapa cantiknya dia.
Oleh karena itu, naiklah!

“Aku telah perlihatkan kepadamu banyak contoh.


Lihatlah mereka dengan bijak.

“Lihat berapa banyak bunga yang telah Aku ciptakan


Untuk para lebah!
Tak terhitung banyaknya.
Betapa banyak warnanya,
betapa banyak gradasinya,
betapa banyak jenisnya!

„Namun, lebah hanya terbang menuju tujuannya.


Dia hanya mengambil apa yang menjadi haknya (madu),
dan kemudian pergi.
Apa yang menjadi sisa ditinggalkannya.

“Aku telah menempatkan


Keburukan dan kebaikan,
Dzat dan sifat,

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
38

Esensi dan ciptaan,


Di depanmu.
Ambillah apa yang menjadi hakmu, lalu datanglah padaKu.

“Lebah madu tidak berkata,


‘Semua bunga itu indah.’
Dia tidak memetik dan membawanya ke sana kemari.
Dia mengambil apa yang dibutuhkannya,
Dan meninggalkan sisanya di belakang.
Aku telah menciptakan segala sesuatu.
Di dalamnya, identifikasi apa yang menjadi hakmu,
Ambillah dan datanglah.

“Aku telah menciptakan satu jenis burung bernama penghisap madu.


Warnanya hitam, sangat hitam.
Tapi lihat bagaimana kilauannya, terang seperti petir!
Tubuhnya seperti itu.
Hitam (gelap).

“(Tubuhmu juga terbuat dari tanah yang mengandung kegelapan)


Tapi di dalam dirimu terdapat cahaya iman.
Aku telah tempatkan cahaya iman itu ke dalam dirimu.
Dia selalu bercahaya.

“Lihat bagaimana usaha kerasnya si penghisap madu


Agar dia bisa meminum madu.
Sungguh sebuah keseimbangan!
Dia menjaga keseimbangan sehingga dia kelihatan diam tak bergerak.
Tanpa menyentuh bunga,
tanpa duduk di atasnya,
dia menjulurkan paruhnya tepat di tengah
seperti diam tak bergerak,
sebuah keseimbangan.

„Seperti itu, di dalam hidupmu,


jangan duduk di atas bunga!
Kamu harus menjaga keseimbangan—laa ilaaha illaAllah:
Tidak ada sesuatu pun kecuali Engkau, ya Tuhan.
Hanya Kau lah Allah.

„Tetaplah dalam keseimbangan,


Tetap diam dan seimbang dan ambillah intinya.
Ekstrak rasanya, rasa dari ilmu.
Maka kamu akan mengerti.
Jika kamu gagal untuk tetap seimbang,
maka kamu tidak akan mampu berada di atas bunga itu.
Jika kamu jatuh duduk di atasnya,
maka dia akan melengkung dan membuatmu jatuh.
Kamu akan terjatuh.

“Aku ciptakan bunga-bunga dan warna yang indah.


Aku tempatkan begitu banyak kelopak di sana.
Tetapi aroma wangi datang dari dalamnya.
Aroma ada di dalam.

“Seperti ini, Aku telah ciptakan


Begitu banyak nafsu di dalam dirimu.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
39

Betapa banyak kelopaknya!


Betapa banyak detailnya!

“Walau bagaimana pun, aroma wangi ada di dalam dirimu.


Aroma muncul dari dalam dirimu.
Jika keindahan dan aroma me mancar dari dirimu,
kamu akan membuat segala yang ada di dalam dirimu wangi.

“Jika kamu mengontrol nafsu-nafsu itu,


kamu akan bisa membuat mereka beraroma wangi.”

Ini adalah contoh-contoh dari Allah.


Pahami mereka.
Jangan memegang erat penderitaan.
Naiklah satu tingkat ke atas.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
40

Kenapa dan Kemana: Retrospeksi dan Perspektif atas Kehidupan


Nonrandom Saya

Diary Ramadhan edisi 16 Ramadhan 1431H


Oleh: Titah Yudhistira

Bertahun-tahun mengajar matakuliah Teori Probabilitas, memberi kesadaran bagi saya bahwa semua
yang saya alami, jika dikaitkan dengan tujuan penciptaan manusia menurut Islam, bukanlah karena
kebetulan semata. Saya akui kesadaran ini bersifat subjektif, karena dengan fakta objektif yang sama
seorang atheis akan dapat tiba pada kesimpulan yang berbeda 180 derajat. Kesadaran subjektif ini
selalu menjadi pengingat bagi saya bahwa ada maksud tersirat, pelajaran, dan peringatan dari Allah
atas setiap hal yang saya alami atau sering saya anggap sebagai ‘nasib’.

Saat bertemu/chatting dengan teman-teman lama sering saya ditanya: ‘Sekarang di mana?’. Saat
saya jawab saya sedang ambil S3 marketing di Groningen (RuG), banyak yang terkaget-kaget.
Marketing? Bagaimana bisa? Saya akui keheranan mereka masuk akal. Di SMA saya jurusan fisika, S1
Teknik Industri, dan S2 Sistem Manufaktur. Melihat deret/pola ini — bayangkan soal deret
angka/gambar dalam tes IQ atau TPA — marketing bukanlah sebuah lanjutan yang logis. Akan lebih
logis jika saya melanjutkan sekolah di bidang manajemen operasi, system engineering, engineering
design, ataupun logistik/supply chain. Dan memang, bagaimana saya bisa ditempatkan di marketing
adalah benar-benar ‘nasib’. Saya tidak pernah apply ke Departemen Marketing-RuG. Awalnya saya
apply proposal tentang product design and development dan berkorespondensi cukup intens hampir
setahun dengan seorang calon supervisor di departemen inovasi. Walaupun calon supervisor ini
akhirnya menerima proposal saya, aplikasi beasiswa saya waktu itu ditolak. Tidak menyerah, saya
mencoba berbagai alternatif lain, dan alhamdulillah setelah satu setengah tahun menunggu, diselingi
periode vakum yang cukup lama, ujug-ujug (tiba-tiba) saya mendapat email berisi tawaran beasiswa
Bernoulli dari RuG. Di luar dugaan, tawaran beasiswa ini justru datang dari departemen marketing
(yang mana saya tidak pernah apply ke sana) dan sebagai konsekuensinya saya akan disupervisori
oleh seorang profesor marketing (yang juga tidak pernah saya berkoresponden dengannya
sebelumnya).

Pada awalnya saya menerima kenyataan ini dengan bersyukur, tetapi bisa dikatakan ‘bersyukur sambil
lalu’ (dari pada tidak dapat beasiswa sama sekali, bolehlah di marketing, mungkin begitu
gampangannya). Baru setelah saya menjalani program saya ini, saya sadar bahwa saya sebenarnya
telah diberi karunia luar biasa oleh Allah. Departemen Marketing ternyata merupakan departemen
elite di fakultas kami. (Agak susah menjelaskan mengapa saya merasa mendapat karunia luar biasa
tanpa menceritakan hal-hal berikut, tanpa terkesan menyombongkan diri. Tetapi, secara logika yang
berhak sombong adalah departemennya, bukan sayanya. Jadi, be assured, niatan saya menceritakan
hal-hal berikut hanya untuk menjaga keutuhan/naturalitas cerita). Ini baru saya sadari ketika ada
acara kumpul-kumpul mahasiswa PhD se-fakultas sering saya ditanya dari departemen mana dan
siapa supervisornya. Saat saya jawab dari marketing dan supervisor saya TB secara lempeng, tidak
hanya satu dua yang mengatakan kurang lebih: ‘You’re very lucky’, ‘I wish I could be in your
department’, ‘Wow, you’re working under the supervision of TB?’, etc. Lama kelamaan saya risih
dengan situasi ini, meskipun mungkin saja mereka cuma basa-basi. Tapi, pada akhirnya hal inilah
yang menyadarkan saya bahwa saya telah diberi yang terbaik oleh Allah dan semua komentar ini saya
anggap sebagai peringatan dari Allah bahwa saya harus bersyukur atas nikmat ini dengan jalan
bekerja keras dalam menyelesaikan program saya dengan baik. Saya juga mulai tersadarkan bahwa
ada rencana Allah bagi saya agar saya menjadi seorang ahli di area marketing science (Note: ada juga
marketing management dan marketing arts)

‘Keanehan’ berikutnya terjadi saat menyelesaikan project kedua saya tentang pengukuran konsumen
dalam rangka pengembangan produk baru. Setelah proses yang cukup panjang, bahkan sudah
sampai keluar findings dari analisis datanya, saya dan supervisor saya berkesimpulan bahwa project
ini harus di-grounded alias tidak diteruskan karena tidak prospektif untuk publikasi. Tentu saja saya

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
41

cukup sedih, tapi bagaimana lagi. Ini risiko dari riset S3 bahwa suatu project dapat di-abort karena
hasilnya tidak sesuai ekspektasi awal. Saya pribadi terus terang pasrah dan menghibur diri dengan
berkata dalam hati ‘toh minimal saya sudah dapat berbagai ilmu baru yang kontemporer di bidang
pengukuran konsumen dan tools multivariate statistics/data analysis’. Mungkin kasihan melihat betapa
pasrahnya saya, supervisor saya akhirnya mengusahakan saya untuk dapat bekerja sama dengan
sebuah perusahaan riset pasar terkemuka di Eropa untuk mendapatkan data bagi pengganti project
kedua yang gagal tadi. Di sini saya kembali melihat bagaimana sebuah kegagalan hanya merupakan
pembukaan jalan oleh Allah bagi sesuatu yang jauh lebih baik. Tidak pernah terbayang sebelumnya
saya bisa berada di sebuah ruang konferensi yang ultramodern, melakukan presentasi, berdiskusi dan
bertatap muka langsung dengan top manajemen perusahaan yang namanya sebelumnya hanya bisa
saya baca dari majalah atau internet. Sebuah pengalaman yang sangat berharga pula bagi saya untuk
dapat beberapa hari mencicipi rasanya bekerja sebagai ekspatriat di sebuah perusahaan multinasional
di Eropa sehingga dari sini saya banyak mendapat pengalaman dan ide tentang bagaimana nantinya
saya mungkin dapat menerapkan berbagai praktik bisnis serupa di Indonesia, tanpa mengkhianati
komitmen saya sebagai dosen nantinya (bagi yang berprofesi dosen di Indonesia, mungkin bisa
mafhum dengan pernyataan saya ini). Sungguh, petunjuk dan ilham dari Allah bisa datang dari arah
yang tidak pernah kita duga sebelumnya.

Kembali ke ‘keanehan’. Mengapa saya sebut ‘keanehan’? Karena project kedua yang baru ini lebih
jauh lagi menyimpang dari background pendidikan saya sebelumnya. Di project ini saya akan
meninggalkan jalan besar marketing, menyusuri area yang lebih pelosok yaitu advertising. Seperti
pada banyak orang, saya tadinya berpendapat bahwa advertising sekedar identik dengan membuat
dan menampilkan iklan di TV atau majalah. Tapi ternyata ia tidak sesederhana itu. Advertising ada
ilmu/sainsnya. Dan ilmu ini mencakup bidang komunikasi, psikologi, ergonomi, ekonomi, statistika,
control theory, riset operasional, dlsb. Untuk riset saya saat ini saya berkutat dengan berbagai teori
tentang recognition, memory, believe, attitude, intention, dan akhirnya behavior. Suatu hal yang tidak
terbayang sebelumnya bagi saya mempelajari bagaimana human mind bekerja dan akhirnya
mengejawantah pada sikap dan tindakan kita. Namun, kembali ke pendirian saya bahwa semua ini
bukan kebetulan semata, saya melihat ada pesan Allah di sini. Ada rencana Allah bagi saya mengapa
saya harus terjun ke bidang yang demikian spesifik dan tampak sangat jauh dari background dan
niatan saya mengambil S3 sebelumnya.

Sebagaimana sering saya tulis dalam email-email saya, saya selalu berkeyakinan bahwa selain ayat-
ayat dalam Al-Quran, masih banyak ayat-ayat Allah yang lain yang bersebaran di muka bumi ini,
menunggu untuk dibaca dan dimanfaatkan. Termasuk ayat-ayat ini adalah ayat-ayat tentang
mekanisme pikiran manusia bekerja. Jika kita percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini diciptakan
oleh Allah dan berjalan dalam keteraturan (walaupun kita tidak/belum tahu apa dan bagaimana
keteraturan itu) atau dengan kata lain ada hukum-hukum atau ketetapan-ketetapan tertentu bagi
setiap fenomena duniawi, maka pikiran dan tindakan manusia pada dasarnya bekerja tidak random,
meskipun dalam keseharian kita seringkali menjumpai pikiran atau tindakan yang dianggap ‘irrasional’
atau random (sebagai bahan bacaan ringan yang menarik dan menggugah yang mendukung premis
saya ini secara empirik, silakan baca buku ‘Predictably Irrational’ karangan Dan Ariely, seorang
profesor behavioral economics asal Israel). Jika premis saya benar, konsekuensinya adalah wajib
kifayah hukumnya bagi kaum muslim untuk mempelajari hal (bagaimana pikiran manusia bekerja dan
menghasilkan sistem believe, attitude, intention, dan behavior) ini.

Pada titik waktu ini, saya melakukan sebuah retrospeksi dengan mengajukan pertanyaan: kenapa
saya tiba di posisi seperti sekarang (yang telah saya ceritakan panjang lebar di atas)? Setelah saya
renungkan, jawabannya cukup mengejutkan karena jawaban ini dapat dihubungkan dengan
(sebagian) pertanyaan atau kegelisahan saya yang juga sering saya sampaikan di milis deGromiest:
jika Islam memang agama yang sempurna, bagaimana mungkin jutaan (atau mungkin sampai
milyaran?) manusia di dunia masih tidak bisa menerima Islam dan bahkan memandang Islam secara
negatif dan hina? Bagaimana jalan keluarnya?

Dari sains marketing yang saya pelajari, sebuah produk yang superb, superior, excellent, atau simply
the best, jika keunggulannya tersebut dikomunikasikan dengan baik sehingga mampu membentuk
kepercayaan di benak konsumen akan keunggulan-keunggulan tersebut, maka hanya masalah waktu

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
42

produk tersebut akan diterima secara luas oleh pasar (teori yang sejauh ini diyakini benar dalam
marketing dan bagi saya pribadi sebuah teori yang benar adalah tidak lain sebuah sunnatullah).
Dalam hal ini saya berpikir, Islam adalah agama yang sempurna. Ad-din yang merupakan rahmatan lil
‘alamin. Bagaimana mungkin begitu banyak (lebih tepatnya mungkin terlalu banyak) skeptisme,
sinisme, penolakan, bahkan gerakan anti-Islam di dunia? Bagi logika saya, awalnya ini adalah
paradoks yang luar biasa. Namun demikian, setelah memikirkan lebih dalam saya menyadari bahwa
potret kehidupan umat Islam saat ini sebagai vehicle bagi messages dienul Islam bisa jadi tidak
mengkomunikasikan dengan baik messages itu. Ibaratnya mengkampanyekan produk Mercedes, tapi
yang ditampilkan adalah Kancil. Akibatnya, persepsi nonmuslim terhadap Islam terdistorsi (mengutip
seorang teman saya yang kristen ortodoks, “The easiest way, though not necessarily the best way, for
assessing a religion is by looking at the religion believers’ deeds). Bagaimana bisa teryakinkan bahwa
Islam agama cinta damai kalau hampir tiap minggu kita disuguhi serangan-serangan bom bunuh diri
yang dilakukan di negara-negara Islam oleh orang-orang yang mengaku Islam, dengan korban orang-
orang Islam, baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak (cf. kejadian akhir-akhir ini di Irak,
Afghanistan, dan Pakistan)? Belum lagi aksi teror bunuh diri di barat (9/11, bom London, bom Madrid,
etc.) yang konon dilakukan oleh orang-orang yang mengaku muslim. Bagaimana bisa dipercaya
bahwa Islam menjunjung tinggi sopan santun dan kelembutan dan mengajak kebaikan dengan
hikmah kalau artikel yang berseberangan pandangan/paham/keyakinan atas suatu issue ditanggapi
dengan komentar-komentar arogan, ganas, dan tak jarang sarkasme? Bagaimana nonmuslim bisa
teryakinkan bahwa Islam membawa misi keadilan, perlindungan bagi kaum yang lemah, kalau
penindasan atas kaum lemah masih banyak terjadi di negara-negara muslim (tidak usah jauh-jauh,
mari kita introspeksi negara kita yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia)? Hukum yang memihak kaum kaya dan berkuasa, distribusi kekayaan yang tidak adil dan
menyebabkan kemiskinan kronis bagi jutaan saudara muslim kita. Dan daftar ini masih bisa
diperpanjang.

Jadi, saya pribadi berkeyakinan, bahwa selain di satu sisi kita umat Islam secara sistematis perlu
‘menyembuhkan’ dirinya secara internal untuk kembali ke era kejayaannya dan berusaha mencapai
kondisi ideal yang dijanjikan oleh Allah, di sisi lain kita harus mengupayakan vehicle lain untuk
menyebarkan pesan-pesan mulia, gambaran tentang Islam yang sebenar-benarnya, ke kalangan
external. Ini adalah hal yang krusial, karena jika message ini tersampaikan dengan baik, insya Allah
umat Islam tidak akan mengalami stigmatisasi, kecurigaan, dan hambatan-hambatan beribadah
terutama di dunia barat. Tidak akan ada berita tentang penentangan gigih pembangunan masjid di
New York atau Swiss. Tidak akan ada kampanye pengenaan pajak untuk penggunaan jilbab oleh
kaum muslimah di Belgia dan Belanda. Bahkan, bukan tidak mungkin pemeluk Islam di barat akan
bertambah dengan cepat, mengingat fitrah manusia, tidak peduli dia orang Asia, Eropa, atau Amerika,
adalah menjadi muslim (CMIIW).

Di sinilah saya mulai berpikir bahwa Allah telah men-challenge saya untuk memikirkan tentang
‘marketing’ Islam (in fact, sudah ada artikel di majalah The Economist, Desember 2007, tentang
‘marketing’ agama-agama di dunia, terutama Kristen dan Islam; Yahudi tidak termasuk karena pada
dasarnya Yahudi adalah agama ekslusif. Dalam artikel ini terlihat bagaimana kaum misionaris Kristen
sudah memanfaatkan temuan-temuan dari riset-riset marketing dalam misi mereka). ‘Marketing’
dalam sesuatu yang saya rasakan sebagai ‘challenge’ Allah kepada saya ini mungkin nantinya tidak
lain adalah bentuk/strategi (bukan isi, tentu saja) yang lebih kontemporer dari syiar/dakwah Islam.
Mungkin Islam perlu melakukan ‘advertising’ dalam rangka meng-edukasi publik di barat, khususnya.
Selanjutnya, mencari perspektif bagi saya pribadi ke depannya, mungkin di sinilah peran yang dituntut
dari saya sebagai seorang muslim oleh Allah (lewat fardhu kifayah saya), demi kejayaan Islam. Lebih
spesifik lagi, dalam ‘marketing’ Islam ini, saya butuh ilmu tentang bagaimana agar pesan-pesan ke-
Islam-an ini bisa efektif, baik internal maupun eksternal umat Islam. Dan, saya telah dituntun oleh
Allah dengan harus mempelajari psychology of advertising, sebagaimana yang dibutuhkan dalam
project saya sekarang.

Akhirnya, setelah sekian panjang tulisan ini berfokus pada saya dan saya, sebagai inti dari tulisan ini,
saya ingin mengajak rekan-rekan deGromiest dan diri saya pribadi untuk selalu memikirkan dan
merenungkan atas semua kejadian yang kita alami. Marilah di bulan Ramadan yang suci ini kita selain
ber-introspeksi, kita juga ber-retrospeksi dan memproyeksikan langkah kita ke depan. Jika kita yakin

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
43

bahwa segala sesuatu yang terjadi atas diri kita bukanlah karena efek random (saya rasa ini juga
salah satu pilar aqidah Islam, CMIIW), penting bagi kita untuk tahu kira-kira pesan apa yang Allah
sedang sampaikan kepada kita. Hal ini penting bagi kita agar kita selalu dapat mensyukuri atas
apapun yang terjadi atas diri kita. Juga hal ini penting untuk menyadarkan kita tentang misi atau
kewajiban (fardhu kifayah) apa yang sebenarnya sedang diembankan kepada kita, terlepas dari/in
addition to misi pribadi kita untuk menuntaskan kewajiban ibadah individual (fardhu ‘ain) dan
mencapai surga di akhirat kelak. Apa yang dapat kita sumbangkan dari diri kita bagi Islam sebagai
suatu kesatuan umat/society (Islam jelas bukan agama yang mendukung pola hidup hermetic)?
Situasi yang dihadapi setiap orang pasti berbeda-beda, tapi di balik itu semua ada sebuah rencana
besar, grand design, yang maha kompleks, tapi maha sempurna, dari Allah SWT, Tuhan kita yang
sebaik-baiknya Pencipta Rencana.

Wallahu’alam.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
44

Perdagangan yang Berkah

Diary Ramadhan edisi 17 Ramadhan 1431H


Oleh: Eko Hardjanto

Menjelang hari raya di Tanah Air harga bahan pangan selalu melonjak naik. Entah mengapa
pemerintah selalu tak bisa mengendalikan stabilitas harga. Hal ini selalu terjadi setiap tahun. Selalu
berulang. Harga bahan pangan yang melonjak menghadirkan fenomena tersendiri di kalangan
pedagang, yaitu fenomena menjual produk dengan harga lebih murah dibanding harga normal untuk
menarik minat konsumen, dan akhirnya pedagang mendapat keuntungan berlipat. Namun sayangnya
hal ini dilakukan dengan cara mengelabui konsumen.

Ayam mati kemarin, TIREN, istilah ini sudah lama dikenal di kalangan pedagang dan pembeli. Ayam
TIREN adalah ayam yang sudah mati sebelum dipotong, dan kemudian di jual. Tentu saja kualitas
daging ayam TIREN sangat buruk, dagingnya berbau bahkan berpotensi menghadirkan penyakit.
Itulah mengapa Islam mengharamkan makan bangkai. Namun demi mendapatkan keuntungan besar,
pedagang rela berdosa mengelabui konsumen dengan menjual ayam TIREN. Dengan harga yang lebih
murah ayam TIREN kemudian diolah menjadi berbagai produk makanan dan kemudian dijual kepada
masyarakat dengan harga miring. Masyarakat kelas bawah tentu tidak peduli dengan asal muasal
produk makanan berbahan daging ayam. Bagi mereka, mendapatkan bahan makanan dengan harga
terjangkau, di bawah harga pasar, adalah sebuah anugerah tidak terkira.

Malam sebelum dipotong seekor sapi digantung kedua kaki depannya, sedemikian rupa sehingga sapi
seperti sedang berdiri hanya dengan kedua kaki belakang. Dalam keadaan ‘berdiri’ tersebut kemudian
selang air dimasukan ke dalam mulut sapi. Air dialirkan melalui selang, dan sapi dipaksa minum
hingga badannya bengkak membesar karena air. Bayangkan betapa tersiksanya sapi tersebut. Hingga
akhirnya sapi itu jatuh sekarat karena perutnya terbanjiri air dan karena sulit bernafas. Dalam masa
sekarat itu, air yang diminumkan secara paksa merembes sedemikian rupa hingga masuk ke dalam
pori-pori daging sapi. Karena kandungan air dalam daging, berat sapi menjadi lebih bertambah ketika
dipotong. Sapi seberat 150 kg bisa mencapai 300 kg ketika ditimbang dagingnya. Padahal sebagian
dari berat daging itu hanyalah kandungan air. Ketika daging dimasak ia menjadi ciut, karena
kandungan air pada akhirnya menguap. Konsumen yang membeli daging sapi semacam ini telah
tertipu karena telah membayar daging lebih berat dan mahal namun sebagian mengandung air.
Daging sapi semacam ini disebut daging Glondongan.

Selain dua contoh di atas, sering pula kita dengar kasus bakso menggunakan daging tikus, tahu
berpengawet formalin, zat pewarna pakaian dipakai untuk makanan, daging sapi dicampur daging
babi hutan, dan sebagainya. Kasus-kasus semacam ini begitu marak di Tanah Air. Niatnya tetap sama,
mencari keuntungan besar dengan mengelabui pembeli.

Fenomena penipuan terhadap konsumen tidak hanya terjadi pada bahan pangan. Pada penjualan
pulsa isi ulang telepon genggam pun demikian. Setelah pulsa isi ulang ditambahkan kepada telepon
genggam, iklan berbasis teks dalam bentuk SMS tidak henti-hentinya masuk ke dalam telepon
genggam. Hal ini terjadi tanpa diminta oleh konsumen karena sudah diatur sedemikian rupa oleh
operator penyedia jasa telekomunikasi. Konsumen yang tidak mengerti, selalu membaca teks iklan
tanpa diundang tersebut. Dan tanpa sadar setiap kali teks-teks iklan diterima dengan mengklik tombol
‘OK’ maka sejumlah pulsa telah tereduksi dari saldo pulsa telepon genggam. Tidak ada penjelasan dari
operator atau gerai penjual pulsa terhadap layanan iklan semacam ini dan dampak yang akan
diterima konsumen. Anehnya pula, layanan ini terjadi by default setiap kali pembelian pulsa, dan
layanan semacam itu (mungkin) tidak akan dihilangkan sampai kita mengontak customer service
untuk mengehentikannya. Ini jelas-jelas penipuan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Ada
hidden cost dalam tarif pulsa.

Dalam konteks yang berbeda, tayangan TV di Tanah Air dijejali dengan iklan berbagai produk. Tidak
ada sama sekali kenyamanan melihat tayangan TV. Setiap kali pemirsa TV harus menunggu lama

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
45

dalam menyaksikan sebuah tayangan karena selingan iklan yang begitu menggebu-gebu, khususnya
bagi tayangan premier. Ditambah lagi sifat iklan yang konsumtif dan menyesatkan. Jauh antara apa
yang disampaikan dengan apa yang dikandung sebuah produk dalam iklan.

Fenomena penipuan dalam jual beli dan kondisi terkait jual beli yang merugikan konsumen memang
menjadi makanan keseharian di Tanah Air. Kondisi yang jauh berbeda justru terjadi di luar negeri, di
mana konsumen mendapatkan perlindungan yang istimewa. Tatanan yang baku dan tertib telah
berhasil mengatur sistem jual beli dan hubungan produsen dengan konsumen. Penipuan dan kerugian
konsumen dicegah dan ditekan sedemikian rupa.

Sejak dahulu fenomena jual beli memang cenderung menarik para pelakunya pada tindakan
penipuan. Betapa terkenal sebuah kisah seorang wanita jujur yang tidak mau mencampur susu
dengan air di masa khalifah Umar ibn Khattab RA. Mencampur susu dengan air adalah sebuah
perilaku yang telah terjadi sejak dahulu kala. Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW mendapatkan
seorang penjual buah yang menaruh buah busuk di bagian bawah tumpukan buah agar tidak terlihat
pembeli. Itulah fenomena yang umum terjadi di pasar, tipu menipu, mengelabui, demi menekan
kerugian dan mengejar keuntungan. Itulah mengapa dalam satu riwayat dikatakan bahwa Rasulullah
SAW sangat membenci berada di dalam pasar. Karena di dalam pasar setan bergentayangan
menyesatkan para pelakunya. Pasar seringkali melalaikan para pelakunya. Pasar di sini bisa diartikan
secara fisik maupun secara aktifitas muámallah.

Sesungguhnya Islam secara tegas telah memberikan pedoman kepada umat manusia untuk
mengurangi penipuan dalam jual beli.

Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan; dan
timbanglah dengan timbangan yang lurus; Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya
dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan (QS. ASY SYU’ARAA
181-183)
Rasulullah SAW. bersabda, “Dua orang yang berjual beli itu haruslah bebas memilih sebelum mereka
berpisah. Apabila keduanya jujur dan berterus-terang di dalam berjual beli, maka keduanya akan
mendapatkan berkah. Tetapi apabila keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka jual belinya itu
tidak akan membawa berkah” (HR Bukhari dan Muslim)

Sayang sekali pedoman dasar tersebut tidak melekat dalam perilaku keseharian pasar di negeri kita.
Sudah menjadi semacam aturan bahwa tipu menipu dalam jual beli adalah hal yang lumrah untuk
mencapai keuntungan besar dan menekan kerugian sekecil mungkin. Sangat menyedihkan.
Sungguh manusia tidak menyadari bahwa hakikat keuntungan dalam jual beli sesungguhnya adalah
keberkahan harta dan terhindarnya dosa. Untung sedikit namun berkah. Insya Allah membawa
pemiliknya pada kesehatan, kebahagiaan, ketenangan, dan keselamatan dunia dan akhirat.
Demikianlah sistem Islam yang indah mengajarkan konsep jual beli.

Rasulullah SAW. bersabda, “Semoga Allah memberi rahmat kepada seseorang yang bermurah hati
sewaktu menjual, bermurah hati sewaktu membeli dan bermurah hati sewaktu menagih hutang” (HR
Bukhari)
***

Bogor, 16 Ramadhan 1431 H


Eko Hardjanto

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
46

Kebahagiaan

Diary Ramadhan edisi 18 Ramadhan 1431H


Oleh: Teguh Sugihartono
(Diterjemahkan dari THE ALCHEMY OF HAPPINESS, Hazrat Inayat Khan)

Ruh (soul) dalam bahasa Sanskrit dinamakan Atman, yang berarti kebahagiaan itu sendiri. Bukan
berarti kebahagiaan adalah bagian dari ruh, tetapi ruh itu sendiri adalah kebahagiaan. Hari ini kita
sering bingung antara kebahagiaan (happiness) dengan kesenangan (pleasure); tetapi kesenangan
hanyalah ilusi, bayang-bayang dari kebahagiaan; dan orang yang termakan ilusi akan mencari terus
menerus seluruh hidupnya kesenangan demi kesenangan tapi tak pernah mendapatkan kebahagiaan.
Ada peribahasa Hindu yang mengatakan bahwa orang mencari kesenangan tetapi malah menemukan
penderitaan. Setiap kesenangan akan terlihat dari luarnya sebagai kebahagiaan; kesenangan
menjanjikan kebahagiaan, karena kesenangan itu merupakan bayang-bayang kebahagiaan, tetapi
bayang-bayang seseorang bukanlah orang itu sendiri, walaupun terlihat menyerupai bentuk orang
tersebut. Oleh karena itu, kesenangan menyerupai bentuk kebahagiaan, tapi bukanlah kebahagiaan
yang sebenarnya.

Adalah sangat jarang mendapatkan ruh (soul) di dalam dunia ini yang tahu apa itu arti kebahagiaan;
mereka biasanya sering dikecewakan oleh satu hal dan hal yang lainnya. Ini merupakan proses
alamiahnya hidup di dunia; bahwa walaupun seseorang dikecewakan beribu-ribu kali dia akan tetap
mengambil jalan yang sama, karena dia tidak tau yang lain. Lebih banyak kita belajar dalam hidup ini,
semakin kita menyadari bahwa hanya sedikit ruh (souls) yang secara jujur bisa mengatakan, ‘Saya
bahagia’. Hampir setiap ruh (soul), apapun posisinya dalam kehidupan ini, akan mengatakan dia tidak
bahagia di dalam satu atau lain hal, dan jika kamu menanyakan mengapa, mungkin dia akan
mengatakan bahwa ini karena dia tidak bisa mendapatkan posisi tertentu, kekuasaan, harta kekayaan,
atau keinginan-keinginan lainnya yang sangat dia idam-idamkan selama bertahun-tahun. Mungkin dia
sangat mengidamkan memiliki uang banyak dan tidak menyadari bahwa memiliki uang banyak tidak
akan memberikan kepuasan; mungkin dia memiliki banyak musuh, atau orang yang dia cintai tidak
mencintainya kembali. Ada beribu-ribu alasan untuk menjadi tidak bahagia yang akan dihasilkan dari
akal pikiran.

Akan tetapi, apakah satu dari sekian banyak alasan ini seluruhnya benar? Apakah kamu pikir jika
orang-orang ini mendapatkan apa yang mereka idam-idamkan kemudian mereka akan menjadi
bahagia? Jika mereka memiliki semuanya, apakah itu cukup? Tidak, mereka akan tetap menemukan
alasan untuk tidak menjadi bahagia. Mereka yang benar-benar bahagia akan berbahagia dimana saja,
di istana atau di gubuk, dalam kekayaan atau dalam kemiskinan, karena dia telah menemukan
sumber kebahagiaan sejati yang terletak di dalam hatinya. Selama orang tersebut belum menemukan
sumber tersebut di dalam hatinya, tidak ada sesuatu pun yang bisa memberikannya kebahagiaan
sejati.

Seorang manusia yang tidak tau rahasia dari kebahagiaan sering kali mempunyai sifat serakah. Dia
ingin seribu, dan setelah mendapatkan seribu dia tidak puas dan dia ingin sejuta dan dia tetap tidak
puas; dia ingin lebih lagi dan ingin lebih lagi. Jika kamu berikan dia rasa simpati dan kamu coba
menyenangkan dia, dia akan tetap tidak puas; bahkan semua yang kamu miliki tidak cukup, bahkan
cintamu tidak bisa menolong dia, karena dia mencari di jalan yang salah, dan kehidupan ini pun
menjadi sebuah tragedi.

Kebahagiaan tidak dapat diperjual belikan, juga tidak dapat kamu berikan ke seseroang yang tidak
memilikinya. Kebahagiaan sejati yang ditemukan dalam diri sendiri adalah hal yang paling berharga di
dalam kehidupan ini. Semua agama, semua sistem filosofi, mempunyai bentuk dan jalan yang
berbeda-beda dalam mengajarkan manusia untuk mencapai kebahagiaan. Semua orang bijak,
mempunyai cara atau methoda untuk mengajarkan seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan yang
sangat dicari oleh ruh (soul).

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
47

Orang-orang bijak telah menamakan hal ini The Alchemy of Happiness, kimia kebahagiaan. Cerita
‘The Arabian Nights’bercerita tentang philosopher’s stone, yang bisa mengubah metal menjadi emas
dengan proses kimia. Hal ini telah membuat banyak orang berfikir, baik di timur maupun di barat.
Banyak yang berpikir bahwa emas dapat dibuat. Tapi ini bukanlah ide dari seseorang yang bijak;
perburuan emas hanyalah untuk anak-anak. Untuk mereka yang memiliki kesadaran akan kenyataan,
emas adalah simbol untuk cahaya atau inspirasi spiritual. Emas adalah simbol warna dari cahaya, dan
oleh karena itu secara tidak sadar orang-orang mengejar emas seperti layaknya mengejar cahaya.
Namun ada perbedaan besar antara emas yang asli dan emas yang palsu. Keinginan untuk
mendapatkan emas asli telah membuat manusia mengumpulkan emas imitasi, bukan mencari emas
yang asli. Dia memuaskan kehausan ruhnya dengan cara seperti, seperti anak-anak memuaskan
dirinya dengan mainan-mainannya.

Kesadaran bukanlah masalah umur. Seseorang bisa saja telah mencapai usia tua tetapi tetap bermain
dengan mainan-mainan layaknya anak-anak, ruhnya mungkin saja terlibat dalam pencarian emas
imitasi; sedangkan orang lain yang lebih muda telah memulai pencarian akan emas asli. Jika
seseorang mempelajari fenomena alamiah kehidupan dan memperhatikan mengenai perubahan, dan
keinginan orang-orang untuk mencari kebahagiaan, seseorang akan melakukan semua cara dan
mengeluarkan semua biaya untuk mencapai kebahagiaan. Manusia di dalam dunia yang cepat
berubah ini mencari sesuatu yang tidak berubah, yaitu kebahagiaan itu sendiri. Yang dia tidak tahu,
yaitu bahwa dia harus mengembangkan sifat ke-tidak-berubah-an tersebut dalam dirinya. Semua
yang dibuat dan diciptakan akan menghadapi kehancuran suatu harinya. Semua yang berawal
mempunyai akhir. Jika ada sesuatu yang bisa digantungkan, yaitu adalah sesuatu yang tersembunyi di
dalam hati manusia, sesuatu yang suci, the real philosopher’s stone, emas asli dan murni, yang
merupakan inti dan essensi dari seorang manusia.

Seseorang mungkin menjalankan sebuah agama namun tidak sampai pada kesadaran akan kebenaran
(realization of truth). Untuk apakah guna agamanya tersebut jika dia tidak bahagia? Agama bukanlah
berarti depresi dan kesedihan. Semangat keberagamaan seharusnya memberikan kebahagiaan. Tuhan
adalah kebahagiaan. Dia lah kesempurnaan cinta, harmoni dan keindahan. Seseorang yang saleh
dalam beragama seharusnya lebih bahagia daripada orang yang tidak beragama. Jika seseorang yang
menjalankan agama tetapi selalu melankolis, agamanya tidak berguna. Mungkin kulit luarnya yang dia
ambil, tapi bukan isinya. Jika belajar agama tidak berujung kepada kebahagiaan sejati, maka sama
saja seperti tidak belajar agama, karena tidak membantu untuk mencapai tujuan hidup. Dunia saat ini
sedang bersedih dan menderita karena hasil dari perang yang sadis. Agama yang memberikan
jawaban atas kebutuhan kehidupan adalah agama yang memberikan kehidupan kepada ruh (soul),
yang menerangi hati manusia dengan cahaya yang agung.

Adapun mengenai pertanyaan bagaimana proses kimia kebahagiaan ini dilaksanakan, seluruh proses
dijelaskan oleh ahli kimia dalam cara yang simbolis. Mereka mengatakan bahwa emas dibuat dari
mercury. Alamiahnya mercury adalah selalu bergerak, tetapi dengan proses tertentu mercury bisa
dibuat diam, dan kemudian menjadi perak; dan setelah perak tersebut dilelehkan, dan esensi dari
tanaman ditambahkan ke cairan perak, maka akan terbentuklah emas. Tentunya proses ini sangat
global, tetapi anda akan bisa mencari penjelasan yang lebih detail dari seluruh proses. Banyak ruh
(soul) yang seperti anak-anak telah mencoba membuat emas dengan mendiamkan mercury dan
melelehkan perak, dan mereka telah mencoba mencari esens tanaman; tetapi mereka tersesat; dan
akan lebih baik bagi mereka jika mereka bekerja untuk mencari uang saja.

Interpretasi sebenarnya dari proses ini adalah mercury itu simbol dari akal pikiran dan perasaan
(mind) manusia yang selalu saja bergerak, melesat dan tak pernah diam. Apalagi ketika manusia
mencoba untuk berkonsentrasi, maka dia akan menyadari bahwa akal pikiran dan perasaannya (mind)
sulit untuk dikendalikan dan ditundukkan. Akal pikiran dan perasaan-perasaan itu layaknya seperti
kuda; ketika dinaiki akan lebih melawan ketika sedang disimpan di kandangnya. Seperti itulah
alamiahnya akal pikiran dan perasaan (mind); akan menjadi lebih melawan dan menentang ketika ada
keinginan untuk mengendalikannya; seperti mercury, selalu bergerak-gerak. Untuk memudahkan,
maka akal pikiran dan perasaan (mind) akan selanjutnya diterjemahkan dengan jiwa.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
48

Ketika seseorang dengan methoda konsentrasi telah bisa menguasai jiwa, maka seseorang telah
meraih step pertama dalam menempuh tugas mulia. Berdoa adalah konsentrasi, membaca adalah
konsentrasi, duduk dan relax dan berfikir dalam satu subjek adalah konsentrasi. Semua seniman,
pemikir dan pencipta telah mempraktekkan konsentrasi dalam suatu bentuk. Mereka telah
memberikan jiwa-nya untuk satu hal, dan fokus terhadap satu objek telah melatih konsentrasi.

Ketika jiwa telah dikendalikan dan tidak lagi melawan, maka seseorang bisa memegang pikirannya
akan sesuatu selama yang dia inginkan. Inilah asal mulanya fenomena. Beberapa orang
menyalahgunakan kemampuan ini dan menggunakan kekuatan ini untuk menghancurkan perak
sebelum menjadi emas. Perak tersebut perlu dipanaskan terlebih dahulu sehingga meleleh, oleh apa?
Oleh kehangatan yang merupakan essensi murni yang terletak di hati setiap manusia, yang berasal
dari cinta, toleransi, simpati, dan masih banyak lagi titik-titik lainnya, dimana setiap titik bisa menjadi
sesuatu yang sangat berharga. Semuanya berasal dari satu sumber, yaitu cinta. Ketika cinta
menerangi hati manusia, maka perbuatan dan perkataan dan expresi orang tersebut akan
menunjukkan bahwa cinta telah menghangatkan hatinya. Saat ketika hal ini terjadi maka manusia
akan benar-benar hidup. Dia akan membuka kunci mata air kebahagiaan yang akan mengalir ke
semua penjuru, mengairi keburukan dan ketidakharmonisan. Dia akan membuka penutup cahaya,
sehingga cahayanya menyinari semua penjuru.

Setelah hati dihangatkan oleh element agung yang bernama cinta, maka langkah berikutnya adalah
tanaman, yang merupakan Cinta Tuhan (Love of God). Tetapi Cinta Tuhan sendiri itu tidak cukup.
Pengetahuan akan Tuhan juga dibutuhkan. Ketidak tahuan akan Tuhan lah yang membuat manusia
meninggalkan agama, karena ada batas bagi kesabaran manusia. Pengetahuan akan Tuhan
menguatkan kepercayaan seseorang akan Tuhan, memberikan cahaya pada kehidupannya. Semuanya
menjadi jelas, bahkan setiap daun pada pohon akan menjadi lembar buku suci bagi setiap orang yang
matanya telah terbuka akan pengetahuan terhadap Tuhan. Ketika essensi dari tanaman cinta telah
terjatuh di dalam hati, dihangatkan oleh cinta terhadap sesama manusia, maka hati akan menjadi hati
yang emas, hati yang menghendaki apa pun yang Tuhan kehendaki. Manusia tidak melihat Tuhan,
tetapi manusia telah melihat Tuhan di dalam manusia, dan ketika ini terjadi, semuanya yang keluar
dari manusia tersebut adalah berasal dari Tuhan itu sendiri.

Untuk seorang teman baik yang sedang mencari kebahagiaan

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
49

Warisan Berharga

Diary Ramadhan edisi 19 Ramadhan 1431H


Oleh: Abdul Muizz Pradipto

Dari parit itu segalanya bermula. Di tahun kelima Hijriyah itu, 10 ribu pasukan tengah bergerak untuk
mengepung kota Madinah. 10 ribu orang, bukan jumlah yang sedikit. Di masa itu, jumlah tersebut
bisa terkategori pasukan multinasional. Di Madinah, Rasulullah SAW dan 3000 orang sahabatnya
berada dalam kondisi kritis. Bergerak keluar menyongsong pasukan musuh yang berjumlah 3 kali lipat
lebih, atau bertahan saja di dalam kota? Keduanya pilihan amat berisiko. Namun sahabat Salman al-
Farisi memiliki ide cemerlang, suatu hal yang biasa dilakukan bangsa Persia, namun tak diketahui
bangsa lain saat itu: membangun parit besar di luar kota Madinah sebagai benteng.

Kerja cepat mesti dilakukan. Pasukan musuh akan datang dalam hitungan hari. Rasulullah SAW turut
bekerja siang dan malam bahu membahu bersama sahabat membangun benteng parit tersebut.
Dalam pekerjaan itu, kaum muslimin terhalang oleh satu batu besar yang sangat keras. Upaya kaum
muslimin untuk memecah batu itu gagal, dan mereka melapor pada Rasulullah SAW. Saat itulah kuasa
Allah diperlihatkan: saat beliau memukul batu itu, nampak cahaya terang lalu diperlihatkan pada Nabi
kota-kota Persia, Romawi dan Habasyah, dan Nabi mengatakan bahwa kaum muslimin akan
membuka pintu kota-kota itu! Sahabat tentu saja terkesima. Bayangkan situasi saat itu: kaum
muslimin tengah terkepung, di hadapan mereka ada krisis antara hidup-mati, dan Rasulullah tidak
bicara short term tentang strategi kaum muslimin menghadapi pasukan besar musuh. Rasulullah
justru bicara mengenai ekspansi. Kalau Romawi dan Persia yang punya peradaban besar dan tua saja
akan takluk, 10 ribu orang sih kecil, dengan izin Allah…

Upaya pembebasan kota yang dikuasai Romawi ini kemudian dimulai sejak zaman khalifah Umar bin
Khattab RA (sebetulnya sudah di zaman Nabi lewat ekspedisi Mu’tah, namun usaha ini belum
berhasil), dan Romawi Timur baru benar-benar takluk di tahun 857 H, lebih dari 8 abad sejak
peristiwa Khandaq! Konstantinopel nama ibukota Romawi Timur saat itu, dan kemudian diganti
dengan “Islam Bol/Islambul” yang berarti kota Islam dan akhirnya menjadi ibukota kekhalifahan
Utsmaniyan/Ottoman. Nama pahlawan itu Sultan Muhammad II, yang kita kenal dengan Muhammad
al-Fatih atau Mehmed al-Fatih, Sang Pembunuh Dracula, lantaran salah satu lawan beliau saat itu
adalah Pangeran Vlad Dracula III yang sangat bengis dan menginspirasi Bram Stoker membuat
karakter Dracula si penghisap darah.

Pembebasan itu tentu saja istimewa. Selain karena gilang-gemilang (jalannya peperangan ini panjang
kalau diikuti), usai kemenangan itu Sultan Muhammad al-Fatih juga lantas memperlakukan warga
Islambul dan para pendetanya dengan baik. Gereja dibiarkan berdiri untuk beribadah umat Nasrani
seperti biasa, kecuali gereja Aya Sophia yang beliau minta diubah menjadi masjid agar bisa segera
ditunaikan sholat Jumat di kota itu. Tapi bukan itu yang menarik saat ini, ada lagi hal lain yang lebih
istimewa: sebuah pewarisan mimpi, dan kontinuitas kerja.

Nun berabad-abad sebelumnya, kembali di jaman Rasulullah SAW, beliau pernah mengatakan, “Kota
Konstantinopel akan jatuh ke tangan seorang laki-laki, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin
yang membebaskannya, dan sebaik-baik tentara adalah bala tentaranya.” (HR. Ahmad). Lantaran
ucapan ini, sahabat Abu Ayyub al-Anshary berwasiat untuk dimakamkan di tanah terjauh yang bisa
dijangkau kaum Muslimin menuju Konstantinopel. Itu terjadi di masa Khalifah Muawiyah dari Bani
Umayyah. Selanjutnya, upaya pembebasan ini dilanjutkan di masa Khalifah lain dari Bani Umayyah.
Lalu berlanjut di zaman Bani Abbasiyah dan Kesultanan Islam Saljuk, hingga akhirnya Bani
Utsmaniyah. Di zaman kekhalifahan ini, banyak upaya penaklukan Konstantinopel dilakukan. Sedikit
demi sedikit wilayah yang dikuasai Romawi jatuh, hingga akhirnya Sultan Muhammad Al-Fatih
menyempurnakan usaha ayah dan para pendahulunya.

Maka kini jika kita khawatir tak ada yang bisa kita tinggalkan untuk anak cucu atau generasi yang
lebih muda, mudah-mudahan kita masih bisa mewariskan mimpi. Jadi, apa gerangan mimpi kita?

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
50

Side story:

Saat masih kecil, Muhammad II ini kabarnya adalah anak yang nakal dan sulit dididik. Ayahnya,
Sultan Murad II, lantaran kesibukannya dalam upaya intensif pembebasan Konstantinopel, terpaksa
menitipkan pendidikan putranya itu pada seorang guru. Sayangnya, tiap guru yang didatangkan selalu
berakhir mengundurkan diri lantaran bandelnya Muhammad II muda ini. Hingga akhirnya seorang
guru datang. Nama syaikh ini tak begitu terkenal, walaupun kalau mau googling agak serius sedikit
mungkin bisa dapat juga nama beliau ini. Syaikh ini berani bersikap sangat tegas pada sang Pangeran
yang nakal, dan di saat yang sama bisa menjadi sahabat dan teladan bagi muridnya. Beliau inilah
yang mengajarkan agama dan berbagai pengetahuan umum saat itu, skill kepemimpinan dan strategi
perang, mengenalkan hadits Nabi SAW tentang Konstantinopel, dan yang terpenting, mendidik
Muhammad II agar punya idealisme. Muhammad II akhirnya menjadi sosok yang memiliki kepribadian
kuat di usia sangat muda. Beliau menggantikan ayahnya di usia 20 tahun, dan dua tahun berikutnya
beliau menaklukkan Konstantinopel. Ini adalah kemenangan sang murid dan, tentu saja, keberhasilan
sang pendidik.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
51

Hanya Nyicip Ko, Ma…

Diary Ramadhan edisi 20 Ramadhan 1431H


Oleh: Fean Davisunjaya

Di suatu hari di awal bulan Ramadhan, saat sahur tiba, seorang ibu sedang berusaha membangunkan
anaknya,” Dit… Adit sayang…. ayo bangun, kita mau sahur nih.” Sambil membelai rambut si anak, si
ibu melanjutkan,’ ayo sayang… katanya mau ikut puasa… yuk, bangun yuk sayang.” Dengan setengah
mengantuk dan mendengarkan kata puasa… si anak pun langsung bangun sambil berkata,” kita udah
mau puasa ya, Ma… jadi makan sahur dulu ya, Ma?” “Iya, sayang… kita makan sahur dulu… yuk
sayang, tapi mukanya dibasuh dulu ya.” Jawab si Ibu,” setelah cuci muka, baru kita makan sahur…
ayo cepat… itu Papa udah nunggu.”

Adit pun segera bergegas ke kamar mandi, mencuci mukanya dan berkumur… setelah menyeka
mukanya dengan handuk, Adit pun menuju ke ruang makan… dengan masih agak mengantuk, Adit
pun ikut kedua orang tuanya untuk makan sahur. Adit yang masih berusia 5.5 tahun sebagaimana
anak lainnya, sedang berusaha untuk memulai berpuasa seperti yang kedua orang tuanya lakukan
selama bulan Ramadhan… dengan hanya mengerti sedikit mengenai puasa, Adit berusaha mengikuti
puasa sebagaimana mestinya. Setelah menunggu imsak tiba dan shalat Shubuh berjamaah, Adit pun
kembali tidur karena sekolah TK-nya sedang libur. Selama beberapa hari saat masih liburan, si Ibu
berusaha menyibukkan Adit dengan segala kegiatan yang menyenangkan, sehingga Adit tidak selalu
teringat akan lapar dan hausnya… ketika suatu saat Adit mengeluh lapar,” Ma, masih lama kita
berbuka? Adit udah lapar dan haus sekali nih…” si Ibu pun membujuk Adit untuk bersabar,” sabar ya,
sayang… bentar lagi kita udah mau buka ko… kan sayang tuh… bentar lagi tapi masa mau dibatalin,
masa puasanya setengah-setengah… Adit kalau diberi sesuatu juga ga mau yang setengah-setengah
kan!?” tapi Adit masih merengek,” tapi, Ma.. udah lapar banget nih.”

Melihat Adit yang merengek, si Ibu pun mendapatkan ide agar Adit tidak terlalu mengingat
puasanya,” ya udah… sini, bantu Mama aja buat nyiapin menu berbuka nanti… Adit mau bantuin
Mama, kan?” mendengar Mamanya sedang menyiapkan menu berbuka.. Adit pun langsung berlari
mendekati ibunya,”Ma… nanti kita berbuka dengan apa??? Makanan kesukaan Adit ada kan, Ma?”
Ibunya pun menjawab,” iya, ini ada… sini… bantuin Mama…” Adit pun bergegas mendekati ibunya
dan mulai membantu seperti yang ibunya minta…

Saat membantu ibunya memasak, tanpa sadar, Adit


memasukkan makanan yang sedang disiapkan… dan ketika
melihat anaknya memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya, si Ibu
pun kemudian dengan segera menegurnya dengan lembut,”
Adit… itu apa yang dimasukkan ke mulut?? Katanya sedang
puasa?” mendengar pertanyaan ibunya, Adit pun dengan
polosnya menjawab,”Ini, Ma… Adit nyicipin masakan Mama… kan
Adit ga makan, cuma nyicipin aja… terus yang ga boleh itu kan
kalo makan.” Si Ibu pun tersenyum mendengar jawaban si anak,
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Si anak masih
melanjutkan,” Adit, puasanya ga batal… bener kan, Ma? Adit
juga kemarin-kemarin lihat si Bibi juga nyicipin makanan… tapi
masih puasa juga.. berarti kalo nyicipin ga batal kan?”

Sang Ibu pun masih tersenyum lalu berusaha menjelaskan,”


Adit.. Adit… begini ya, sayang… kalau ada makanan masuk ke
mulut dan ke tenggorokan, walaupun hanya mencicipi.. itu sama
saja dengan makan…” Adit pun kembali bertanya,” loh terus…
kalo gitu, si Bibi juga batal dong puasanya?” Si Ibu pun
menjawab, sambil berusaha menjawab dengan kata-kata yang
mudah dipahami untuk anaknya,”Adit… mungkin si Bibi sedang tidak berpuasa, tapi Adit ga tahu…

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
52

terus si Bibi mungkin bukan mencicipi, tapi cuma mengetes asin atau ga masakannya” Adit pun
langsung menyela,” loh, Ma… ko Bibi bisa ga berpuasa? Katanya kita semua kalo yang Islam harus
puasa? Kalo si Bibi boleh ga puasa, berarti Adit juga boleh dong, Ma.”

Mendengar anaknya yang makin kritis, si Ibu pun berusaha kembali menjawab dengan bijaksananya,”
begini sayang… kita memang sebagai umat Muslim, diwajibkan untuk berpuasa… tapi ada beberapa
hal ko yang membolehkan kita untuk tidak berpuasa.” Adit kembali menyela,” emang ada yang bikin
kita boleh ga puasa ya, Ma?” “Iya, sayang,” sambung si Ibu,” kalau Adit sakit, terus ga bisa puasa…
Adit ga harus berpuasa, tapi.. nanti Adit harus ganti puasanya di lain hari… jadi si Bibi juga gitu….
terus kalau kita sedang dalam perjalanan jauh, seperti ke rumah Eyang di Jawa sana… kalau tidak
bisa puasa, kita boleh ga puasa… tapi tetap kita harus menggantinya.”
Adit pun mengangguk-angguk dengan wajah sedikit mengerti, ” Ooo… gitu ya, Ma.” “Iya sayang…,”
senyum si Ibu,” yuk… kita bawa makanannya ke meja makan, bentar lagi udah mau berbuka… tuh
kan Adit bisa puasa satu hari penuh lagi.”

Adit lalu berlari-lari,” Horeee… hari ini Adit puasa penuh lagi…”

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
53

Terjebak dalam IceWind Dale II

Diary Ramadhan edisi 21 Ramadhan 1431H


Oleh: Muhammad Iqbal

Sedikit introduksi sebelum mulai bertualang, IceWind Dale II adalah game khusus PC racikan Black
Isle Studio. Diterbitkan Interplay Entertainment pada akhir Agustus 2002, game ini mendulang sukses
mengikuti prekuelnya (IceWind Dale). Game bergenre fantasy RPG (Role Playing Game) ini bercerita
tentang perseteruan penuh intrik dari berbagai ras, organisasi, dan agama dari para penghuni Ten
Towns. Panorama penuh salju yang dingin-dingin empuk mendominasi hampir seluruh lingkungan
outdoor. Nuansa ghotic yang artistik menambah cantik tampilan indoor, Story line yang kuat yang
disertai gameplay dan menu kendali yang user friendly, menjadikan game ini sebagai salah satu game
yang layak dikhatamkan pada jamannya.

Game dimulai dengan character creation screen. Dimulai dengan memilih nama, gender, ras,
alignment, hingga penampilan fisik, dan sebagainya. Kombinasi enam character yang terdiri atas
barbarian, paladin, thief, ranger-fighter, cleric, dan mage jadi pilihan yang sepertinya akan
memuluskan petualangan. Bunuh sana, bunuh sini, tipu sana, perdaya sini, dan lalu dibunuh juga,
terasa seru sampai akhirnya saya stuck di sebuah kuil. Di kuil itu ada ruangan yang tidak bisa
dimasuki dan gua tersembunyi berisi naga yang kekuatannya superior. Perkiraan bahwa dengan
membunuh naga akan memberikan akses ke ruangan terlarang itu ternyata salah. Perjuangan keras
membunuh naga hanya membuahkan kondisi terjebak alias stuck, game tidak bisa dilanjutkan.

Penasaran!

Selang beberapa bulan kemudian patch game ini pun keluar. Saking penasarannya terhadap game ini,
jalur cepat memakai walkthrough pun ditempuh. Dengan sedikit browsing di internet, akhirnya saya
dapatkan fakta mengesalkan bahwa memang ada bug di game itu ketika masih belum dipatch, dan
juga larangan membunuh naga sebelum menyelesaikan quest tertentu. Naga yang sama yang sudah
saya bantai dengan seksama. Asal tebas memang tidak menyelesaikan masalah. Sialnya, save game
sebelumnya ternyata corrupt! Sehingga game harus dimainkan dari awal lagi tapi kali ini game dapat
diselesaikan dengan mulus dan seksama. Terima kasih kepada patch dan walkthrough persembahan
gamefaq.

Game yang satu ini memberikan banyak kesan dan renungan. Bermain peran (role play) sedikit
banyak memang mirip dengan kehidupan nyata. Kemiripan-kemiripan itulah yang mungkin membuat
permainan terasa lebih hidup dan menyenangkan. Peran yang dimainkan sengaja disesuaikan dengan
karakter yang dibangun sebelumnya. Untuk menanggulangi undead, cleric memang tiada duanya tapi
untuk berdiplomasi, pastilah paladin yang dipasang pertama untuk bicara. Tiap karakter ada peran
sentral masing-masing.

Lantas terpikirkan tentang apa peran saya dalam hidup ini. Bak sebuah game RPG, kehidupan di dunia
ini diisi banyak karakter dengan perannya masing-masing. Saya yang kondisinya seperti ini didisain
untuk sebuah peran tertentu, saya meyakini itu. Memang tidak seperti game, permulaan cerita saya di
dunia tidak bisa ditentukan oleh diri sendiri. Beberapa karakteristik dasar hidup memang sudah
ditakdirkan seperti begini adanya. Warna kulit, suku, tempat tanggal lahir dan sebagainya bukanlah
variabel yang bisa diotak atik. Tapi tetap saja kita punya keleluasaan dalam mengambil peran. Tiap
orang punya kesempatan jadi presiden, mendarat di bulan, atau bahkan melahap seporsi spare ribs di
salah satu restoran di Groningen dengan masih menyandang status sebagai mahasiswa. Hanya perlu
dimaklumi bahwa probabilitas tiap orang untuk melakukan itu semua memang berbeda-beda. Satu hal
yang saya yakini, sekarang sudah bukan waktunya untuk menyesalkan dan mempermasalahkan
bawaan orok. Apa yang harus dipikirkan adalah bagaimana si orok ini bisa menjadi “orang”.

Menjadi “orang” dalam hal ini dapat diartikan dengan meraih keberhasilan dalam kehidupan dunia.
Untuk berhasil, tentunya kita harus tahu aturan main yang berlaku sehingga bisa menyusun strategi

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
54

dengan tepat. Bermain tanpa strategi tak ada bedanya dengan sekedar main-main saja tak akan ada
pelajaran yang bisa diambil. Segala sesuatu itu memang ada aturannya, ada ini dan ada itu, begitu
juga dengan hidup. Aturan main resmi tentang hidup pun sebenarnya sudah diterbitkan sebagai
panduan dalam firman-firman-Nya. Al-Qur’an adalah panduan yang dibuat oleh Dia Yang Menciptakan
Segala Keteraturan bagi makhluk-Nya yang hendak bertualang di dunia. Tapi pada kenyataannya
masih banyak juga yang malah menggunakan petunjuk terbitan pihak ke tiga sebagai panduan utama
hidup. Alih-alih selamat, kebanyakan malah terjebak dan tersesat dalam realita yang semu. Sebagai
manusia yang senantiasa berfikir, mempelajari dan memahami semua keteraturan ini merupakan
sesuatu yang menarik. Bagi mereka yang berpikir lebih keras, maka pemikiran mereka akan
membuahkan karya-karya revolusioner yang sanggup mengubah peradaban. Kehidupan ini terlalu
berharga untuk dihabiskan layaknya sebagai seorang NPC (non playable character, baca: tokoh
figuran). hidup ini tak lebih dari menjalani bangun, ngantor, makan, dan tidur. Jika masih bingung
tentang hidup, mungkin panduan yang kita pakai selama ini salah, atau juga sudah tepat tapi kita
tidak melaksanakan apa yang tertulis di dalamnya.

Ada peringatan keras bahwa kehidupan dunia ini tidak bisa diulang lagi andaikan gagal, tidak seperti
memainkan sebuah game RPG. Satu kesempatan saja dan tidak ada extra credit untuk bisa start over.
Dalam game, tidak adanya extra credit memang mengurangi resiko rusaknya permainan karena
adanya leaver. Leaver (rage quit, desperate quit, dc problem, afk-ers, dll) memang tidak pernah
disukai di kalangan para gamer karena perilakunya itu merusak jalannya permainan. Maka, akan jadi
sangat tidak bersyukur jika ada yang sekonyong-konyong leave dari kehidupan dunia karena pada
dasarnya dia sudah menyia-nyiakan kesempatan tunggal yang dia miliki. Meninggalkan kehidupan
dunia secara paksa dengan cara mengakhiri hidup dengan alasan yang menggelikan hanya akan
bersambut siksa. Tapi tidak perlu khawatir jika kita sempat khilaf dan tersesat dalam hidup karena Dia
adalah Dzat Yang Maha Adil. Memang tidak ada media reinkarnasi andaikan manusia terbelok dan
ingin kembali, tapi pintu taubat-Nya senantiasa terbuka. Hanya saja yang namanya taubat itu
haruslah disegerakan, karena tulisan GAME OVER yang sangat besar itu bisa menghampiri kita kapan
saja dan di mana saja.

Game RPG manapun pastilah memiliki ending, meskipun ending ceritanya itu bersifat menggantung.
Seirama dengan itu, ada sebuah fakta tragis tentang kehidupan dunia: hidup ini harus berakhir. Hidup
sebetulnya memiliki multiple ending, tergantung dari pilihan-pilihan yang kita ambil di dalamnya. Tiap
gamer umumnya ingin mengetahui ending utama dari cerita game yang dia mainkan dan ingin
keberhasilannya itu terpampang di high score board yang sifatnya online. Begitu juga dengan
manusia yang mengambil jalur taqwa dengan harapan memperoleh ending utama dari kehidupan
dunia: surga. Karena alam akhirat adalah perhentian kita yang sesungguhnya. Siap ataupun tidak kita
harus beralih ke perhentian yang abadi. Oleh karena itu, berhati-hati dalam setiap pilihan hidup sudah
menjadi keharusan.

Sebuah analogi yang sempit dari seorang yang ingin bisa mengangkasa di surga. Dan sesungguhnya
Ramadhan ini adalah waktu yang baik untuk mengevaluasi diri dan menjadi BETTER GAMER dalam
kehidupan dunia. So, lets start playin our game better then ever! Good player respects each other!

~maniakgamenepikasurga~

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
55

Wajah Agama Saya

Diary Ramadhan edisi 23 Ramadhan 1431H


Oleh: Sri Pujiyanti

The purpose of religion is to benefit people, and I think that if we had one religion, after a while it
would cease to benefit many people. All of these religions can make an effective contribution for the
benefit of humanity. They are all designed to make the individual a happier person, and the world a
better place.
-Dalai Lama-

Tadi saya membaca satu catatan (notes) di Facebook milik teman baik saya. Catatan tersebut
sebenarnya lebih tepat disebut curhat ibu-ibu. Dia bercerita tentang anaknya -seorang anak laki-laki
yang lembut hati dan selalu tersenyum- yang tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba datang
padanya dan berkata,’Tuhan itu tidak ada. Orang-orang hanya berpura-pura.’ Kagetlah teman saya.
Bertanya ada apa, yang dijawab dengan gelengan kepala anaknya. Lalu teman saya sibuk
menjelaskan mengenai Tuhan pada anaknya tersebut, yang tetap disambut dengan wajah tidak
percaya. Teman saya tiba-tiba merasa jadi ibu yang buruk karena bagaimana mungkin anaknya yang
baru saja berusia enam tahun bisa menjadi agnostik? Tapi dia mengakui, bahwa pertanyaan yang
sama juga pernah muncul pada dirinya (hanya tidak pada saat umurnya enam tahun). Dan teman
saya itu berusaha untuk menghibur diri dengan menulis, ‘Anak saya akan baik-baik saja, dia adalah
anak yang sangat baik dan lembut hati.’
Saya membaca catatan itu sambil membaca timeline di twitter yang masuk berseliweran.
Membaca berita dari negeri tercinta sambil ngobrol tidak jelas lewat twitter dengan teman-teman
saya. Membaca berita tentang FPI yang mengatakan Kapolri ngawur ketika Kapolri menyebutkan
bahwa FPI layak untuk dibekukan. Membaca sikap sebuah partai yang mendukung Menteri Agama
untuk membubarkan Ahmadiyah. Membaca rencana DPR RI untuk membuat gedung DPR baru
dengan biaya trilyunan, lengkap dengan spa dan kolam renang (spa dan kolam renang kemudian
dibatalkan ketika orang-orang ribut memprotes). Membaca berita 26 anggota DPR angkatan yang lalu
yang dijadikan tersangka kasus penyuapan.
Sehari sebelumnya, saya berdiskusi dengan teman saya –juga lewat twitter- mengenai
penolakan yang keras dari para tweeps (twitter people) Indonesia mengenai pemblokiran UU
pornografi. Mengenai kenyataan yang bukan rahasia bahwa penduduk negeri ini merupakan
pengakses situs porno yang mayoritas. Dan betapa di permukaan, semuanya serba baik dan sopan.
Manusia-manusia yang berlindung di balik simbol-simbol (agama).
Tiba-tiba saya merasa capek. FPI, Ahmadiyah, korupsi, semua terjadi di Indonesia. Negara
yang menurut KTP semua orangnya beragama. Negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia.
Teman saya yang anaknya jadi agnostik itu, mengaku sudah tidak baca koran dan nonton televisi
karena jiwanya kelelahan. Sulit untuk menganggap semua orang sebagai everyday angel ketika di
sekitar kita berseliweran berita yang sebaliknya. Bikin pesimis dan patah hati.
Dan saya bertanya-tanya. Di negeri yang mayoritas manusianya muslim (kita juga punya
kloter haji super besar setiap kali musim haji), mengapa korupsi, pornografi, kekerasan yang
mengemuka? Kemana agama yang seharusnya dianut orang-orang ini? Kemana Islam yang
seharusnya menjadi ‘rahmatan lil alamin’? Yang kemudian juga membuat saya tambah lelah adalah,
pandangan orang-orang non Muslim -seperti di Negara kincir angin tempat saya sekarang, juga di
Negara-negara lain- terhadap orang Muslim juga tidaklah terlalu baik. Islam dianggap sebagai agama
yang menganjurkan kekerasan, menindas perempuan. Melihat penolakan-penolakan terhadap
dibangunnya mesjid di berbagai Negara, terus terang membuat saya berpikir banyak mengenai
agama sendiri. Membuat saya membolak-balikkan Quran, bertanya-tanya, apakah benar, agama saya
sejahat itu? Jika Budha identik dengan kelembutan, mengapa Islam harus disandingkan dengan
kekerasan? Apakah Islam memang agama yang buruk dan tidak punya efek yang baik terhadap?
Negara mayoritas Muslim seperti Indonesia punya wajah bopeng dengan kemiskinan yang
membuncah dimana-mana. Apakah memiliki agama (dan Tuhan) kemudian menjadi lebih penting
daripada menjadi orang yang baik seperti teman saya pada anaknya, karena toh, punya agama tidak
membuat seseorang menjadi orang yang baik?

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
56

Kang Jalaluddin Rakhmat (saya menyukai pemikiran beliau) pernah ditanya oleh seseorang di
internet mana yang lebih baik, sholat tapi tidak baik dengan tidak sholat tapi baik. Beliau menjawab
pertanyaan itu dengan jawaban yang sungguh elegan,’Kalau dia sholat pastinya dia baik.’ Tapi
kemudian si penanya kembali memaksa Kang Jalal untuk memilih dan akhirnya Kang Jalal
mengatakan,’Kalau saya harus memilih, saya memilih, tidak sholat tapi baik.’
Mungkin sebagian dari kita tidak akan sepakat dengan kata-kata Kang Jalal ini. Akan tetapi
yang saya lihat dari jawaban itu, sejatinya, seseorang yang beragama itu seharusnya baik. Islam itu
rahmatan lil alamin, sehingga ketika kita mengaku beragama Islam, seharusnya apapun yang kita
lakukan berada dalam konteks meraih surga dengan menjadi rahmatan lil alamin.
Lalu pertanyaan saya selanjutnya, ’Mengapa korupsi dimana-mana? Bukankah pemimpin-
pemimpin Islam mencontohkan bahwa jabatan adalah amanah dan tidak sepantasnya memperkaya
diri? Mengapa (sebagian dari) kita merasa begitu hebat sebagai mayoritas sehingga merasa punya
alasan untuk memukuli dan mencerca mereka yang berbeda keyakinan dan pandangan? Bukankah
Nabi yang mengajarkan,’Lakum Dinukum Waliyadin’? Bukankah Nabi juga yang mengajarkan untuk
selalu bersikap lemah lembut dan santun, bersikap adil di dalam segala hal?
Saya percaya bahwa semua orang itu baik. Saya menolak pemikiran Thomas Hobbes yang
mengatakan bahwa manusia itu serigala bagi sesamanya. Mungkin dahulu ketika manusia saling
berebut untuk bertahan hidup kredo itu benar. Tapi saat ini, alasan apa yang bisa membenarkan kita
untuk menyakiti orang lain?

Islam adalah agama penuh kasih sayang. Setiap kali saya sholat saya selalu membaca
basmalah Bismillahirahmanirahim, dengan nama Allah yang Maha Kasih Maha Sayang. Allah itu Maha
Kasih dan Maha Sayang, dan kita harus meniruNya. Tapi, membaca berita-berita buruk itu,
pertanyaan saya kembali, mengapa? Apa yang terjadi? Salahnya dimana? Apa yang harus dilakukan?
Saya belum juga menemukan jawabannya.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
57

Jilbab dan Arabisasi

Diary Ramadhan edisi 24 Ramadhan 1431H


Oleh: Sri Pujiyanti

Saat ini, ketika berada di Belanda, dengan jilbab saya, dan membaca kontroversi yang terjadi di Eropa
mengenai jilbab, Perancis yang melarang pemakaian jilbab di sekolah, Belgia yang melarang burqa,
dan Geert Wilders yang ingin pemakai jilbab dikenakan pajak, saya jadi teringat berbagai
perbincangan yang terjadi antara saya, teman-teman saya, dan orang-orang di Indonesia mengenai
jilbab juga.

Ketika pertama kali mengenakan jilbab, bertahun-tahun yang lalu, jika reaksi orang-orang pada
umumnya adalah,’Selamat ya, bla-bla-bla,’ maka reaksi beberapa sahabat saya sedikit berbeda. Salah
seorang sahabat saya bertanya, ‘Enci, kamu kenapa?’
‘Kamu tidak lagi sakit kan? Kamu sedang dikemoterapi?’
(Saya tertawa terbahak-bahak). ’Ga, kamu kan tahu scarf saya banyak, dan yang saya lakukan
hanyalah memanfaatkan scarf-scarf itu supaya tidak mubazir.’
Teman baik saya tersebut tidaklah sampai hati menanyakan mengapa saya memakai jilbab, akan
tetapi saya tahu benar bahwa jauh di dalam hatinya dia menggugat saya. Mengapa saya tunduk pada
pemenjaraan perempuan atas nama jilbab.
Selang beberapa waktu kemudian, saya berdiskusi bersama dua orang teman yang lain. Awalnya
adalah bicara soal pakaian. Tentang bagaimana pakaian menjadi penanda, atau pembeda, seseorang
dengan orang lainnya. Bagaimana Opa Felix, Indo Belanda yang penganut Sunda Buhun itu, memakai
pakaian yang dijahit sendiri dan diwarnai alami seperti orang Baduy. Atau seorang Vegan, yang hanya
memakai pakaian yang tidak mengandung unsur binatang. Atau jeans, yang menjadi lambang
westernisasi.

Lalu pembicaraan beralih ke jilbab. Dua orang yang berbincang dengan saya pada saat itu adalah
orang yang berpendapat bahwa jilbab adalah sebuah keharusan. Jilbab buat mereka, adalah lambang
pengungkungan perempuan atas ketidakmampuan kaum lelaki mengendalikan hawa nafsunya. Jilbab
adalah arabisasi yang mengarus deras di Indonesia. Salah seorang teman saya dalam perbincangan
itu menuliskan pemikirannya tentang jilbab dan arabisasi ini dan mengirimkannya ke ‘Jurnal
Perempuan’. Lalu dia berbincang dengan saya tentang hal ini. Dan saya menanggapinya dengan
cukup keras. Saya rasa tidaklah adil bahwa para pemakai jilbab dianggap terlalu kearab-araban.
Bicara soal pengaruh budaya, kalau boleh mengutip ucapan pak Yasraf Piliang yang posmodernis itu,
’Memang ada yang orisinil?’ Semuanya hanya merupakan copy paste dan pinjam sana sini yang
kemudian diklaim baru, padahal tidak. Kalau kita tidak suka jilbab karena kearab-araban, mungkin kita
juga harus berhenti memakai jeans karena kebarat-baratan, dan berhenti memakai bahasa
Sansekerta karena ke-India-Indiaan. Yang bisa diklaim orisinil Indonesia itu apa? Tentunya budaya
Indonesia terpengaruh budaya lain sepanjang adanya.

Jilbab menurut saya dimaknai terlalu berlebihan. Di satu kelompok, seperti yang pernah ditulis di
Kompas dalam wawancaranya dengan Nawaal El Sadawi, tidak memakai jilbab adalah simbol ‘tidak
bermoral’. Ketika seseorang memakai jilbab, dia sudah terelevasi satu tingkat di atas yang tidak
memakai jilbab. Sehingga padanya dikenakan berbagai kepatutan dan ketidakpatutan. Sering sekali
saya mendengar kata-kata,’Pakai jilbab kok begitu ya?’ dan segala macam aturan yang dilekatkan
pada simbol jilbab itu (yang tentunya beda orang beda standar). Jilbab menjadi simbol ketaatan yang
membedakannya dengan orang yang tidak memakai jilbab yang (katanya) tidak taat. Saya masih
ingat pengalaman pribadi saya di sebuah mesjid di Bandung, ketika saya dan beberapa teman saya
yang tidak mengenakan jilbab berkunjung dan hendak belajar mengenai agama disitu, kami merasa
kurang nyaman karena, mengutip teman saya tersebut, ’Kita dianggap kayak kafir, ya?’ Sebuah
petakompli yang ajaib, walaupun -menurut beberapa teman saya- memahami Indonesia sebagai
negara yang menyukai simbol, itu bisa dimengerti. Jilbab adalah simbol. Islam adalah simbol. Tidaklah
heran kalau kemudian para politisi memanfaatkan jilbab ini juga untuk tujuan politis mereka, untuk
menunjukkan ‘kesalehan’ yang sebenarnya, tidaklah bisa dinilai hanya dari tampilan permukaan.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
58

Di kelompok yang lain, di kelompok liberal feminis dan sebangsanya, jilbab adalah lambang
pengungkungan hak-hak perempuan. Lambang pengungkungan perempuan oleh aturan yang
notabene didominasi oleh para lelaki. Sehingga di dunia barat dan di dunia liberal, seolah-olah
pemakai jilbab adalah orang yang dengan rela hati menjadi subordinat (laki-laki), kurang maju dan
berilmu (karena mau dikungkung oleh laki-laki). Jilbab menjadi lambang pemenjaraan. Tentu saja,
selain lambang arabisasi. Sebuah petakompli lain yang sama ajaibnya. Apakah ketelanjangan
merupakan simbol kemerdekaan? Tentu tidak sesederhana itu.

Di luar perdebatan secara hukum di dalam agama Islam dan para ulamanya mengenai kewajiban
mengenakan jilbab, saya secara pribadi merasa aturan jilbab diciptakan untuk melindungi perempuan.
Di salah satu buku yang pernah saya baca mengenai pelarangan jilbab di Perancis, si penulis
mengatakan, jika dunia barat berpura-pura ketegangan gender antara laki-laki dan perempuan itu
tidak ada, maka Islam mengakuinya (dan jilbab salah satu turunan dari pemahaman ini)*. Artinya,
jika dunia barat berpura-pura bahwa memandang perempuan itu tidak mendatangkan syahwat untuk
para laki-laki, Islam dengan jujur mengakuinya dan bertindak untuk mengatasi masalah ini. Akan
tetapi, yang sering menyesatkan dan patriarkis menurut saya adalah para lelaki (di Indonesia,
walaupun tentu saja saya tidak bisa menggeneralisir) seringkali menganggap jilbab sebagai penanda.
Yang memakai jilbab diperlakukan dengan sopan dan yang tidak, boleh dicolek. Kembali lagi ke
pengalaman pribadi, saya yang seumur hidup tidak pernah merasa berpakaian seronok dan tidak
pernah berani memakai baju tanpa lengan dan celana pendek keluar rumah, sebelum memakai jilbab
beberapa kali mengalami pelecehan, hanya karena saya perempuan, dan ada di dekat laki-laki
tersebut. Seolah-olah menahan diri melulu urusan perempuan, padahal laki-laki juga diseru Allah
untuk menundukkan pandangannya dan menahan dirinya.

Secara filosofis, jilbab buat saya adalah ajaran Islam untuk berfokus pada esensi, bukan pada hal
yang bersifat permukaan. Saya rasa keimanan tidak bisa diukur dari jilbab (walaupun pasti para
penganut paham jilbab adalah sesuatu yang wajib akan berkata bahwa memakai jilbab adalah bentuk
keimanan kita pada perintah Allah). Tapi apakah setelah memakai jilbab, seseorang itu lebih baik dari
orang yang tidak memakai jilbab, saya rasa hanya Allah yang tahu dan bisa menilai. Sama salah
kaprahnya dengan orang yang berpikir orang yang memakai jilbab adalah orang yang kurang cerdas,
orang yang memilih untuk menyerahkan kebebasannya dan menjadi subordinat. Hanya karena kepala
ditutup bukan berarti kapasitas otak kita berkurang, kan?

Saya termasuk orang yang berpendapat, urusan mengenakan pakaian, dalam hal ini jilbab,
merupakan urusan personal yang dimaknai secara pribadi (mohon maaf kepada yang berbeda
pendapat). Ketika jilbab dipakai sebagai bentuk kepercayaan kita pada agama yang kita percayai,
kenapa itu menjadi sesuatu yang salah? Apa bedanya jilbab dengan salib? Dengan topi orang-orang
Yahudi? Menjadi salah saya rasa, ketika jilbab menjadi sesuatu yang dipaksakan kepada individu.
Seperti juga salah ketika jilbab dipaksa dibuka dari seseorang.Polemiknya muncul ketika jilbab
menjadi alat pengkotak-kotakan. Alat pembeda untuk sesuatu yang sebenarnya tidak bisa kita nilai
melulu dari permukaan.

Saya melihat pemaknaan orang-orang tentang sepotong kain yang bernama jilbab ini sungguh
tragikomik. Lucu dalam konteks menyedihkan. Di negeri saya Indonesia, orang seringkali melecehkan
perempuan yang tidak mengenakan jilbab. Di Eropa sini banyak cerita tentang perempuan berjilbab
yang dilecehkan, hanya karena mereka mengenakan jilbab. Ketika di Aceh jilbab diwajibkan untuk
dipakai oleh semua perempuan, maka di Perancis perempuan yang mau bersekolah dilarang
mengenakan jilbab. Membuat saya berpikir, apakah jilbab sebegitu pentingnya sehingga semua orang
repot mengatur apa yang sebaiknya dikenakan seorang perempuan?

Ketika saya saat ini dihadapkan pada kontroversi yang mengemuka di belahan bumi Eropa soal Islam,
juga jilbab, saya bertanya-tanya lagi mengenai jilbab dan Islam saya. Sebagian menggambarkan
Islam sebagai agama menyeramkan dan mengerikan yang berjalan dengan pedang yang siap
menebas semua yang tidak sejalan. Jilbab menjadi penanda teror tersebut. Akan tetapi, ketika
kemarin sepeda saya jatuh di tengah jalan dan seorang ibu paruh baya membantu saya dengan
penuh senyum, saya menyadari sesuatu. Saya tidak sempat mengingat baju apa yang si ibu tersebut
kenakan karena saya terlalu sibuk berpikir alangkah baiknya beliau dan betapa menyenangkan

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
59

melihat senyumnya. Dan saya yakin, dia menolong tanpa melihat dan berpikir tentang jilbab saya
terlalu jauh. Yang dia lihat hanyalah, seseorang membutuhkan bantuan. Dari situ saya berpikir, dari
semua simbol yang dikenakan manusia, tidakkah kebaikan adalah simbol yang paling penting untuk
kita semua? Kebaikan jadi bahasa universal yang melewati kendala bahasa, mengatasi gesekan
agama dan ras dan menjadikan manusia sejajar dengan sesamanya. Dan, alih-alih sibuk menilai orang
lain dari apa yang mereka kenakan, mengapa kita tidak sibuk berbuat baik saja? Dengan demikian,
ajaran bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin akan diamini oleh orang lain tanpa
dipaksa. Dan akan sangat mungkin itu akan menjadi dakwah Islam yang paling indah. Seseorang itu
tidak bisa dinilai dari apa yang dia kenakan, apakah dia memakai jilbab atau memakai bikini. Seperti
sebuah kalimat yang pernah saya baca, pakaian paling indah itu takwa. Dan takwa itu penilaiannya
merupakan hak prerogatif Allah. Wallahualam.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
60

Analogi Ayam: Tiga Tipe Manusia dalam Menyikapi Rezeki dari Allah

Diary Ramadhan edisi 25 Ramadhan 1431H


Oleh: Titah Yudhistira

Seorang pengusaha yang kaya raya dan sangat dermawan dan baik hati dalam suatu perjalanan
bertemu dengan tiga orang gelandangan, sebut saja A, B, dan C, yang tidak memiliki apa-apa.
Pengusaha ini ingin menguji ketiga orang itu. Maka ia berkata kepada mereka:
“Kalian masing-masing selama setahun akan aku pinjami peternakanku dengan seribu ekor ayam
betina dan 50 ekor ayam jago didalamnya. Kalian boleh pergunakan apa saja telur-telur yang
dihasilkan. Tapi karena peternakanku itu merupakan tempat yang terisolasi, kalian tidak bisa
memperdagangkannya. Setelah setahun, aku akan mengambil alih kembali peternakanku.”

Apa yang dilakukan si A? Dia tidak mengurus peternakan itu dengan baik. Ayam-ayam diberi makan
seenak hatinya. Telur-telurnya dimakan sepuas-puasnya dan karena berlebih, sisanya dibuat mainan.
Ayam-ayam jantan saling diadu untuk hiburan sampai diantaranya mati. Beberapa ayam dipotong
untuk dimakan. Kandang yang tidak diurus, menjadi berlubang dan beberapa ayam lepas atau
dimakan musang.

Si B, berbeda dengan si A, mengurus ayam-ayam itu dengan seksama. Dia ingin ayam-ayamnya
bertelur banyak. Setiap hari telur-telur yang dihasilkan iya makan sepuasnya, dan sisanya dibersihkan
dan dikumpulkan dalam gudang. Setiap hari dipandanginya kumpulan telur yang makin menggunung
itu sambil berpikir, setelah setahun aku akan punya ratusan ribu telur. Aku akan kaya.

Si C berbeda lagi. Dia merasa berterima kasih kepada si pengusaha. Ayam-ayamnya diurus dengan
baik tidak beda dengan B. Telur-telur yang dihasilkan iya makan secukupnya, sisanya iya ternakkan.
Pikirnya, si pengusaha itu telah baik terhadapku. Kalau telur ini berubah jadi ayam, maka saat ia
kembali setahun lagi dia pasti akan senang ayamnya telah bertambah. Lagipula, telur-telur itu kalau
dibiarkan saja pasti akan busuk.

Apa yang terjadi setelah setahun?

Si pengusaha datang ke peternakannya yang diurus A. Dia sangat marah karena ayamnya habis dan
peternakannya rusak. Si A sendiri jadi kolesterol, stroke, menderita sepanjang sisa hidupnya.
Apa yang terjadi dengan si B? Setelah setahun, si pengusaha mengambil alih kembali peternakannya.
Si B pergi meninggalkan peternakan itu sambil membawa ribuan telur busuk. Baru setelah sampai
kota, ia menyadari kesalahannya dan sadar bahwa ia sebenarnya kembali menjadi seorang miskin
yang tidak memiliki apa-apa.

Si pengusaha mendatangi peternakannya yang dititipkan ke si C. Melihat ayamnya bertambah, si


pengusaha merasa senang. Karena dia sudah kaya, tambahan beberapa ratus ayam adalah tidak
berarti terhadap kekayaannya. Karena dia tidak membutuhkan tambahan kekayaan ini, maka ia
memberikan ayam-ayam baru itu kepada si C untuk dijual di kota atau ia ternakkan kembali untuk
bekal sisa hidupnya.

A, B, dan C dapat dianalogikan sebagai tiga tipe manusia dalam menyikapi titipan kekayaan di dunia.
Hidup di peternakan dapat dianalaogikan dengan hidup di dunia. Peternakan itu sendiri dapat
dianalogikan dengan harta titipan Allah.

Si A adalah tipe orang yang tidak bersyukur. Dia puaskan nafsunya dan dia berbuat kerusakan atas
apa yang telah dititipkannya.
Si B adalah tipe orang yang mampu menjaga diri dari nafsu dengan tidak menghambur-hamburkan
titipan tadi, tapi semata-mata motifnya adalah demi kepentingannya sendiri. Dia tidak merasa
berterima kasih kepada yang telah memberinya kesempatan memanfaatkan titipannya.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
61

Si C adalah tipe orang yang bersyukur dan tidak egois. Dia berpikir bahwa kebahagiaannya selama
setahun di peternakan itu, semata-mata adalah kebaikan dari yang telah menitipi. Maka ia harus
membalas kebaikan itu.

Kehidupan setelah meninggalkan peternakan adalah akibat yang terjadi oleh apa yang dilakukan
ketiga orang tadi selama di peternakan. Si A, selain mendapat murka si pengusaha, sisa hidupnya
penuh penderitaan. Si B, sisa hidupnya penuh penyesalan dan tidak memiliki apa-apa untuk bekal
kehidupannya kemudian. Si C, dia merasa bahagia selama sisa hidupnya karena dia sudah memiliki
peternakannya sendiri dan ayam-ayamnya beserta telur-telurnya tidak akan habis karena akan terus
berkembang dan berkembang. Di sini kita bisa menganalogikan apa yang dibawa ketiga orang tadi
selepas episode hidup mereka di peternakan sebagai apa yang akan kita bawa setelah meninggalkan
dunia ini sebagai hasil kita menyikapi modal rezeki yang telah dikaruniakan Allah selama hidup kita.

Sekarang mari kita bertanya pada diri sendiri. Mau menjadi si A, si B, ataukah si C kita.

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
62

Obrolan malam hari di kereta Utrecht – Groningen

Diary Ramadhan edisi 28 Ramadhan 1431H


Oleh: Teguh Sugihartono

Untuk adinda tersayang

Utrecht Centraal Station, 5 September 2010

Ono baru saja pulang dari London dan sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya di
Groningen. Saat ini Ono sedang berada di Utrecht Centraal Station. Jam peron sudah menunjukkan
pukul 20.15. Ono pun bergegas memasuki kereta jurusan Groningen. Dia meminta dengan sopan
kepada seorang penumpang pria apakah kursi di sebelahnya kosong dan apakah dia boleh duduk
disitu. Pria muda tersebut mengiyakan. Nama pria tersebut adalah Peter Kralt.

Ono menyimpan ranselnya di atas tempat duduk dan membuka laptop Macbooknya.
Peter Kralt: “Kamu punya ikan yang lucu”, Peter memulai pembicaraan.
Ono: “Maaf, apa maksud anda dengan ikan?” Ono agak bingung.
Peter Kralt: “Maksudku boneka ikan yang diikat di ranselmu. Itu ikan nemo kan? The clown fish? Saya
lihat ada namanya. Untuk siapakah ikan tersebut?” Ternyata Peter memperhatikan ikan tersebut dari
tadi.

Ono baru menyadari ikan yang dimaksud Peter Kralt itu adalah boneka ikan nemo yang ditempeli
nama di depannya.
Ono: “Oh, boneka ikan ini adalah hadiah dari kekasih saya untuk anak perempuan saya yang berumur
6 tahun, namanya Michelle. Saya baru saja dari London menemui kekasih saya.” Ono bercerita
dengan terbuka, hatinya masih saja dipenuhi rasa bahagia yang berapi-api karena dia baru saja
bertemu kekasihnya yang sangat dia cintai di London.
Peter Kralt: ”Oh begitu. Dimanakah kekasihmu itu, apakah dia tinggal di London?” Peter bertanya
karena sedikit ingin tahu.
Ono: “Tidak. Dia baru saja tadi siang pulang kembali ke Jakarta. Dia tinggal dan bekerja disana. Dia
lulusan sekolah kedokteran dan mempunyai pekerjaan bagus yang dia sukai di Jakarta.”
Peter Kralt: “Berarti kalian baru saja berpisah. Apakah kamu sedih?” Ujar Peter berempati.
Ono: “Tentu saja. Kami sangat menikmati kebersamaan kami di London. Walaupun singkat tapi saat-
saat dimana aku bersamanya adalah saat-saat yang paling indah dalam hidupku. Kami banyak
tertawa karena aku dan dia suka becanda dan kami memiliki banyak kesamaan, dalam hal
kepercayaan, nilai-nilai kehidupan dan impian. Aku sedih karena kita harus berpisah. Aku akan
merindukannya setiap hari. ”

Ketika berpisah, Ono mendapatkan surat dari kekasihnya. Ini kata-katanya dalam surat itu: “Dear
kanda sayang yang semoga dirahmati Allah, thank you for your wonderful company, for being a nice
friend, adventurous pal, a patience listener and terrific lover. Love always, Dinda. :x” Kata-kata dalam
surat tersebut begitu dashyat sehingga membuat hati Ono selalu diliputi oleh kehangatan setiap kali
Ono membaca surat itu.
“Tapi di bulan December nanti kami akan bertemu lagi. Saya akan berlibur ke Indonesia untuk
bertemu dengannya.” Ono menjawab dengan antusias!
Perhatian Ono terpaku pada Macbook Pro kepunyaan Peter yang tergeletak di meja.
“Kamu juga pakai Macbook toch?” Ono merasa punya teman sesama pengguna Macbook.
Peter Kralt: “Ya, aku perlu macbook untuk sekolahku.”
“Kamu sekolah dimana?” Tanya Ono.
Peter Kralt: “Aku saat ini sekolah cardiologi di UMCG Groningen. Aku baru saja memulai sekolah ini 2
bulan yang lalu. Sebelumnya aku sudah selesai sekolah kedokteran di Rotterdam. Anak dan istriku
tinggal di Rotterdam dan aku tiap akhir minggu pulang untuk menemui mereka. Kamu sendiri kerja
dimana?”

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
63

“Saya adalah seorang aktuaris. Saya bekerja di sebuah perusahaan asuransi. Kerjaan saya membuat
model matematika untuk membuat proyeksi cash flow perusahaan di masa depan. Hal ini dibuat
dengan menggunakan perhitungan-perhitungan yang mengkombinasikan model-model statistic,
matematik dan ekonomi.” Ono coba menjelaskan.
Peter Kralt: “Kedengerannya pekerjaan yang sulit.”
“Kadang-kadang memang sulit, namun juga menyenangkan.” Ono mencoba membuat profesi aktuaris
menjadi agak sedikit kurang menyeramkan.
Peter Kralt: “Komputer banyak sekali memudahkan perkerjaan kita. Contohnya adalah program ini,
dia bisa memperlihatkan gambar MRI-scan.” Peter Kralt memperlihatkan gambar MRI-scan. “Ini
gambar tulang punggung manusia.” Gambar-gambar MRI-scan terlihat mencengangkan.
Ono pun memperlihatkan Macbooknya. “Aku pun sangat suka dengan Macbook yang baru seminggu
ini aku punyai. Dengan Macbook ini salah seorang teman baikku membuat video clip, memperlihatkan
aku sedang menyanyikan “I Wanna Grow Old With You” yang dibawakan oleh Adam Sandler.” Ono
memperlihatkan video tersebut ke Peter Kralt.
“Woww!! Alangkah bagusnya. Kalau boleh tau, untuk siapakah video clip ini diperuntukkan?” tanya
Peter.
“Video clip ini kuperuntukkan untuk kekasihku. Ini surprise untuk dia. Setelah aku perlihatkan video ini
kepadanya, aku pun meminta dia untuk menikahiku.” Jawab Ono dengan hati yang berbunga-bunga.
“Lalu, apa jawaban dia?” Peter Kralt menjadi sangat penasaran.
“Dia menjawab ya.” Ono terlihat sangat bahagia.
“Wah, selamat ya! Pantas kamu terlihat sangat senang, dari tadi senyum-senyum bahagia. Kapan
kalian akan menikah?” Peter Kralt ternyata orang yang sangat perhatian dan sangat ingin tahu
rupanya.
“Terima kasih. Pernikahannya masih lama, mungkin tahun depan jika semuanya berjalan lancar.
Do’akan saja ya. Oh ya, apakah kamu berdo’a? atau tidak sama sekali?” Ono pun langsung menyadari
bahwa tidak semua orang di Belanda suka berdo’a.
“Saya akan do’akan kalian. Saya adalah seorang kristen. Dari golongan gereformeerd.” Peter Kralt
mendo’akan Ono.
“Apakah kamu gereformeerd vrijgemaakt?” Ono pun ingin tahu.
“Ya! Betul sekali. Kok kamu bisa tahu tentang golongan yang satu ini?” Peter jadi sedikit terkejut,
tidak menyangka ada yang tahu tentang golongan kristen yang satu ini. Apalagi seorang immigrant
berkulit berwarna.
“Mantan istri saya adalah seorang kristen gereformeerd vrijgemaakt, salah satu golongan yang sangat
saleh dalam agama kristen di Belanda. Sedangkan saya adalah seorang muslim. Kami bercerai karena
perbedaan iman diantara kami. Ada sesuatu yang kurang jika kita tidak bisa berbagi sesuatu yang
sangat berharga dan sangat fundamental seperti misalnya iman. Namun hubungan kami masih sangat
baik. Kami pun menjadi sahabat karib yang sangat dekat. Kami masih sering bertemu, hampir setiap
hari. Rumah kami pun berdekatan. Kami masih sering melakukan aktifitas bersama-sama. Bahkan
kami masih pergi berlibur bersama-sama dengan anak kami. Saya pun telah banyak sekali belajar
tentang agama kristen darinya. Namun begitu saya akhirnya tetap memilih untuk mengimani agama
saya, yaitu Islam. Saya telah banyak mengunjungi gereja-gereja, seperti gereja gereformeerd
vrijgemaakt di bagian utara Groningen, gereja evangelie di dekat Stadspark. Saya pun mengikuti
banyak sekali malam-malam diskusi dengan para missionaris kristen dan penganut-penganut kristiani
lainnya. Saya punya banyak kenalan keluarga kristiani. Mereka adalah orang-orang yang sangat
ramah dan mempunyai kepribadian terbaik. Saya sempat sangat dekat dengan mereka. Mereka
banyak sekali membantu saya sehingga jasa-jasa mereka tidak akan pernah saya lupakan.” Ono
bercerita panjang lebar.
“Lalu apa yang menyebabkan kamu akhirnya memilih untuk tetap mempercayai agama Islam dan
tidak pindah ke agama Kristen? Kamu kan bertemu banyak orang kristiani yang sangat baik.” Peter
ingin mengerti alasan Ono mengapa Ono tidak memilih kristen.
“Ada dua alasan yang membuat saya sulit untuk menerima agama kristen. Yang pertama adalah
ajaran kristiani yang mengatakan bahwa Jesus Christus datang ke bumi untuk menebus dosa-dosa
manusia. Kedua adalah ajaran kristiani yang mengatakan bahwa satu-satunya jalan keselamatan
adalah dengan beriman kepada Jesus Christus. Saya mempercayai bahwa setiap orang bertanggung
jawab akan perbuatannya sendiri. Dia sendiri yang akan menanggung akibat dari dosa-dosa yang
dilakukannya, adapun orang lain tidak bisa menebusnya. Jika kita benar-benar menyesali perbuatan
kita dan memohon ampunan kepada Tuhan, maka Tuhan Yang Maha Pengampun akan mengampuni

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
64

dosa-dosa kita. Kemudian, saya pun tidak bisa menerima bahwa satu-satunya jalan keselamatan
adalah jalan Jesus Christus. Saya masih mempunyai beberapa argumen lainnya, namun pada
akhirnya, hati saya lah yang tidak bisa merasa nyaman jika saya berubah menjadi seorang Kristen.
Saya tidak bisa membohongi hati saya sendiri. Saya telah jatuh cinta kepada Islam. Jika saya harus
memilih agama berdasarkan pengikutnya maka sudah dipastikan saya akan memilih agama Kristen
karena pengikut kristiani adalah orang-orang terbaik yang pernah saya temui dalam hidup saya.
Orang-orang Islam masih harus belajar banyak dari mereka, termasuk saya sendiri. “

“Jika menjadi seorang Kristen adalah dengan melakukan hal-hal seperti tidak berbohong, tidak
mencuri, tidak membunuh, berbuat baik kepada orang lain dan menolong sesama, maka saya siap
menjadi orang Kristen. Saya tidak punya masalah akan nama atau julukan-julukan luar, itu semua
hanya topeng saja. Tapi justru di dalam agama Kristen hal yang terpenting adalah mempercayai
bahwa Jesus Christ adalah satu-satunya jalan keselamatan karena beliau telah menebus dosa-dosa
umat manusia di muka bumi ini dengan cara mati disalib. Ini yang tidak bisa saya percayai. “
Peter Kralt termangguk-mangguk mendengar cerita Ono. Seperti yang masih penasaran, dia pun
bertanya lagi. “Bagaimana hubunganmu dengan Tuhanmu?”

“Tuhanku adalah Tuhan yang Maha Kuasa. Aku merasakan kehadiran-Nya dimana-mana, di dalam
dirimu, di orang-oran g yang kutemui, di alam sekitar, di pohon dan daun-daunnya dan di dalam
hatiku sendiri. Dalam hidup ini aku telah mengalami banyak hal. Namun jika aku telaah kembali alur
perjalanan hidupku, aku merasakan betul ada tangan Tuhan dalam setiap kejadian. Dia selalu
membimbingku dan melindungiku. Memberikan aku arah. Dia selalu memberikan apa yang
kubutuhkan. Aku bersyukur setiap saat dan setiap detik kepada-Nya atas anugerah yang tidak
terhitung nilainya yang telah Dia berikan kepadaku. Ketika aku bersama-Nya adalah saat-saat
terindah dalam hidupku, tidak ada perasaan lainnya yang dapat mengalahkan perasaan indah
tersebut. Perasaan ini tidak bisa dijelaskan kepada orang yang belum mengalaminya. Seperti halnya
menjelaskan rasa manisnya gula kepada orang yang belum pernah merasakan manisnya gula. Tidak
akan bisa karena satu-satunya cara adalah dengan merasakannya sendiri.”

Peter Kralt masih menanyakan lagi satu hal. “Jika kamu mempercayai agamamu, berarti kamu juga
percaya bahwa satu-satunya agama yang paling benar adalah agamamu kan? Berarti sama saja
dengan kami, umat kristiani yang mempercayai bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah Jesus
Christ, yang lain adalah salah. Kami percaya bahwa yang menyelamatkan manusia bukanlah amal-
amal salehnya, karena seorang manusia pada dasarnya adalah buruk dan selalu berbuat keburukan,
sekuat apa pun dia berusaha untuk menjadi baik. Namun jika kita percaya kepada Jesus Christ maka
kita akan selamat. Itu satu-satunya cara untuk mendapatkan keselamatan.”

“Selain muslim saya juga sedang mempelajari sufi. Di Belanda ini pesan sufi dibawakan oleh Hazrat
Inayat Khan, seorang sufi muslim dari daratan India yang datang pada tahun 1910 ke barat. Sampai
saat ini pesan sufi yang dibawakan beliau masih sering dipelajari oleh orang-orang di Barat, termasuk
di Belanda. Salah satu pesan sufi yang dibawakan beliau adalah bahwa essensi dari agama-agama itu
adalah sama. Semuanya mengandung essensi yang berasal dari Tuhan yang sama. Saya tidak
mengatakan bahwa agama-agama itu semuanya sama, karena jelas berbeda. Agama yang satu
mempercayai hal ini dan agama yang lain mempercayai hal yang berbeda. Tapi kalau kita mencoba
melihat lebih jauh dari sekedar kulit luarnya saja, maka kita akan menemukan bahwa essensi ajaran
agama itu adalah sama. Beriman kepada Tuhan dan melakukan hal yang baik di dunia ini. Jika ada
orang yang bilang bahwa agamaku yang paling benar dan yang lain adalah salah maka itu adalah
suatu bentuk kesombongan. Sedangkan kesombongan bukan bagian dari kebenaran.”

“Lalu jika kamu mempercayai apa yang kamu yakini itu benar, maka kebenaran itu harus berlaku juga
kepada semua orang. Termasuk aku juga kan?” Peter Kralt masih saja meneruskan pertanyaannya.
“Tentu saja aku yakin apa yang aku yakini benar adanya. Setidaknya aku merasa nyaman dengan apa
yang aku yakini walaupun tetap tidak menutup kemungkinan aku pun melakukan kesalahan karena
aku pun hanya manusia biasa. Aku berharap Tuhan akan mengampuniku karena aku punya niat yang
tulus dalam mencari-Nya dan aku berusaha sebaik mungkin berada di jalan-Nya. Tapi ada yang
dinamakan kebenaran Absolut, yaitu Tuhan itu sendiri. Dan kita baru bisa tahu tentang kebenaran
Absolut jika kita adalah kebenaran itu sendiri. Tapi aku bukan Tuhan, oleh karena itu aku tidak bisa

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
65

bilang aku benar dan kamu salah. Lagipula itu bukan tugasku di dunia ini. Tugasku adalah mengenal
diriku sendiri dan menyelam ke dalam diri, masih banyak kekurangan dalam diriku sehingga aku tidak
punya hak untuk menyalahkan orang lain. Walaupun begitu, Jesus bilang di dalam kitab suci Injil: ‘Be
perfect because Your Father in Heaven is Perfect!’”

“Tapi kan tidak mungkin untuk bisa menjadi sempurna? Kita hanyalah manusia biasa. Jesus adalah
seorang personifikasi yang sangat sempurna, level dia begitu tinggi sedangkan kita adalah manusia
yang setiap harinya bergulat dengan kesalahan. Bagaimana mungkin kita bisa mencapai
kesempurnaan yang dicapai oleh Jesus?” Peter Kralt terlihat kurang setuju.

“Setidaknya setiap manusia memiliki potensi untuk mencapai kesempurnaan. Namun kebanyakan
orang tidak menyadari potensi tersebut dan oleh karenanya tidak menggunakan potensinya secara
optimal. Kenyataan bahwa Jesus telah menyuruh kita untuk menjadi sempurna artinya menjadi
sempurna adalah sesuatu yang bisa dicapai. Setidaknya kita mencoba mendekati kesempurnaan
tersebut. Manusia adalah mahluk yang di satu sisi bisa lebih rendah dari hewan karena kelakuannya,
disatu sisi bisa lebih tinggi dari malaikat karena walaupun dengan segala keterbatasan hawa nafsunya
manusia bisa tetap beriman dan bertakwa kepada Tuhannya. Dalam perjalanan mencapai
kesempurnaan, seorang manusia harus menyelam ke dalam dirinya, mengenal dirinya secara betul-
betul karena semua alam semesta ada di dalam diri. Dia akan mengenali bahwa di dalam dirinya ada
‘false self’ dan ‘true self’. Ketika dia menghancurkan semua ‘false self’ dalam dirinya, maka hanya
akan tersisa ‘true self’. Baru ketika itu dia akan mengenal Tuhannya.” Ono mencoba menjelaskan.

Peter Kralt menganguk-angguk mendengarkan penjelasan Ono. Peter Kralt pun meneruskan
pertanyaannya. “Ada satu pertanyaan yang banyak membuat orang menjadi tidak percaya adanya
Tuhan. Jika kamu mempercayai adanya Tuhan, mengapa Tuhan membiarkan adanya penderitaan di
dunia ini? Jika Tuhan itu baik maka Dia akan membantu orang-orang yang menderita. Tapi nyatanya
banyak sekali orang-orang yang menderita di muka bumi ini. Apakah Tuhan menolong mereka? Tidak.
Dimanakah Tuhan itu? Apakah Tuhan itu ada?”

“Ini adalah salah satu pertanyaan tersulit yang juga saya alami. Pertanyaan ini hampir saja
membuatku tidak percaya Tuhan. Namun saya diselamatkan oleh-Nya. Aku pun tidak punya jawaban
yang sempurna. Namun aku cukup bisa menerima dengan jawaban seperti ini. Tuhan sayang kepada
semua mahluk ciptaanNya. Namun, kadang kala manusia sendiri yang berbuat kerusakan sehingga
membawa penderitaan di muka bumi ini. Salah satu contoh yang bisa saya berikan. Ketika saya
pulang dari Spanyol dan harus mendarat di Brussels. Saat itu sangat dingin, minus sepuluh derajat
celcius. Adalah tidak mungkin bagi seseorang untuk berada di luar. Tapi aku melihat seorang ibu yang
masih muda dengan seorang bayi meminta-minta. Hatiku menangis melihatnya. Ingin sekali aku
membawa mereka ke rumahku yang hangat. Aku punya segalanya untuk bisa merawat mereka.
Namun hal ini tentu saja tidak mudah. Aku hanyalah seorang individu yang tidak bisa menyelesaikan
seluruh permasalahan yang ada di masyarakat. Aku akhirnya membelikan mereka roti dan buah-
buahan agar mereka bisa mendapatkan gizi yang cukup. Aku pergi meninggalkan mereka sambil
membawa hati yang pedih. Aku selalu ingat mereka dan bertanya-tanya apa yang akan terjadi dengan
mereka. Kalau kita pikirkan, sumber daya alam di dunia ini cukup untuk memberi makan semua orang
di dunia. Tapi system yang kita punyai sekarang adalah system dimana orang-orang kaya yang
jumlahnya kecil hampir memiliki semua resources yang ada di dunia ini. Apa hak seorang Bill Gates
mempunyai uang sebanyak 50 milyard dollar sedangkan masih banyak orang kelaparan di dunia ini.
Oke, mungkin Bill Gates telah membantu banyak orang dengan uangnya, tapi masih banyak uang
yang dia miliki yang bisa dia gunakan untuk membantu seluruh penduduk di satu Negara. System
yang kita punyai adalah tidak adil. Manusia masih serakah. Penderitaan di dunia ini berasal dari
manusia itu sendiri.”

Peter pun menyela. “Tapi kan ada penderitaan yang tidak dihasilkan oleh manusia, seperti bencana
alam, contohnya tsunami di Aceh yang memakan korban sebanyak 250 ribu manusia.”
“Bencana alam adalah salah satu fenomena dimana alam menyeimbangkan dirinya sendiri. Kita
melihat sesuatu dari perspektif yang kita punyai. Kita menganggap bahwa bencana alam yang
membawa korban manusia adalah yang kejam. Tapi alam punya mekanisme sendiri dalam mengatur
keseimbangan. Mungkin hal itu adalah salah satu cara untuk mengurangi jumlah penduduk yang

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
66

sudah terlalu banyak. Apa bedanya orang yang meninggal karena bencana alam dengan orang yang
meninggal di atas tempat tidurnya? Mereka tetap saja mati. Kematian adalah hal yang alamiah, yaitu
merupakan suatu kejadian yang membawa kita dari satu alam ke alam lainnya. Kematian bukanlah
akhir dari segalanya tapi justru merupakan awal dari kehidupan yang abadi selamanya. Kalau kita
memakai analogi ayah dan anaknya. Seorang ayah tentu sangat sayang kepada anaknya. Jika dia
melihat anaknya jatuh tersandung, tentu hatinya terluka. Dia ingin sekali membantu anaknya. Tapi
kadang-kadang, dengan membiarkan anak tersebut terjatuh justru itu yang terbaik karena hal itu
yang akan membuat si anak belajar. Sehingga lain kali anak tersebut tidak jatuh lagi. Begitu pun
dengan Tuhan.

Tanpa terasa kereta pun sudah sampai di Groningen. Ternyata dua jam berlalu sangat cepat ketika
ada pembicaraan yang menarik.
“Dua jam ini berlalu begitu cepat. Mungkin kita bisa melanjutkan obrolan ini di lain hari. Ini alamat
email saya. Apakah kau punya email?” ujar Peter Kralt.
“Saya pun sangat menikmati obrolan kita dan saya akan sangat senang jika kita bisa melanjutkan
obrolan ini. Ini almat email saya. Jangan sungkan untuk mengkontak saya.” Ono pun senang sekali
bisa berkenalan dengan Peter Kralt.
Peter Kralt menanyakan satu hal lagi sebelum berpisah: “Oh ya, kapan kalian akan menikah? Dan
setelah menikah akan tinggal dimana?” Ternyata Peter Kralt masih saja ingat awal pembicaraan.
“Jika semua berjalan lancar semoga tahun depan kita bisa menikah. Kita akan tinggal di Belanda. Dia
bersedia untuk meninggalkan pekerjaan, keluarga dan teman-temannya untuk tinggal bersama
denganku disini. Demi bersama orang yang dia cintai.”

Keesokan harinya, ketika Ono membuka email. “You have 1 new message from Peter Kralt.”

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest
Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part I
Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part II
Scholarship, Ketika Si Pungguk Akhirnya Memeluk Rembulan, Part III
Hari Tiada Bermakna
Obrolan Sore Hari
Ramadhan Telah Tiba
Road to Groningen
Nikmat Sehat, Semoga Selalu Bisa Kita Syukuri
Menafakuri Kematian
Ketika Iqro Mengaji
Inikah Gerangan Cinta?
Dialog dengan Al-Quran
Lingkaran Tanpa Batas
Cermin: Memahami Diri Sendiri
Naiklah Satu Tingkat ke Atas!
Kenapa dan Kemana: Retrospeksi dan Perspektif atas Kehidupan Nonrandom Saya
Perdagangan yang Berkah
Kebahagiaan
Warisan Berharga
Hanya Nyicip Ko, Ma…
Terjebak dalam IceWind Dale II
Wajah Agama Saya
Jilbab dan Arabisasi
Analogi Ayam: Tiga Tipe Manusia dalam Menyikapi Rezeki dari Allah
Obrolan malam hari di kereta Utrecht – Groningen
A Letter for B: How do I Try to Reach Peacefulness in My life

Diary Ramadhan 1431H


http://cafe.degromiest.nl de Gromiest

You might also like