You are on page 1of 25

BAB I

STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Grasak RT40. Gondang, Sragen
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : 295735
Masuk RS Tanggal : 27 September 2010
Nama Suami : Tn. S
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 27 September 2010 di ruang VK diberikan oleh
pasien sendiri.
1. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan bercak-bercak perdarahan dari jalan lahir sejak 6
hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita, P1A0, 35 tahun, datang dengan keluhan bercak-bercak
perdarahan dari jalan lahir sejak 6 hari yang lalu, dalam sehari ganti pembalut 2
sampai 3 kali. Awalnya kurang lebih 3 bulan yang lalu pasien mulai mengeluhkan
sering perdarahan lewat jalan lahir, kalau sedang perdarahan, perut dan pinggang
terasa sakit disertai badan terasa panas juga lemas. Untuk mengurangi gejala pasien
berobat ke dokter setiap kali perdarahan, perdarahan sembuh tetapi apabila obatnya
habis perdarahan kembali terjadi, karena perdarahan tidak sembuh dokter
menyarankan untuk dirawat di RSUD Sragen.
Sebelumnya pasien mengeluh keputihan sejak satu tahun lalu. Awalnya keputihan
tidak bau, tetapi sejak satu bulan ini keputihan dirasakan menjadi bau dan banyak
Pasien mengeluh keluar bercak darah saat berhubungan badan dengan suaminya.
Pasien masih mengalami menstruasi, dan pasien juga mengeluh nyeri yang sangat
pada saat menstruasi sampai tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien tidak
mengeluh terdapat benjolan di perut bagian kiri. Tidak terdapat keluhan buang air
besar dan buang air kecil. Nafsu makan biasa tetapi berat badan menurun 4 Kg dalam

1
satu bulan ini. Pasien sudah pernah memeriksakan dirinya ke RSUD Moewardi dan
didiagnosis menderita Ca cervix.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa disangkal
Riwayat asma, DM, alergi, penyakit jantung, hipertensi disangkal
Riwayat operasi disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit tumor maupun kanker
Tidak ada anggota keluarga yang menderita riwayat penyakit asma, DM, hipertensi
maupun alergi.
5. Riwayat Perkawinan
Kawin : 1 kali
Masih kawin : ya
Dengan suami sekarang : 17 tahun
6. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Lamanya haid : 7 hari
Siklus haid : 30 hari
Darah haid : Banyak
Sakit saat haid : (+) sampai mengganggu aktifitas
Haid terakhir : dua minggu yang lalu
7. Riwayat Obstetri
Kehamilan I : Perempuan, partus spontan oleh dukun bayi, sekarang
berusia 16 tahun
8. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) selama 5 tahun ini.
Sebelumnya menggunakan kontrasepsi pil bulanan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Praesens
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD : 120/70 mmHg
N : 80 kali/menit
S : 37 C
Rr : 20 kali/ menit
BB : 42 kg
TB : 152 cm
Status Generalisata

2
Mata : Konjungtiva anemis +/+ , Sklera ikterik -/-
Gigi geligi : Dalam batas normal
Kelenjar tiroid : Tidak terdapat pembesaran
Leher : Tidak terdapat pembesaran limfonodi
Thorax : Jantung : S1S2 reguler, bising jantung (-)
Paru : Vesikuler. Suara tambahan (-)
Payudara : Tampak simetris kanan dan kiri, tidak
teraba masa, retraksi putting susu (-),
discharge (-)
Tidak ada pembesaran kelenjar getah benig di daerah
calvikula maupun axial
Abdomen : Supel, nyeri tekan pada perut kiri bawah, tidak teraba
massa, peristaltic (+) 12 kali/menit
Hati : Tidak terdapat pembesaran
Limpa : Tidak terdapat pembesaran
Ekstremitas : edema 4 kuadran (-)
2. Status Ginekologi
Inspeksi
Tampak flek darah, tidak terlihat adanya massa di vulva

Vaginal Toucher (VT)


Flour (+) fluxus (+)
Vulva dan uretra : Tenang
Vagina : Dinding vagina terinvasi massa tumor 1/3 tengah
Portio : Berubah menjadi lesi masa tumor exofitik ukuran 6 cm
Berbenjol, rapuh mudah berdarah
Cavum uteri : Dalam batas normal
Adnexa : Parametrium kiri kaku, kesan terinfiltrasi
Rectal Toucher
Tonus muskulus sfingter ani : cukup
Ampula recti : tidak kolaps
Mukosa rectum : licin, tidak teraba massa
Cancer free spase (CFS) : 100%/50%

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah
Tanggal 27/9 29/9 30/9
HB : 5,7 8,0 9,9 g/dl
Hct : 18,4 24,8 30,2 %
AE : 2,82 3,55 4,19 . 106 ul

3
AL : 5,6 4,1 5,3 . 103 /ul
AT : 4,0 283 309 . 103 /ul
Differential
Neutro% : 58,2 50,7 %
Lymph% : 29,1 35,0 %
Mxd% : 12,7 14,3 %
Neutro# : 2,4 2,1 . 103 /ul
Lymph# : 1,2 1,4 . 103 /ul
Mxd# : 0,5 0,6 . 103 /ul
Gol. Darah :B
GDS : 92 mg/dl
Ureum : 32,9 mg/dl
Creatinin : 0,74 mg/dl
SGOT : 25 U/l
SGPT : 11 U/l
HbsAg : Negative

Patologi Anatomi
Kesimpulan: epidermoid karsinoma cervik uteri berdiferensiasi baik

EKG
Kesimpulan: irama sinus takikardi 112x/mnt

E. DIAGNOSIS
Carsinoma servix stadium IIB dengan pansitopenia

F. TERAPI
- Mondok di bangsal
- Perbaikan KU  Tranfusi sampai dengan Hb ≥ 10 g/dl
- Periksa laboratorium darah lengkap
- Biopsi  PA
- Inj. Ampisilin 1 gr/ 8 jam
- Injeksi asam traneksamat 500mg/ 8 jam
- SF 2x1
- Rujuk RSU Dr. Moewardi

G. FOLLOW UP
Tanggal 28 September 2010
S :-
KU : Sedang

4
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD : 110/80 mmHg
N : 80 kali/menit
S : 37 C
Rr : 20 kali/ menit
Mata : CA(+/+)
Thorax : Jantung : S1S2 reguler, bising jantung (-)
Paru : Vesikuler. Suara tambahan (-)
Payudara : Tampak simetris kanan dan kiri, tidak teraba masa,
retraksi putting susu (-), discharge (-)
Abdomen : Supel, nyeti tekan pada perut kiri bawah, tidak teraba massa,
peristaltic (+) 14 kali/menit
Genita : Flek-flek darah (+)
Diagnosis : P1A0, umur 35 tahun, Carsinoma servix stadium IIB dengan
pansitopenia
Terapi : Injeksi Ampisilin 1 gr/ 8 jam
Injeksi asam traneksamat 500mg/ 8 jam
Injeksi ketorolac (k/p)
SF 2x1
Diet TKTP
Tranfusi PRC 2kolf

Tanggal 29 September 2010


S :-
KU : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD : 110/70 mmHg
N : 80 kali/menit
S : 36,5 C
Rr : 20 kali/ menit
Mata : CA(+/+)
Thorax : Jantung : S1S2 reguler, bising jantung (-)
Paru : Vesikuler. Suara tambahan (-)
Payudara : Tampak simetris kanan dan kiri, tidak teraba masa,
retraksi putting susu (-), discharge (-)
Abdomen : Supel, nyeti tekan pada perut kiri bawah, tidak teraba massa,
peristaltic (+) 14 kali/menit
Genita : Flek-flek darah (+)
Diagnosis : P1A0, umur 35 tahun, Carsinoma servix stadium IIB dengan
pansitopenia

5
Terapi : Injeksi Ampisilin 1 gr/ 8 jam
Injeksi asam traneksamat 500mg/ 8 jam
Injeksi ketorolac (k/p)
Diet TKTP
Tranfusi PRC 2kolf
Cek Darah Rutin

Tanggal 30 September 2010


S :-
KU : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD : 120/70 mmHg
N : 80 kali/menit
S : 37 C
Rr : 20 kali/ menit
Mata : CA(+/+)
Thorax : Jantung : S1S2 reguler, bising jantung (-)
Paru : Vesikuler. Suara tambahan (-)
Payudara : Tampak simetris kanan dan kiri, tidak teraba masa,
retraksi putting susu (-), discharge (-)
Abdomen : Supel, nyeti tekan pada perut kiri bawah, tidak teraba massa,
peristaltic (+) 14 kali/menit
Genita : Flek-flek darah (+)
Diagnosis : P1A0, umur 35 tahun, Carsinoma servix stadium IIB dengan anemia
Terapi : Injeksi Ampisilin 1 gr/ 8 jam
Injeksi asam traneksamat 500mg/ 8 jam
Diet TKTP
Cek Hb (9,9g/dl)

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis servikalis dan atau
porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias squamous, adenoma, dan jenis campuran
(Priyanto & Nuranna, 2006).
EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks masih merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian
kanker keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita di seluruh dunia dan diperkirakan
terdapat 493,000 kasus baru dan 274,000 kematian pertahun pada tahun 2002. Seluruh dunia
rasio mortality to incidence adalah 55%. Dari data berdasar pathological based registry cankers
serviks uteri menempati urutan pertama diantar kanker lainnya, diikuti kanker payudara di
tempat kedua. Jenis kanker lain yang cukup banyak pada wanita adalah kanker ovarium dan
kanker korpus uteri. Di Indonesia kanker serviks merupakan kanker terbanyak pada wanita di RS
dr. Ciptomangunkusumo, kanker serviks merupakan 76,2% dari 1.717 kanker ginekologi dari
tahun 1989-1992 dengan angka survival secara keseluruhan pada 5 tahun berkisar anatara
56,7%-72%. Selain itu, selama kurun waktu 5 tahun (1975-1979) di RSUP Sardjito terdapat 179
dari 263 kasus (68,1%). Melihat data-data tersebut, maka penatalaksanaan yang komprehensif
termasuk pencegahan dan deteksi dini harus dilakukan dengan baik (Wiknjosastro, 2009)
Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak adalah 45-50 tahun. Periode latendari fase
prainvasif untuk menjadi invasif sio yang memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya dari 9% dari
wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serbiks yang invasive pada saat didiagnosis,
sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan
keterbatasan yang ada, telah disepakati secara nasional untuk melakukan program deteksi dini
(pelacakan) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan sarana
penanganannya, untuk berhenti setelah usia 60 tahun. Yang penting dari deteksi dini adalah
cakupannya. Bahkan direncanakan akan ada pelatihan tenaga sukarelawati untuk mengenali
bnetuk porsio yang mencurigakan untuk dapat di pap smear oleh dokter/bidan di puskesmas atau
puskesmas keliling sebagaimana disarankan oleh WHO. Salah satu etiologinya adalah HPV
(Human Papilloma Virus), maka kanker serviks memiliki beberapa faktor resiko yang umumnya
terkait dengan suatu pola penyakita akibat hubungan seksual. Dengan demikian dapat
disimpulkan penyimpangan pola seksual merupakan faktor resiko yang sangat berperan. Faktor
lain yang dianggap merupakan faktor resiko anatara lain faktor hubungan seksual pertama kali
pada usia muda, faktor kebiasaan merokok, dan pemakaian kontrasepsi secara hormonal
(Priyanto & Nuranna, 2006).

7
FAKTOR RESIKO KANKER SERVIKS
Faktor resiko kanker serviks dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Faktor Resiko Mayor
Infeksi HPV (Human Papilloma Virus), khususnya kelompok resiko tinggi seperti HPV
tipe 16, 18, 31, 33, 35,39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, dan 70. Hingga sat ini lebih dari
100 tipe HPV sudah dapat diisolasi. Infeksi HPV ini berhubungan dengan lesi
intraepithelial serviks, yaitu (1) hubungan yang kuat seperti HPV tipe 16, 18, 31, 45 ; (2)
Hubungan sedang seperti HPV tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, 68, dan (3) Hubungan
lemah seperti HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, 56. Distribusi geografis tipe
HPV berbeda untuk tiap Negara. HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering ditemukan di
dunia. Dimana HPV tipe 16 umumnya ditemukan di Negara barat seperti eropa, USA,
dan lain-lain. Sedangkan untuk tipe 18 bnayak ditemukan di Asia. HPV merupakan
penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dan merupakan faktor resiko mayor
dari kanker serviks (Priyanto & Nuranna, 2006)
2. Faktor Resiko Minor
Menurut daianda (2007) resiko minor kanker serviks adalah :
- Menikah usia muda (<18 tahun)
- Mitra seksual multiple
- Terpapar IMS (Infeksi menular seksual)
- Merokok
- Defisiensi vit A/Vit C/Vit E
- Usia tua (> 35 tahun)
- Riwayat penyakit kelamin seperti kutilgenital
- Paritas atau jumlah kelahiran yang banyak
- Pengunaan alat kontrasepsi hormonal
ETIOLOGI
Sebab langsung dari kanker serviks sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga
penyebab paling utama adalah kanker serviks adalah anggota family papovirida yaitu Human
Papiloma Virus (HPV) yang merupakan inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan
gangguan sel serviks. Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab
terjadinya keganasan. Oncoprotein E6 mengikat p53 akan kehilangan fungsinya. Kemudian
oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F, E2F
merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. Ada bukti kuat kejadian
kanker serviks memiliki hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang
penting jarang terjadi pada perawan, insidensi lebiih tinggi pada mereka yang menikah daripada
yang tidak menikah, terutama pada gadis yang pertama koitus pertama dialami pada usia sangat
muda < 18 tahun, insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan
terlampau dekat, mereka dari golongan ekonomi rendah dengan hygiene seksual yang jelek,
aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan, jarang ditemui pada wanita yang suaminya
disunat (Wiknjosastro, 2009).

8
ANATOMI, HISTOLOGI, dan FISIOLOGI SERVIKS UTERI
Sistem reproduksi wanita terdiri dari dua bagian utama : vagina dan uterus, yang
berfungsi sebagai penerima sperma pria, dan kedua ovarium yang menghasilkan telur wanita.
Semua bagian ini selalu berada di dalam tubuh ; vagina berhungan dengan luar tubuh melalui
vulva, dimana termasuk labia, klitoris dan uretra. Vagian berhubungan dengan uterus melalui
serviks, sementara uterus berhubungan dengan kedua ovarium melalui tuba fallopi (Norwitz,
2008).

Gambar 1. Alat reproduksi wanita


(http://gochijus.wordpress.com/2010/06/)
Anatomi Leher Rahim (Serviks Uteri)
Serviks dari bahasa latin adalah bagian bawah, yang sempit dari rahim dimana dia
bertemu dengan ujung proksimal vagina. Serviks berhubungan dengan fundus uteri melalui
itsmus uteri. Bentuknya yang silindris atau menyerupai kerucut menjorok melaluidinding depan
bagian atas vagina. Lebih kurang setengah panjangnya dapat terlihat dengan menggunakan
peralatan medis yang sesuai, sisanya berada diatas vagina yang tidak terlihat (Priyanto &
Nuranna, 2006).
Ektoserviks
Bagian dari serviks yang menjorok ke dalam vagina disebut porsio vaginalis atau
ektoserviks. Panjang rata-rata ektoserviks adalah 3 cm dan lebar 2,5 cm, permukaannya konveks
dan elips dan membagi menjadi bibir anterior dan posterior (Priyanto & Nuranna, 2006).
Ostium uteri ekstrenum
Bagian ektoserviks yang membuka keluar disebut ostium uteri eksternum. Ukuran dan
bentuk dari ostium uteri eksternum sangat bervariasi karena usia, keadaan hormonal, dan riwayat
persalinan. Pada wanita yang belum pernah melahirkan ostium uteri eksternum tampak sebagai
bukaan kecildan sirkuler. Pada wanita yang pernah melahirkan, ektoserviks tampak lebih besar
dan ostium uteri eksternum terlihat lebih lebar, menyerupai celah yang sedikit menganga
(Priyanto & Nuranna, 2006).
Kanalis endoservikalis
Saluran yang menghubungkan ostium uteri eksternum dan kavum uteri disebut kanalis
endoserviks. Panjang dan lebar sangat bervariasi sesuai dengan ukuran keseluruhan serviks.
Bentuknya pipih dari anterior ke posterior dan lebarnya dapat mencapai 7 sampai 8 mm pada

9
usia reproduksi. Kanalis endoserviks menunjukkan konfigurasi yang kompleks dari lipatan-
lipatan mukosa atau plika (Winkjosastro, 2009).
Ostium uteri internum
Kanalis endoservikalis berujung pada ostium uteri internum yang merupakan bukaan dari
serviks ke kavum uteri. Ostium uteri internum merupakan sambungan anatomic dan histologik
antara uterus yang lebih muskuler dan serviks yang lebih padat dan fibrous (Priyanto & Nuranna,
2006).
Cervical cryps
Merupakan kantung-kantung yang melapisi serviks, berfungsi untuk memproduksi lendir
serviks (Priyanto & Nuranna, 2006).

Asupan Darah
Asupan darah ke serviks berasal dari arteri iliaka interna, yang merupakan asal dari arteri
uterine. Cabang-cabang servikalis dan vaginalis dari arteri uterine memberikan darah ke serviks
dan sepertiga atas vagina. Dijumpai adanya variasi dan anastomosis dengan arteri vaginalis dan
arteri hemoroidalis mediana. Cabang servikalis dari arteri uterine berjalan paralel dengan arteri,
dan mengosongkannya ke pleksus vena hipogastrika (Wiknjosastro, 2009).
Drainase Limfatik
Drainase limfatik dari serviks cukup kompleks dan bervariasi termasuk kelejar getah
bening iliaka komunis, interna dan eksterna, kelenjar getah bening obturator dan parametrium
maupun sejumlah kelompok kelenjar getah bening yang lain. Rute utama dari penyebaran kanker
leher rahim adalah melalui aliran limfatik pelvis. Histerektomi radikal untuk kanker serviks
invasive termasuk mengangkat sebanyak mungkin kelenjar limfatik pelvis (Wiknjosastro, 2009).
Jaringan Penyokong dan Persarafan
Struktur penyokong utama dari serviks adalah ligamentum-ligamentum kardinale dan
sakrouterina. Ligamentum-ligamentum ini berjalan dari sisi lateral dan posterior dari serviks
diatas vagina ke dinding tulang pelvis. Ligamentum sakrouterina merupakan saluran dari
persarafan utama yang mensuolai serviks, berasal dari pleksus hipogastrika. Dijumpai serat-serat
safar simpatis, parasimpatis pada serviks. Penggunakan alat pada kanalis endoserviks (dilatasi
dan kuretase) dapat menyebabkan reaksi vasovagal dengan refleks bradikardia pada beberapa
pasien. Pada endoserviks dijumpai banyak ujung-ujung saraf sensoris, sedangkan pada
ektoserviks lebih sedikit. Hal ini memungkinkan dilakukannya tindakan – tindakan seperti biopsi
atau krioterapi tanpa anestesi (Norwitz, 2008).
Histologi Serviks Uteri
Serviks uteri dari epithelium dan jaringan stroma dibawahnya. Epitel ektoserviks adalah
skuamos berlapis dan tidak berkeratin (nonkeratinizing stratified squamous epithelium), yang
terdiri dari beberapa lapisan yang dibagi menjadi basal, parabasal, intermediate dan superficial.
Lapisan basal terdiri dari satu lapis sel dan berada diatas membran basalis yang tipis. Mitosis
aktif terjadi pada lapisan ini. lapisan parabasal dan intermediate bersama-sama menyusun prickle
cell layer. Lapisan superficial bervariasi dalam dan tebalnya, tergantung pada derajat stimulasi

10
esterogen. Stroma terdiri dari campuran otot polos dan jaringan fibrous (fibromuskuler) yang
terbuat dari jaringan ikat kolagen (otot polos dan jaringan elastic) dan ground substance
(mukopolisakarida). Melalui stroma berjalan asupan pembuluh darah, limfatik dan saraf
(Priyanto & Nuranna, 2006).
Endoserviks ditutupi oleh epitel kolumner selapis yang mensekresi musin, yang menutupi
permukaan dan kelenjar-kelenjar dibawahnya. Kelenjar ini bukanlah kelenjar sebenarnya
tetapimerupakan lipatan-lipatan yang mengarah ke dalam menyerupai celah dan dalam dengan
sejumlah kolateral-kolateral menyerupai terowongan. Sel-sel yang terlihat pada pap smear
mencerminkan sel-sel dari berbagai lapisan epitel ektoserviks dan endoserviks (Priyanto &
Nuranna, 2006).
Perbatasan antara epitel skuamous berlapis dari ektoserviks dan epitel selapis kolumner
endoserviks disebut dengan sambungan skuamokolumner (SSK) atau squamocolumnar junction
( SCJ). Sambungan skuamokolumnar (SSK) merupakan marka sitologik dan kolposkopi paling
penting, karena dari sini berasal > 90% neoplasia saluran genital bawah (Priyanto & Nuranna,
2006).
Patofisiologi Leher Rahim
Epitel Skuamous
Epitel skuamous memiliki warna yang relative opak dan merah jambu yang pucat dari
epitelskuamous yang disebabkan histologinya yang multilayered dan terdapatnya pembuluh
darah dibawah membrane basalis. Maturasi dan glikogenisasi dari epitel skuamous vagina dan
serviks dipengaruhi oleh hormone-hormon dari ovarium. Estradiol menyebabkan maturasi,
glikogenisasi dan deskuamasi. Progesterone menginhibisi maturasi superfisialis. Oleh karena itu,
ketika hormone-hormon ovarium berhenti sel epitel skuamous tampak atrofik. Glikogenisasi
epitel skuamous matur dari serviks dibwah pengaruh esterogen menyebabkan penyerapan kuat
terhadap larutan iodine lugol. Hal ini merupakan dasar dari tes Schiller, yang digunakan untuk
membedakan sel epitel normal dengan abnormal. Epitel skuamous yang displasia atau terinfeksi
HPV memperlihatkan terhentinya maturasi dan tidak ditemui gikogenisasi dan akan menolak
pewarnaan iodine (Robbins & Kumar, 2002).
Epitel Kolumner
Epitel kolumner dari serviks berada diatas dari sambungan skuamokolumner. Dia
menutupi sebagian ektoserviks dan seluruh kanalis servikalis. Terdiri dari satu lapis yang
mensekresi musin. Epitel ini tersusun ke dalam lipatan-lipatan longitudinal dan invaginasi-
invaginasi yang membentuk kelenjar-kelenjar dan sebenarnya itu bukan kelenjar. Hal ini yang
menyebabkan skrining sitogik dan kolposkopi dari jaringan endoserviks lebih sulit dijangkau
dibandingkan dengan apusan dari ektoserviks (Priyanto & Nuranna, 2006).
Sambungan Skuamokolumner
Sambungan skuamokolumner (SSK) didefinisikan sebagai sambungan antara epitel
skuamous dan epitel kolumner. SSK ini sering ditandai oleh selapis metaplasia dan lokasinya
bervariasi. Lokasinya dipengaruhi oleh usia dan hormonal. Selama perimenarche, SSK berada
pada atau sangat dekat dengan ostium uteri eksternum. SSK umumnya berada pada ektoserviks

11
pada jarak yang bervariasi dari ostium pada wanita masa rreproduksi, saat serviks terutama
kanalis servikalis memanjang dibawah pengaruh hormone esterogen. Kadang-kadang SSK juga
ditemukan di sebagian atau seluruh forniks vagina. Pada sebagian kasus keseluruhan posio
serviks akan ditutupi dengan epitel kolumner. Pada saat perimenopause atau paparan yang lama
oleh progestin yang kuat yang menyebabkan atrofi, SSK mundur keatas ke kanalis endoserviks
(Wiknjosastro, 2009).
Zona Transformasi
Zona transformasi serviks adalah sangat penting untuk mengidentifikasi dan penanganan
neoplasia intraepitel serviks. Zona transformasi berada diantara SSK original dan SSK baru. SSK
adalah batas yang dapat dilihat anatara epitel skuamous dan epitel kolumner dari serviks yang
mewakili SSK baru. Batas antara epitel metaplastik yang terbentuk selama masa reproduksi dan
epitel skuamous original disebut SSK asli. Zona transformasi adalah area epitel metaplasia antara
SSK asli dengan SSK baru. Epitel metaplastik yang berdekatan dengan SSK baru adalah epitel
skuamous yang paling baru dan paling rendah maturitasnya(Priyanto & Nuranna, 2006).
Perubahan yang Terkait Usia pada Zona Transformasi
Pada 18-20 minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel kolumner tinggi asli yang
menghubungkan vagina dan serviks secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamous yang datar.
Pada masa kanak-kanak sampai masa puber, sel-sel skuamous bertemu dengan sisa sel-sel
kolumner di squamocolumnarjuncntion (SCJ), sebuah garis pertemuan tipis yang ada pada
permukaan serviks. Dengan datangnya masa puber, yang ditandai dengan meningkatnya
hormone eanita (esterogen dan progesterone), dan terus berlanjut sampai tahun-tahun masa
subur, sel-sel kolumner di dalam SCJ secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamous yang
baru berkembang, proses ini disebut skuamous metaplasia terjadi di zona transformasi. T zone
dapat berupa area yang luas atau sempit pada permukaan serviks, tergantung pada beberapa
faktor seperti usia, paritas, infeksi sebelumnya dan paparan terhadap hormone wanita. Perubahan
serviks yang abnormal seperti displasia dan kanker hamper selalu muncul di bagian ini. terakhir
pada saat menopause, sel-sel skuamous dewasa telah menutupi hampir seluruh permukaan
serviks, termasuk seluruh T-zone dan SCJ (Priyanto & Nuranna, 2006).
Pentingnya Perubahan tersebut dalam Mencegah Kanker serviks
Pada tahun-tahun awal masa pubertas, sebagian besar sel-sel di dalam T-zone adalah sel-
sel kolumner. Pergantian sel-sel tersebut dengan sel-sel skuamous yang baru terbentuk adalah
tahap permulaan. Pada masa inilah sel-sel di dalam T-zone, dan khususnya sel-sel di SCJ adalah
masa yang paling rentan terhadap perubahan yang berkaitan dengan kanker yang didorong oleh
beberapa tipe tertentu dari HPV dan faktor penunjang lain (Priyanto & Nuranna, 2006).
GEJALA DAN TANDA
Perlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus kanker serviks secara dini melalui
program skrining. Tingkat keberhasilan pengobatan sangat baik pada stadium dini dan hampir
tidak terobati bila kanker telah menyebar sampai dinding panggul ataua organ disekitarnya
seperti rectum dan kandung kemih. Pemeriksaan pap’s smear bertujuan untuk mengenali adanya
perubahan awal sel epitel serviks, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya

12
kanker invasive, pap’s smear ini menjadikan kanker serviks sebagai suatu penyakit yang dapat
dicegah (Dalimartha, 2004).
Sebagaimana lazimnya pencegahan terhadap suatu jenis penyakit, perlu diwaspasai
adanya faktor resiko dan ketersediaan sarana diagnostik serta piñatalaksanaan kasus sedini
mungkin. Lesi kanker yang sangat dini dikenal sebagai servikal intraepithelial neoplasia (CIN =
cervical intraepithelial neoplasia) yang ditandai dengan adanya perubahan displastik epitel
serviks (Wiknjosastro, 2009).
Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin
tidak menimbulkan gejala. Tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya secret vagina
yang agak banyak dan agak berbau, kadang-kadang ada bercak perdarahan. Pada umumnya tanda
yang sangat minimal diabaikan penderita. Pada permulaan kanker serviks kemungkinan
penderita belum memiliki keluhan dan diagnosis biasanya dibuat secara kebetulan (skrining
kesehatan penduduk). Menurut Andrijono (2005) Pada fase lebih lanjut sebagai akibat nekrosis
dan perubahan-perubahan proliferatif jaringan serviks timbul keluhan-keluhan :
- Perdarahan vaginal yang abnormal
- Keputihan vaginal yang abnormal
- Perdarahan kontak setelah coitus
- Gangguan miksi
- Gangguan defekasi
- Nyeri perut bawah atau menyebar
- Limfadema
Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar serviks dan melibatkan jaringan
di rongga pelvis dapat dijumpai tanda-tanda lain seperti nyeri menjalar ke pinggul atau kaki. Hal
yang menandakan keterlibatan ureter, dinding panggul atau nervus skiatik. Beberapa penderita
mengeluh nyeri saat berkemih, hematuria, perdarahan rectum sampai sulit berkemih dan buang
air besar. Penyebaran pada kelenjar getah bening tungkai bawah menimbulkan adema tungkai
bawah, atau terjadi uremia bila telah menjadi penyumbatan kedua ureter (Priyanto & Nuranna,
2006).
Seperti layaknya kanker, jenis kanker ini juga dapat mengalami penyebaran (metastasis).
Menurut Diananda (2007) penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu :
1 Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya.
2 Melalui pembuluh darah (hematogen)
3 Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum.
Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru, kelenjar
getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru
menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada. Kadang disertai
pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri.

PEMERIKSAAN
13
Standar pemeriksaan yang dianjurkan oleh FIGO adalah pemeriksaan klinis yang
merupakan dasar dalam menentuka stadium penyakit. Pemeriksaan tersebut terdiri dari inspeksi,
palpasi, inspeculo dan pemeriksaan dalam. Dilanjutkan dengan biopsi, kolposkopi, kuretase, foto
thorax, BNO/IVP, sistoskopi, rectoskopi. Bila ada kecurigaan penyebaran ke vesica urinaria atau
rectum maka dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik. Pemeriksaan opsional meliputi
limfangiografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, USG, CT Scan dan MRI (Azis dkk., 2006).
Pada berbagai macam metode pemeriksaan ginekologik, pemeriksaan inspekulo dan
bimanual membutuhkan pengalaman yang banyak dan bahkan pada yang cukup berpengalaman,
adanya adipositas yang berlebihan atau tegangan yang kuat dari otot-otot perut dapat
menyebabkan kesalahan dalam staging. Kandung kencing yang kosong, tangan pemeriksa yang
hangat dan sapaan yang menenangkan penderita merupakan syarat-syarat penting pada
pemeriksaan ini. penting juga teknik vaginorektal. Ini memberikan kemungkinan yang terbaik
untuk meraba parametrium dan cavum douglasi dan membedakan tumor-tumor dalam daerah ini
dengan skibala (Priyanto & Nuranna, 2006).
Menurut aziz (2006) pemeriksaan penunjang pada pasien kanker serviks yaitu :
a. Pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang
tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi
serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah
melakukanaktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap
tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun.

Gambar 2. Tehnik pemeriksaan pap smear


(http://www.suaradokter.com/2009/07/kanker-serviks/)
b. Biopsi
Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan
adalah biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan
anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang
diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu
kanker invasif atau hanya tumor saja.
14
c. Kolposkopi
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan
ini kurang efisien dibandingkan dengan papsmear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan
dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal.
d. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui aktivitas pryvalekinase. Pada pasien
konservatif dapat diketahui peningkatan aktivitas enzim ini terutama pada daerah epitelium
serviks.
e. Radiologi
1) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvik atau peroartik limfe.
2) Pemeriksaan intravena urografi, yang dila kukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi
direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi,
pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor
dan / atau terkenanya nodus limpa regional.
f. Tes schiller
Tes ini menggunakan iodine solution yang diusapkan pada permukaan serviks. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya
glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna
yang tidak berubah karena tidak ada glikogen.

DIAGNOSIS
Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi.
Pada dasarnya apabila ditemui lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsi
walaupun hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu biopsi lesi yang
tidak kasat mata dilakukan dengan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak kasat mata
didasarkan hasil pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker serviks hanya
berdasarkan pada hasil histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh
digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis (priyanto & Nuranna, 2006).
Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anestesi dan dapat dilakukan
secara rawat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi dengan penekanan atau peninggalan
tampon vagina. Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan
hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi,
dilanjutkan dengan konisasi, konisasi dapat dilakukan dengan pisau (cold knife) atau dengan
elektrokauter.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (azis dkk., 2006)
1. Pemeriksaan pap smear
15
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan
biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun
sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap
smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan
hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3
tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut:
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
2. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada
serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
3. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
4. Tes Schiller
Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat,
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
STADIUM
Serviks atau leher rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke vagina.
Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi sangat progresif. Proses terjadinya kanker
serviks dimulai dari sel yang mengalami mutasi, kemudian berkembang menjadi sel yang
displastik sehingga disebut juga kelainan epitel displasia. Displasia ini dimulai dari displasia
ringan, sedang, berat dan akhirnya menjadi karsinoma insitu, kemudian menjadi karsinoma
invasive meliputi mikroinvasif dan makroinvasif. Tingka Displasia dikenal sebagai lesi pre
kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan
karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasive sekitar 3-20 tahun (azis dkk., 2006).
Sel-sel serviks abnormal yang bukan merupakan sel kanker namun dapat berkembang
menjadi kanker disebut dengan cervical intrepitel neoplasia (CIN). Tidak semua wanita yang
memiliki CIN akan menderita kanker. Selain CIN sel-sel abnormal serviks lain bisa dalam
bentuk displasia. Perkembangan kanker serviks meliputi displasia berat, displasia sedang dan
displasia ringan sampai menjadi stadium 0. Tahapan prakanker ini 92% tidak menimbulkan
gejala, dan selanjutnya masuk tahap invasive berupa kanker stadium I sampai stadium IV.

16
Tingkat keganasan klinik kanker serviks menurut kalsifikasi Federation of Gynecologists
and Obstetricians (FIGO) tahun 2000, perkembangan stadium kanker serviks dibagi menjadi 4
stadium berdasarkan ukuran tumor, kedalaman penetrasi pada serviks, dan penyebaran kanker di
dalam maupun luar serviks, adapun pembagian stadium tersebut adalah sebagai berikut :

Tingkat Kriteria
1 Karsinoma insitu (preinvasive carcinoma)
2 Karsinoma terbatas pada serviks
1A Karsinoma hanya bisa di diagnosis secara mikroskopis
1A1 Invasi stroma dalamnya 3 mm dan lebarnya < 7 mm
1A2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya > 7 mm
1B Secara klinis tumor dapat diidentifikasi pada serviks atau massa tumor lebih
besar dari 1A2
1B1 Secara klinis lesi ukuran < 4 cm
1B2 Secara klinis lesi ukuran > 4 cm
II Tumor telah menginvasi uterus tapi tidak mencapai 1/3 distal vagina atau
dinding panggul
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIB Dengan invasi ke parametrium
III Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atau menginfiltrasi sampai 1/3
distal vagina, dan atau menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal
IIIA Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina
IIIB Tumor sudah menginfiltrasi dinding panggul
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rectum dan atau menginvasi
keluar dari true pelvis
IVB Metastasis jauh

17
Gambar 3. Stadium kanker serviks
(http://indoroyal.com/info-penyakit/penyakit-kanker-leher-rahim.html)
Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks :
Secara makroskopis :
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronis
2. Stadium permulaan
Sering tampak lesi di sekitar ostium eksternum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir posio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan
jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (neovaskularisasi)
Secara Mikroskopis :
1. Displasia : displasia ringan dapat terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia
berat terjadi pada 2/3 epidermi hamper tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium karsinoma insitu : pada karsinoma insitu terjadi perubahan sel epitel pada
seluruh lapisan epidermis menjadi sel squamosa.
3. Stadium karsinoma mikroinvasif : pada karsinoma mikroinvasif, selain terjadi perubahan
derajat pertumbuhan yang semakin meningkat sel tumor juga menembus membran
basalis dan terdapat invasi tumor < 5mm dai membran basalis, biasanya tumor ini masih
asimptomatik, sering ditemukan tidak sengaja pada skrining kanker.

18
4. Stadium karsinoma invasive : derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel
menjadi bervariasi. Pertumbuhan-pertumbuhan invasive muncul di area bibir posterior,
anterior serviks, dan meluas ketiga area yaitu forniks posterior atau anterior, parametrium
dan korpus uteri.
TERAPI
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk
setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang diberika tergantung usia dan keadaaan pasien,
luasnya penyebaran dan komplikasi yang menyertai. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
yang seksama. Selain itu juga diperlukan kerjasama yang baik antara ginekologi onkologi,
radioteapi dan patologi anatomi.
Pada stadium dini (Stadium I sampai IIA), operasi masih merupakan pilihan. Tetapi,
sayangnya sedikit penderita kanker serviks datang berobat setelah stadium lanjut, dimana terapi
elektif menjadi persoalan (Priyanto & Nuranna, 2006).
Pada dasarnya stadium lanjut (IIB, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi eksterna
dan intrakaviter (brakhiterapi).kombinasi radiasi ini untuk mendapatkan dosis yang cukup pada
titik A. Kombinasi cisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikan respon yang cukup
baik. Akan tetapi, bila mana terjadi kekambuhan lagi baik lokal maupun jauh setelah terapi
kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal (keys et al ., 2007).
Akhir-akhir ini ada kecenderungan pembedahan kanker ginekologi menjadi kurang
agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organ genital. Kanker
serviks stadium 1A1 cukup dilakukan konisasi. Terapi radikal trakhelektomi diindikasikan untuk
stadium IA2 dan IB1, IIA dengan lesi kurang dari 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar
getah bening pelvis (Wiknjosastro, 2009).
Menurut Setyarini (2009) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
a. Histerektomi
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat
uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium
klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila
keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar.
b. Radiasi
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan

19
radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau
paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke
sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium
I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat
paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet,
atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan
menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tergantung pada jenis kanker
dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode
waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-
agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang
digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Goldstein & Berkowitz, 2006).
DETEKSI DINI KARSINOMA SERVIKS
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American
College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersama-
sama, sebagai berikut :
1. Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan
seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang
dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih
banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari

20
hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan
pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s
smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar
mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif
mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan
ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV
menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan
ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun
atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara
seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV
yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten.
Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep
atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan pemeriksaan
DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.
PROGNOSIS
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate
untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk
stadium IV kurang dari 30%
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-
years survival rate sebesar 70 sampai 90%.  Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada
limfonodi mereka.
21
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis
pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%
PENCEGAHAN
Menurut Dalimartha (2004) pencegahan karsinoma serviks adalah sebagai berikut :
1. Menunda aktifitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogamy akan
mengurangi resiko kanker serviks secara signifikan.
2. Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat mengurangi infeksi HPV, karena
memiliki kemampuan proteksi > 90 %.
3. Pemakaian kontrasepsi metodew barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang memiliki
proteksi terhadap agen virus.
4. Melakukan deteksi dini merupakan pencegahan sekunder, yaitu dengan melakukan
pemeriksaan pap smear.

PEMBAHASAN

Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang yang didapatkan
pada pasien ini mendukung ke arah diagnosis karsinoma serviks. Data-data dari anamnesis yang
menunjang antara lain : keluhan perdarahan pervaginam diantara siklus menstruasi, keputihan
yang sudah dialami satu tahun ini semakin banyak dan berbau busuk satu bulan ini, riwayat
coital bleeding (+), lemas, badan yang makin bertambah kurus, dari riwayat menstruasi
merasakan sakit yang sangat hebat saat menstruasi. Diagnosis ini juga didukung dengan hasil
pemeriksaan ginekologi yaitu sebagai berikut :

Inspeksi : tampak flek darah

Vaginal Toucher (VT)


Flour (+) fluxus (+)
Vulva dan uretra : Tenang

22
Vagina : Dinding vagina terinvasi massa tumor 1/3 tengah
Portio : Berubah menjadi lesi masa tumor exofitik ukuran 6 cm
Cavum uteri : Dalam batas normal
Adnexa : Parametrium kiri kaku, kesan terinfiltrasi
Rectal Toucher (RT)
Tonus muskulus sfingter ani : cukup
Ampula recti : tidak kolaps
Mukosa rectum : licin, tidak teraba massa
Cancer free spase (CFS) : 100%/50%
Diagnosis pasti dari karsinoma serviks adalah dari pemeriksaan penunjang, yaitu patologi
anatomi yang pada kasus ini telah terbukti dengan ditemukannya epidermoid Ca cervix uteri
berdiferensiasi baik. Berdasarkan sistem International Federation of Gynecologists and
Obstetricians (FIGO) tahun 2000 kanker serviks pada pasien ini adalah stadium IIB, dimana
tumor telah menginfiltrasi sampai 1/3 tengah dinding vagina dan telah menginvasi parametrium.
Pada pasien ini, faktor resiko terjadinya karsinoma serviks adalah usia kawin muda yaitu
pada usia 18 tahun dan higien yang kurang bersih. Hasil pemeriksaan laboratorium darah
didapatkan Hb 5,7 g/dl, Hct 18,4%, AE 5,6 .106 /ul, AT 40 .103 /ul menunjukkan adanya
pansitopenia pada pasien ini karena perdarahan sudah dimulai sejak 3 bulan yang lalu. Pada
pasien ini keluhan yang dominan adalah keputihan yang semakin lama semakin banyak dan
berbau. Pada keganasan, perdarahan terjadi karena kerapuhan jaringan yang terserang oleh sel-
sel kanker dimana pada sel kanker banyak neovaskularisasi, sedangkan keputihan yang semakin
lama semakin banyak dan berbau busuk disebabkan karena infeksi dan nekrosis jaringan.
Penanganan pasien ini setelah terdiagnosis karsinoma serviks dengan pemeriksaan
patologi anatomi adalah merujuk ke RS dengan fasilitas yang memadai untuk terapi kanker
stadium lanjut yaitu IIB, karena kondisi pasien pada saat datang relatif stabil, pasien hanya
diberikan obat penghenti perdarahan dan antibiotik untuk profilaksis infeksi.
Pada pengobatan kanker stadium lanjut, pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap
dilanjutkan dengan penyinaran intrakaviter. Tetapi variasi yang diberikan adalah pemberian
kemoterapi seperti cisplatin, 5-fluorourasil, docetaxel dan paclitaxel. Namun, pengobatan
menjadi bersifat paliatif bila sudah mencapai stadium IVB.
Pada pengobatan kanker stadium IIB pada pasien ini tidak dilakukan lagi terapi
pembedahan, tetapi hanya dilakukan terapi radiasi. Pada pasien ini menderita karsinoma serviks
stadium IIB sehingga perkiraan angka harapan hidupnya (5-years survival rate) adalah sekitar
60-65% selain itu, prognosis juga ditentukan oleh umur penderita, keadaan umum, gambaran
histologik sel tumor, kemampuan ahli dalam pengobatan dan sarana pengobatan yang ada.

23
KESIMPULAN
Karsinoma serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis servikalis dan atau
porsio) yamng paling umum adalah jenis epithelial seperti skuamous, adenoma, dan jenis
campuran. Karsinoma serviks menduduki peingkat pertama dari kejadian kanker pada wanita,
oleh karena itu sangat penting melakukan pencegahan, pencegahan tersebut meliputi pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer yaitu mengenal dan mengeliminasi penyebab kanker serviks yaitu
dengan menikah pada usia > 20 tahun, pencegahan sekuder yaitu dengan deteksi dini dengan
melakukan pemeriksaan pap smear atau pemeriksaan dini lainnya dan yang terakhir adalah
pencegahan tersier yaitu memberikan pertahanan natural atau sintetik pada tubuh seperti vaksin
HPV yang mampu memproteksi diri dari infeksi HPV > 90%.
Dari data anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis
pada pasien ini adalah karsinoma serviks stadium IIB dengan anemia. Faktor resiko pada pasien
ini adalah pernikahan pada usia dini dan higien yang kurang baik. Penanganan pada pasien saat
datang karena keadaan pasien yang stabil, maka hanya dilakukan tindakan untuk mendiagnosis
pasti penyakit dengan melakukan biopsy jaringan yang kemudian dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi setelah itu merujuk pasien ke RS yang memiliki fasilitas terapi kanker sudah
tepat.
Terapi terpilih pada pasien dengan karsinoma serviks stadium IIB adalah radioterapi
lengkap dilanjutkan dengan penyinaran intrakaviter atau kemoterapi, dan pada kasus ini angka
harapan hidup (5-years survival rate) pada pasien ini adalah 60-65%.

24
DAFTAR PUSTAKA
Andrijono., 2005. Sinopsis Kanker Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.

Azis, MF., dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker. Jakarta : Penebar Swadaya.


Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati.
Berkowitz RS, Goldstein DP. Chorionic Tumors. 1996; 335 : 1740 – 1748. Rose PG, Bundy BN,
Watkins ET, et.al. Concurrent cicplatin-based radiotherapy and chemotherapy for
locally advanced cervical cancer. The New England Journal of Medicine 1999;49:
1144-53.
Henry M. Keys, M.D., Brian N. Bundy, Ph.D., Frederick B. Stehman, M.D., Laila I.
Muderspach, M.D., Weldon E. Chafe, M.D., Charles L. Suggs, M.D., Joan L. Walker,
M.D., and Deborah Gersell, M.D., 2007, Cisplatin, Radiation, and Adjuvant
Hysterectomy Compared with Radiation and Adjuvant Hysterectomy for Bulky
Stage IB Cervical Carcinoma., The New England Journal of Medicine, www.nejm.org

Norwitz, E., Schorge, J. 2008. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi 2. Erlangga. Jakarta.

Priyanto, H., dan Nuranna, L., 2006. Buku Acuan Program Pencegahan Kanker Serviks. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Robins, S., dan Kumar, Vinay., 2002. Buku Ajar Patologi. EGC. Jakarta.

Wiknyosastro H. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

25

You might also like