You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan
negara ini negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan
salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di
daerah dengan luas sebesar New York.
Dalam masalah kependudukan digunakan dua pendekatan :
1. Pendekatan Demografi mempelajari jumlah penduduk, ciri-cirinya spt
umur & jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan & pekerjaan,
distribusi tempat tinggal, dsb. dikenal sebagai ilmu demografi
2. Pendekatan Kebutuhan Penduduk Mempelajari hubungan penduduk
dengan sandang, pangan, papan, penduduk dengan pendidikan dan
pekerjaan, penduduk dengan kesehatan dan masalah lingkungan, dll.
dikenal sebagai ilmu kependudukan (population studies)

Dari penedekatan di atas, ada beberapa masalah besar dalam


kependudukan di Indonesia antara lain :
• Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa - sangat
jarang di Kalimantan dan Irian.
• Piramida penduduk masih sangat melebar, kelompok balita dan
remaja masih sangat besar.
• Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang
tersedia tidak sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja
setiap tahun.
• Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih
terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota besar dipulau Jawa.
• Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal; belum mendapat
perhatian serius
• Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi masih tinggi

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakangan yang ada penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana laju pertumbuhan penduduk di Indonesisa?
2. Bagaimana karateristik kependudukan Indonesia?
3. Pendekatan dan pemecahan masalah kependudukan di Indonesia ?
4. Bagaimana campur tangan pemerintah dalam pemecahan masalah
kependudukan?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui pendekatan dan masalah kependudukan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui kebijaksanaan pemerintah dalam pemecahan
kependudukan di Indonesia.
1.4 Batasan masalah
1. Permasalahan yang dikemukan merupakan masalah kependudukan di
Indonesia.
2. Pemecahan masalah kependudukan dilakukan melalui pendekatan
demografi dan pendekatan kebutuhan hidup.

2
BAB II
PENDEKATAN MASALAH KEPENDUDUKAN

Setiap Negara mempunyai masalah di bidang kependudukan. Masalah


kependudukan yang dihadapi suatu negara berbeda dengan negara yang dihadapi
negara lain. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia memiliki
masalah-masalah kependudukan yang cukup serius dan harus segera diatasi.
Masalah-masalah kependudukan di Indonesia yaitu:
1. Jumlah penduduk besar.
2. Pertumbuhan penduduk cepat.
3. Persebaran penduduk tidak merata.
4. Kualitas penduduk rendah.
Dalam mempelajari kependudukan digunakan dua pendekatan :
1. Pendekatan Demografi mempelajari jumlah penduduk, ciri-cirinya
seperti umur dan jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan
pekerjaan, distribusi tempat tinggal, dsb. dikenal sebagai ilmu
demografi.
2. Pendekatan Kebutuhan Penduduk Mempelajari hubungan penduduk
dengan sandang, pangan, papan, penduduk dengan pendidikan dan
pekerjaan, penduduk dengan kesehatan dan masalah lingkungan, dll.
dikenal sebagai ilmu kependudukan (population studies).

Laju Pertumbuhan Penduduk


Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama
dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun
2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025 (Tabel 2.1). Walaupun demikian,
pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025
menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk
Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara
periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan 0,92 persen per
tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran
dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan

3
karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000
penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode
proyeksi, sedangkan Crude Death Rate (CDR) tetap sebesar 7 per 1000 penduduk
dalam kurun waktu yang sama.
Salah satu ciri penduduk Indonesia adalah persebaran antar pulau dan
provinsi yang tidak merata. Sejak tahun 1930, sebagian besar penduduk
Indonesia tinggal di Pulau Jawa, padahal luas pulau itu kurang dari tujuh persen
dari luas total wilayah daratan Indonesia. Namun secara perlahan persentase
penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun dari sekitar 59,1
persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025. Sebaliknya
persentase penduduk yang tinggal di pulau pulau lain meningkat seperti, Pulau
Sumatera naik dari 20,7 persen menjadi 22,7 persen, Kalimantan naik dari 5,5
persen menjadi 6,5 persen pada periode yang sama. Selain pertumbuhan alami di
pulau-pulau tersebut memang lebih tinggi dari pertumbuhan alami di Jawa, faktor
arus perpindahan yang mulai menyebar ke pulau-pulau tersebut juga menentukan
distribusi penduduk.
Jumlah penduduk di setiap provinsi sangat beragam dan bertambah dengan
laju pertumbuhan yang sangat beragam pula. Bila dibandingkan dengan laju
pertumbuhan periode 1990-2000, maka terlihat laju pertumbuhan penduduk di
beberapa provinsi ada yang naik pesat dan ada pula yang turun dengan tajam (data
tidak ditampilkan). Sebagai contoh, provinsi-provinsi yang laju pertumbuhan
penduduknya turun tajam minimal sebesar 0,50 persen dibandingkan periode
sebelumnya (1990-2000) adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua. Sementara,
provinsi yang laju pertumbuhannya naik pesat minimal sebesar 0,40 persen
dibandingkan periode sebelumnya adalah Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI
Jakarta dan Maluku Utara.

Tabel 2.1. memperlihatkan dua provinsi dengan rata-rata laju pertumbuhan


penduduk minus yaitu, Nanggroe Aceh Darussalam dan DKI Jakarta. Kondisi ini
kemungkinan akibat dari asumsi migrasi yang digunakan, yaitu pola migrasi
menurut umur selama periode proyeksi dianggap sama dengan pola migrasi
periode 1995-2000, terutama untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pola

4
migrasi provinsi ini pada periode 1995-2000 adalah minus di atas 10 persen, jauh
lebih tinggi dari provinsi-provinsi pengirim migran lainnya.

Tabel 2.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi 2000-2025 (dalam %)

2000- 2005- 2010- 2015- 2020-


Propinsi
2005 2010 2015 2020 2025
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
11. NANGGROE ACEH
0.55 0.37 0.26 0.14 -0.00
DARUSSALAM
12. SUMATERA UTARA 1.35 1.20 1.05 0.88 0.69
13. SUMATERA BARAT 0.71 0.60 0.69 0.39 0.25
14. RIAU 4.30 4.11 3.79 3.51 3.29
15. JAMBI 2.00 1.85 1.68 1.50 1.30
16. SUMATERA
1.70 1.58 1.42 1.32 1.18
SELATAN
17. BENGKULU 2.13 1.99 1.85 1.69 1.51
18. LAMPUNG 1.61 1.47 1.33 1.17 0.99
19. KEPULAUAN BANGKA
1.54 1.46 1.34 1.17 0.95
BELITUNG
31. DKI JAKARTA 0.80 0.64 0.41 0.20 -0.01
32. JAWA BARAT 1.81 1.73 1.60 1.45 1.27
33. JAWA TENGAH 0.42 0.35 0.26 0.16 0.01
34. D I YOGYAKARTA 1.00 0.95 0.81 0.63 0.44
35. JAWA TIMUR 0.45 0.40 0.31 0.19 0.01
36. BANTEN 2.83 2.75 2.63 2.47 2.27
51. B A L I 1.41 1.26 1.07 0.91 0.77
52. NUSA TENGGARA
1.67 1.54 1.41 1.26 1.11
BARAT
53. NUSA TENGGARA
1.54 1.37 1.23 1.09 0.94
TIMUR
61. KALIMANTAN
1.82 1.66 1.51 1.33 1.12
BARAT
62. KALIMANTAN
2.87 2.68 2.48 2.28 2.04
TENGAH
63. KALIMANTAN
1.66 1.57 1.47 1.32 1.14
SELATAN
64. KALIMANTAN
2.77 2.57 2.37 2.18 1.95
TIMUR
71. SULAWESI UTARA 1.37 1.23 1.08 0.93 0.77
72. SULAWESI TENGAH 2.01 1.89 1.78 1.66 1.49
73. SULAWESI SELATAN 1.08 1.00 0.91 0.79 0.63
74. SULAWESI
2.76 2.53 2.33 2.14 1.94
TENGGARA
75. GORONTALO 0.91 0.78 0.67 0.53 0.35
81. M A L U K U 1.66 1.58 1.54 1.46 1.34

5
82. MALUKU UTARA 1.78 1.72 1.66 1.53 1.37
94. PAPUA 2.61 2.29 2.04 1.80 1.54
Sumber: 2008 Data Statistik Indonesia

Tabel 2.2 Perkiraan jumlah penduduk sampai tahun 2050

Tabel 2.6 perbandingan demografis

6
ANGKA ANGKA TOTAL
KELAHIRAN KEMATIAN FERTILITY
NO. NEGARA KASAR (AKLK) KASAR (AKK) RATE (TFR)
1994 1995 1997*) 1994 1995 1997*) 1995 1996 1997*)
***)
1 Brunei 27 23.2 23.3 3.0 3.5 3.0 3.0 3.4 2.9
Darussalam
2 Kamboja 38 39.2 31.8 14 12.8 11.6 5.0 5.8 5.2
3 INDONESIA 24 22.9 22.9 8 8.0 7.5 2.7 2.9 2.6
4 Laos 43 42.0 25.8 15 13.8 13.7 6.2 6.1 6.7
5 Malaysia 28 26.3 25.6 5 4.9 4.8 3.4 3.3 3.3
6 Myanmar 32 31.0 27.4 11 10.2 9.9 3.9 4.0 3.3
7 Filipina 30 28.7 28.7 7 5.9 5.8 3.7 4.1 3.7
8 Singapura 17 16.9 16.0 5 4.7 5.0 1.8 1.7 1.8
** ** **
9 Thailand 20 18.2 17.8 6 7.3 7.4 2.0 1.9 2.0
10 Vietnam 29 26.1 25.6 8 7.0 7.0 3.3 3.1 3.2

Sumber : ESCAP Population Data Sheet 1996


*) Asia Pacific Countries Profile, BKKBN, 1997
*** 1997 World Population Data Sheet

Selain menimbulkan berbagai macam masalah sosial, jumlah penduduk


yang semakin bertambah ini juga menimbulkan dampak pada masalah yang lain,
yaitu masalah lingkungan. Semakin banyak penduduk berarti semakin banyak
areal persawahan dan hutan yang berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk.
Dan bila tadi sudah dibahas bagaimana jumlah penduduk yang semakin
bertambah ini menyebabkan urbanisasi dan menimbulkan berbagai masalah sosial
di kota-kota, maka kali ini kita bisa melihat bagaimana mereka yang tinggal
menetap di desa pun menimbulkan masalah lain yang tak kalah seriusnya, yaitu
kehancuran hutan yang ada, termasuk juga hutan lindung yang mesti dijaga.

Diperkirakan, 60 % perusakan hutan di negara berkembang itu, menurut


majalah The Economist, bukan disebabkan oleh penebangan hutan untuk kayu
gelondongan, melainkan karena diubahnya hutan menjadi tempat pemukiman dan
lain-lain. Malah Noel Brown, direktur untuk Program Lingkungan PBB,

7
menhitung bahwa penyebab kerusakan hutan 80% adalah akibat pertambahan
penduduk
Kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh penebangan yang semakin
menjadi-jadi, baik oleh penduduk lokal maupun perusahaan besar, selain
mengakibatkan apa yang telah disebutkan di atas, juga akan bisa menyebabkan
banjir, tanah longsor serta endapan lumpur. Di Serawak misalnya, erosi ini telah
menyebabkan endapan lumpur mencemari dua pertiga sungai di sana. Entahlah
apa pendapat Dr. Mahathir tentang masalah ini. Lenyapnya hutan tropis ini juga
berarti tidak akan ada lagi paru-paru dunia yang bisa menyerap polusi yang
semakin melimpah, yang pada saat ini sebagian terbesar adalah hasil sumbangan
dari negara-negara industri maju.

Pada akhirnya, kerusakan hutan ini juga akan bisa memusnahkan jutaan
spesies flora dan fauna yang ada, termasuk juga tanaman yang bisa bermanfaat
bagi obat-obatan. Tak sampai 30 tahun lagi, pada tahun 2020 diperkirakan
sepersepuluh sampai seperlima dari 10 juta spesies tanaman dan tumbuhan akan
musnah sebab 50 persen dari spesies itu hidup di hutan-hutan tropis yang terus
digerogoti. Dan sekali sebuah spesies musnah, ia akan musnah untuk selamanya
Selain mengakibatkan kehancuran hutan yang ada, pertambahan penduduk yang
semakin tak terkendali juga akan bisa mengakibatkan pencemaran yang luar biasa
pada pantai dan lautan.

Kini tamasya laut bukan lagi janji kenyamanan. Mereka yang dekat
dengan pantai tahu bahwa kini laut-laut begitu jorok, dipenuhi sampah plastik,
dan ikan-ikan lenyap. Tapi, sebenarnya, tumpahan minyak, limbah pabrik dan
sampah kota cuma masalah yang kasat mata. Ancaman utama untuk laut, 70
sampai 80 persen dari seluruh polusi bahari adalah sedimen dan pencemar yang
mengalir ke laut dari sumber daratan, seperti lapisan tanah teratas, pupuk,
pestisida dan segala bentuk buangan industri. Terumbu karang, khususnya, amat
rawan terhadap sedimen. Kini karang yang menyediakan rumah bagi sebagian
besar spesies ikan di dunia di sepanjang Asia, Australia dan Karibia mulai
berkurang.

8
BAB III
UPAYA PEMECAHAN MASALAH KEPENDUDUKAN

Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar


dan distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih
spesifik, yaitu angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini
dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi.. Hal itu
diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga
penduduk lebih diposisikan sebagai beban daripada modal pembangunan. Logika
seperti itu secara makro digunakan sebagai landasan kebijakan untuk
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Beberapa upaya dalam pemecahan
masalah kependudukan telah diupayakan, namun masih perlu dukungan dan peran
pemerintah. Upaya yang telah dilakukan banyak juga menemui hambatan, selain
peran pemerintah yang utama perlu dukungan dan kesadaran dari berbagai pihak
terutama penduduk itu sendiri dalam hal masalah kependudukan.

a. Pelaksanaan Program KB

Penanganan masalah kepadatan penduduk telah dimasukkan pada sebagai


program tingkat tinggi sejak pelita I, II, III, dan pelita selanjutnya. Indikasi
keberhasilan program ini sangat jelas, misalnya terjadinya penurunan TFR yang
signifikan selama periode 1967 – 1970 sampai dengan 1994 – 1997 . Selama
periode tersebut TFR mengalami penurunan dari 5,605 menjadi 2,788 (SDKI
1997). Atau dengan kata lain selama periode tersebut TFR menurun hingga lima
puluh persen. Bahkan pada tahun 1998 angka TFR tersebut masih menunjukkan
penurunan, yaitu menjadi 2,6. Penurunan fertilitas tersebut terkait dengan
(keberhasilan) pembangunan sosial dan ekonomi, yang juga sering diklaim
sebagai salah satu bentuk keberhasilan kependudukan, khususnya di bidang
keluarga berencana di Indonesia. Penurunan angka kelahiran hingga 50% tahun
1990 dibandingkan tahun 1971.

Kebijakan kependudukan pada masa Orde Baru meskipun dari sisi


kuantitatif telah menunjukkan kemajuan yang berarti, namun masih meninggalkan

9
banyak persoalan yang mempunyai kemungkinan meningkat secara signifikan
setelah krisis ekonomi.

b. Pemenuhan Prasarana dan Sarana Kehidupan Penduduk

Dalam meningkatkan kualitas penduduk perlu diupayakan pemenuhan


prasaranan dan sarana kehidupan. Meliputi kebutuhan pokok, Sandang, Pangan
dan Papan, serta kebutuhan penunjang. Kebutuhan penunjang adalah air minum,
pengelolaan air buangan, pengelolaan sampah, jalan, listrik, dan telekomunika
Kebutuhan pokok belum terpenuhi dengan baik, tingkat kemiskinan masih tinggi.
Kebutuhan penunjang juga belum terpenuhi sesuai dengan standar cakupan
pelayanan yang ada.

c. Pemerataan Kepadatan Penduduk

Persebaran penduduk di Indonesia tidak merata baik persebaran antar


pulau, propinsi, kabupaten maupun antara perkotaan dan pedesaan Persebaran
yang tidak merata berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Daerah-daerah yang
padat penduduknya terjadi exploitasi sumber alam secara berlebihan sehingga
terganggulah keseimbangan alam. Sebagai contoh adalah hutan yang terus
menyusut karena ditebang untuk dijadikan lahan pertanian maupun pemukiman.
Dampak buruk dari berkurangnya luas hutan adalah:
a. terjadi banjir karena peresapan air hujan oleh hutan berkurang
b. terjadi kekeringan
c. tanah sekitar hutan menjadi tandus karena erosi

Untuk mengatasi masalah pemerataan penduduk, program pemerintah


yang terkenal dalam upaya mengatasi masalah tersebut adalah transmigrasi, yaitu
pemindahan penduduk dari daerah yang padat penduduk ke daerah yang belum
padat penduduk. Program pemerintah tersebut dilaksanakan sekitar tahun 1980
-1990 an. Tujuan pelaksanaan transmigrasi yaitu:
- Meratakan persebaran penduduk di Indonesia.
- Peningkatan taraf hidup transmigran.

10
- Pengolahan sumber daya alam.
- Pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
- Menyediakan lapangan kerja bagi transmigran.
- Meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
- Meningkatkan pertahanan dan kemananan wilayah Indonesia.

Transmigrasi bukan hanya memindahkan penduduk, tetapi harus juga


menyiapkan aspek sosial, SDM, dan teknis. Aspek sosial, masyarakat yang akan
dipindahkan harus dipersiapkan agar mudah beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Aspek SDM, peningkatan skill perlu diberikan kepada masyarakat yang
akan dipindahkan. Aspek Teknis, mempersiapkan prasarana dasar yang
menunjang daerah transmigrasi, tidak hanya rumah dan sepetak tanah. Ditemui
berbagai kendala misalnya masyarakat tidak kerasan ditempat barunya, sehingga
mereka kembali ke kota. Banyak proyek transmigrasi yang tidak dilakukan sesuai
prosedur, yaitu penyiapan prasarana dasar secukupnya, dana diselewengkan,
sehingga penduduk yang dipindahkan teraniaya.

d. Pembangunan Kota-kota Satelit

Untuk mengatasi permasalahan pemerataan penduduk perlu diupayakan


juga pembangun kota-kota satelit.Kota-kota satelit merupakan daerah yang
dibangun disekitar kota-kota besar/ metropolitan. Diharapkan kota-kota satelit ini
akan menjadi pilihan hunian bagi penduduk yang bekerja di kota-kota
besar/metropolitan. Kota besar/ metropolitan hanya menjadi tempat bekerja,
bukan hunian. Ini merupakan trend kota-kota di negara maju. Fasilitas penting
yang harus disediakan oleh pemerintah adalah sektor transportasi publik. Selain
itu, pemerintah harus bisa membangun kota-kota satelit yang nyaman sebagai
lokasi hunian. Usaha ini belum maksimal dilakukan pemerintah, karena kesulitan
dalam mengembangkan transportasi publik yang andal, aman, dan ekonomis.

11
BAB IV
KESIMPULAN

Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki jumlah


penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk
terpadat ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia,
dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.
Pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode
2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-
2000, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun,
kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen
dan 0,92 persen per tahun.
Masalah-masalah kependudukan di Indonesia yaitu:
1. Jumlah penduduk besar.
2. Pertumbuhan penduduk cepat.
3. Persebaran penduduk tidak merata.
4. Kualitas penduduk rendah.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk pemecahan masalah kependudukan,
antara lain :
a. Program Keluarga Berencanan (KB)
b. Pemerataan kependudukan (transmigrasi, pembangunan kota satelit)
c. Peningkatan taraf hidup ( pembangunan prasaranan dan sarana
kehidupan).
Dari uraian-uraian terdahulu dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang
besar baru akan menguntungkan apabila diikuti dengan kualitas atau mutu yang
tinggi khususnya bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam suatu negara jumlah
penduduk yang besar dengan kualitas yang rendah, lebih merupakan beban atau
tanggungan bagi pemerintah daripada sebagai sumber daya tenaga dalam
pembangunan. Oleh karena itu, setiap negara selalu mengupayakan peningkatan
kualitas penduduknya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja yang akhirnya akan
meningkatkan taraf hidup.

12
DAFTAR PUSTAKA

BPS, 1994, Trend Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi, BPS, Jakarta.

BPS, 1994, Proyeksi Penduduk Indonesia Per Kabupaten/Kodya 1990-2000


BPS,Jakarta

Daldjoeni N, 1986, Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka, Alumni


Bandung

Goeltenboth, F. 1996, Applied Geography and Development, Volume 47 Institute


for Scientific Co-operation, tumbingen Federal Republic of Germany.

http://aricloud.wordpress.com/2008/03/14/standar-gaji-dan-umr-dki-jakarta/
http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-penyeba
masih-tingginya-pengangguran-di-indonesia/

http://id.wikipedia.org/wiki/Upah_Minimum_Regional
http://organisasi.org/pengertian-pengangguran-dan-jenis-macam-pengangguran-
friksional-struktural-musiman-siklikal

http://redys.wordpress.com/2008/09/11/perkembangan-kasus-tenaga-kerja-
dikantorku-5/

http://www.angelfire.com/id/edicahy/ceritakami/cerkam10.htm
http://www.kapanlagi.com/h/0000156200.html

Lembaga Demografi, FEU I, 1981, Dasar-dasar Demografi FEUI, Jakarta.

Tji Suharyanto, P, Urbanisasi, Surabaya Post, 23 September 1996.

13

You might also like