Professional Documents
Culture Documents
TANRALILI
(Analysis On Land Use Pattern of Tanralili Watershed Area)
Oleh / By:
LAODE ASIR.
Balai Penelitian Kehutanan Manado
d/a : Jl. Raya Adipura, Kel.Kima Atas, Kec.Mapanget – Manado. Tep.0431 - 3666683
e-mail : asier_kawanua@rocketmail.com , balithut_mdo@yahoo.com
ABSTRACT
This research aimed to find out (1) to know the influence of change of pattern of land use
to fluctuation charge the water, dam Lekopancing in Tanralili Watershed and (2)
suggestions for land use pattern which can sustain the bearing capacity of an watershed
environment. This research was carried out in Tanralili watershed, as one of the sub
catchment of Maros watershed, including a part of Maros and Gowa Regency area of
South Sulawesi. The data consisted of primary and secondary data. The methods used
were desccriptive qualitative and quantitative methods. In addition, to conducted. The
data were analized by overlying thematic maps trough Geographical Information System
(GIS) to obtain data and spatial spatial information on the change of land use happening
for ten years in Tanralili Watershed. It was then followed by quantifying the score value
according to Regulation of Forestry Ministry No. 837/KPTS/Um/11/1980, No.683/KPTS/Um
8/1981 and Regulation of Forestry Ministry No. 353/KPTS-II/1986 and Regulation of Forestry
Ministry No. 52/KPTS-II/2001 on recommendation for management of watershed, Besides,
the ecological consideration (conservation, and water ecosystem sustainability) in Tanralili
watershed is not ignored in order to determine area zoning based on current actual
condition. The results show that decrease of quality of Tanralili watershed due to the
changes of land use pattern for ten years which then cause various damages in upstream
area so it affects a high level of erosion every year, 74.72 ton/ha/year. For ten years
(1996-2005) forest area volume has degraded as much as 5.795 Ha or it has a damaged at
a rate of 1.58 ha/day. The results of analysis indicated that the needed area of protection
region in Tanralili watershed is 18.754,41 Ha or 71,19%, buffer area is 3.112,18 Ha or
11.81%, and development of annual plant cultivation or seasonal plant was 4.476.91 Ha or
16.98% of total Tanralili watershed.
Key Words : Land use , fluctuation, charge the water, bearing cappacity, watershed quality
RINGKASAN
Penelitian in bertujuan mengetahui (1) untuk mengetahui pengaruh perubahan pola
penggunaan lahan terhadap fluktuasi debit air bendung lekopancing di DAS Tanralili, (2)
arahan pola penggunaan lahan yang dapat mempertahankan daya dukung lingkungan
DAS. Penelitian in dilaksanakan di DAS Tanralili merupakan salah satu Sub DAS dari DAS
Maros yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Maros dan Gowa Sulawesi Selatan.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian in adalah menganalisis data sekunder dan
primer dengan cara deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap data yang diperoleh. Di
samping itu untuk mempertahankan keakuratan data dilakukan pula pengamatan di
lapangan (ground check). Data dianalisis dengan melakukan overlay peta-peta tematik
melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menghasilkan data dan informasi spasial
tentang perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam kurun waktu selama sepuluh
tahun pada DAS Tanralili. Kemudian ditindak lanjuti dengan menghitung jumlah skoring
sesuai ketentuan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/KPTS/Um/11/1980,
No.683/KPTS/Um/ 8/1981 serta Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/KPTS-II/1986
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) bertujuan mewujudkan
kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehingga
mampu memberi manfaat yang maksimal dan berkesinambungan bagi
kesejahteraan manusia.
Dalam kenyataannya system pengelolaannya memiliki
permasalahan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Permasalahan
kerusakan DAS yang semakin meningkat, merupakan rangkuman
kejadian-kejadian sebelumnya yang hingga saat in belum menyentuh ke
akar masalah. Permasalahan kerusakan DAS sesungguhnya sudah ada
sejak lama, namun intensitas dan frekuensinya semakin meningkat dari
waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk,
industry, penggunaan lahan yang meningkat untuk pertanian,
pemukiman, pengembangan kawasan budaya dan sebagainya.
Dampaknya adalah muncul masalah-masalah lingkungan seperti banjir,
kekeringan, sedimentasi, erosi, eutrofikasi, penurunan kualitas air dan
lain sebagainya.
Sub DAS Tanralili – DAS Maros Sulawesi Selatan yang merupakan
salah satu sumber pasokan air bersih untuk air minum bagi masyarakat
kota Makassar timur dan utara, juga termasuk sumber air bagi
pengembangan sektor pertanian dan perikanan masyarakat di daerah
pengelolaan hulu, tengah, dan hilir. Masalah erosi, sedimentasi, banjir
3
C. Pengumpulan Data
D. Analisis Data
2
Data hasil interpretasi peta disesuaikan dengan hasil pengecekan
di lapangan (ground check) agar diperoleh data yang akurat. Analisis
data baik data primer maupun sekunder lalu ditabulasi dan selanjutnya
dianalisis secara kuantitatif. Hasil analisis ini mengungkap keadaan
berupa fakta, variabel-variabel dan berbagai fenomena yang
berlangsung selama sepuluh tahun.
3
1) E r o s i
A = R x K x LS x C x P
dimana :
A = jumlah tanah tererosi dalam ton per hektar pertahun
R = erosivitas curah hujan, tahunan rata-rata biasanya dihitung
dengan menggunakan formulasi Lenvain dalam Asdak, (1995).
R = 2,21 p1,36
dimana :R = erosivitas curah hujan bulanan
p = curah hujan bulanan (cm)
12
R = ∑ (p) = jumlah p selama 12 bulan
m=1
(n –1) x C1
S = ------------------ x 100%
2a2
dimana:
S = kemiringan lereng (%)
N = jumlah garis kontur yang memotong diagonal
C1 = kontur interval
a = panjang jaringan-jaring sebenarnya
dimana :
2) Debit
5
Debit aliran merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air)
yang melewati penampang melintang sungai per satuan waktu.
Besarnya debit maksimum (Q maks m3/dt) merupakan jumlah dari
data debit tahunan dalam sepuluh tahunan sedangkan debit
minimum (Q min m3/dt) dipilih jumlah debit yang terendah pada satu
kejadian dalam sepuluh tahun.
3) Koefisien Limpasan
Angka koefisien air larian (C) merupakan salah satu indikator
untuk mengetahui besarnya tingkat kerusakan fisik suatu DAS. Nilai
C yang besar menunjukkan bahwa lebih banyak air hujan yang
menjadi air limpasan. Angka C berkisar antara 0 sampai 1. Angka 0
menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air
intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedang angka C = 1 menunjukkan
bahwa semua air hujan mengalir sebagai air limpasan. Cara
sederhana untuk menghitung besarnya C seperti yang ditunjukkan
oleh Ambar et.al (1985) dalam Asdak (1995) di bawah ini :
12
C= ∑
1
(d x 86400 x Q) / (P/1000) (A)
14.000,00
Hutan
12.000,00
Perkebunan
Semak/Belukar
Luas (ha)
10.000,00
8.000,00
6.000,00 Ladang/Tegalan
Sawah
4.000,00
2.000,00
Permukiman
0,00 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005 1996 2005
1 2 3 4 5 6
Jenis penggunaan lahan (Land use type)
8
Gambar 2. Keadaan Penutupan Lahan 1996 dan 2005 DAS Tanralili
(Fig.2. Land Cover Condition 1996 and 2005 in Tanralili watershed)
Tabel. 2 Kondisi Vegetasi Hutan Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan
Keadaan Pentupan Lahan Tahun 2005 dalam Wilayah Administrasi di DAS Tanralili,
(Analisis Data GIS, 2007). (Forest Vegetation Condition Based Forest Area
Designation Map and State Land Cover in 2005 in the Watershed Area Tanralili
Administration),(GIS Data Analysis, 2007).
12.000,00
10.248,73
10.000,00
(ha)
(Area)
8.000,00
s
Lua
5.479,55
6.000,00
4.000,00
1.588,37
2.000,00 1.360,53
1.043,92
713,93 543,66 664,6
416,36 465,87
138,2 0
0,00
HL HP HPT HP HL HPT
Gambar 3 . Luas Kawasan Berhutan dan Tidak Berhutan Dalam Kawasan Hutan Negara
Menurut Peta Penunjukan Kawasan Versus Penutupan Lahan 2005. (Plains
forested and barren area in the state forest area Designation map of regions
according land cover versus 2005)
2. Karakter Hidrologis
Berdasarkan data yang diperoleh dari empat stasiun penakar
curah hujan di daerah penelitian antara lain stasiun curah hujan Bonto-
bonto/Lekopancing, Stasiun Metereologi Hasanuddin, Stasiun
Metereologi Malino, dan Stasiun Pengamat Curah hujan Aska bahwa
curah hujan tahunan dan curah hujan bulanan rata-rata di daerah
penelitian selama sepuluh tahun (1996-2005) berkisar antara 1.683 mm
sampai dengan 6.047 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata
11
diketahui pada bulan Januari, Februari, dan Desember terjadi presipetasi
yang tinggi. Pada bulan Juli, Agustus, dan September terjadi sebaliknya.
Perhitungan curah hujan rerata di daerah penelitian (DAS
Tanralili) dapat dilihat seperti pada tabel 3 di bawah ini
Tabel 3 (Table 3). Perhitungan Curah Hujan Rerata di DAS Tanralili (Analisis Data, 2007)
(Calculation of Average Rainfall in the watershed Tanralili (Data Analysis, 2007)
Tabel 4. (Table 4). Perhitungan Volume Curah Hujan Rerata di DAS Tanralili (Analisis Data,
2007) (Calculation of Average Rainfall Volume in Tanralili DAS (Data Analysis,
2007).
3. Debit Air
Debit aliran merupakan laju aliran air (dalam bentuk volume air)
yang melewati penampang melintang sungai per satuan waktu. Hasil
analisis menunjukkan volume debit total aliran sungai pada outlet
Tompobulu sebesar 776 x 106 m3 pada tahun 1997 dan 1.036 x 106 m3
pada tahun 2000. Secara rinci besarnya volume debit aliran total yang
melewati outlet di pos duga air Lekopancing dapat dilihat seperti pada
tabel di bawah ini :
Tabel 5. (Table 5). Volume debit aliran total pada pos duga air Tompobulu (Analisis
Data,2007)
(Total flow discharge volume on water estimate in Tompobulu post) (Data
Analysis, 2007)
250
200
150 1996
2005
100
50
0
Bulan Januari - Desember
Gambar 4. (figure 4). Hidrograf aliran pada Pos Duga Air Tompobulu tahun 1996
dan 2005 (hidrograf expected flow of water in the postal Tompobulu years 1996 –
2005)
4. Limpasan Permukaan
1.309.95
Total Run - Off (m3) 315.516
7
5. Erosi
Tingkat kerusakan lahan di DAS Tanralili beberapa tahun terakhir
ini mengalami peningkatan disebabkan pengalihan fungsi kawasan-
kawasan lindung sebagai pengatur sistem tata air menjadi areal
perkebunan masyarakat secara luas, dengan jenis tanah yang peka
terhadap erosi, terbentuknya lahan kritis, bertambah luasnya lahan-
lahan terbuka yang tidak produktif seperti bekas ladang, dan sistem
usahatani yang tidak menerapkan teknik konservasi tanah yang baik.
Hasil analisis sebaran erosi menurut unit lahan di dalam wilayah
DAS Tanralili dapat dilihat seperti pada tabel 8 di bawah ini :
Tabel 8. (Table 8 Kontribusi Erosi Setiap Penggunaan Lahan pada DAS Tanralili (Analisis GIS,
2007). (Erosion Every contribution to the Watershed Land Use Tanralili) (GIS Analysis,
2007)
Tabel 9. Jenis Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisis Arahan Penggunaan Lahan DAS Tanralili
(Analisis, SIG 2007)
Tabel 10. Rekomendasi Penggunaan Lahan Berdasarkan fungsi kawasan di DAS Tanralili
(Analisis Data GIS, 2007)
Rekomendasi Penggunaan
No Kabupaten Kecamatan
Lahan
1 Maros Tompobulu A, B, C, D
2 Maros Tanralili B, C
3 Gowa Tombolopao A
Tabel 11. Perincian Penggunaan Kawasan Lindung di DAS Tanralili (Hasil Analisis SIG, 2007)
Hutan 3.619,103
Perkebunan 6.081,063
1 Kawasan Lindung Semak Belukar 3.876,116
Sawah 1.231,416
Tegalan/Ladang 3197,232
Jumlah Total 18.004,93*)
18
Hutan 2.282,621
Perkebunan 2.356,897
2 Kawasan Penyangga Sawah 828,509
Semak Belukar 858,444
Tegalan/Ladang 125,855
Jumlah Total 6.452,326*)
b. Pola Tanam
Jika suatu lahan seharusnya menjadi areal yang
direkomendasikan sebagai kawasan lindung, tetapi sulit untuk
dialih fungsikan maka yang dapat dilakukan adalah mengatur pola
19
tanam yang berfungsi sebagai konservasi tanah maupun air.
Pengaturan pola tanam yang dilakukan adalah menciptakan suatu
kondisi pola tanam yang membentuk tegakan multi strata
(berlapis-lapis) dengan jenis tanaman kayu-kayuan/buah-buahan
dan atau tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Sedangkan kawasan yang telah direkomendasikan sebagai
kawasan produksi, namun pada kondisi aktualnya masih termasuk
dalam kawasan lindung, maka kegiatan yang dapat dilakukan
sebagai alternatif penanganannya adalah melakukan penanaman
di daerah-daerah tersebut dengan jenis tanaman yang dapat
berfungsi sebagai pengatur tata air dan bernilai ekonomis
(menghasilkan buah, getah, dan hasil ikutan lainnya). Sedangkan
pola tanamnya harus mengikuti ketentuan pola tanam pada hutan
lindung yang lebih fokus diarahkan kepada kepentingan konservasi
tanah dan air, namun tidak meninggal kepentingan sosial ekonomi.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Pengawetan tanah dan air. Departemen Ilmu-ilmu tanah Institut
Pertanian Bogor, Bogor (189).
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta (618).
21
Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan. 2003. Rencana Teknik Lapangan
Rehabilitasi Lahan dan Konserasi Tanah Sub DAS Tanralili. Makassar
Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan RTL
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Departemen
Kehutanan. Jakarta.
Foth, H.D. 1984. Fundamentals of soil science. John Wiley and Sons.Inc., New York
(435).
Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S., Saul, R., Diha, M.A., Go ban
Hong, dan Balley, H.H. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung,
Lampung (488).
Hamilton, S.L. dan King, P.N. 1997. Tropical Forested Watersheds (terjemahan)
Krisnawati Suryanata. Daerah Aliran Sungai hutan tropika. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta (248).
Hillel, D. 1977. Computer Simulation of Soil-Water Dynamics : A Compendium of
Recent Work. International Development R;, search Centre, Ottawa.
Harian Fajar, 2006. Debit Air Lekopancing Turun 80%. Kumpulan Berita (Klipping Air
Minum). (http://www.fajar.co.id/news , di akses 29 Maret 2007)
Linsley, R.K.M.A.Kohler and Paulus J.L.H. 1980. Applied Hydrology. McGraw Hill
Publ.Co.Ltd., New Delhi (1065).
Manan, S. 1979. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai.
Departemen Manajemen Hutan. IPB, Bogor (132).
Mangundikoro, A. 1985. Dasar-dasar pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Proseding
lokakarya kerjasama departemen Kehutanan dan UGM, Yogyakarta (67).
Martopo, S. 1985. Peranan Hidrolgi dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Proseding lokakarya kerjasama departemen Kehutanan dan UGM, Yogyakarta
(49).
Paembonan, S. 1982. Analisis Sistem Biofisik Daerah Aliran Sungai : studi kasus
Daerah aliran sungai Saddang di Sulawesi Selatan. Fakultas Pascasarjana IPB,
Bogor (173).
Sandi, I.M. 1977. Penggunaan tanah (land use). Direktorat Jenderal Agraria, Jakarta
(89).
Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung (74).
Seta, A.K. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia, Jakarta
(129).
Silalahi, S.B. 1983. Penggunaan lahan dan factor-faktor yang mempengaruhinya di
daerah pedesaan Sumatera Utara. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor (171).
22
Syahril. 1996. Kajian Tata Ruang DAS Implikasinya Terhadap Ketersediaan Air Kota
Sub DAS Jompi, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.Tesis S2 Program
Pasca Sarjana Universitas Gajamada. Yokyakarta (tidak diterbitkan).
Soekardi, Badaruddin, M., Kuswara, K. Indrawan, D. 1990. Kualitas Lingkungan di
Indonesia 1990. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
Jakarta (288).
Soerianegara, I. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Alam, Bagian II. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sosrodarsono, S., dan K. Takeda. 1999. Hidrologi untuk pengairan. PT. Pradnya
Paramita, Jakarta (226).
Sub BRLKT Bila Walanae. 1996. Rencana Teknik Lapangan - Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah Sub DAS Tanralili DAS Maros, Buku III. Bagian Proyek
Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS Bila Walanae. Watansoppeng.
Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu rekaman analisa.
Rajawali, Jakarta (176).
Wiersum, K.F. 1979. Introduction to Principles of Forest Hydrology and Erosion. With
special reference to Indonesia. Institute of Ekologi. Pajajaran University,
Bandung (875).
23
Lampiran 4 :
JENIS KELAS
No STASIUN LAND USE LS C P R K LUAS EROSI
TANAH LERENG
Andos 0.00 0.90 0.2
1 Aska 0-8% Hutan 0.39 277 13.34 0.12
ol 5 0 5
Andos 0.01 0.2
2 Aska 0-8% Sawah 0.39 0.04 277 57.68 0.01
ol 0 5
Andos 15 - 25 0.00 0.90 0.2
3 Aska Hutan 6.35 277 101.28 1.98
ol % 5 0 5
Andos 15 - 25 0.10 0.60 0.2
4 Aska Perkebunan 6.35 277 319.62 26.38
ol % 0 0 5
Andos 15 - 25 0.10 0.60 0.2
5 Aska Perkebunan 6.35 277 8.72 26.38
ol % 0 0 5
Andos 15 - 25 0.01 0.2
6 Aska Sawah 6.35 0.04 277 16.69 0.18
ol % 0 5
Andos 15 - 25 0.01 0.2
7 Sawah 6.35 0.04 277 8.00 0.18
Aska ol % 0 5
Andos 15 - 25 0.01 0.2
8 Sawah 6.35 0.04 277 12.45 0.18
Aska ol % 0 5
Andos 15 - 25 0.01 0.2
9 Sawah 6.35 0.04 277 91.75 0.18
Aska ol % 0 5
Andos 25 - 40 21.3 0.00 0.90 0.2
10 Hutan 277 1.64 6.65
Aska ol % 3 5 0 5
Andos 25 - 40 21.3 0.10 0.60 0.2
11 Perkebunan 277 89.79 88.63
Aska ol % 3 0 0 5
Andos 25 - 40 21.3 0.01 0.2
12 Sawah 0.04 277 24.76 0.59
Aska ol % 3 0 5
Andos 25 - 40 21.3 0.01 0.2
13 Sawah 0.04 277 6.34 0.59
Aska ol % 3 0 5
Andos 25 - 40 21.3 0.01 0.2
14 Sawah 0.04 277 0.03 0.59
Aska ol % 3 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
15 > 40 % Hutan 277 18.66 6.68
Aska ol 4 5 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 0.14 6.68
16 Aska ol 4 5 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 0.95 6.68
17 Aska ol 4 5 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 0.16 6.68
18 Aska ol 4 5 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 46.60 6.68
19 Aska ol 4 5 0 5
21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 0.19 6.68
20 Aska Laterik 4 5 0 5
21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 1.17 6.68
21 Aska Laterik 4 5 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 4.10 6.68
22 Aska ol 4 5 0 5
21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 23.54 6.68
23 Aska Laterik 4 5 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 3.52 6.68
24 Aska ol 4 5 0 5
21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 0.00 6.68
25 Aska Laterik 4 5 0 5
Andos 21.4 0.00 0.90 0.2
> 40 % Hutan 277 1.46 6.68
26 Aska ol 4 5 0 5
2
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
85 Laterik Perkebunan 18.95 103.66
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
86 Laterik Perkebunan 120.58 103.66
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
87 Laterik Perkebunan 6.09 103.66
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
88 Laterik Perkebunan 0.37 103.66
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
89 Laterik Perkebunan 0.86 103.66
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
90 Laterik Perkebunan 0.39 103.66
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa Andos 25 - 40 21.3 0.01 324. 0.2
91 Sawah 0.04 46.35 0.69
ncing ol % 3 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.00 0.90 324. 0.3
92 Litosol Hutan 37.34 9.33
ncing % 3 5 0 00 0
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.00 0.90 324. 0.2
93 Laterik Hutan 1.06 7.77
ncing % 3 5 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.00 0.90 324. 0.2
94 Laterik Hutan 0.82 7.77
ncing % 3 5 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.3
95 Litosol Perkebunan 30.67 124.40
ncing % 3 0 0 00 0
Puca/Lekopa Medite 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
96 Perkebunan 12.62 82.93
ncing ran % 3 0 0 00 0
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
97 Laterik Perkebunan 5.72 103.66
ncing % 3 0 0 00 5
Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.3
98 Litosol Perkebunan 7.57 124.40
ncing % 3 0 0 00 0
Puca/Lekopa Medite 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
99 Perkebunan 150.82 82.93
ncing ran % 3 0 0 00 0
10 Puca/Lekopa 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik Perkebunan 390.58 103.66
0 ncing % 3 0 0 00 5
10 Puca/Lekopa Medite 25 - 40 21.3 0.10 0.60 324. 0.2
Perkebunan 273.06 82.93
1 ncing ran % 3 0 0 00 0
10 Puca/Lekopa Medite 25 - 40 21.3 0.01 324. 0.2
Sawah 0.04 0.04 0.55
2 ncing ran % 3 0 00 0
10 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 0.14 559.78
3 ncing % Belukar 3 0 0 00 0
10 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 0.79 559.78
4 ncing % Belukar 3 0 0 00 0
10 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 11.21 466.49
5 ncing % Belukar 3 0 0 00 5
10 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 119.52 559.78
6 ncing % Belukar 3 0 0 00 0
10 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 48.17 466.49
7 ncing % Belukar 3 0 0 00 5
10 Puca/Lekopa Medite 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.2
479.07 373.19
8 ncing ran % Belukar 3 0 0 00 0
10 Puca/Lekopa Medite 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.2
6.44 373.19
9 ncing ran % Belukar 3 0 0 00 0
11 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 6.11 466.49
0 ncing % Belukar 3 0 0 00 5
11 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 0.13 466.49
1 ncing % Belukar 3 0 0 00 5
11 Puca/Lekopa 25 - 40 Semak 21.3 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 1.37 466.49
2 ncing % Belukar 3 0 0 00 5
5
1 ncing ran % 0 0 00 0
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik Perkebunan 2.20 18.52 10.69
2 ncing % 0 0 00 5
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.10 0.60 324. 0.3
Litosol Perkebunan 2.20 119.37 12.83
3 ncing % 0 0 00 0
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik Perkebunan 2.20 609.02 10.69
4 ncing % 0 0 00 5
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik Perkebunan 2.20 14.81 10.69
5 ncing % 0 0 00 5
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik Perkebunan 2.20 3.33 10.69
6 ncing % 0 0 00 5
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik Perkebunan 2.20 0.66 10.69
7 ncing % 0 0 00 5
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.2
Laterik Sawah 2.20 0.04 0.54 0.07
8 ncing % 0 00 5
14 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.3
Litosol Sawah 2.20 0.04 470.96 0.09
9 ncing % 0 00 0
15 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.2
Laterik Sawah 2.20 0.04 520.47 0.07
0 ncing % 0 00 5
15 Puca/Lekopa Medite 8 - 15 0.01 324. 0.2
Sawah 2.20 0.04 10.14 0.06
1 ncing ran % 0 00 0
15 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.2
Laterik Sawah 2.20 0.04 0.95 0.07
2 ncing % 0 00 5
15 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.2
Laterik Sawah 2.20 0.04 66.77 0.07
3 ncing % 0 00 5
15 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.2
Laterik Sawah 2.20 0.04 5.79 0.07
4 ncing % 0 00 5
15 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.2
Laterik Sawah 2.20 0.04 52.52 0.07
5 ncing % 0 00 5
15 Puca/Lekopa 8 - 15 0.01 324. 0.2
Laterik Sawah 2.20 0.04 237.21 0.07
6 ncing % 0 00 5
15 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 2.20 51.74 48.11
7 ncing % Belukar 0 0 00 5
15 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 2.20 69.61 48.11
8 ncing % Belukar 0 0 00 5
15 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 2.20 0.19 57.74
9 ncing % Belukar 0 0 00 0
16 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik 2.20 42.87 48.11
0 ncing % Belukar 0 0 00 5
16 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 2.20 1.81 57.74
1 ncing % Belukar 0 0 00 0
16 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 2.20 2.63 57.74
2 ncing % Belukar 0 0 00 0
16 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 2.20 327.86 57.74
3 ncing % Belukar 0 0 00 0
16 Puca/Lekopa Medite 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.2
2.20 6.85 38.49
4 ncing ran % Belukar 0 0 00 0
16 Puca/Lekopa Medite 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.2
2.20 0.91 38.49
5 ncing ran % Belukar 0 0 00 0
16 Puca/Lekopa 8 - 15 Semak 0.30 0.90 324. 0.3
Litosol 2.20 0.03 57.74
6 ncing % Belukar 0 0 00 0
16 Puca/Lekopa 21.4 0.00 0.90 324. 0.2
Laterik > 40 % Hutan 26.18 7.81
7 ncing 4 5 0 00 5
16 Puca/Lekopa 21.4 0.00 0.90 324. 0.2
Laterik > 40 % Hutan 29.30 7.81
8 ncing 4 5 0 00 5
16 Puca/Lekopa 21.4 0.00 0.90 324. 0.2
Laterik > 40 % Hutan 82.71 7.81
9 ncing 4 5 0 00 5
7
8 ncing 4 0 0 00 5 21
19 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 85.08 104.20
9 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 2.57 104.20
0 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 35.53 104.20
1 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 4.72 104.20
2 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 0.28 104.20
3 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 57.26 104.20
4 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 49.24 104.20
5 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa Medite 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
> 40 % Perkebunan 7.92 83.36
6 ncing ran 4 0 0 00 0
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 0.26 104.20
7 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 3.80 104.20
8 ncing 4 0 0 00 5
20 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 0.01 104.20
9 ncing 4 0 0 00 5
21 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 61.42 104.20
0 ncing 4 0 0 00 5
21 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 1.62 104.20
1 ncing 4 0 0 00 5
21 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 98.35 104.20
2 ncing 4 0 0 00 5
21 Puca/Lekopa Medite 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
> 40 % Perkebunan 20.65 83.36
3 ncing ran 4 0 0 00 0
21 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 0.33 104.20
4 ncing 4 0 0 00 5
21 Puca/Lekopa Medite 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
> 40 % Perkebunan 0.75 83.36
5 ncing ran 4 0 0 00 0
21 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 3.57 104.20
6 ncing 4 0 0 00 5
21 Puca/Lekopa 21.4 0.10 0.60 324. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 0.08 104.20
7 ncing 4 0 0 00 5
21 Puca/Lekopa 21.4 0.01 324. 0.2
Laterik > 40 % Sawah 0.04 272.17 0.69
8 ncing 4 0 00 5
21 Puca/Lekopa 21.4 0.01 324. 0.2
Laterik > 40 % Sawah 0.04 100.37 0.69
9 ncing 4 0 00 5
22 Puca/Lekopa 21.4 0.01 324. 0.2
Laterik > 40 % Sawah 0.04 4.73 0.69
0 ncing 4 0 00 5
22 Puca/Lekopa 21.4 0.01 324. 0.2
Laterik > 40 % Sawah 0.04 3.38 0.69
1 ncing 4 0 00 5
22 Puca/Lekopa Semak 21.4 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik > 40 % 133.16 468.89
2 ncing Belukar 4 0 0 00 5
22 Puca/Lekopa Semak 21.4 0.30 0.90 324. 0.2 1,655.
Laterik > 40 % 468.89
3 ncing Belukar 4 0 0 00 5 76
22 Puca/Lekopa Medite Semak 21.4 0.30 0.90 324. 0.2
> 40 % 215.77 375.11
4 ncing ran Belukar 4 0 0 00 0
22 Puca/Lekopa Semak 21.4 0.30 0.90 324. 0.2 1,702.
Laterik > 40 % 468.89
5 ncing Belukar 4 0 0 00 5 85
22 Puca/Lekopa Semak 21.4 0.30 0.90 324. 0.2
Laterik > 40 % 0.01 468.89
6 ncing Belukar 4 0 0 00 5
9
5 Malino % 3 5 0 00 5
25 Stamet 25 - 40 21.3 0.00 0.90 388. 0.2
Laterik Hutan 3.30 9.31
6 Malino % 3 5 0 00 5
25 Stamet 25 - 40 21.3 0.00 0.90 388. 0.2
Laterik Hutan 0.01 9.31
7 Malino % 3 5 0 00 5
25 Stamet Andos 25 - 40 21.3 0.10 0.60 388. 0.2
Perkebunan 40.82 124.14
8 Malino ol % 3 0 0 00 5
25 Stamet 25 - 40 21.3 0.10 0.60 388. 0.2
Laterik Perkebunan 20.20 124.14
9 Malino % 3 0 0 00 5
26 Stamet Andos 25 - 40 21.3 0.10 0.60 388. 0.2
Perkebunan 4.98 124.14
0 Malino ol % 3 0 0 00 5
26 Stamet 25 - 40 21.3 0.10 0.60 388. 0.2
Laterik Perkebunan 35.10 124.14
1 Malino % 3 0 0 00 5
26 Stamet 25 - 40 21.3 0.10 0.60 388. 0.2
Laterik Perkebunan 4.44 124.14
2 Malino % 3 0 0 00 5
26 Stamet 25 - 40 21.3 0.10 0.60 388. 0.2
Laterik Perkebunan 0.80 124.14
3 Malino % 3 0 0 00 5
26 Stamet Andos 25 - 40 21.3 0.01 388. 0.2
Sawah 0.04 17.39 0.83
4 Malino ol % 3 0 00 5
26 Stamet 25 - 40 21.3 0.01 388. 0.2
Laterik Sawah 0.04 74.57 0.83
5 Malino % 3 0 00 5
26 Stamet Andos 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
> 40 % Hutan 63.30 9.36
6 Malino ol 4 5 0 00 5
26 Stamet 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
Laterik > 40 % Hutan 356.16 9.36
7 Malino 4 5 0 00 5
26 Stamet Andos 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
> 40 % Hutan 41.30 9.36
8 Malino ol 4 5 0 00 5
26 Stamet 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
Laterik > 40 % Hutan 1.63 9.36
9 Malino 4 5 0 00 5
27 Stamet Andos 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
> 40 % Hutan 23.85 9.36
0 Malino ol 4 5 0 00 5
27 Stamet Andos 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
> 40 % Hutan 2.85 9.36
1 Malino ol 4 5 0 00 5
27 Stamet 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
Laterik > 40 % Hutan 24.11 9.36
2 Malino 4 5 0 00 5
27 Stamet 21.4 0.00 0.90 388. 0.2
Laterik > 40 % Hutan 1.37 9.36
3 Malino 4 5 0 00 5
27 Stamet Andos 21.4 0.10 0.60 388. 0.2
> 40 % Perkebunan 25.12 124.78
4 Malino ol 4 0 0 00 5
27 Stamet 21.4 0.10 0.60 388. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 1.52 124.78
5 Malino 4 0 0 00 5
27 Stamet 21.4 0.10 0.60 388. 0.2
Laterik > 40 % Perkebunan 3.10 124.78
6 Malino 4 0 0 00 5
27 Stamet Andos 21.4 0.01 388. 0.2
> 40 % Sawah 0.04 1.94 0.83
7 Malino ol 4 0 00 5
27 Stamet Andos 21.4 0.01 388. 0.2
> 40 % Sawah 0.04 0.65 0.83
8 Malino ol 4 0 00 5
27 Stamet Andos 21.4 0.01 388. 0.2
> 40 % Sawah 0.04 6.25 0.83
9 Malino ol 4 0 00 5
28 Stamet 21.4 0.01 388. 0.2
Laterik > 40 % Sawah 0.04 10.96 0.83
0 Malino 4 0 00 5
28 Stamet Andos 21.4 0.01 388. 0.2
> 40 % Sawah 0.04 0.25 0.83
1 Malino ol 4 0 00 5
28 Stamet Andos 21.4 0.01 388. 0.2
> 40 % Sawah 0.04 92.27 0.83
2 Malino ol 4 0 00 5
28 Stamet Andos 21.4 0.01 388. 0.2
> 40 % Sawah 0.04 7.56 0.83
3 Malino ol 4 0 00 5
11
L a m p ira n 2 .
2 0 .0
50%
SLO PE
P R E D I C T I N G R A I N F A L L E R O S I O N L O S S E S - A G U I D E T O C O N S E R V A T I O N P L A N N IN G
40%
1 0 .0
30%
8 .0
6 .0 25%
20%
4 .0
T O P O G R A P H IC F A C T O R - L S
16%
14%
2 .0 12%
10%
8%
1 .0
0 .8
6%
0 .6
5% 4%
0 .4
3%
2%
0 .2
1%
0 .5 %
0 .1
20 40 60 80 100 200 400 600 800 1000
S L O P E L E N G T H (F E E T )
S l o p e - E f f e c t C h a r t ( T o p o g r aλ p h i c F a c t o r , L S ) . L S = (h e / r7λe2 . 6 ) =’ ’ ’ S( 6l o5 p. 4e1 LSe in g 0t h+ i 4n . 5F 6e eS ti ;n 0 0 = + A0 n. 0g 6l 5e ) oWf S l o p e ; a n d m = 0 . 2 f o
2
Lampiran 3 :
Lanjutan Lampiran 3 :
Nilai
No. Tindakan Khusus Konservasi Tanah
Faktor
1. Teras bangku
- konstruksi baik 0.04
- konstruksi sedang - 0.15
konsruksi kurang baik - teras 0.35
tradisional 0.40
18