You are on page 1of 4

LAPORAN BACAAN – Tugas Bahasa Indonesia Akademik

Nama: Atika Deviansi


M. Nurul Fajri
Pratidina Sekar P.

Artikel ini berjudul “Nusantara dalam Era Niaga sebelum Abad ke-19” yang ditulis oleh
Mohammad Iskandar dan dimuat di majalah Wacana volume 7 yang diterbitkan bulan Oktober
tahun 2005. Artikel ini menjelaskan tentang perkembangan perniagaan di wilayah Nusantara
pada waktu sebelum abad ke-19.

Sebelum kedatangan bangsa Barat, kegiatan perdagangan di wilayah kepulauan


Nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Jalur perniagaan
melalui jalur laut dimulai dari Cina melalui Laut Cina, Selat Malaka, Calicut (India), lalu ke
Teluk Persia, melalui Syam (Suriah) sampai ke Laut Tengah, atau melalui Laut Merah sampai ke
Mesir lalu menuju Laut Tengah (Van Leur 1967). Kelompok dagang pada saat itu
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok finansir dan saudagar kelontong.

Perjalanan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain memakan waktu yang relatif lama,
sehingga mengakibatkan harga jual menjadi mahal, namun pedagang memperoleh keuntungan
yang cukup tinggi. Pada saat itu, pengaruh raja atau sultan dalam dunia perdagangan cukup
besar, sehingga dapat dikatakan bahwa perdagangan Nusantara pada saat itu telah mempunyai
sifat kapitalistis. Perkembangan perdagangan Nusantara pada saat itu tidak kalah maju
dibandingkan dengan di Eropa. Apabila ditelususri lebih jauh, dunia perdagangan Nusantara
telah berkembang pada masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit.

Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan pantai yang bertumpu pada perdagangan
internasional. Sriwijaya berkembang menjadi pusat perdagangan di wilayah Indonesia Barat
terutama setelah berhasil menguasai dan mengamankan jalur perdagangan di Selat Malaka.
Sriwijaya mempunyai kapal-kapal untuk perniagaannya dan pelayarannya meliputi Asia
Tenggara sampai ke India, bahkan sampai ke Madagaskar.

Selain Sriwijaya, muncul beberapa kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang
menjadi saingan Sriwijaya. Berbeda dengan Sriwijaya yang terletak di dekat pantai, pusat
kerajaan di Jawa terletak di pedalaman dan kehidupan ekonominya bertumpu pada pertanian. Hal
ini mengakibatkan Sriwijaya dan Malaka dianggap sebagai model kerajaan maritim, sedangkan
Majapahit dan Mataram dianggap sebagai model kerajaan agraris.

Sriwijaya mengalami kemunduran setelah diserang oleh kerajaan Cola, India pada abad
ke-11 dan kemudian terdesak oleh kerajaan-kerajaan di Jawa Timur pada abad ke-13. Selain
Sriwijaya, terdapat pula kerajaan Samudra Pasai, yang merupakan kerajaan Islam. Berdasarkan
catatan Tomé Pires, Pasai mengekspor merica, kapur barus, dan emas serta mampu memproduksi
sutra. Setelah Sriwijaya mengalami kemunduran, Majapahit tampil sebagai pengganti Sriwijaya
sejak tahun 1293 hingga 1500.

Pola pelayaran Samudra Hindia dipengaruhi oleh faktor geografis, yaitu garis
khatulistiwa yang mempengaruhi arah angin musim Timur ataupun Barat. Meskipun begitu,
faktor geografis bukanlah satu-satunya penentu, karena perubahan sosial yang dilakukan
manusia juga ikut menentukan. Pada abad ke-10 dan 11 mulai bermunculan kota pelabuhan yang
dinamakan “emporium” yang memudahkan para pedagang. Emporium memiliki fasilitas yang
lengkap dan terdapat para pengusaha yang memiliki modal cukup besar. Sistem perdagangan di
dalam emporium dinamakan perdagangan commenda. Sistem emporium tidak hanya
menimbulkan kapitalisme, tetapi juga memudahkan pelayaran niaga karena sistem ini
menyebabkan jalur perdagangan menjadi lebih pendek. Perkembangan sistem emporium
menduduki tempat penting karena berkaitan erat dengan perluasan Islam dari Timur Tengah ke
Asia.

Pada zaman ini, perekonomian Eropa belum mencapai taraf yang sedemikian maju
seperti halnya perekonomian Asia. Saat itu, pusat perekonomian dan politik dunia adalah
imperium Turki Usmani yang menguasai wilayah strategis perdagangan dan menyekat jalur
perdagangan dari Timur ke Barat. Akibatnya barang dagangan dari Timur menjadi langka dan
membuat para pedagang Eropa mencari jalan ke tempat penghasil rempah-rempah. Permintaan
terhadap komoditas rempah-rempah semakin meningkat, karena permintaan tidak hanya datang
dari Eropa, tetapi juga Cina. Hal ini mengakibatkan perluasan penanaman, terutama cengkeh,
pala, dan merica di daerah Jawa dan Sumatera.

Pada abad ke-15, muncul Malaka menggeser kedudukan Pasai dalam dunia perdagangan
internasional, karena faktor geografis yang menguntungkan, meskipun Malaka bukanlah
produsen bahan hasil bumi atau pertambangan. Oleh karena itu, Malaka berusaha memberantas
bajak laut dan menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan tetangganya, terutama Majapahit,
Siam, dan Cina. Hubungan diplomatik ini membuat Malaka berkembang menjadi sebuah
emporium terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, Malaka juga mengirimkan ekspedisi-ekspedisi
militer untuk menguasai negeri-negeri yang menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan.

Kebijakan yang dijalankan oleh para raja Malaka adalah menumbuhkan sistem birokrasi
yang mengatur perekonomian Malaka. Salah satu jabatan penting yang berkaitan dengan
perdagangan di pelabuhan adalah Syahbandar. Para Syahbandar bertugas untuk mengurusi
kepentingan para pedagang. Kedudukan Malaka inilah yang medorong Portugis untuk menguasai
Malaka dan akhirnya Malaka berhasil direbut di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque pada
tahun 1511. Meskipun begitu, Portugis tidak mendapatkan apa-apa karena Malaka bukanlah
produsen dari komoditas ekspor yang dicari. Selain itu, politik monopoli serta upaya Kristenisasi
membuat para pedagang Asia menghindari Malaka. Kemudian, Portugis berlayar ke tempat
penghasil merica, yaitu Maluku, dan berusaha menanamkan pengaruhnya di sana. Selain itu,
Portugis juga menanamkan pengaruhnya di pulau Jawa. Meskpiun begitu, sistem perdagangan
Portugis dinilai kuno dan kurang efisien jika dibandingkan dengan sistem perdagangan Inggris
dan Belanda, karena organisasi perdagangannnya yang kurang efisien dan para pedagangnya
adalah para prajurit yang lebih menyukai perampokan daripada perdagangan resmi.

Sedangkan Belanda mempunyai organisasi dagang, yaitu Vereenegde Oost Indische


Compagnie (VOC) yang mempunyai tujuan yang jelas, yaitu berdagang. Belanda telah
mempersiapkan diri dalam menghadapi musuh-musuhnya di Eropa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya persaingan dagang di kepulauan Indonesia dan Semenanjung Melayu. Pada akhirnya
Belanda yang berhasil memenangi persaingan dan berhasil menanamkan pengaruhnya.

Merosotnya kedudukan Malaka tidak mengakibatkan perdagangan di daerah tersebut


menjadi hancur, namun banyak pedagang Asia yang menghindari Malaka. Sebaliknya di
beberapa daerah mulai tumbuh dan berkembang kota-kota dagang baru yang pada akhirnya
menjadi pusat kekuatan politik baru. Misalnya, Aceh, yang pada awalnya merupakan pelabuhan
kecil di bawah kekuasaan Pidie dan kemudian berkembang dan berbalik menaklukan Pidie. Aceh
kemudian memperluas hegemoni ke Deli dan Sumatera Barat. Namun, ekspansi Aceh berhasil
ditahan oleh Indrapura dan Johor.

Pada waktu itu, Johor merupakan kekuatan politik baru dinasti Melayu yang pada
perkembangannya bersekutu dengan VOC. Meskipun begitu, Aceh berkali-kali menyerang dan
merebut Johor. Selain itu, Aceh juga menentang Portugis dan Belanda. Meskipun begitu pada
beberapa kesempatan, Aceh bersekutu dengan Portugis untuk menyerang Johor. Kebesaran
kesultanan Aceh didasari oleh kemampuannya menjalin hubungan diplomatik dengan Asia
Barat, terutama Turki. Tidak hanya Turki, duta-duta Aceh juga mengunjungi raja-raja Eropa dan
Moghul, India. Meskipun begitu, bukan berarti Aceh tidak bersekutu dengan pihak non-Islam.
Hal ini didasari oleh perebutan hegemoni.

Kota-kota di Jawa menjadi ramai dikunjungi, khususnya setelah kejatuhan Malaka.


Kerajaan-kerajaan di Jawa melihat Portugis sebagai saingan dan ganjalan dalam perdagangan
mereka. Hal inilah yang mengakibatkan kerajaan-kerajaan ini untuk menyerang Malaka,
meskipun begitu penyerangan ini gagal, karena kekuatan kerajaan-kerajaan di Nusantara tidak
mau bersatu. Pada akhirnya Malaka jatuh oleh serangan gabungan antara Johor dan VOC.
Kekuasaan kerajaan-kerajaan di Jawa mulai merosot dengan pengecualian Banten. Hal ini
disebabkan munculnya kerajaan baru, yaitu Mataram.

Kedatangan VOC dan EIC (Inggris) mendatangkan harapan-harapan baru bagi raja-raja
di Nusantara, sehingga disambut baik oleh para raja. Meskipun begitu, VOC dengan baik
memainkan politik monopolinya dan memanfaatkan intrik-intrik politik yang terjadi di dalam
kerajaan itu sendiri. Pada akhirnya Jayakarta jatuh ke tangan VOC dan kemudian VOC
menguasai seluruh perdagangan dan politik di Jawa.

Keruntuhan Majapahit dikarenakan Majapahit membiarkan Demak berkembang dan


berbalik menyerang Majapahit. Hal ini membuat Mataram mendekatkan diri kepada VOC agar
hal yang sama tidak terulang. Kemudian Mataram mulai memonopoli perdagangan beras dan
memerintahkan rakyat untuk menenun tekstil.

Pada waktu itu, kekayaan kerajaan merupakan faktor penting karena menjadi penjamin
langsung terhadap nilai mata uang yang diterbitkan oleh kerajaan yang besangkutan. Dengan
politik kerajaan seperti ini, keuntungan yang diperoleh dimonopoli oleh pihak raja dan
keuntungan yang berhasil dihimpun oleh pedagang swasta sangata sulit ditanam, karena pada
akhirnya akan diambil oleh penguasa atau raja. Sistem ini disebut sistem Commenda. Dalam
sistem Commenda tidak ada perbedaan tugas dan pembedaan yang tegas antara pemilik modal,
pekerja, dan perdagangan itu sendiri. Hal ini berbeda dengan organisasi perdagangan Portugis
dan VOC.

Pada waktu itu, sistem pembayaran yang ada masih belum mempunyai standar yang baku
dan jaminan atas mata uang tersebut datang dari bahan baku uang itu sendiri. Di Nusantara
sendiri, selain mata uang Cina dan lokal, berbagai jenis mata uang asing juga banyak
dipergunakan. Selain mata uang, juga ditemukan benda-benda yang dipergunakan sebagai alat
tukar atau pembayaran. Tiap daerah mempunyai alat pembayaran yang berbeda-beda.

Pada dasarnya, sistem emporium telah menumbuhkan kapitalisme Asia yang peranannya
tidak kalah penting dibandingkan dengan kapitalisme Eropa. Namun, dalam perkembangannya
kapitalisme Asia tidak mendapat dukungan dari sistem politik yang diterapkan. Faktor lainnya
adalah tidak adanya hak individual yang jelas serta perlindungan hukum dari kerajaan. Kedua
faktor inilah yang menghambat perkembangan ekonomi dalam dunia perdagangan Asia dan
menyebabkan merosotnya eksistensi kerajaan-kerajaan Nusantara.

Menurut kami, pada era sebelum abad ke-19, perdagangan Nusantara memang sudah
berkembang menjadi perdagangan internasional. Hal ini dikarenakan di Nusantara banyak
daerah-daerah yang merupakan penghasil bahan bumi, yaitu rempah-rempah, yang sangat
diminati. Namun, perdagangan di Nusantara tidak berkembang karena kerajaan-kerajaan di
Nusantara belum menerapkan sistem perdagangan yang efisien seperti yang telah diterapkan oleh
organisasi dagang Portugis dan Belanda.

You might also like