You are on page 1of 4

Deskripsi

Deskripsi adalah proses pengumpulan data atau informasi sebuah karya.


Informasi ini didapat baik dari dalam karya (internal) yang seringkali dikelompokkan
menjadi subject matter, medium dan bentuk; juga informasi yang tidak terlihat pada
karya yang kontekstual seperti fakta tentang seniman dan waktu pembuatan karya
(informasi eksternal).

Subject matter
Subject matter mengacu pada orang, benda, tempat dan kejadian pada sebuah
karya seni. Ambil contoh tulisan Dana Shottenkirk dalam menanggapi karya Nancy
Spero : “Spero menghadirkan mimpi buruk sejarah yang mengangkat hubungan
perempuan dengan kebudayaan. Korban-korban penyiksaan abad pertengahan,
kekejaman Nazi dan pelecehan seksual yang direpresentasikan dengan cetakan tangan
dan kolase di atas background putih dan diteruskan ke image pornografi, figur
perempuan prasejarah yang sedang berlari atau wanita vulgar yang menantang; ia
menceritakan tentang kekuatan perjuangan yang keluar dari dalam tubuh wanita”.
Ada banyak informasi dalam dua kalimat Shottenkirk di atas. Kalimat pertama
berupa sebuah bentuk interpretasi umum tentang karya Spero sedangkan pada
kalimat kedua, Shottenkirk menggambarkan subject matter Spero yaitu wanita,
khususnya wanita yang menjadi korban penyiksaan, kesadisan Nazi dan pelecehan
seksual. Pada kalimat pertama, dapat dikatakan Shottenkirk sedang menjelaskan
subject si seniman yaitu hubungan ketakutan wanita dengan kebudayaan. Jadi, untuk
menyampaikan subject yang umum tersebut, seniman menggunakan perumpamaan
tertentu, seperti figur wanita prasejarah yang sedang berlari. Perumpamaan inilah
yang disebut subject matter.

Medium
Terkadang istilah medium merujuk pada pengelompokkan umum karya seni,
seperti mediun lukisan atau medium patung atau video. Medium juga digunakan
untuk mengetahui bahan yang dipakai seniman seperti lukisan akrilik atau resin. Kata
Medium berarti tunggal sedangkan media berarti jamak.
Contohnya pada tulisan David Cateforis menanggapi lukisannya Anselm
Kiefer “menutupi seluruh dinding tidak hanya dengan cat, tapi jerami, pasir, besi,
lempengan timah, emas, kawat tembaga, keramik, photografi dan lembaran kertas.
Lebih dari satu kritikus mengidentifikasikan kepadatan dan besarnya bahan pada
karya Kiefer sebagai warisan estetikanya Jackson Pollock”. Dalam tulisan ini,
Cateforis menggabungkan bentuk (menutupi seluruh dinding, warisan estetikanya
Jackson Pollock ) dan bahan-bahan yang Kiefer gunakan.

Bentuk
Semua karya seni memiliki bentuk, apakah itu realistik, abstrak,
representasional atau tidak, terencana atau spontan. Ketika para kritikus
membicarakan masalah bentuk ini, mereka memberikan informasi bagaimana
seniman menunjukkan subject matternya dengan pemilihan medium. Mereka
membicarakan komposisi, aransemen dan konstruksi visual. Unsur formal sebuah
karya bisa berarti titik, garis, bentuk, pencahayaan, warna, tekstur, berat, ruang dan
volume. Unsur-unsur formal ini digunakan mengacu pada prinsip estetik seperti skala,
proporsi, kesatuan, pengulangan, irama, keseimbangan, arah dan tekanan.

Kritikus mendeskripsikan apa yang mereka lihat dalam sebuah karya, apa
yang mereka tahu tentang seniman atau kenapa karya tersebut dibuat. Seperti kritikus
yang mendeskripsikan karya Chihuly (seniman yang berkarya dengan medium kaca),
merasa perlu memaparkan sejarah perkembangan seni kaca (glass art). Kritikus
biasanya tahu banyak tentang seniman yang sedang mereka tulis dan menawarkannya
pada pembaca, terkadang mereka pun melakukan studi pustaka untuk menemukan
informasi eksternal tentang seniman atau pamerannya. Contohnya untuk menyiapkan
wawancara dengan Anselm Kiefer, Walter Januszczak harus berangkat dari lirik
Wagner sampai pemikiran Heidegger, dari Nietzche sampai Jung, dari cerpen Balzac
sampai surat Eusebius dari Caesarea. Informasi tentang karya dan senimannya ini
belum berakhir, tes terakhir bagi kritikus adalah akankah informasi tersebut
membantu atau malah mengganggu pemahaman tentang seni?

Interpretasi
Karya seni memiliki “ke-tentang-an” dan menuntut penafsiran. Seni
selalu membicarakan tentang sesuatu (pernah ditulis Nelson Goodman dalam
Languages of art dan Arthur Danto dalam Transfiguration of the Commonplace).
Singkatnya, prinsip ini percaya bahwa sebuah karya seni adalah objek pelampiasan
yang dibuat seseorang dan ini berarti sesuatu. Dengan demikian, tidak seperti pohon
atau batu, karya seni terpanggil untuk ditafsirkan.
Interpretasi adalah penjelasan yang meyakinkan atau kalimatnya menjadi
“interpretasi adalah penjelasan dan kritikus berusaha untuk meyakinkan”. Karenanya,
penafsiran mereka terkadang keluar dari penjelasan logis. Kritikus menginginkan
pembaca melihat karya seni melalui sudut pandang mereka dan ada banyak cara
kritikus untuk menjelaskan sebuah penafsiran. Dia lebih suka menjelaskannya dengan
meletakkan bukti-bukti yang ditemukan ke dalam bentuk tulisan yang berapi-api dan
memakai macam-macam istilah dengan hati-hati untuk menarik pembaca pada
pemahaman dan tanggapan kritikus. Dalam interpretasinya, kritikus mengandalkan
bukti-bukti baik dari dalam atau luar (dunia seni dan seniman) karya. Mereka
menghadirkan interpretasinya bukan sebagai penjelasan logis tapi karangan yang
meyakinkan. Jadi daya tarik tulisan ada pada bukti-bukti dan bahasa yang digunakan.
Beberapa interpretasi lebih baik dari yang lain. Semua interpretasi tidak
sama persis satu sama lain. Beberapa lebih diperdebatkan dan lebih membosankan
dengan bukti-buktinya adapula yang lebih masuk akal, lebih pasti dan lebih dapat
diterima daripada yang lain. Beberapa interpretasi tidak terlalu bagus karena sangat
subjektif dan terlalu sempit.
Interpretasi yang baik menceritakan tentang karya seni daripada
kritikus itu sendiri. Kritikus muncul membahas karya dengan bekal sejarah,
pengetahuan, kepercayaan dan dugaan yang akan dan harus berpengaruh pada
bagaimana mereka melihat karya seni. Jika interpretasinya tidak berhubungan dengan
karya, berarti ini terlalu subjektif. Jika ini terjadi, tidak akan ada pemahaman akan
objek dan menyebabkan interpretasi tersebut tidak bernilai.
Perasaan adalah pemandu interpretasi. Kemampuan seseorang merespon
sebuah karya menggunakan perasaan sama baiknya dengan menggunakan pikiran.
Adanya pemisahan antara pikiran dan perasaan itu salah, sebaliknya keduanya
berpengaruh satu sama lain. Jika kritikus mempunyai perasa dan respon yang kuat,
penting baginya untuk mengeluarkannya dalam bahasa tulisan, jadi si pembaca dapat
merasakan apa yang dirasakannya. Penting juga untuk menghubungkan perasaannya
dengan karya karena hubungan antara perasaan dengan apa yang ditimbulkan sebuah
karya seni penting sekali.
Perbedaan, persaingan dan pertentangan interpretasi pada karya yang
sama. Prinsip ini menganjurkan sebuah perbedaan interpretasi dilihat dari jumlah
pengamat dan sudut pandang. Karya seni yang banyak menampung ekspresi,
memberikan banyak tanggapan yang berbeda. ……….
Criticizing Art, Terry Barret.

You might also like