Professional Documents
Culture Documents
PEMBELAJARAN (RPP)
SASTRA INDONESIA
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh:
Dra. WIWIK WIJAYANTI
NIP19570520 198203 2 006
A. Standar kompetensi
9. Memahami kegiatan pementasan drama
B. Kompetensi Dasar
9.1 Menganalisis pementasan drama berkaitan dengan isi, tema, dan pesan
C. Indikator
mengidentifikasi unsur- unsur intrisik drama
menentukan tokoh dan perannya
menentukan konflik drama dengan menunjukkan data yang mendukung
menentukan latar dan peran latar
D. Materi Pokok
Unsur intrinsik drama :
1. penokohan
2. konflik (perbedaan penyebeb konflik dan peristiwa)
3. tema
4. pesan
5. latar
Panggung merupakan ruangan rumah makan, dialati oleh tiga stel kursi untuk tamu, lemari tempat
minuman, rak kaca tempat kue-kue, meja tulis beserta telepon, radio, dan lemari es. Pintu
ke dalam ada di belakang dan pintu keluar ada di depan sebelah kiri.
Adegan 3
Ani : (ke belakang sambil menyanyi kecil)
Pengemis : (masuk perlahan-lahan dengan kaki pincang, setelah di dalam, melihat ke kiri-ke
kanan, ke rak tempat kue-kue, kemudian menuju rak itu dengan langkah biasa,
tangannya membuka tutup toples hendak mengambil kue).
Ani : (tampil dari belakang) Hai!
Pengemis : (cepat menarik tangannya)
Ani : Engkau mau mencuri, ya?
Pengemis : (menundukkan kepala)
Ani : Hampir setiap kali engkau datang ke sini, engkau kuberi uang. Tak nyana, kalau
sekarang berani datang ke sini dengan maksud mencuri.
Pengemis : Ampun, Nona, ampun.
Ani : Mau sekali lagi kau mencuri?
Pengemis : Saya tak akan mencuri bila saya punya uang.
Ani : Bohong!
Pengemis : Betul, Nona, sejak kemarin saya belum makan.
Ani : Mau bersumpah, bahwa engkau tidak hendak mencuri lagi?
Pengemis : Demi Allah, saya tak akan mencuri lagi, Nona. Asal ….
Ani : Tidak. Aku tidak akan memberi lagi uang padamu.
Pengemis : (sedih) Ah, Nona, kasihanilah saya.
Ani : Tapi, mengapa tadi mau mencuri?
Pengemis : (sedih) Tidak, Nona, saya tidak akan sekali lagi. Dan saya sudah bersumpah.Ya, saya
sudah bersumpah.
Ani : (mengambil uang dari laci meja) Awas, kalau sekali lagi engkau mencuri!
Adegan 4
Sudarma : (masuk menjinjing tas kulit, melihat kepada pengemis) Mengapa kau ada di sini? Ayo,
keluar!
Pengemis : (diam menundukkan kepala).
Sudarma : (kepada Ani) Mengapa dia dibiarkan masuk, An?
Ani : Hendak saya beri uang.
Sudarma : Tak perlu. Pemalas biar mati kelaparan. Padahal, dia datang ke sini mengotorkan
tempat semata.
Ani : (melemparkan uang kepada pengemis) Nih! Lekas pergi!
Pengemis : Terima kasih, Nona. Moga-moga Nona panjang umur.
Sudarma : Lekas pergi dan jangan datang lagi ke sini!
Pengemis : (pergi keluar dengan kaki pincang).
Sudarma : Lain kali orang begitu usir saja, An. Jangan rumah makan kita dikotorinya. (dengan suara
lain) Tak ada yang menanyakan aku?
Ani : Ada, tapi entah dari mana, sebab Karnenlah yang menerima teleponnya tadi.
Sudarma : Anakku sudah biasa lalai. Barusan dia ketemu di jalan, tapi tidak mengatakan apa-apa.
(mengangkat telepon) sembilan delapan tiga.
Ani : (membersihkan kursi)
Sudarma : (kepada Ani) Meja ini masih kotor.
Ani : (membersihkan meja)
Sudarma : (dengan telepon) Tuan kepala ada? -Baik, baik. (menunggu) Waaah, kalau sudah
banyak uangnya lama tidak kedengaran suaranya, ya? Ya? Ini Sudarma, Bung–Ha,
ha, ha, betul, betul!–Biasa saja, menghilang sebentar untuk kembali berganti bulu
(tertawa). Tapi, Bung. Bagaimana tentang kanteh yang dijanjikan itu? – Ah, ya?– bagus,
bagus, lebih cepat lebih nikmat. –Ya, ya, sebentar ini juga saya datang. –Baik, baik.
(telepon diletakkan; kepada Ani) Aku hendak pergi ke kantor pertemuan.
Kalau ada yang menanyakan, baik perantaraan telepon atau datang, tanyakan
keperluannya, lalu kau catat, ya An? (melangkah).
Ani : Ya.
Sudarma : Eh, jika nanti Usman datang ke sini, suruh menyusul saja ke kantor pertemuan.Dan
engkau jangan bepergian.
Ani : Baik.
Sudarma : (pergi ke luar).
Sumber: Naskah drama Bunga Rumah Makan, 1984
Setelah Anda mendengarkan pembacaan drama tersebut, dapatkah Anda mengidentifikasi unsur-unsur
intrinsiknya? Untuk memahami unsur-unsur intrinsik dalam sebuah drama, Anda harus memahami dan
menyimak dialog antarpelaku. Dialog yang berisi kata-kata atau kalimat yang diucapkan oleh tokoh kepada
tokoh lain memuat peristiwa dan pokok pembicaraan yang ingin diungkapkan pengarang. Tokoh-tokoh
diciptakan oleh pengarang sebagai pelaku cerita. Karakter para tokoh menggerakkan cerita dalam drama.
Karakter pata tokoh ditampilkan, sebagai pemberani, penakut, jahat, serakah, baik hati, ramah, ceria,
pemurung, dan penyabar.
1. Penokohan
Penokohan/karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/ kepribadian pelaku utama. Dalam penokohan
dikenal karakter para pelaku sebagai protagonis, yaitu pembawa ide pokok atau dasar yang merupakan
pusat cerita. Penokohan lain adalah tokoh antagonis, yaitu penentang ide pokok yang menimbulkan
ketegangan. Selanjutnya, ada tokoh trigonis, yaitu penengah serta pendamai dua pihak dan tokoh ini
sebagai penyelesai ketegangan. Munculnya karakter dari tiap tokoh memunculkan konflik yang merangkai
jalan cerita. Pada teks drama "Bunga Rumah Makan" tersebut, tokoh terdiri atas Sudarma, Pengemis, dan
Ani. Ani bersikap tegas dan hati hati. Ia tidak pernah percaya pada omongan orang, kecuali orang itu
membuktikan omongannya. Hal ini terbukti ketika pengemis masuk ke rumah dan hendak mengambil
makanan. Ani diperkirakan masih muda dengan adanya ucapan "nona" dari pengemis. Hal ini dibuktikan
oleh teks berikut.
Pengemis : Ampun Nona, ampun ....
Pengemis : ... Nona, sejak kemarin saya belum makan.
Pengemis : Terima kasih Nona, moga-moga Nona panjang umur.
.
2. Alur Cerita/Plot
Plot/jalan cerita adalah rangkaian kejadian yang dialami oleh para pelaku cerita, biasanya terdiri atas
eksposisi, intrik, klimaks, antiklimaks, dan konklusi.
1. Eksposisi/introduksi merupakan pergerakan terhadap konflik melalui dialog-dialog pelaku.
2. Intrik merupakan persentuhan konflik atau keadaan mulai tegang.
3. Klimaks merupakan pergumulan konflik atau ketegangan yang telah mencapai puncaknya dalam cerita.
4. Antiklimaks merupakan konflik mulai menurun atau masalah dapat diselesaikan.
5. Konklusi merupakan akhir peristiwa atau penentuan terhadap nasib pelaku utama. Konflik di dalam
adegan 3 tersebut terjadi ketika peristiwa masuknya pengemis. Pengemis ketahuan hendak mengambil
sesuatu dari dalam lemari makanan. Ani, pengemis, dan kemudian datang Sudarma yang membangun
percakapan tersebut. Intinya, konflik mereda ketika Ani memberikan uang kepada pengemis, bahkan
mengusir pengemis itu.
3. Latar Cerita
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah latar yang ada pada drama. Latar mempengaruhi jalannya cerita,
bahkan watak tokoh. Peran latar inilah yang membuat sebuah drama mempunyai karakteristik sendiri. Latar
ini dapat berwujud latar tempat maupun latar waktu. Latar dalam adegan 3 tersebut dijelaskan sejak awal
cerita, seperti berikut. Panggung merupakan ruangan rumah makan, dialati oleh tiga stel kursi untuk tamu,
lemari tempat minuman, rak kaca tempat kuekue, meja tulis beserta telepon, radio dan lemari es. Latar
tersebut menunjukkan status sosial keluarga Ani. Melihat data yang ada di dalam teks, keluarga Ani
termasuk keluarga mapan secara ekonomi.
4. Tema
Sebuah drama, seperti karya sastra lainnya memiliki unsur tema. Unsur tema dapat ditemukan dengan
mengikuti keseluruhan cerita yang ada dalam drama tersebut. Tema dalam drama pada akhirnya akan
berhubungan dengan nilai-nilai (pesan yang terkandung dalam cerita drama). Nilai-nilai ini dapat diambil
untuk kehidupan kita sehari-hari.
Tema yang paling menonjol di dalam teks drama tersebut adalah kisah tentang perbedaan/status sosial
manusia yang dibedakan atas sebutan kaya dan miskin. Pesan bahwa ada jurang antara si kaya dan si
miskin tersurat dalam teks drama tersebut, yaitu pada ucapan Sudarma, "Tak perlu. Pemalas biar mati
kelaparan!" Kaitan isi drama tersebut dengan kehidupan sehari-hari, memang, ada dan nyata. Ada yang
kaya dan juga yang miskin. Orang kaya bergerak leluasa dan sangat sibuk, sedangkan orang miskin selalu
saja tertindas dan dicurigai, bahkan dihina.
E. Skenario Pembelajaran
1. Metode
1. Diskusi
2. Demonstrasi
3. Bermain peran
3. Langkah-langkah Pembelajaran
F. Alat Penilaian
Peragakanlah drama berikut bersama beberapa orang teman Anda.
Setelah itu, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut.
Majalah Dinding
Karya Bakdi Soemanto
Para pelaku:
1. Anton 3. Rini 5. Wilar
2. Kardi 4. Trisno
Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas dipagi hari. Tampak di sana beberapa meja kursi, kurang
begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja. Seorang pemuda
pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilangan tangan. Pemuda itu Anton namanya. Ia adalah Pemimpin
Redaksi majalah dinding itu, sedangkan Rini, Sekretaris Redaksi, duduk di kursi. Waktu itu hari Minggu,
Anton tampak kusut. Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia terburu-
buru ke sekolah karena mendengar berita dari Wilar, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding itu
dibredel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Trisno mengejek Pak Kusno, guru karate. Seorang
pelajar lainnya, Kardi, sedang menekuni buku. Ia adalah eseis yang mulai dikenal tulisan-tulisannya lewat
majalah dinding itu.
Anton : Kardi.
Kardi : Ya.
Anton : Kau ada waktu nanti sore?
Kardi : Ada apa sih?
Anton : Aku perlu bantuanmu menyusun surat protes itu.
Rini : Sudahlah. Kalau kalian menurut aku, sebaiknya kita protes diam. Kita mogok.
Nanti, kalau sekolah kita tutup tahun, kitasemua diam. Mau apa Pak Kepala Sekolah
itu, kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua.
Anton : Tapi masih ada satu bahaya.
Rini : Nasib Trisno, karikaturis kita itu?
Kardi : Betul.
Anton : Tapi jangan grasa-grusu. Kita harus ingat, ini bukan perlawanan melawan musuh.
Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri. Jadi jangan asal membakar rumah, kalau
marah.
Kardi : Apakah sudah tak ada jalan keluar lagi? Kita mati kutu? Trisno masuk. Napasnya
terengah-engah. Peluhnya berleleran.
Rini : Kau dari mana, Tris?
Anton : Dari rumah Pak Kepala Sekolah.
Kardi : Dari rumah Kepala Sekolah dan kau dimarahi?
Trisno : Huuuuuh. Disemprot ludah pagi hari bacin.
Kardi : Sebaiknya, nggak ke sana sebelum berembuk dengan kita.
Trisno : Pokoknya, aku didesak, ide itu ide siapa. Sudah dapat izin dari kau apa belum?
Anton : Jawabmu?
Trisno : Aku bilang, ide itu ide ....
Anton : Ide Anton?
Trisno : Ide Albertus Sutrisno sang pelukis. Dengar?
Rini : Tapi kaubilang sudah ada persetujuan dari Pimpinan Redaksi?
Trisno : Tidak, Rin, kulindungi kekasihmu yang belum mandi ini. Aku bilang bahwa tanpa
sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya, tanggung jawab saya.
Dengar?
Anton : Kenapa kau bilang begitu. Menghina aku Tris? Aku yang suruh kau melukis itu. Aku
penanggung jawabnya. Akulah yang mestinya digantung… bukan kau.
Kardi : Lho, lho, sabar-sabar, sabaaaaar.
Anton : Ayo, kau mesti ralat pernyataan itu.
Kardi : Begini, Ton, maksudku agar kau....
Anton : Tidak. Aku tidak butuh perlindunganmu. Aku mesti digantung, bukan kau.
Trisno : Begini. Ton, maksudku, bahwa aku telah ....
Anton : Sudah. Aku tahu, kau berlagak pahlawan, agar orang-orang menaruh perhatian
kepadamu, sehingga dengan demikian kau....
Kardi : Anton, sabaaar. Kau bunuh diri apa bagaimana? Masak, sedang gawat malah
bertengkar sendiri.
Trisno : Maaf Ton. Aku tidak hendak berlagak pahlawan. Aku sekadar ingin bertanggung
jawab. Aku tak tega kalau kau… kau di….
Anton : (Membisu)
Trisno : Dimarahi atau dikeluarkan.
Anton : (Membisu)
Rini : (Membisu)
Trisno : Tetapi kau menolak pernyataan setia kawanku dengan kau. Sudahlah. Mungkin....kita
memang tidak harus dalam satu ide.(Keluar)
Anton : Tris, Tris, Trisno... Trisno....
Kardi : Biar saja dia pergi. Kau mau apakan dia?
Rini : Tapi dia bisa memihak Kepala Sekolah.
Kardi : Ah, nggak. Biar saja dia pergi.
Anton : Maaf, Di.
Kardi : Aku ngerti, kenapa kau tersinggung. Tetapi dalam keadaan gawat, kita tak boleh
mengutamakan emosi, demi persatuan kita.
Anton : (Diam sendiri berjalan hilir mudik)
Rini : (Masuk) Ton.
Anton : Pergi.
Rini : Ton.
Anton : Pergi.
Rini : (Membisu)
Anton : Rin....
Rini : Anton... ooooooh.
Wilar : (Masuk) Lha....
Rini : Gimana? Pak Lukas mau?
Wilar : Lha….
Anton : Mana Pak Lukas?
Wilar : Lha....
Rini : Ayo, dong, Laaaaar, gimana dia. Kau ini ngejek.
Anton : Kau ketemu dia, pagi ini?
Wilar : Dia mau.
Anton : Mau.
Rini : Mau?
Wilar : Jelas. Malah dia bilang begini, Aku wakil kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab
atas perbuatan kalian terhadap Pak Kusno. Tapi kalian tak boleh bertindak sendiri.
Diam saja. Aku yang akan maju ke Bapak Kepala Sekolah. Aku akan menjelaskan bahwa Pak
Kusno memang kurang beres. Tapi kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri-sendiri, main corat-
coret, atau membikin onar, kalian akan aku laporkan polisi.
Rini : Pak Lukas memang guru sejati. Mau melibatkan diri dengan problem anakanaknya. Dia
sungguh seperti bapakku sendiri.
Anton : Dia seorang bapak yang melindungi, sifatnya lembut seperti seorang ibu....
Trisno : Bagaimana kalau dia kita juluki, Pak Lukas, Sang Penyelamat....
Semua : Setujuuuuuu.
Kardi : (Termenung)
Rini : Ada apa, Filsuf?
Kardi : Sekarang sampailah pada kesimpulan tentang renungan-renungan selama ini.
Rini : Renungan apa, Di?
Kardi : Bahwa… bahwa kreativitas ternyata... ternyata membutuhkan perlindungan.
Sumber: Kumpulan Drama Remaja, 1987
1. Jelaskanlah watak setiap tokoh berdasarkan percakapan atau dialog drama tersebut.
2. Di mana latar adegan tersebut?
3. Tentukanlah konflik drama disertai data teks yang mendukung.
4. Setelah memahami isi drama tersebut, tentukanlah tema dengan alasannya.
5. Apa pesan drama tersebut?
6. Kaitkanlah isi drama tersebut dengan kehidupan sehari-hari Anda.
A. Standar kompetensi
9. Memahami kegiatan pementasan drama
B. Kompetensi Dasar
9.2 Membuat resensi tentang drama yang ditonton
C. Indikator
menulis resensi drama dengan memperhatikan unsure-unsur resensi
mendeskripsikan identitas drama (judul, pengarang, sutradara, produser, tahun produksi)
membuat sinopsis mengungkapkan kelebihan dan kekurangan drama
membuat simpulan resensi drama
D. Materi Pokok
Resensi drama
1.pengertian resensi
2.unsur resensi
3.langkah penyusunan resensi
E. Langkah-Langkah Pembelajaran
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing kelompok menonton rekaman drama
yang dipersiapkan guru
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan tentang
segala hal berkaitan dengan drama yang ditonton
Masing-masing kelompok menulis resensi drama dengan
memperhatikan unsure-unsur resensi
Masing-masing kelompok mendeskripsikan identitas drama
(judul, pengarang, sutradara, produser, tahun produksi
Masing-masing kelompok membuat sinopsis mengungkapkan
kelebihan dan kekurangan drama
Masing-masing kelompok membuat simpulan resensi drama
Mendiskusikan program kegiatan yang disampaikan
Memperbaiki program kegiatan/ proposal berdasarkan
berbagai masukan
Guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil diskusi
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Sumber/Alat/Bahan
Teks Informasi
Majalah/surat kabar
Buku Bahasa Indonesia Kelas XI penerbit Erlangga
G. Penilaian
Jenis Tagihan:
tugas individu :
tugas kelompok :
A. Standar kompetensi
10. Mengungkapkan pikiran dan perasaan, informasi dan pengalaman melalui kegiatan bercerita,
bermain peran dan diskusi
B. Kompetensi Dasar
10.1Memerankan tokoh drama atau penggalan drama
C. Indikator
menentukan peran yang sesuai dengan tokoh dalam teks
memerankan drama/ penggalan drama sesuai dengan karakter tokoh
memberi tanggapan atas pemeranan teman (kesesuaian karakter tokoh)
D. Materi Pokok
a. tehnik pemeranan dalam drama
b. pemeranan dengan memperhatikan :
a. gerak- gerik
b. ekspresi (sesuai karakter tokoh)
c. intonasi
Drama adalah bentuk cerita yang berisi konflik sikap dan sifat manusia yang disajikan dalam bentuk dialog.
Naskah drama dibuat untuk diperankan. Bagaiman cara memerankan naskah drama? Pahami penjelasan
berikut!
Jika akan memerankan drama, Anda harus menjiwai watak tokoh. Lakukan hal-hal berikut agar Anda dapat
menjiwai watak tokoh dengan baik.
1. Membaca naskah drama, khususnya pada tokoh yang akan diperankan secara berulang-ulang.
2. Mengamati orang-orang yang memiliki watak yang mirip dengan tokoh yang hendak diperankan.
3. Jika tidak ada, pemain dapat melihat foto-foto, cerita, sejarah, atau sumber lain yang dapat mendukung
karakter tokoh.
4. Berlatih memerankan tokoh sesuai dengan karakternya, baik tokoh antagonis maupun tokoh
protagonis.
E. Langkah-Langkah Pembelajaran
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing mempersiapkan naskah/teks
drama yang dibuat secara berkelompok
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan
tentang segala hal berkaitan dengan memerankan
drama
Masing-masing kelompok memerankan drama sesuai
dengan karakter tokoh pada teks drama yang dibuat
Masing-masing kelompok memberi tanggapan atas
pemeranan kelompok lain
Mendiskusikan program kegiatan yang disampaikan
Memperbaiki program kegiatan/ proposal berdasarkan
berbagai masukan
Guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil
diskusi
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru
memberikan penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Sumber/Alat/Bahan
Teks Informasi
Majalah/surat kabar
Buku Bahasa Indonesia Kelas XI penerbit Erlangga
G. Penilaian
Jenis Tagihan:
tugas individu :
tugas kelompok :
A. Guru Anda akan membentuk sebuah kelompok. Bergabunglah dengan kelompok Anda!
B. Guru Anda akan memberi sebuah naskah drama. Bacalah dengan saksama naskah drama tersebut!
C. Lakukan kegiatan berikut!
1. Kelompok Anda dan kelompok teman Anda akan bergiliran memerankan naskah drama yang diberikan
oleh guru Anda. Tentukan tokoh antagonis, protagonis, dan tritagonis yang ada dalam drama!
2. Berbagilah peran yang ada dalam naskah drama!
3. Hayati peran yang Anda dapatkan!
4. Berlatihlah memerankan drama. Jika Anda mendapat peran antagonis, berlatihlah menjadi tokoh
antagonis. Sebaliknya, jika Anda mendapat peran protagonis, berlatihlah memerankan tokoh
protagonis!
5. Perankanlah drama yang Anda dapatkan!
6. Kelompok yang tidak mendapat giliran memerankan drama, menyimak penampilan kelompok lain
dengan saksama.
7. Setelah semua kelompok memerankan drama, diskusikan penampilan kelompok-kelompak yang telah
memerankan drama!
A. Standar kompetensi
11. Menguasai kompenen kesastraan dalam teks drama dan perkembangan genre sastra Indonesia
B. Kompetensi Dasar
11.1Mengidentifikasi kompenen kesastraan dalam teks drama
C. Indikator
1. menentukan laporan kesastraan dalam teks drama berbentuk puisi atau
berbentuk prosa
2. membahas hubungan antar komponen drama
3. menilai komponen kesastraan dalam teks drama berbentuk puisi atau berbentuk
prosa
D. Materi Pokok
1. teks drama
2. pengertian drama
3. komponen drama :
a. pelaku
b. dialog
c. tindakan pelaku
d. perwatakan
e. drama tradisional (missal lenong dari Jakarta, ludruk dari Jawa
Timur, randai dari Minangkabau, atau cerita rakyat lainnya)
Drama merupakan salah satu karya sastra yang berupa dialog yang dapat dipentaskan. Drama
disusun oleh unsur-unsur pembangun drama. Unsur-unsur pembangun drama disebut juga unsur intrinsik
drama. Unsur intrinsik drama meliputi tema, amanat, tokoh, penokohan, latar, dialog, perilaku, plot, dan
konflik. Unsur-unsur tersebut berhubungan erat dan tidak dapat dihilangkan. Untuk mengidentifikasi unsur
drama yang ditonton Anda harus menonton drama dengan saksama dari awal hingga akhir. Selain drama,
jenis karya sastra yang lain adalah hikayat.
Hikayat merupakan salah satu jenis sastra lama. Hikayat berbeda dengan novel. Hikayat
merupakan salah satu hasil karya sastra lama. Namun, hikayat dan novel mengandung nilainilai
kehidupan. Nilai-nilai kehidupan dalam novel dan hikayat terkadang dapat Anda temukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Salah satu jenis karya sastra yang lain yaitu cerpen. Cerpen dapat Anda tulis sendiri. Cerpen yang
Anda buat dapat Anda ubah menjadi naskah drama.
Anda dapat mengikuti langkah-langkah berikut.
1. Membaca dengan saksama cerpen yang akan diubah.
2. Menemukan latar, tokoh, dan watak tokoh.
3. Mencatat dialog atau percakapan yang terdapat dalam cerpen.
4. Mengubah percakapan dalam cerpen menjadi dialog dalam drama.
5. Menuliskan naskah drama.
Bacalah dan teliti kembali kutipan teks drama ”Petang di Tanam” Kemudian, temukan unsur-unsur drama
berikut ini. Buktikan analisis Anda dengan kutipan teks
1. Tokoh
Contoh:
Laki-laki separuh baya (LSB) ”Hari mau hujan. Langit mendung.”
Berdasarkan kutipan tersebut, tokoh LSB memiliki ciri fisik agak tua.
2. Penokohan
Contoh:
Laki-laki separuh baya (LSB)
LSB bersifat pemarah. Sifat ini dibuktikan dengan kutipan berikut. ”. . . . Dan ini semua hanya oleh karena
kita telah mencoba mengambil sikap yang agak keras terhadap sesama kita (tiba-tiba marah). Bah, masa
bodoh dengan musim! Dengan segala musim.”
3. Latar
Contoh:
Latar tempat drama tersebut di sebuah taman. Latar tempat dibuktikan dengan kutipan berikut. Di sebuah
taman dengan beberapa buah bangku, OT masuk, batuk-batuk, duduk di bangku.
4. Dialog
Contoh:
Dialog tokoh terjadi bergantian dan tidak bersahutan.
LSB : ”Mau hujan.”
OT : ”Apa?”
LSB : ”Hari mau hujan. Langit mendung.”
OT : ”Bukan. Musim kemarau.”
5. Plot
Drama tersebut beralur maju karena menceritakan dari awal drama hingga dialog terakhir. Anda akan
mengidentifikasi komponen kesastraan dalam teks drama.
6. Konflik
Salah satu konflik yang terdapat dalam drama berupa perdebatan mengenai musim. Perdebatan terjadi
antara LSB dan OT.
Contoh:
OT : ”Kalau begitu saya benar. Ini musim hujan.”
LSB : ”Bulan apa kini rupanya?”
OT : ”Entah.”
LSB : ”Kalau begitu saya benar. Ini musim kemarau.”
OT : ”Tidak, tidak!”
7. Tema
Drama tersebut bertema realitas sosial yang terjadi di masyarakat.
8. Amanat
Kita harus bisa mengendalikan diri agar tidak terpancing emosi sehingga kerukunan tetap terjaga.
E. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal 10 menit
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan kbm yang akan dipelajari, yaitu
mendengarkan informasi dan Mengajukan saran perbaikan
tentang informasi yang disampaikan secara langsung
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Siswa bersama-sama menuju perpustakaan sekolah
Masing-masing kelompok mencari dan mempersiapkan teks
drama yang berbentuk puisi dan prosa yang dipilihnya
Siswa menyimak penjelasan guru tentang kesastraan teks
drama
Masing-masing kelompok melaporkan unsur-unsur kesastraan
teks drama yang dipilihnya
Mencatat hubungan antar komponen drama
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
Kerjakan soal-soal berikut ini!
Pahami penggalan drama berjudul ”Abu” berikut!
Dalam sebuah ruang kamar kerja, lengkap dengan perabotannya yang mewah, serta sebuah telepon di
atas meja kerja sebelah sudut. Dari pintu kamar tidur Tuan X keluar sambil melepas dasinya. Pelayan
datang dari pintu kamar tamu. Pada tangan kanannya tergenggam sebuah bungkusan kecil.
Tuan X : ”Mana nyonya?”
Pelayan : ”Keluar kursus, Tuan.”
Tuan X : ”Oo ya, aku lupa-lupa saja kalau dia lagi asyik dengan kursus kecantikannya. Naik skuler
apa sedan biru?”
Pelayan : ”Sedan biru, Tuan.”
Tuan X : ”Apa yang kau pegang?”
Pelayan : ”Ini tadi dari Nyonya. Pesan Nyonya supaya disampaikan kepada Tuan, bila Tuan pulang
lebih dulu. Nyonya bilang, bungkusan ini diterima dari seseorang yang belum dikenalnya untuk
disampaikan kepada Tuan.”
Tuan X : ”Ada suratnya?”
Pelayan : ”Cuma bungkusan ini saja.” Pelayan menyerahkan bungkus, terus pergi ke arah kamar
tamu. Tuan X membuka bungkusan itu. Sebuah kotak kecil, terus dibukanya, Tuan X tampak
keheranan mengamati isinya.
....
Dikutip dari: Domba-Domba Revolusi, B. Soelarto, 2006, Yogyakarta
a. Temukan komponen kesastraan dalam penggalan drama tersebut!
b. Berikan bukti-bukti yang mendukung jawaban Anda!
A. Standar kompetensi
12. Mengungkapkan pikiran dan perasaan, informasi dan pengalaman melalui kegiatan bercerita,
bermain peran dan diskusi
B. Kompetensi Dasar
12.1Menceritakan kembali sastra lama (hikayat) denga bahasa masa kini
C. Indikator
1. menulis sinopsis (isi) cerita secara kronologis
2. menceritakan kembali sastra lama (hikayat) sesuai dengan kronologis tampa mengubah isi cerita
dengan lafal dan intonasi yang tepat
3. mengungkapkan nilai-nilai dalam hikayat yang dapat diteladani
D. Materi Pokok
1. teknik bercerita
2. penceritaan dengan memperhatikan
a. gerak-gerik
b. ekspresi
c. intonasi
Anda dapat menceritakan kembali hikayat tersebut dengan mengikuti langkah-langkah berikut.
1. Membaca hikayat dengan saksama.
2. Mencatat setiap peristiwa dalam hikayat sesuai urutan waktu terjadinya peristiwa.
3. Menceritakan kembali hikayat yang telah dibaca berdasarkan peristiwaperistiwa yang telah dicatat.
E. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal 10 menit
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari, yaitu Menceritakan kembali sastra lama (hikayat)
denga bahasa masa kini
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Siswa menyimak penjelasan guru cara menulis sinopsis dan
cara menceritakan kembali hikayat
Masing-masing kelompok mempersiapkan hikayat yang dipilih
Masing-masing kelompok menulis sinopsis secara kornologis
dari hikayat yang dipilih
Masing-masing kelompok melalui perwakilannya menceritakan
kembali hikayat yang dipilih sesuai dengan kronologis tampa
mengubah isi cerita dengan lafal dan intonasi yang tepat
Kelompok lain menyimak
Masing-masing kelompok mempresentasikan nilai-nilai dalam
hikayat yang dapat diteladani
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
A. Lakukan kegiatan berikut!
1. Bacalah kembali ”Hikayat Si Miskin”, lalu pahami cerita hikayat tersebut!
2. Tuliskan ringkasan ”Hikayat Si Miskin” dengan menggunakan bahasa Anda sendiri!
3. Ceritakan kembali secara lisan ”Hikayat Si Miskin” berdasarkan ringkasan yang telah Anda buat!
4. Teman Anda akan mengindentifikasi teknik bercerita yang Anda gunakan. Hal-hal yang akan
diidentifikasi sebagai berikut.
a. Intonasi
b. Gerak-gerik
c. Ekspresi
d. Kesesuaian isi hikayat dengan ekspresi
5. Tanggapilah teknik bercerita yang digunakan teman Anda!
B. Ungkapkan secara lisan nilai-nilai dalam hikayat yang dapat Anda teladani. Berikan
alasan Anda meneladaninya!
A. Standar kompetensi
13. Mengungkapkan pikiran dan perasaan, informasi dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan
transformasi bentuk karya sastra
B. Kompetensi Dasar
13.1Mengarang cerpen berdasarkan realitas sosial
C. Indikator
Mengekspresikan gagasan dalam bentuk cerpen berdasarkan realitas sosial dengan
mengembangkan
a. penokohan
b. alur
c. tema
d. latar
e. sudut pandang
D. Materi Pokok
1. unsur intrinsik dalan cerpen
2. teks cerpen
3. teknik pembuatan cerpen :
a. isi cerpen
b. bahasa dalam cerpen
c. pendeskripsian watak tokoh
Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu bentuk karya sastra modern yang berbentuk prosa.
Cerpen adalah karangan fiktif yang berisi kehidupan seseorang atau kehidupan yang diceritakan secara
ringkas. Isi cerpen erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang
digunakan dalam cerpen adalah kalimat yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bahkan,
terkadang pengarang menggunakan ungkapan-ungkapan dalam kalimat-kalimatnya.
Maling
Karya Lidya Kartika Dewi
Sejak merenovasi rumahnya yang sederhana menjadi rumah megah, perilaku keluarga Pak Cokro
berubah total! Berada persis di depan sebuah gang yang tidak terlalu lebar, rumah Pak Cokro kini bak
istana yang berdiri di antara rumah-rumah sederhana dan sangat sederhana para tetangganya. Dulu,
sebelum rumahnya direnovasi, Pak Cokro dan istrinya sangat ramah dan menjaga hubungan baik dengan
para tetangganya, terlebih dengan keluarga Bu Marni yang rumahnya persis di depan rumah Pak Cokro.
Begitu dekatnya hubungan bertetangga itu, sehingga mereka sudah seperti saudara. Bila punya kelebihan
makanan, Pak Cokro selalu menyuruh istrinya membaginya pada Bu Marni. "Kasihan. Bu Marni sudah
janda, sedang empat anaknya masih kecil-kecil," katanya. Bu Marni membalas kebaikan Pak Cokro dan
istrinya dengan sikap kekeluargaan yang tak kalah intimnya. Sering Bu Marni membantu pekerjaan rumah
Bu Cokro, tanpa pernah minta imbalan. Sejak mencuci baju, menyeterika, sampai mengepel lantai. Tapi Bu
Cokro sangat tahu kalau membantu bersih-bersih di rumah tetangga merupakan sumber nafkah Bu Marni.
Bu Cokro pun selalu memberi imbalan uang yang sangat pantas, sehingga hubungan bertetangga mereka
sangat mesra dan harmonis.
Tapi kini, kemesraan dan keharmonisan itu sudah tiada. Rumah Pak Cokro yang sekarang
bertingkat dua dan megah bak istana itu berpagar tinggi. Jangan lagi untuk menjenguk ke dalam rumah
yang megah itu, untuk melihat teras depannya saja sekarang Bu Marni tidak bisa. Karena pagar depan
rumah yang tinggi itu ditutup pula dengan fiberglas warna biru tua. Maka semakin jauhlah jarak hubungan
antara keluarga Pak Cokro dengan para tetangganya, juga dengan Bu Marni. Apalagi, untuk mengurusi
rumahnya yang besar itu Pak Cokro kini sudah mempekerjakan dua orang pembantu yang diambil dari
desa. Bu Marni, juga para tetangga yang lain, bisa memahami perubahan sikap keluarga Pak Cokro.
Mereka memaklumi. OKB, orang kaya baru, biasanya memang sombong! Para tetangga, juga Bu Marni, tak
ambil peduli. Tapi, sore itu kuping Bu Marni memanas. Motor bebek yang biasa dipakai Hendi, anak Pak
Cokro yang kedua, hilang. Mengetahui hal itu, dengan membuka pintu pagar depan rumahnya lebar-lebar,
Pak Cokro yang baru pulang kerja langsung berteriak-teriak.
"Makanya, Hendi, kamu itu jangan sembrono! Nyimpan motor di luar pintu pagar rumah, ya pasti
dicolong maling! Sekarang memang banyak maling di sekitar rumah kita ini. Jangan lagi motor. Sandal,
sepatu, sapu, payung, bahkan pot bunga aja kalau disimpan di luar pintu pagar, pasti hilang! Ngerti kamu?"
"Ngerti, Pak," jawab Hendi lirih.
"Makanya kamu harus hati-hati! Kamu harus tahu, apa pekerjaan orang depan rumah kita itu?"
Hendi membisu.
"Kamu juga harus tahu," tukas Pak Cokro pula. "Banyak orang iri pada kita. Sehingga, orang yang
tadinya baik, bisa jadi maling!"
Bu Marni, yang kala itu sedang menyapu teras depan rumahnya, merasa tersinggung oleh katakata
Pak Cokro yang seperti sengaja dibidikkan padanya. Secara tidak langsung Pak Cokro telah menuduhnya
sebagai maling. Segera Bu Marni meletakkan sapunya. Tapi, ketika ia bergegas melangkah menghampiri
rumah Pak Cokro, dengan tergesa dan menghentak Pak Cokro menutup pintu pagar depan rumahnya.
Sedang Bu Marni yang sudah terlanjur dibakar api kemarahan, dengan sedikit kasar mengetuk-ketuk pagar
yang ditutupi fiberglas itu sambil berseru,
"Assalamualaikum!" Terpakasa Pak Cokro membuka kembali pintu pagar rumahnya dan
menghampiri Bu Marni.
"Ada apa, Bu?" tanya Pak Cokro, berlagak bego.
"Pak Cokro menuduh saya mencuri motor bebek Hendi?" suara Bu Marni memburu.
"Ah, siapa yang bilang?" Pak Cokro pasang mimik serius.
"Saya dengar waktu Pak Cokro berteriakteriak memarahi Hendi," kata Bu Marni.
"Ah, itu perasaan Bu Marni saja," suara Pak Cokro berubah santai, ramah. "Percaya, Bu, saya
nggak nuduh siapa-siapa. Saya hanya memarahi Hendi agar tidak teledor. Gang depan rumah kita ini kan
jalan yang hidup. Banyak orang lalu-lalang. Jadi mana bisa saya menuduh orang sembarangan?"
Bu Marni terdiam, tak mampu untuk membela diri lebih jauh. Lalu tanpa permisi ia pergi meninggalkan
halaman rumah Pak Cokro, walau di dalam hatinya masih tersimpan rasa kesal. Sepeninggal Bu Marni, Pak
Cokro menutup pintu pagar rumahnya sambil bergumam, "Huh,
dasar miskin. Ada orang ngomong sedikit keras aja tersinggung!"
Akhir-akhir ini, sore hari, sering kali pintu pagar depan rumah Pak Cokro dibuka lebar-lebar. Dan,
beberapa kali secara tidak serngaja Bu Marni melihat Pak Cokro tengah duduk melamun. Awalnya Bu
Marni menduga Pak Cokro kelelahan setelah seharian bekerja. Tapi, belakangan Bu Marni mulai curiga,
ketika mulai ramai disiarkan di beberapa stasiun TV, bahwa di departemen tempat Pak Cokro bekerja telah
terbongkar sebuah mega korupsi. Apakah Pak Cokro terlibat di dalamnya? Bukan hanya Bu Marni, tapi
para tetangga juga mulai ramai berbisik-bisik tentang dugaan keterlibatan Pak Cokro. Dan, dugaan itu
menjadi kenyataan, ketika siaran berita di TV mulai menyebut-nyebut nama Pak Cokro terlibat dalam mega
korupsi itu. Bu Marni menghela napas puas. Sakit hatinya karena dicurigai sebagai maling oleh Pak Cokro
kini mendapatkan momen untuk dilampiaskan. Maka ketika sore itu pintu pagar depan rumah Pak Cokro
terbuka lebar dan tampak Pak Cokro tengah duduk melamun, Bu Marni langsung berkata dengan suara
keras, menyambut Sekar, anaknya yang pertama yang baru pulang dari mengaji di rumah Ustadzah Yoyoh.
"Makanya, Sekar, kamu belajar ngaji yang baik. Biar moralmu baik. Agar kalau besok-besok kamu
jadi pejabat, kamu nggak jadi maling!" Seakan tahu kepada siapa ucapan ibunya ditujukan, cepat Sekar
menukas, "Ah, kalau pejabat bukan maling, Bu. Tapi korupsi!"
"Ah, itu kan hanya istilah!" teriak Bu Marni.
"Tapi hakekatnya sama saja, maling! Banyak duit dari hasil maling aja sombong!" Mendengar
teriakan Bu Marni, Pak Cokro tak tahan. Ia tahu, teriakan itu ditujukan kepadanya. Buru-buru Pak Cokro
bangkit dari duduk dan segera menutup pintu pagar depan rumahnya rapat-rapat. Melihat ucapannya
mengenai sasaran, Bu Marni dan Sekar berpelukan sambil tersenyum penuh kemenangan. Beberapa hari
yang lalu sang ibu memang telah mengatakan pada sang anak, bahwa ia akan melampiaskan dendamnya
pada Pak Cokro. Kini sakit hati itu telah terbayar! Hari masih pagi. Masih sangat pagi. Matahari masih malu-
malu bersinar dari ufuk timur. Pohon jambu air yang daunnya rimbun dan buahnya lebat yang tumbuh di
halaman depan rumah Bu Marni masih tampak segar, karena masih digayuti embun. Dan, Bu Marni tengah
sibuk menyapu halaman depan rumahnya yang dikotori daun-daun jambu air yang gugur, saat terdengar
sebuah suara memberi
salam.
"Assalamualaikum." Bu Marni menghentikan aktifitasnya menyapu dan menatap ke arah pintu
pagar.
"Waalaikumsalam. Eh, Bu Cokro." Bu Marni meletakkan sapu lidi sembarangan dan bergegas ke
pintu pagar dan membukanya.
"Mari masuk, Bu," ucapnya, ramah.
"Maaf, mengganggu." Senyum Bu Cokro, sedikit rikuh.
"Oh, nggak, nggak." Bu Marni melangkah ke teras. Bu Cokro membuntuti. Di kursi teras keduanya
duduk berdampingan.
"Ada perlu apa, Bu?" kening Bu Marni berkerut, penuh tanya.
"Kalau bersedia, saya minta Bu Marni membantu- bantu lagi di rumah saya," kata Bu Cokro,
hati-hati.
"Lho, memang pembatu rumahnya ke mana, Bu?" tanya Bu Marni heran. Benar-benar heran. Ia
memang tak tahu persis apa yang telah terjadi di dalam rumah besar bak istana itu.
"Sebelum digelandang ke hotel prodeo, Pak Cokro meminta dua pembantu rumah kami supaya
dipulangkan ke desa. Sebagai gantinya memohon Bu Marni untuk kembali membantu-bantu di rumah
kami."
"Ooo." Bu Marni manggut-manggut.
"Bu Marni mau, kan?" sela Bu Cokro, penuh harap. Bu Marni tidak segera menjawab. Teringat ia
pada sikap kasar dan sombong keluarga Pak Cokro setelah jadi orang kaya. Tapi segera pula Bu Marni
menyadari posisinya sebagai janda miskin dengan empat anak. Demi urusan perut dan biaya pendidikan
keempat anaknya, rasa sakit hati itu harus Bu Marni buang jauh-jauh.
"Ya ya saya mau, Bu," ucap Bu Marni sumringah, bungah. "Tapi maaf, Bu. Kalau boleh saya tahu,
hotel prodeo itu apa?" Sesaat Bu Cokro tampak ragu untuk bicara.
"Penjara," katanya kemudian. "Tapi suami saya nggak bakal lama mendekam di sana. Paling lama
satu tahun. Itu karena kesalahan Pak Cokro tidak terlalu besar."
"Ooo." Kembali Bu Marni manggut-manggut.
"Yah, nggak apa-apalah dipenjara. Itung-itung istirahat dari rutinitas kerja," sambung Bu Cokro.
"Karena walau dipenjara, saya sudah lihat, tempatnya enak, seperti di hotel. Ada AC, kulkas, juga
TV."
"Ooo." Lagi-lagi Bu Marni hanya bisa manggutmanggut
*****
Setelah selesai mendengarkan pembacaan cerpen tersebut, Anda dapat melanjutkan kegiatan
menganalisis unsur-unsur intrinsik yang telah dikemukakan sebelumnya.
1. Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapantahapan peristiwa sehingga menjalin suatu
cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Berdasarkan susunan periode waktu, alur dapat
dibedakan menjadi alur konvensional dan alur nonkonvensional. Suatu cerpen dikatakan memiliki alur
konvensional jika waktu dalam cerita berurutan dari periode pertama sampai periode akhir. Sementara itu,
cerita dikatakan memiliki alur nonkonvensional jika periode-periode dalam cerita tidak berurutan. Cerpen
berjudul "Maling" yang telah Anda baca menggunakan alur nonkonvensional. Dalam cerpen tersebut, terjadi
kilas balik yang menampilkan gambaran masa lalu kehidupan keluarga Pak Cokro. Hal tersebut dapat
dilihat dalam kutipan berikut.
Dulu, sebelum rumahnya direnovasi, Pak Cokro dan istrinya sangat ramah dan menjaga hubungan
baik dengan para tetangganya, terlebih dengan keluarga Bu Marni yang rumahnya persis di depan
rumah Pak Cokro. Begitu dekatnya hubungan bertetangga itu sehingga mereka sudah seperti
saudara. Bila
punya kelebihan makanan, Pak Cokro selalu menyuruh istrinya membaginya pada Bu Marni.
"Kasihan. Bu Marni sudah janda, sedang empat anaknya masih kecil-kecil," katanya. Setelah
bagian yang menunjukkan kehidupan masa lalu keluarga Pak Cokro tersebut, alur bergerak secara
konvensional karena tidak ada lompatan waktu ke masa lalu lagi
.
2. Penokohan
Dalam sebuah cerpen, tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung. Tokoh utama
adalah peran inti yang paling penting dalam sebuah cerita. Adapun tokoh pendukung adalah
tokoh yang melengkapi keberadaan tokoh utama. Meskipun tokoh pendukung sering dikatakan sebagai
tokoh yang tidak penting, sebetulnya tokoh pendukunglah yang menyokong keberadaan tokoh utama.
Untuk menentukan mana yang merupakan tokoh utama dan tokoh pendukung, dapat ditentukan dengan
mengamati hal-hal berikut.
a. Melihat kuantitas kemunculan tokoh tersebut dalam cerpen.
b. Memerhatikan petunjuk yang diberikan oleh pengarang melalui
komentar pengarang.
Dalam cerpen "Maling", tokoh utamanya adalah Pak Cokro dan Bu Marni. Kedua tokoh ini memegang
peranan sentral. Pak Cokro digambarkan sebagai seorang OKB (orang kaya baru) yang angkuh dan
sombong sejak menjadi kaya. Sementara Bu Marni digambarkan sebagai orang miskin yang berbesar hati,
namun kesal juga melihat tingkah Pak Cokro, tetangganya. Kemunculan kedua tokoh tersebut
memunculkan berbagai nilai kemanusiaan Sekarang, dapatkah Anda menyebutkan tokoh pendukung dalam
cerpen tersebut? Jangan lupa kemukakan juga fungsi keberadaan tokoh
tersebut di dalam cerita.
2. Latar
Latar merupakan salah satu unsur pelengkap isi cerita yang tidak bisa dipisahkan dari analisis
aspek tekstual karya sastra. Begitu juga dalam cerpen, latar memiliki peranan yang sangat penting dalam
membangun cerita secara utuh. Latar merupakan salah satu unsur pelengkap isi cerita. Latar atau setting
mengacu pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk
memberikan kesan nyata pada pembaca, yakni menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-
sungguh ada dan terjadi. Latar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu latar tempat dan latar waktu. Latar
tempat merupakan bentukan lokasi tiap-tiap peristiwa terjadi, sedangkan latar waktu merupakan bentukan
waktunya. Dalam cerpen "Maling", latar tempat yang digunakan adalah di sekitar tempat tinggal Pak Cokro
dan Bu Marni. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
kerja langsung berteriak- Tapi, sore itu kuping Bu Marni memanas. Motor bebek yang biasa dipakai
Hendi, anak Pak Cokro yang kedua, hilang. Mengetahui hal itu, dengan membuka pintu pagar
depan rumahnya lebar-lebar, Pak Cokro yang baru pulang teriak .
Sementara itu, latar waktu yang digunakan adalah sore dan pagi hari. Hal tersebut dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
Akhir-akhir ini, sore hari, sering kali pintu pagar depan rumah Pak Cokro dibuka lebar-lebar. Dan,
beberapa kali secara tidak sengaja Bu Marni melihat Pak Cokro tengah duduk melamun. Awalnya
Bu Marni menduga Pak Cokro kelelahan setelah seharian bekerja. Tapi, belakangan Bu Marni
mulai curiga, ketika ramai disiarkan di beberapa stasiun TV, bahwa di departemen tempat Pak
Cokro bekerja telah terbongkar sebuah mega korupsi. Maka ketika sore itu pintu pagar depan
rumah Pak Cokro terbuka lebar dan tampak Pak Cokro tengah duduk melamun, Bu Marni langsung
berkata dengan suara keras, menyambut Sekar, anaknya yang pertama yang baru pulang dari
mengaji di rumah Ustadzah Yoyoh.
2 Kegiatan Inti
Siswa menyimak penjelasan guru cara mengembangkan
penokohan, alur, tema, latar, dan sudut pandang menulis
cerpen
Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan
berdiskusi
Masing-masing siswa menentukan tema cerpen yang akan
ditulis dan mendiskusikannya dengan guru
Masing-masing siswa menulis cerpen berdasarkan tema yang
dipilih
Melalui perwakilan beberapa siswa
menceritakan/mempresentasikan cerpen yang ditulis di depan
kelas
Siswa lain menyimak lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
Kerjakan kegiatan berikut!
Kegiatan 1
1. Ingat-ingatlah peristiwa yang pernah diceritakan oleh teman Anda!
2. Catatlah peristiwa-peristiwa tersebut!
3. Pilihlah salah satu peristiwa yang menarik bagi Anda!
4. Mintalah izin kepada teman Anda untuk menuliskan peristiwa
tersebut menjadi sebuah cerpen!
5. Gantilah nama teman Anda dengan nama lain!
Kegiatan 2
1. Ingat-ingat sebuah peristiwa yang pernah Anda lihat!
2. Catatlah peristiwa-peristiwa tersebut!
3. Pilihlah salah satu peristiwa yang menarik bagi Anda!
4. Andaikan diri Anda yang mengalami peristiwa tersebut
Kegiatan 3
1. Jadikan peristiwa yang telah Anda pilih dari kegiatan 1 dan kegiatan
2 menjadi tema cerpen.
2. Tulislah sebuah cerpen tentang peristiwa yang telah Anda pilih! Anda
dapat mengganti nama tokoh dan latar dari peristiwa tersebut.
3. Tulislah cerpen tersebut dalam kertas!
4. Anda dapat menulis cerpen di rumah, jika Anda belum selesai
menulis cerpen di sekolah.
Kegiatan 4
1. Tukarkan cerpen karangan Anda dengan cerpen teman Anda!
2. Bacalah cerpen yang ditulis oleh teman Anda!
3. Tanggapilah cerpen teman Anda! Anda akan menanggapi:
a. isi cerpen,
b. kalimat yang digunakan teman Anda.
4. Tuliskan tanggapan Anda di bawah cerpen teman Anda!
5. Kembalikan cerpen teman Anda!
6. Bacalah tanggapan dari teman Anda!
7. Kumpulkan cerpen Anda kepada guru!
A. Standar kompetensi
14. Memahami hikayat, novel dan cerpen
B. Kompetensi Dasar
14.1Membandingkan naskah hikayat dengan cerpen
C. Indikator
1. mengidentifikasi nilai yang terdapat dalam cerpan
2. mengidentifikasi nilai yang terdapat dalam hikayat
3. menghubungkan nilai budaya dalam cerpen dengan nilai budaya sekarang
4. menghubungkan nilai budaya dalam hikayat dengan nilai budaya sekarang
5. membandingkan nilai-nilai yang terdapat dalam hikayat dengan cerpen
D. Materi Pokok
Nilai-nilai dalam hikayat dan cerpan :
a. nilai-nilai dalam hikayat kehidupan (budaya, moral, agama dan sosial)
b. pengaitan nilai-nilai dengan kehidupan
Pada Pelajaran X Anda telah belajar membandingkan hikayat dengan novel. Bagaimana hasil
perbandingan tersebut? Coba kemukakan! Selain perbandingan antara hikayat dengan novel, Anda juga
akan membandingkan hikayat dengan cerpen.
Lakukan kegiatan berikut!
1. Bacalah kembali penggalan ”Hikayat Indra Dewa” pada Pelajaran VI!
2. Baca pula penggalan cerpen ”Kereta Bertudung Pelangi Senja” pada Pelajaran X!
3. Identifikasilah nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen!
4. Identifikasilah nilai-nilai yang terdapat dalam hikayat!
5. Hubungkan nilai budaya yang terdapat dalam cerpen dengan nilai budaya saat ini!
6. Hubungkan nilai budaya yang terdapat dalam hikayat dengan nilai budaya saat ini!
7. Bandingkan nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen dengan nilai yang terdapat dalam hikayat!
8. Rangkumlah hasil perbandingan Anda!
Catatan:
Perbandingan hikayat dengan cerpen dapat berupa perbandingan unsur
intrinsik dan ekstrinsiknya. Selain itu, perbandingan juga mengarah
pada kesesuaian dengan masa kini.
Cerpen atau cerita pendek merupakan salah satu bentuk karya sastra modern yang berbentuk prosa.
Cerpen adalah karangan fiktif yang berisi kehidupan seseorang atau kehidupan yang diceritakan secara
ringkas. Isi cerpen erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat yang
digunakan dalam cerpen adalah kalimat yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bahkan,
terkadang pengarang menggunakan ungkapan-ungkapan dalam kalimat-kalimatnya.
E. Langkah-langkah Pembelajaran
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok dan dipilah masing-masing
dua kelompok berpasangan sehingga menjadi 4 kelompk
berpasangan
Kelompok yang satu mempersiapkan cerpen dan kelompok
lain mempersiapkan hikayat
Kelompok yang mempersiapkan cerpen mengidentifikasi nilai,
menghubungkan nilai budaya dalam cerpen dengan nilai
budaya sekarang
Kelompok yang mempersiapkan hikayat mengidentifikasi nilai,
menghubungkan nilai budaya dalam hikayat dengan nilai
budaya sekarang
Masing-masing kelompok yang berpasangan saling bertukar
salinan hasil kerja kemudian membandingkan nilai-nilai yang
terdapat dalam hikayat dengan cerpen
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
1. hikayat
2. cerpen
3. buku teks yang terkait
4. internet
5. surat kabar
6. majalah
7. buku pelengkap
A. Standar kompetensi
15.Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan
produksi dan transformasi bentuk karya sastra
B. Kompetensi Dasar
15.1Mengubah penggalan hikayat kedalam cerpen
C. Indikator
1. menentukan tema hikayat yang dibaca
2. menentukan amanat
3. menentukan latar cerpen
4. menentukan isi hikayat
5. mengubah hikayat ke dalam bentuk cerpen dengan memunculkan konflik tertentu dan
penyelesaiannya
D. Materi Pokok
Teks hikayat/ cerpen
1. isi hikayat dengan memperhatikan unsure-unsur intrinsic yang membangun
2. teknik mengubah hikayat menjadi cerpen
3. teknik mengarang
4. cerpen (hasil pengubahan hikayat)
5. teknik penulisan cerpen (pemaparan dialog berdasarkan hikayat)
E. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal 10 menit
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari, yaitu Mengubah penggalan hikayat kedalam
cerpen
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing kelompok mempersiapkan hikayat yang dipilih
Masing-masing kelompok menentukan tema, amanat, latar, isi
hikayat
Masing-masing kelompok mengkonsultasikannya dengan guru
Masing-masing kelompok mengubah hikayat yang dipilih ke
dalam bentuk cerpen dengan memunculkan konflik tertentu
dan penyelesainnya
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
kegiatan berikut!
1. Bacalah ”Hikayat Patani” berikut ini!
2. Tentukan tema, A. Lakukan amanat, latar, dan isi hikayat tersebut
Hikayat Petani
Bismi-iLâhi-rrahmân-irrahîm. Wabihî nasta’înu, bi-ILâhi al-a’lâ. Inilah suatu kisah yang diceterakan oleh
orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu. Adapun raja di Kota Maligai itu
namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka
dinamai anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun
matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai
dirinya Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi berburu. Pada suatu hari
Paya Tu Naqpa pun duduk di atas takhta kerajaannya dihadap oleh segala menteri pegawai hulubalang
dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: ”Aku dengar khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu
terlalu banyak konon.” Maka sembah segala menteri: ”Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang
Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga.” Maka titah Paya Tu Naqpa: ”Jikalau demikian kerahkanlah
segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu.” Maka sembah segala menteri
hulubalangnya: ”Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik junjung.” Arkian setelah datanglah
pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlah dengan segala menteri hulubalangnya diiringkan
oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan
kemah pun didirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam di dalam kemah
dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda pun menitahkan orang pergi melihat
bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang menghadap baginda maka sembahnya: ”Daulat Tuanku,
pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya.” Maka titah baginda: ”Baiklah esok pagi-pagi kita
berburu”
Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala rakyat pun
masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagi-pagi hingga datang mengelincir
matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh
melepaskan anjing perburuan baginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah.
Hatta ada sekira-kira dua jam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun
segera mendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu, maka
baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut anjing itu. Maka titah baginda: ”Apa yang
disalak oleh anjing itu?”
Maka sembah mereka sekalian itu: ”Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun dan karunia. Ada seekor
pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh
anjing itu. Maka pelanduk itu pun lenyaplah pada pantai ini.” Setelah baginda mendengar sembah orang itu,
maka baginda pun berangkat berjalan kepada tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah
rumah orang tua laki-bini duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang
tua itu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya. Maka hamba raja itu pun
menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang tua itu: ”Daulat Tuanku, adapun
patik ini hamba juga pada ke bawah Duli Yang Mahamulia, karena asal patik ini duduk di Kota Maligai.
Maka pada masa Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun dikerah orang
pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nenda sampai kepada tempat ini,
maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan oranglah pada tempat ini.” Maka titah
baginda: ”Apa nama engkau?” Maka sembah orang tua itu: ”Nama patik Encik Tani.” Setelah sudah
baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilah pada kemahnya. Dan pada
malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnya hendak berbuat negeri pada
tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya maka segala menteri hulubalang pun menyuruh orang
mudik ke Kota Maligai dan ke Lancang mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah
segala menteri hulubalang dititahkah oleh baginda masingmasing dengan ketumbukannya, maka baginda
pun berangkat kembali ke Kota Maligai.
Hatta antara dua bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda pun pindah hilir duduk pada
negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya Patani Darussalam [negeri yang sejahtera].
Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu [dan pangkalannya itu] pada Pintu Gajah ke hulu
Jambatan Kedi, [itulah. Dan] pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu.
Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang merawa itulah. Bahwa
sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang mengatakan pelanduk lenyap itu. Demikianlah
hikayatnya. Hatta antara berapa tahun lamanya baginda di atas tahta kerajaan itu, maka baginda pun
berputra tiga orang, dan yang tua laki-laki bernama Kerub Picai Paina dan yang tengah perempuan
bernama Tuanku Mahajai dan bungsu laki-laki bernama Mahacai Pailang. Hatta berapa lamanya maka
Paya Tu Naqpa pun sakit merkah segala tubuhnya, dan beberapa segala hora dan tabib mengobati tiada
juga sembuh. Maka baginda pun memberi titah kepada bendahara suruh memalu canang pada segala
daerah negeri: barang siapa bercakap mengobati baginda, jikalau sembuh, raja ambilkan menantu. Arkian
maka baginda pun sangat kesakitan duduk tiada ikrar. Maka bendahara pun segera bermohon keluar
duduk di balairung menyuruhkan temenggung memalu canang, ikut seperti titah baginda itu. Arkian maka
temenggung pun segera bermohon keluar menyuruhkan orangnya memalu canang. Hatta maka canang itu
pun dipalu oranglah pada segerap daerah negeri itu, tujuh hari lamanya, maka seorang pun tiada bercakap.
....
Sumber: www.kisah.united.net.kg
C. Lakukan kegiatan berikut!
1. Pilihlah salah satu konflik yang paling mengesankan bagi Anda!
Contoh: Konflik yang dipilih keinginan Paya Tu Naqpa untuk berburu di hutan.
2. Kembangkan konflik yang Anda pilih menjadi sebuah cerpen!
Contoh pengubahan hikayat menjadi cerpen:
Paya Tu Naqpa gemar berburu. Ia mendengar ada hutan yang banyak binatang buruannya. Ia pun
memanggil seluruh menteri, pegawai, dan hulubalang hadir di persidangan. Ia ingin mengajak seluruh
pengawal pergi berburu. ”Aku mendengar berita bahwa hutan di sebelah tepi laut banyak binatang
buruan. Apa itu benar?” Paya Tu Naqpa menanyakan kabar yang ia dengar. ”Benar, Yang Mulia.
Saya juga mendengar bahwa hutan di sebelah tepi laut banyak binatang buruan,” jawab menteri.
”Jika demikian, besok kita pergi berburu ke tempat itu. Aku minta engkau mengerahkan seluruh
pengawal,” Paya Tu Naqpa mengeluarkan perintah.
”Baik, Yang Mulia. Perintah Yang Mulia akan saya laksanakan.”
3. Bacakan cerpen hasil pengubahan yang telah Anda buat!
4. Teman Anda akan memberikan tanggapan pada cerpen yang Anda buat.
5. Tanggapi pula cerpen yang dibuat teman Anda!
Pasuruan, 1 Januari 2009
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
A. Standar kompetensi
16. Menguasai komponen kesastraan dalam teks drama dan perkembangan genre sastra Indonesia
B. Kompetensi Dasar
16.1Menganalisis perkembangan genre sastra di Indonesia
C. Indikator
1. Menganalisis ragam karya sastra Indonesia dari setiap periode (puisi, prosa, drama)
2. Menentukan cirri-ciri setiap periode (puisi, prosa, drama)
3. Mengelompokkan ragam karya sastra di Indonesia setiap periode (puisi, prosa, drama)
berdasarkan periodisasi sastra
4. Memaparkan para pengarang penting (puisi, prosa, drama) pada setiap periode dengan alas an
5. Menjelaskan perkembangan ragam karya sastra (puisi, prosa, drama) yang dominant dipengaruhi
oleh aliran kesusastraan dalam periode tertentu
6. Menyimpulkan perkembangan sastra di Indonesia
D. Materi Pokok
1. Periodisasi sastra
a. kurun waktu
b. ciri stuktur sastra
c. ciri konteks kemasyarakatan dan kebudayaan
2. Pengarang pelopor dan pengarang penting pada setiap periode
a. latar belakang kehidupan pengarang
3. Karya
a. karya-karya pada setiap periode
b. ciri umum karya-karya pada setiap periode
c. karya yang mendapat penghargaan
4. Aliran
a. aliran kesastraan yang dominan nampak dalam periode
b. ciri aliran dalam karya sastra pada periode tertentu
d. Pusat pengisahannya pada umumnya mempergunakan metode orang ketiga. Ada juga roman yang
mempergunakan metode orang pertama, misalnya Kehilangan Mestika dan Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Contoh:
....
Ah, jangan Sam. Kasihanilah orang tua itu! Karena ia bukan sehari dua bekerja pada ayahmu.
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
e. Banyak sisipan-sisipan peristiwa yang tidak langsung berhubungan dengan inti cerita, seperti uraian
adat, dongeng-dongeng, syair, dan pantun nasihat.
Contoh sisipan pantun:
....
Ke rimba berburu kera,
dapatlah anak kambing jantan.
Sudah nasib apakah daya,
demikian sudah permintaan badan.
....
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
f. Bersifat didaktis. Sifat ini berpengaruh sekali pada gaya penceritaan dan struktur penceritaannya.
Semuanya ditujukan kepada pembaca untuk memberi nasihat.
Contoh:
....
Ketahuilah olehmu, Samsul, walaupun di dalam dunia ini dapat kita memperoleh kesenangan, kekayaan,
dan kemuliaan, akan tetapi dunia ini adalah mengandung pula segala kesusahan, kesengsaraan,
kemiskinan, dan kehinaan yang bermacam-macam rupa bangunnya tersembunyi pada segala tempat,
mengintip kurbannya setiap waktu, siap menerkam, barang yang dekat kepadanya.
....
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Isi kutipan di atas memberi nasihat kepada Samsulbahri dan pembaca untuk berhati-hati dalam hidup.
g. Bercorak romantis (melarikan diri) dari masalah kehidupan seharihari yang menekan.
Contoh:
....
Aku masuk jadi bala tentara ini bukan karena apa, hanya karena hendak . . .” di situ terhenti Letnan Mas
bercakap-cakap sebagai tak dapat ia mengeluarkan perkataannya . . . ” mencari kematian.” ”Apa katamu?”
tanya Van Sta dengan takjub.
”Mencari kematian, kataku,” jawab Mas dengan sedih. Tetapi sekarang belumlah kuperoleh maksudku ini.
Rupanya benar kata pepatah Melayu: sebelum ajal, berpantang mati.
....
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli, Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Letnan Mas atau Samsulbahri berusaha bunuh diri untuk lari
dari masalah yang dihadapinya.
h. Permasalahan adat, terutama masalah adat kawin paksa, permaduan, dan sebagainya.
Contoh:
....
”Yang paling ibu sukai, sudahlah ibu katakan dahulu. Tidak lain hanyalah Rapiah, anak kakak kandung ibu.
Yang seibu sebapa dengan ibu hanya Sutan Batuah, guru kepala di Bonjol. Bukan sebuah-sebuah
kebaikannya, jika engkau memulangi Rapiah. Pertama, adalah menurut sepanjang adat, bila engkau
memulangi anak mamakmu. Kedua, rupa Rapiah pun dikatakan tidak buruk. Ketiga, sekolahnya cukup,
tamat HIS. Keempat, ia diasuh baikbaik oleh orang tuanya. Lepas dari sekolah ia dipingit, lalu diajar ke
dapur, menjahit, dan merenda. Kelima perangainya baik, hati tulus, dan sabar. Keenam – ah, banyak lagi
kebaikannya, Hanafi.
....
Dikutip dari: Salah Asuhan, Abdoel Moeis, Balai Pustaka, Jakarta, 1987
Dari kutipan di atas diketahui masalah kawin paksa yang harus dilakukan oleh tokoh Hanafi.
i. Pertentangan paham antara kaum tua dengan kaum muda. Kaum tua mempertahankan adat lama,
sedangkan kaum muda menghendaki kemajuan menurut paham kehidupan modern.
Contoh:
....
”Ibu orang kampung dan perasaan ibu kampung semua,” demikian ia berkata, kalau ibunya
mengembangkan permadani di beranda belakang, buat menanti tamu yang sesama tuanya. ”Di rumah
gadang, di Koto Anau, tentu boleh duduk menabur lantai sepenuh rumah, tapi di sini kita dalam kota,
tamuku orang Belanda saja.” ”Penat pinggangku duduk di kursi dan berasa pirai kakiku duduk berjuntai,
Hanafi,” sahut ibunya. ”Kesenangan ibu hanyalah duduk di bawah, sebab semenjak ingatku duduk di
bawah saja.” ”Itu salahnya, ibu, bangsa kita dari kampung; tidak suka menurutkan putaran jaman. Lebih
suka duduk rungkuh dan duduk mengukul saja sepanjang hari. Tidak ubah dengan kerbau bangsa kita, Bu!
Dan segala sirih menyirih itu . . . brrrr!”
....
Dikutip dari: Salah Asuhan, Abdoel Moeis, Balai Pustaka, Jakarta, 1987
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa antara tokoh Hanafi dan ibunya terjadi pertentangan paham
mengenai letak perabotan yang ada di rumahnya.
j. Latar cerita pada umumnya latar daerah, pedesaan, dan kehidupan daerah. Misalnya, novel Sitti Nurbaya
memiliki latar tempat di daerah Padang.
k. Cerita bermain pada zaman sekarang, bukan di tempat dan zaman antah-berantah.
Dari puisi ”Padamu Jua” dapat diketahui bahwa puisi angkatan ini bukan termasuk pantun atau syair lagi.
Pilihan kata-katanya sangat indah dan diwujudkan dalam rima yang sesuai. Puisi ”Padamu Jua”
mengekspresikan perasaan rindu dan cinta kepada sang kekasih. Dalam puisi ”Padamu Jua” terdapat
bahasa kias yang berupa perbandingan, seperti serupa dara di balik tirai. Pada puisi ”Padamu Jua” masih
mempertahankan persajakan. Persajakan ini dapat dilihat pada setiap baitnya.
Contoh:
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Mati hari – bukan kawanku . . .
Prosa
a. Alurnya lurus.
b. Teknik perwatakannya tidak menggunakan analisis langsung. Deskripsi fisik sudah sedikit.
Contoh:
....
”Aduh, indah benar.” Dan seraya melompat-lompat kecil ditariknya tangan kakaknya, ”Lihat Ti, yang kecil
itu, alangkah bagus mulutnya! Apa ditelannya itu? Nah, nah, dia bersembunyi di celah karang.” Sekalian
perkataan itu melancar dari mulutnya, sebagai air memancar dari celah gunung. Tuti mendekat dan melihat
menurut arah telunjuk Maria, ia pun berkata, ”Ya, bagus.” Tetapi suaranya amat berlainan dari adiknya,
tertahan berat.
....
Dikutip dari: Layar Terkembang, St. Takdir Alisjahbana, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Dari kutipan tersebut dapat diketahui watak Maria yang mudah memuji dan watak Tuti yang tidak mudah
kagum atau memuji. Watak Maria dan Tuti dapat dilihat dari percakapan antara Maria dan Tuti.
c. Tidak banyak sisipan cerita sehingga alurnya menjadi lebih erat.
d. Pusat pengisahannya menggunakan metode orang ketiga.
e. Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan, pepatah, dan peribahasa.
f. Masalah yang diangkat adalah masalah kehidupan masyarakat kota, misalnya masalah emansipasi,
pemilihan pekerjaan, dan masalah individu manusia.
Contoh:
....
Dalam sepi yang sesepi-sepinya itulah kedengaran suara Tuti membelah. ”Saudara-saudaraku kaum
perempuan, rapat yang terhormat! Berbicara tentang sikap perempuan baru sebahagian besar ialah
berbicara tentang cita-cita bagaimanakah harusnya kedudukan perempuan dalam masyarakat yang akan
datang. Janganlah sekali-kali disangka, bahwa berunding tentang cita-cita yang demikian semata-mata
berarti berunding tentang anganangan dan pelamunan yang tiada mempunyai guna yang praktis sedikit jua
pun.
....
Dikutip dari: Layar Terkembang, St. Takdir Alisjahbana, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa salah satu masalah yang ditampilkan adalah masalah
emansipasi wanita.
g. Bersifat didaktis.
Puisi
a. Puisi bebas, tidak terikat pembagian bait, jumlah baris, dan persajakan (rima).
b. Pilihan kata atau diksi mempergunakan kosakata bahasa seharihari.
c. Menggunakan kata-kata, frasa, dan kalimat-kalimat ambigu menyebabkan arti ganda dan banyak tafsir.
d. Mengekspresikan kehidupan batin atau kejiwaan manusia melalui peneropongan batin sendiri.
e. Mengemukakan masalah kemanusiaan umum ( humanisme universal). Misalnya, tentang kesengsaraan
hidup, hak-hak asasi manusia, masalah kemasyarakatan, dan kepincangan dalam masyarakat, seperti
gambaran perbedaan mencolok antara golongan kaya dan miskin.
f. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal.
Contoh:
Aku
Kalau sampai waktuku
’Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Chairil Anwar, Maret 1943
Puisi ”Aku” tidak terikat pembagian bait, jumlah baris, dan persajakan. Pada bait pertama terdiri atas tiga
baris. Pada bait kedua terdiri atas satu baris. Pada bait ketiga terdiri atas dua baris. Puisi ”Aku”
mengekspresikan langsung perasaan penyair. Diksi atau pilihan kata yang digunakan adalah kosakata
sehari-hari. Dalam puisi ”Aku” terdapat kalimat-kalimat ambigu yang menyebabkan banyak tafsiran seperti
kalimat Aku mau hidup seribu tahun lagi yang berarti penyair benar-benar ingin hidup sampai seribu tahun
lagi atau penyair ingin gagasan dan semangatnya diteruskan dari generasi ke generasi walaupun penyair
telah meninggal.
Hubungan baris dan kalimat pada puisi ”Aku” tidak terlihat, karena tiap-tiap kalimat pada puisi ”Aku” seperti
berdiri sendiri. Misalnya, pada bait 1 dan 2 secara kosakata tidak berhubungan. Namun, secara makna bait
1 dan 2 berhubungan. Puisi ”Aku” mengekspresikan kehidupan batin manusia yang tetap berpegang teguh
pada pendiriannya untuk hidup bebas. Masalah yang diungkapkan adalah masalah hak asasi manusia
untuk bebas dan berpegang teguh pada prinsipnya. Filsafat eksistensialisme mulai tampak dalam puisi
”Aku”. Dalam puisi ”Aku” penyair mulai menghargai keberadaannya meskipun dalam keadaan yang terasing
dan tersiksa.
Prosa
a. Banyak alur sorot balik, meskipun ada juga alur lurus.
b. Sisipan-sisipan cerita dihindari, sehingga alurnya padat.
c. Penokohan secara analisis fisik tidak dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak
dengan analisis langsung, melainkan dengan cara dramatik.
d. Mengemukakan masalah kemasyarakatan. Di antaranya kesengsaraan kehidupan, kemiskinan,
kepincangan-kepincangan dalam masyarakat, perbedaan kaya dan miskin, eksploitasi manusia oleh
manusia.
Contoh:
....
Banyak yang ditakutinya timbul. Hari-hari depan yang kabur dan menakutkan. Keselamatan istri dan
anaknya. Penghidupan yang semakin mahal. Dan gaji yang tidak cukup. Hutang pada warung yang sudah
dua bulan tidak dibayar. Sewa rumah yang sudah dihutang tiga bulan. Perhiasan istrinya dipajak gadai.
....
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan tersebut dapat diketahui masalah yang dikemukakan adalah masalah kemiskinan yang
dihadapi tokoh utamanya (Guru Isa).
e. Mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal. Misalnya, masalah kesengsaraan karena
perang, tidak adanya perikemanusiaan dalam perang, pelanggaran hak asasi manusia,
ketakutanketakutan manusia, impian perdamaian, dan ketenteraman hidup.
Contoh:
....
Isa berdiri terengah-engah karena sudah tidak biasa berlari lagi. Gadis-gadis Palang Merah itu hendak
kembali mengambil orang Tionghoa yang luka, tetapi orang-orang menahan. ”Jangan,” kata mereka, ”ubel-
ubel itu tidak peduli Palang Merah.”
....
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan tersebut dapat dilihat tidak adanya perikemanusiaan dalam perang. Bahkan, untuk menolong
orang yang terluka saja tentara-tentara tetap menembaki anggota Palang Merah.
f. Mengemukakan pandangan hidup dan pikiran-pikiran pribadi untuk memecahkan sesuatu masalah.
Contoh:
....
Guru Isa merasa perubahan dalam dirinya. Rasa sakit siksaan pada tubuhnya tidak menakutkan lagi. . . .
orang harus belajar hidup dengan ketakutan-ketakutannya . . . . Sekarang dia tahu . . . . Tiap orang
punya ketakutannya sendiri dan mesti belajar hidup dan mengalahkan ketakutannya.”
....
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan di atas diketahui bahwa tokoh Guru Isa mengemukakan pikirannya untuk mengatasi rasa
takut dan ia berhasil.
g. Latar cerita pada umumnya latar peperangan, terutama perang kemerdekaan melawan Belanda,
meskipun ada juga latar perang menentang Jepang. Selain itu, ada juga latar kehidup masyarakat
sehari-hari.
Contoh:
....
Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa memecah kesunyian pagi, Guru Isa sedang berjalan kaki menuju
sekolahnya di Tanah Abang. Selintas masuk ke dalam pikirannya rasa waswas tentang keselamatan istri
dan anaknya.
....
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Latar kutipan novel Jalan Tak Ada Ujung menunjukkan latar suasana mencekam karena masih dalam
suasana peperangan.
Puisi
a. Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada, dengan gaya yang
lebih sederhana.
Misalnya:
Puisi-puisi karya Rendra, seperti ”Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”, ”Blues untuk Bonnie”, atau
”Nyanyian Angsa”.
b. Gaya ulangan mulai berkembang.
c. Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan.
d. Mengungkapkan masalah-masalah sosial seperti, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya miskin
yang besar, belum adanya pemerataan hidup.
Contoh:
Blues untuk Bonnie
Kota Boston lusuh dan layu
kerna angin santer, udara jelek.
Dan malam larut yang celaka.
Di dalam cafe itu
seorang penyanyi Negro tua
bergitar dan bernyanyi.
Hampir-hampir tanpa penonton.
....
Ia bernyanyi.
Suaranya dalam.
Lagu dan kata ia kawinkan
lalu beranak seratus makna.
Georgia. Georgia yang jauh.
...
Dikutip dari: Blues untuk Bonnie, Rendra, Pustaka Jaya, Jakarta, 1976
Puisi ”Blues untuk Bonnie” berbentuk balada. Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya gaya ulangan,
seperti pada baris kelima. Pada baris kelima tersebut kata Georgia diulang. Puisi ”Blues untuk Bonnie”
menggambarkan suasana muram dan penderitaan kaum Negro yang tinggal di gubug-gubug yang bocor.
Masalah yang diungkapkan dalam kutipan puisi di atas adalah masalah kemiskinan yang dihadapi oleh
seorang penyanyi Negro tua.
Prosa
a. Tidak terdapat sisipan cerita sehingga alurnya padat.
b. Cerita perang mulai berkurang.
c. Menggambarkan kehidupan masyarakat sehari-hari.
d. Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap.
e. Banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik.
Pada puisi ”Solitude” kata yang paling diulang-ulang. Puisi ”Solitude” menggunakan kata-kata dan kalimat-
kalimat yang sederhana. Puisi ”Solitude” menunjukkan kesepian hati penyair. Penyair merasa bahwa
Tuhanlah segala-galanya dan ditunjukkan dengan kalimat: samping yang paling Kau! Kata Kau! pada puisi
”Solitude” mengacu kepada Tuhan.
Prosa
a Alur berbelit-belit.
b. Pusat pengisahan bermetode orang ketiga.
Contoh:
...
”Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan. Pada dirinya sendiri.”
....
Dikutip dari: Ziarah, Iwan Simatupang, Djambatan, Jakarta, 1976
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa novel Ziarah menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penulis
menyebut tokoh utama dengan sebutan ”dia”.
c. Mengeksploitasi kehidupan manusia sebagai individu, bukan sebagai makhluk komunal.
Contoh:
....
”Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan. Pada dirinya sendiri.”
....
Dikutip dari: Ziarah, Iwan Simatupang, Djambatan, Jakarta, 1976
Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa penulis hanya mengeksploitasi manusia sebagai makhluk individu
yang hanya menghargai keberadaan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kalimat pada dirinya sendiri.
d. Mengemukakan kehidupan yang tidak jelas.
e. Mengedepankan warna lokal (subkultur), latar belakang
kebudayaan lokal.
f. Mengemukakan tuntutan atas hak-hak asasi manusia untuk bebas dari kesewenang-wenangan, baik
yang dilakukan oleh anggota masyarakat lain atau oleh pihak-pihak yang berkuasa.
Contoh:
”Lalu bapak menyusun dirinya kembali, dari body lotion, styling foam, dan pil strong of night: Indonesia
Raya! Sumpah Pemuda! Pembangunan! Kenapa aku membangun kamar mandi seperti itu juga, siih . . . .”
(Kisah Cinta Tak Bersalah)
Afrisal Malna melansir estetik baru yang digali dari sifat massal benda-benda dan manusia yang
dihubungkan dengan peristiwaperistiwa tertentu dari interaksi massal. Estetik massal ini merupakan
penemuan Afrizal yang unik dan menunjukkan bahwa sumber keindahan itu memang berada di tengah
massa. Selain itu, estetik religiusitas dapat ditemukan pada karya Ahmadun Yosi Herfanda. Sajak-sajak
tersebut mencerminkan nuansa religius yang khusuk dan teduh. Hubungan transendental antara umat dan
khalik dibina dalam peleburan dan peluluhan yang menyatu secara imanen. Pembaruan dalam prosa
terlihat pada pembaruan Seno Gumira Ajidarma yang tampak dari pilihan terhadap model sastra lisan yang
mengembalikan realitas fiktif kepada realitas dongeng. Seno memaparkan sifat fiksional dalam tragedi yang
diselubungi dunia dongeng. Tokoh-tokoh dibangun dari kenyataan sehari-hari tentang orang sehari-hari
yang dijalin dari peristiwa sehari-hari. Meskipun realitas yang dibangun kadang surealistik dan absurd,
tokoh-tokoh itu terasa realistis karena dibangun dari kenyataan-kenyataan faktual.
Wacana bangunan kisah yang menggunakan pola dongeng memperlihatkan kuatnya unsur lisan guna
membingkai ide-ide jenial yang menjadi muatan cerita. Dalam kumpulan cerpen Penembak Misterius (1993)
ia memulai cerpennya dengan pembukaan yang relatif sama, mirip awal dongeng kanak-kanak.
Contoh:
”Ceritakanlah padaku tentang ketakutan” kata Alina pada juru cerita itu. Maka juru cerita itu pun bercerita
tentang Sawitri: Setiap kali hujan mereda, pada mulut gang itu tergeletak mayat bertato. Itulah sebabnya
Sawitri selalu merasa gemetar setiap kali mendengar bunyi hujan mulai menitik di atas genting (”Bunyi
Hujan di Atas Genting”).
M. Shoim Anwar menulis kegetiran sosial secara lebih mengenaskan, misalnya yang dinyatakan lewat ”Pot
dalam Otak Kepala Desa” (1995). Dengan narasi yang keras Shoim memperlihatkan perlawanan yang sia-
sia meskipun kadang memunculkan konvensi hero, seperti yang dilakukan juga oleh Yanusa Nugroho
dengan kisah-kisah dari dunia wayang dan dunia supranatural. Kelucuan, kekerasan, dan absurditas
merupakan pilihan narasi fiksional angkatan ini dengan geraian ungkap metaforis dan alegoris. Dengan
menekankan segi-segi
eksistensi, Bre Redana melahirkan percikan romantik. Percikan itu pada karya Kurnia J.R. diberi tempat
dari peristiwa-peristiwa kasar yang menandai adanya perbedaan hakiki antara derajat karakter dan derajat
rohani setiap individu. Pada karya Agus Noor derajat itu lebih dalam memasuki kegilaan atau irasionalitas
yang dibangun dari peristiwa-peristiwa sensasional. Dalam tataran yang lebih membumi tampak pada
karya-karya Mona Sylviana, Nenden Lilis A., Arie MP Tamba, Jujur Prananto, Palti R. Tamba, Tanti R.
Skober, dan lain-lain.
Segi lain pembaruan angkatan ini adalah munculnya secara kuat arus narasi kehilangan. Dalam fiksi-fiksi
Rainy Mp. Hutabarat kehilangan itu bersifat budaya yang tergerus modernisasi. Pada karya Radhar Panca
Dahana kehilangan itu mencerminkan rusaknya masa silam karena faktor-faktor moral dan runtuhnya
perikatan sosial.
Pada karya Joni Ariadinata kehilangan itu bersifat dehumanisasi yang dilahirkan oleh kepelikan sosial.
Hubungan kemanusiaan hanya terjalin dalam tataran badani dan kadang lebih rendah dari sifat hewani.
Muncul pertalian naluriah yang memungkinkan kehidupan daging lebih penting dari kehidupan moral karena
sebenarnya kemuliaan hanya mampu ditemukan di dalam segala yang kumuh. Pembaruan fiksional novel
dilakukan oleh Ayu Utami dengan novel Saman (1998) yang mencirikan teknik-teknik khas sehingga
mampu melahirkan wawasan estetik baru. Pembaruan itu tampak dari pola kolase yang meninggalkan
berbagai warna yang dilahirkan oleh tokoh maupun peristiwa yang secara estetik menonjolkan
kekuatankekuatan literer. Sifat kolase itu menempatkan segi-segi kompositoris dengan wacana gabungan
fiksional esai dan puisi. Sebagai komposisi, nada-nada yang dibangun merujuk kepada irama yang
diseleksi dari kejadian dan tokoh. Peristiwa melahirkan latar dan atmosfer yang memberi perkuatan pada
kehadiran kisah. Cerita mempertalikan tokoh dan tokoh mencirikan kejadian dan karakter. Penggunaan
tokoh berhubungan dengan sebutan yang disesuaikan dengan atmosfer cerita, sehingga sebutan itu
kadang berganti-ganti antara akuan, orang kedua, atau narator. Dengan pola seperti itu, kebebasan tokoh
dan pengarang sejajar untuk menemukan ruang-ruang estetik yang pas. Pada cuplikan berikut, tampak
perubahan kedudukan tokoh secara drastis, yaitu perubahan dari orang ketiga tunggal (ia) kepada
orang pertama tunggal (aku).
”Ia terbangun dan merasa dirinya sebesar kepala. Hanya kepala tanpa badan. Dia tidak eksis di luar
kepalanya. Tak ada jari-jari, tak ada jantung. Lindap. Warna malam ataukah aku berada dalam rahim?”
Komposisi yang dibangun secara unik itu melahirkan perkaitan plot yang menautkan hubungan-hubungan
simultan antartokoh. Komposisi memperkaya plot dan plot menghidupkan tokoh-tokoh di dalam aktivitas
dan aksi keseharian. Tokoh-tokoh itu bereksistensi di dalam ruang latar yang spesifik karena dibangun oleh
wacana yang dinapasi oleh kekuatan narasi dan dramatisasi yang elastis dan dinamik. Plot yang tidak linier
dibangun dalam susunan yang saling mengisi antara arus realistik dengan stream of consciousness dan
saling menunjang penokohan dan karakter tokoh. Lompatan-lompatan plot dan lompatanlompatan peristiwa
menegaskan konsep persambungan dan gabungan kronik-kronik literer dan cerpen menjadi rangkaian fiksi
novel yang menunjukkan bahwa novel merupakan imitasi autobiografi pengalaman-pengalaman
kemanusiaan yang mendapatkan tafsiran kreatif. Meskipun menampilkan keliaran dan keterbukaan yang
memberi ruang kemerdekaan sangat luas, fiksi ini sebenarnya menggagas dan menyodorkan realisme
moral secara gembira. Belenggu, Bumi Manusia, dan Rafilus menyajikan nuansa muram kehidupan
sehingga wacananya membawa kengerian atau melankoli, Saman menyodorkan liberalisasi yang
menempatkan ruang keriangan di tengah kesumpekan pergaulan hidup real sehari-hari.
Sumber: Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia , Korrie Layun Rampan, 2000, Jakarta: Grasindo
E. Skenario Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal 10 menit
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari, yaitu Menganalisis perkembangan genre sastra
di Indonesia
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing kelompok mempersiapkan puisi, prosa, dan
naskah drama yang dipilih/yang dibuat
Masing-masing kelompok menganalisis ragam sastra dari
setiap periode
Masing-masing kelompok Menentukan cirri-ciri setiap periode
(puisi, prosa, drama)
Masing-masing kelompok Mengelompokkan ragam karya
sastra di Indonesia setiap periode (puisi, prosa, drama)
berdasarkan periodisasi sastra
Masing-masing kelompok Memaparkan para pengarang
penting (puisi, prosa, drama) pada setiap periode dengan
alas an
Masing-masing kelompok berdiskusi tentang perkembangan
ragam karya sastra (puisi, prosa, drama) yang dominant
dipengaruhi oleh aliran kesusastraan dalam periode
tertentu
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
Lakukan kegiatan berikut ini!
1. Bentuklah kelompok yang terdiri atas lima orang siswa!
2. Bacalah prosa karya sastra beberapa periode!
3. Berdiskusilah tentang unsur pembangun karya sastra tersebut!
4. Analisislah karakteristik karya sastra tiap-tiap periode!
5. Laporkan hasil diskusi kelompok Anda kepada guru!
A. Standar kompetensi
17. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan
transformasikan bentuk karya sastra
B. Kompetensi Dasar
17.1Menyadur cerpen ke dalam bentuk drama satu babak
C. Indikator
1. Menentukan tema cerpen yang di baca
2. Menentukan isi cerpen dan karakter tokoh-tokohnya
3. Mengubah cerpen ke dalam bentuk drama sesuai dengan kerangka yand dibuat
D. Materi Pokok
Teknik penulisan drama dengan memperhatikan :
1. dialog (penjelasan gerak dan mimic)
2. penokohan
3. alur
4. latar
5. amanat
6. tema
E. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal 10 menit
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari, yaitu Menyadur cerpen ke dalam bentuk drama
satu babak
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing kelompok mempersiapkan cerpen yang
dipilih/yang dibuat
Masing-masing kelompok Menentukan tema cerpen yang di
baca
Masing-masing kelompok Menentukan isi cerpen dan
karakter tokoh-tokohnya
Masing-masing kelompok Mengubah cerpen ke dalam bentuk
drama sesuai dengan kerangka yand dibuat
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
Lakukan kegiatan berikut!
1. Buatlah kelompok yang beranggota 4 siswa!
2. Carilah cerpen yang memiliki tokoh 4 orang atau lebih!
3. Ubahlah cerpen tersebut menjadi drama. Perhatikan ejaan dan tanda baca!
4. Usahakan jumlah tokoh dalam teks drama yang Anda tulis berjumlah 4 orang!
Pasuruan, 1 Januari 2009
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
A. Standar kompetensi
17. Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan produksi dan
transformasikan bentuk karya sastra
B. Kompetensi Dasar
17.2Mengubah penggalan hikayat ke dalam cerpen
C. Indikator
1. Menentukan tema hikayat yang dibaca
2. menentukan amanat
3. menentukan latar cerpen
4. menentukan isi hikayat
5. mengubah hikayat ke dalam bentuk cerpen dengan memuncukan konflik tertentu dan
penyelesaiannya
D. Materi Pokok
Teks hikayat/ cerpen
1. isi hikayat dengan memperhatikan unsure-unsur intrinsic yang membangun
2. teknik mengubah hikayat menjadi cerpen
3. teknik mengarang
4. cerpen (hasil pengubahan hikayat)
5. teknik penulisan cerpen (pemaparan dan dialog berdasarkan hikayat)
E. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari, yaitu Mengubah penggalan hikayat ke dalam
cerpen
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing kelompok mempersiapkan hikayat yang
dipilih/yang dibuat
Masing-masing kelompok Menentukan tema Menentukan
tema hikayat yang dibaca
Masing-masing kelompok Menentukan menentukan amanat
Masing-masing kelompok menentukan latar cerpen
Masing-masing kelompok menentukan isi hikayat
Masing-masing kelompok mengubah hikayat ke dalam
bentuk cerpen dengan memuncukan konflik tertentu dan
penyelesaiannya
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
A. Lakukan kegiatan berikut!
1. Bacalah ”Hikayat Patani” berikut ini!
2. Tentukan tema, amanat, latar, dan isi hikayat tersebut!
B. Daftarlah konflik-konflik yang terdapat dalam penggalan hikayat ”Patani”!
Hikayat Patani
Bismi-iLâhi-rrahmân-irrahîm. Wabihî nasta’înu,bi-ILâhi al-a’lâ. Inilah suatu kisah yang diceterakanoleh
orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu. Adapun raja di Kota Maligai itu
namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang laki-laki,
maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub
Mahajana pun matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda
baginda itu. Ia menamai dirinya Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi
berburu. Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk di atas takhta kerajaannya dihadap oleh segala
menteri pegawai hulubalang dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: ”Aku dengar khabarnya
perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon.” Maka sembah segala menteri: ”Daulat Tuanku,
sungguhlah seperti titah Duli Yang Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga.” Maka titah Paya Tu
Naqpa: ”Jikalau demikian kerahkanlah segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi
laut itu.” Maka sembah segala menteri hulubalangnya: ”Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang
Mahamulia patik junjung.”
Arkian setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlah dengan segala
menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka
sekalian rakyat pun berhentilah dan kemah pun didirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari
atas gajahnya semayam di dalam kemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian.
Maka baginda pun menitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang
menghadap baginda maka sembahnya: ”Daulat Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak
bekasnya.” Maka titah baginda: ”Baiklah esok pagi-pagi kita berburu” Maka setelah keesokan harinya
maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala rakyat pun masuklah ke dalam hutan itu
mengalan-alan segala perburuan itu dari pagi-pagi hingga datang mengelincir matahari, seekor
perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun amat hairanlah serta menitahkan menyuruh melepaskan
anjing perburuan baginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada sekira-kira
dua jam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segera mendapatkan
suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu, maka baginda pun bertemulah
dengan segala orang yang menurut anjing itu. Maka titah baginda: ”Apa yang disalak oleh anjing itu?”
Maka sembah mereka sekalian itu: ”Daulat Tuanku, patik mohonkan ampun dan karunia. Ada seekor
pelanduk putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh
anjing itu. Maka pelanduk itu pun lenyaplah pada pantai ini.” Setelah baginda mendengar sembah
orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan kepada tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan
sebuah rumah orang tua laki-bini duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya
kepada orang tua itu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya. Maka
hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang tua itu:
”Daulat Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada ke bawah Duli Yang Mahamulia, karena asal patik
ini duduk di Kota Maligai. Maka pada masa Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia,
maka patik pun dikerah orang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka
Nenda sampai kepada tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan
oranglah pada tempat ini.” Maka titah baginda: ”Apa nama engkau?” Maka sembah orang tua itu:
”Nama patik Encik Tani.”
Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka baginda pun kembalilah pada
kemahnya. Dan pada malam itu baginda pun berbicara dengan segala menteri hulubalangnya hendak
berbuat negeri pada tempat pelanduk putih itu. Setelah keesokan harinya maka segala menteri
hulubalang pun menyuruh orang mudik ke Kota Maligai dan ke Lancang mengerahkan segala rakyat
hilir berbuat negeri itu. Setelah sudah segala menteri hulubalang dititahkah oleh baginda masingmasing
dengan ketumbukannya, maka baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai. Hatta antara dua bulan
lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda pun pindah hilir duduk pada negeri yang
diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya Patani Darussalam [negeri yang sejahtera]. Arkian
pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu [dan pangkalannya itu] pada Pintu Gajah ke hulu
Jambatan Kedi, [itulah. Dan] pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu.
Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang yang merawa itulah. Bahwa
sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang mengatakan pelanduk lenyap itu.
Demikianlah hikayatnya. Hatta antara berapa tahun lamanya baginda di atas tahta kerajaan itu, maka
baginda pun berputra tiga orang, dan yang tua laki-laki bernama Kerub Picai Paina dan yang tengah
perempuan bernama Tuanku Mahajai dan bungsu laki-laki bernama Mahacai Pailang. Hatta berapa
lamanya maka Paya Tu Naqpa pun sakit merkah segala tubuhnya, dan beberapa segala hora dan tabib
mengobati tiada juga sembuh. Maka baginda pun memberi titah kepada bendahara suruh memalu
canang pada segala daerah negeri: barang siapa bercakap mengobati baginda, jikalau sembuh, raja
ambilkan menantu.
Arkian maka baginda pun sangat kesakitan duduk tiada ikrar. Maka bendahara pun segera bermohon
keluar duduk di balairung menyuruhkan temenggung memalu canang, ikut seperti titah baginda itu.
Arkian maka temenggung pun segera bermohon keluar menyuruhkan orangnya memalu canang. Hatta
maka canang itu pun dipalu oranglah pada segerap daerah negeri itu, tujuh hari lamanya, maka
seorang pun tiada bercakap.
....
Sumber: www.kisah.united.net.kg
C. Lakukan kegiatan berikut!
1. Pilihlah salah satu konflik yang paling mengesankan bagi Anda!
Contoh:
Konflik yang dipilih keinginan Paya Tu Naqpa untuk berburu di hutan.
2. Kembangkan konflik yang Anda pilih menjadi sebuah cerpen!
Contoh pengubahan hikayat menjadi cerpen:
Paya Tu Naqpa gemar berburu. Ia mendengar ada hutan yang banyak binatang buruannya. Ia pun
memanggil seluruh menteri, pegawai, dan hulubalang hadir di persidangan. Ia ingin mengajak seluruh
pengawal pergi berburu. ”Aku mendengar berita bahwa hutan di sebelah tepi laut banyak binatang
buruan. Apa itu benar?” Paya Tu Naqpa menanyakan kabar yang ia dengar. ”Benar, Yang Mulia. Saya
juga mendengar bahwa hutan di sebelah tepi laut banyak binatang buruan,” jawab menteri. ”Jika
demikian, besok kita pergi berburu ke tempat itu. Aku minta engkau mengerahkan seluruh pengawal,”
Paya Tu Naqpa mengeluarkan perintah. ”Baik, Yang Mulia. Perintah Yang Mulia akan saya
laksanakan.”
3. Bacakan cerpen hasil pengubahan yang telah Anda buat!
4. Teman Anda akan memberikan tanggapan pada cerpen yang Anda buat.
5. Tanggapi pula cerpen yang dibuat teman Anda!
A. Standar kompetensi
18. Mengungkapkan pikiran, dan perasaan, informasi dan pengalama, informasi dan pengalaman
melalui kegiatan bercerita, bermain peran dan diskusi
B. Kompetensi Dasar
18.1Mengevaluasi teks drama atau pementasan drama dalam kegiatan diskusi
C. Indikator
1. Membahas kesesuian pemeranan pelaku-pelaku
2. Memberi tanggapan atas pemeranan drama yang di tonton
3. Membuat ulasan pementasan drama
4. Mendiskusikan ulasan pementasan drama
D. Materi Pokok
Pemeranan dengan memperhatikan
1. gerak-gerik
2. ekspresi (sesuai karakter tokoh)
3. intonasi
4. format penilaian pemeranan drama
Teks drama tersebut berjudul ”Gempa”. Kutipan tersebut merupakan bagian akhir drama. Berdasarkan teks
drama tersebut, ada beberapa hal yang dapat dievaluasi seperti berikut.
• Teks drama tersebut dapat dipentaskan dengan bagus karena keterangan atau petunjuk suasana,
tempat, dan waktu ditulis secara lengkap. Petunjuk pemain berekspresi juga disertakan sehingga
pemain dapat memahami karakter tokoh yang diperankan.
• Teks drama tersebut menyajikan dialog panjang sehingga siswa akan sulit menghafal dialog.
• Teks drama tersebut bagus diperankan siswa karena dapat menumbuhkan sikap patriotisme siswa.
Selain itu, tokoh-tokoh yang dimunculkan memiliki sikap pantang menyerah, pemberani, dan cinta
tanah air.
E. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari, yaitu Mengevaluasi teks drama atau pementasan
drama dalam kegiatan diskusi
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing kelompok mempersiapkan teks drama
Guru mempersiapkan contoh drama dan menampilkannya
melalui rekaman video
Masing-masing kelompok menyimak
Masing-masing kelompok Membahas kesesuian pemeranan
pelaku-pelaku
Masing-masing kelompok Memberi tanggapan atas
pemeranan drama yang di tonton
Masing-masing kelompok Memberi tanggapan atas
pemeranan drama yang di tonton
Masing-masing kelompok Membuat ulasan pementasan
drama
Masing-masing kelompok Mendiskusikan ulasan pementasan
drama
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
A. Guru Anda akan membentuk kelompok. Bergabunglah dengan kelompok Anda!
B. Guru Anda akan memberi naskah drama. Bacalah dengan saksama naskah drama tersebut!
C. Lakukan kegiatan berikut!
1. Kelompok Anda dan kelompok teman Anda akan bergiliran memerankan drama sesuai naskah
drama yang diberikan oleh guru Anda. Berbagilah peran yang ada dalam naskah drama!
2. Hayati peran yang Anda dapatkan!
3. Berlatihlah memerankan drama. Jika Anda mendapat peran antagonis, berlatihlah menjadi tokoh
antagonis. Sebaliknya, jika Anda mendapat peran protagonis, berlatihlah memerankan tokoh
protagonis!
4. Perankanlah drama yang Anda dapatkan bersama kelompok Anda!
5. Kelompok yang tidak mendapat giliran memerankan drama menyimak penampilan kelompok lain
dengan saksama! Kelompok tersebut akan memberikan tanggapan tentang kesesuaian karakter
tokoh kepada kelompok yang memerankan drama.
D. Buatlah ulasan pementasan drama yang telah dipentaskan kelompok teman Anda!
E. Diskusikan dengan kelompok Anda ulasan yang telah Anda buat!
A. Standar kompetensi
19. Memahami hikayat, novel dan cerpen
B. Kompetensi Dasar
19.1Membandingkan penggalan hikayat dengan penggalan novel
C. Indikator
1. Mengidentifikasi nilai yang terdapat dalam penggalan novel
2. Mengidentifikasi nilai yang terdapat dalam hikayat
3. Menghubungkan nilai budaya dalam penggalan novel dengan nilai budaya dalam kehidupan
sekarang
D. Materi Pokok
Nilai-nilai dalam hikayat dan novel:
1. nilai-nilai dalam hikayat dan novel (budaya, moral, agama dan social)
2. pengaitan nilai-nilai dengan kehidupan
E. Langkah-langkah Pembelajaran
No Kegiatan Alokasi Waktu Metode
1 Kegiatan Awal
Guru mengecek kehadiran siswa melalui presensi
Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari, yaitu Membandingkan penggalan hikayat
dengan penggalan novel
Guru memotivasi siswa dengan bertanya-jawab
2 Kegiatan Inti
Siswa dibagi menjadi 8 kelompok
Masing-masing kelompok mempersiapkan hikayat dan novel
Masing-masing kelompok Mengidentifikasi nilai yang
terdapat dalam penggalan novel
Masing-masing kelompok Mengidentifikasi nilai yang
terdapat dalam hikayat
Masing-masing kelompok Menghubungkan nilai budaya
dalam penggalan novel dengan nilai budaya dalam
kehidupan sekarang
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Kelompok lain meniliai
Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan saran guna perbaikan
3 Kegiatan Penutup
Siswa menyimpulkan pembelajaran dan guru memberikan
penegasan.
Guru menugasi siswa mengerjakan latihan pada LKS.
F. Alat Penilaian
A. Lakukan kegiatan berikut!
1. Bacalah penggalan ”Hikayat Si Miskin” di depan sekali lagi!
2. Bacalah pula penggalan novel Mantra Pejinak Ular bagian ”Cinta Ular Cinta Lingkungan” berikut
ini!
melengos tidak sampai hati melihat potonganpotongan itu. Penjual menyebut jumlah dan harga.
Kerumunan bertambah banyak, ingin tahu yang terjadi. Abu pergi, dan penjual duduk di bawah pohon
munggur. Abu membayar makanan di warung.
”Tidak dihabiskan?”
”Tidak dihabiskan?”
”Sudah kenyang.” Abu mengambil kuda, menuntunnya ke kecamatan dan menambatkan pada sebuah
patok. Belum ada orang di kantor. Ia membuka kantor, mengeluarkan sepeda motor, lalu menghilang.
Dunia ini serasa gelap. Ia kembali ke pasar, membayar, menerima bungkusan plastik hitam. Menciumnya.
Ia tahu ke mana harus dibawa plastik itu. Dengan sepeda motornya ia pergi ke bawah, ke sebuah sungai
yang berbatu-batu dan deras. Ia mengeluarkan potonganpotongan ular, dan dengan mantra yang biasa ia
menghanyutkan setiap isinya, lalu membuang plastik hitam.
Ia terduduk di tepi jalan. Merenungi nasib ular yang sial itu. Pelan-pelan air matanya membasahi pipin.
Bayangkan. Ular itu punya anak-anak. Ia sedang dalam perjalanan mengunjungi anak-anaknya sebab
sudah janji. Tapi, tiba-tiba orang menangkapnya, mengurut badannya sampai remuk tulangnya. Lalu
dipotong kepalanya. Lalu dipotong-potong badannya.
Kemudian direbus dalam dandang di atas air mendidih. Diberi garam, bawang, dan mrica. Anakanaknya
masih di sana, menunggu-menunggu. Tetapi induknya tidak pernah akan datang, sudah jadi potongan-
potongan. Abu tidak bisa menahan tangisnya. Kemudian Abu kembali, melihat-lihat pasar. Ketika melihat
dagangan orang ia lari ke tempat sepi. Lalu, ”Hoo-ek, hoo-ek”, ia muntah-muntah. Beberapa perempuan
mengira dia masuk angin, lalu memijitmijit pundaknya. Tetapi Abu menunjuk ke satu arah.
”Itu, potongan ular itu.”
”Ini bukan ular tapi kutuk, ikan gabus.”
”Ya, to?”
”Iya.”
Untuk menebus kesalahan ia membeli ikan itu. Tetapi, ketika ia akan makan ikan itu di rumah, yang ada di
benaknya ialah ular dan sekali lagi hooek, hoo-ek. Maka dibuangnya ikan tak berdosa itu.
Sumber: Mantra Pejinak Ular, Kompas, Jakarta, 2000
B. Bandingkan penggalan hikayat dan novel tersebut. Temukan persamaan dan perbedaannya!
Kerjakan kegiatan berikut!
1. Temukan nilai-nilai yang terdapat dalam kutipan novel!
2. Temukan nilai-nilai yang terdapat dalam kutipan hikayat!
3. Diskusikan nilai-nilai yang terdapat dalam kutipan novel, hikayat, dan nilai yang masih berlaku di
daerah Anda dengan teman sebangku Anda!
4. Rangkumlah hasil diskusi Anda! Pada pelajaran yang lalu Anda telah belajar mengaran
BULAN / MINGGU
STANDAR KOMPETENSI ALOKASI Ket
NO JAN FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI
KOMPETENSI DASAR WAKTU
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
9. 9. Memahami kegiatan pementasan drama 8
9.1 Menganalisis pementasan drama berkaitan
4
dengan isi, tema, dan pesan
9.2 Membuat resensi tentang drama
4
yangditonton
10. Mengungkapkan pikiran dan perasaan,
10. informasi dan pengalaman melalui kegiatan 8
bercerita, bermain peran dan diskusi
10.1 Memerankan tokoh drama atau penggalan
drama
4
11. Menguasai kompenen kesastraan dalam
11. teks drama dan perkembangan genre 4
sastra Indonesia
11.1 Mengidentifikasi kompenen kesastraan
6
dalam teks drama
12. Mengungkapkan pikiran dan perasaan,
12. informasi dan pengalaman melalui kegiatan 2
bercerita, bermain peran dan diskusi
12.1 Menceritakan kembali sastra lama (hikayat)
denga bahasa masa kini
4
13. Mengungkapkan pikiran dan perasaan,
informasi dan pengalaman dalam kegiatan
13. 10
produksi dan transformasi bentuk karya
sastra
13.1 Mengarang cerpen berdasarkan realitas
sosial
4
14. 14. Memahami hikayat, novel dan cerpen 6
14.1 Membandingkan naskah hikayat dengan
10
cerpen
BULAN / MINGGU
STANDAR KOMPETENSI ALOKASI Ket
NO
KOMPETENSI DASAR WAKTU JAN FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
15. Mengungkapkan pikiran, perasaan,
informasi, dan pengalaman dalam kegiatan
15. produksi dan transformasi bentuk karya
4
sastra
15.1 Mengubah penggalan hikayat ke dalam
6
cerpen
16. Menguasai komponen kesastraan dalam
16. teks drama dan perkembangan genre 6
sastra Indonesia
16.1 Menganalisis perkembangan genre sastra
Indonesia
4
17. Mengungkapkan pikiran, perasaan,
informasi, dan pengalaman dalam kegiatan
17. 2
produksi dan transformasikan bentuk
karya sastra
17.1 Menyadur cerpen ke dalam bentuk drama
satu babak
8
17.2 Mengubah penggalan hikayat kedalam
cerpen
4
18. Mengungkapkan pikiran, dan perasaan,
informasi dan pengalama, informasi dan
18. 4
pengalaman melalui kegiatan bercerita,
bermain peran dan diskusi
18.1 Mengevaluasi teks drama atau pementasan
drama dalam kegiatan diskusi
8
19. 19. Memahami hikayat, novel dan cerpen 2
19.1 Membandingkan penggalan hikayat dengan
6
penggalan novel
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran
SEMESTER I
SEMESTER II
Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran