Professional Documents
Culture Documents
“Risiko, bila ditulis dalam alfabet Cina, terdiri dari dua karakter.
Yang pertama berarti ancaman dan yang kedua berarti peluang” (John F. Kennedy)
Pengantar
Sistem keuangan dan lembaga-lembaga yang bertugas mengawasinya telah
berkembang selama beberapa tahun terakhir ini sebagai respons terhadap
tantangan-tantangan yang ditimbulkan oleh kompetisi, globalisasi dan tehnologi.
Otoritas pengawasan bank memiliki peran yang sangat strategis dalam
menciptakan suatu sistem keuangan yang sehat dan tangguh dalam lingkungan
global yang terus bergolak (turbulance). Sejalan dengan itu, model-model dan
tehnik pengawasan yang digunakan juga terus dikembangkan untuk meningkatkan
efektivitas pengawasan bank.
1Dimuat
dalam PENGEMBANGAN PERBANKAN, Insitut Bankir Indonesia, JULI-
AGUSTUS NO.72 1998.
Pengawas bank di Direktorat Pengawasan Bank 2, Bank Indonesia, Jakarta. Pandangan yang
dikemukakan dalam tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak mesti mewakili
pandangan Bank Indonesia. E-mail Address: batunanggars@usa.net atau
batunanggar@hotmail.com
Risk-based Supervision: Konsep, Model dan Masalah Pokok dalam Aplikasinya di Indonesia
Dalam kebanyakan negara, bank sentral banyak terlibat dalam pengawasan bank,
baik sebagai pengawas tunggal atau dengan membagi tanggung jawab dengan
lembaga atau badan lain. Di beberapa negara, pengawasan bank-bank ditangani
oleh suatu badan di luar bank sentral yang kadang kala juga mengawasi lembaga-
lembaga keuangan lainnya dengan berperan sebagai “mega regulator”ii.
Amerika Serikat memiliki suatu sistem pengawasan bank yang sangat kompleks
dan intensif. Tim-tim pemeriksa dari Federal Reserve Bank, the Office of the
Comptroller, State Banking Department, Federal Deposit Insurance Coorporation
secara rutin menghabiskan waktu yang panjang di bank-bank untuk memeriksa
secara detil transaksi-transaksi dan pinjaman-pinjaman individualiii.
Pada spektrum lain, Selandia Baru memberikan hampir seluruh penekanannya
pada kewajiban bagi bank -bank untuk mempublikasikan secara terbuka kondisi
keuangan mereka setiap tiga bulan sehingga para deposan dapat mengetahui
informasi yang memadai untuk melakukan penilaianiv. Di Australia, public
disclosure dipandang sebagai penunjang dari pengawasan bank tapi bukan suatu
substitusi yang potensial. Sedangkan di Indonesia, bank-bank juga diwajibkan
untuk menerbitkan laporan keuangan secara triwulanan. Tampaknya data dan
informasi yang disajikan dalam laporan tersebut perlu disempurnakan agar lebih
transparan dan informatif sejalan dengan jiwa reformasi.
Approach)
Faktor modal sangat vital bagi kelangsungan usaha bank. Sejalan dengan itu,
pada awal 1996 the Basle Committe telah mengembangkan suatu model
pemenuhan modal berdasarkan risiko pasar (market risk capital requirements).
Model 1996 ini merupakan penyempurnaan dari model 1988 yang selama ini telah
diterapkan secara internasional dan dikenal sebagai pendekatan ‘asset berisiko’
(risk asset approach) yang hanya mencakup perhitungan terhadap risiko kredit.
Implementasi model ‘baru’ tersebut direncanakan pada akhir tahun 1997.
Komponen mendasar dari kerangka ini adalah adanya kesempatan bagi bank-bank
untuk menggunakan model-model value-at-risk (VaR) sebagai dasar perhitungan
market-risk capital. VaR mengukur kerugian atas suatu portofolio untuk tingkat
keyakinan (level of confidence) tertentu jika terjadi pergerakan negatif dalam
harga-harga pasar. Pada dasarnya, VaR dihitung dengan metode statistik seperti:
variance-covariance, simulasi historis, dan simulasi Montecarlo. Untuk menguji
kinerja model ini digunakan suatu tehnik yang ini disebut sebagai backtesting
techniques yakni perbandingan antara angka-angka yang dihasilkan oleh VaR
dengan keuntungan dan kerugian aktual. VaR merupakan suatu alat yang sangat
berguna, tetapi bukan berarti tanpa kelemahan, karena itu harus didukung
dengan tehnik-tehnik manajemen risiko lainnya.
BoE mengakui bahwa “beban tugas pengawasan aktif selama fase penilaian risiko
akan terpaksa dilakukan secara sangat selektif untuk kelompok-kelompok bank
besar dan beragam (diverse)”. Dengan berlakunya formula Rate, ‘UK-
incorporated banks’ akan menghadapi penilaian risiko secara formal sekali
selama periode pengawasan yang ditetapkan, yang dilanjutkan dengan
serangkaian penilaian informal. Setiap audit risiko formal meliputi sembilan
faktor evaluasi, mulai dari ‘exposure’ risiko pasar hingga efektivitas manajemen.
Karena itu, komunikasi merupakan suatu ‘kata-kunci’ bagi pengawas. BoE lebih
menekankan pada pemeriksaan struktur manajemen bank daripada legalitas
organisasinya, sehingga mereka dapat memahami ukuran (benchmark) yang tepat
untuk menilai efektivitas manajemen risiko dari suatu bank secara lebih baik.
Setelah setiap penilaian selesai pengawas akan mengkomunikasikan temuannya
dalam surat pembinaan kepada dewan direksi bank. Surat tersebut memuat
pokok-pokok masalah yang perlu diperhatikan dan merinci tindakan perbaikan
(remedial action) yang diinginkan BoE untuk dilakukan bank.
Jumlah dan insentisitas pengawasan akan tergantung pada profil risiko yang
diperkirakan dari suatu bank. Lamanya periode pengawasan adalah krusial untuk
dikemukakan. Meskipun periode pengawasan standar akan berlangsung selama
setahun, bank yang memiliki profil risiko tinggi akan menghadapi suatu siklus
pengawasan baru untuk setiap enam bulan. Sebaliknya, suatu bank yang memiliki
profil risiko yang sangat rendah, mungkin hanya akan mendapat kunjungan resmi
dari pengawas sekali dua tahun. Kunjungan-kunjungan insidental akan tetap
dilakukan untuk menjaga agar informasi pengawasan up to date.
Formula Rate tidak semuanya bersifat ‘keras’. Jika menemukan adanya bidang-
bidang penting yang dinilai dibawah-standar, BoE memiliki tiga pilihan yang
tersedia: pertama, meminta bank untuk meningkatkan modal, kedua,
membatasi bank dari kelompoknya, dan ketiga, dalam kasus ekstrim, mencabut
izin bank dengan Financial Services Acts.
Proses penilaian risiko didasarkan lima faktor kuantitatif dan empat faktor
kualitatif. Pada sisi kuantitatif, ukuran-ukuran yang digunakan meliputi capital,
assets, market risk, earnings and liabilities - yang secara kolektif dikenal sebagai
CAMEL. Camel akan dikombinasikan dengan suatu ukuran risiko bisnis yang
dihitung secara kualitatif untuk menetapkan profil risiko bisnis bank. secara
menyeluruh.
Exposure risiko bisnis akan dihitung berdasarkan penilaian kualitatif dari standar-
standar kontrol yang dimiliki bank. Faktor kualitatif yang dinilai merupakan
aspek-aspek internal organisasi bank yang meliputi internal kontrol, organisasi
dan manajemen (COM) disamping faktor bisnis (B) yang merupakan evaluasi atas
lingkungan eksternal organisasi bank.
Kualifikasi unit bisnis yang masuk dalam penilaian risiko adalah yang memiliki
kontribusi lebih dari lima persen dari laba kotor grup, menggunakan lebih dari
lima persen modal wajib bank, atau memiliki ‘exsposure’ lebih dari sepuluh
persen dari modal bank. Jika unit-unit bisnis adalah bersifat non-keuangan – yang
berada dibawah pengawasan lembaga lainnya – BoE akan mempertimbangkan
prosedur pengawasan tersebut sewaktu menggunakan formula Rate.
Proses penilaian risiko oleh BoE meliputi delapan langkah seperti digambarkan
dalam Diagram 2 berikut :
Laksanakan Laksanakan
RATE RATE
Secara Baik secara
individual konsolidasi
Langkah 8
Umpan-balik formal kepada bank
(dan otoritas pengawas lain)
Setidaknya, terdapat tujuh buah manfaat yang dapat dipetik dari pendekatan
baru tersebut yakni sebagai berikut :
2. Kedua, bank-bank akan memperoleh manfaat dari pengawasan BoE yang lebih
terfokus dan dari alat-alat pengawasan yang bersasaran lebih spesifik pada
bidang-bidang yang berisiko terbesar dan mendapat perhatian utama dalam
bank-bank individual.
4. Baik BoE dan manajemen bank harus mencurahkan sumberdaya atas penilaian
risiko awal. Secara khusus, BoE akan perlu meluangkan lebih banyak waktu
kunjungan (on-site) mendiskusikan masalah-masalah dengan manajemen
senior bank.
7. Lebihlanjut, pemahaman yang lebih baik atas profil risiko bank akan
membantu BoE dalam memfokuskan tindakan-tindakan pengawasannya dan
dalam menetapkan tindakan perbaikan (remedial actions) yang dibutuhkan.
Jika tindakan perbaikan tidak segera dilakukan bank dan tidak memuaskan
BoE, maka tindakan lainnya dapat dilakukan seperti peningkatan rasio modal
bank, atau dalam kasus ekstrim peninjauan kembali perizinan bank.
Lalu, di Indonesia sendiri bagaimana konsep dan praktek PBR tersebut? Berikut
ini akan diuraikan secara ringkas mengenai kebijakan dan pendekatan
pengawasan bank yang diadopsi oleh BI yang berwenang sebagai pengawas dan
pembina sistem perbankan Indonesiaxi.
Sebagai langkah adaptif dan antisipatif terhadap berbagai masalah aktual dan
potensial dalam sistem perbankan sebagai dampak dari kebijakan deregulasi
perbankan kedua pada dekade 80an, pemerintah dalam dekade 90an
memperkuat regulasi sistem perbankan. Pada bulan Februari 1991 pemerintah
menetapkan paket kebijakan perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian
(prudential banking policies) mengacu pada norma-norma internasional yang
ditetapkan oleh the Basle Committee on Banking Supervision, the Bank for
International Settlements (BIS). Pada intinya, kebijakan prudensial tersebut
meliputi penerapan kewajiban pemenuhan modal yang diukur dengan suatu 'risk-
weighted capital adequacy ratio' yang diadopsi dari model the Basle Committee,
penetapan penyisihan minimum kerugian aktiva produktif (loan-loss provisions)
dan batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit) yang mengatur
eksposur bank kepada peminjam individual dan pihak-pihak terafiliasi dengan
bank. Selanjutnya, sejak pertengahan tahun 1990-an BI menempuh strategi self-
regulatory banking dengan mewajibkan bank-bank untuk menyusun dan
melaksanakan sistem-sistem dan prosedur operasinya secara konsisten
berdasarkan acuan-acuan yang ditetapkan oleh BI.
memastikan bahwa tidak terdapat rekayasa atau kejahatan (fraud) dalam operasi
bank serta untuk menilai kinerja dan kondisi bank secara menyeluruh.
Dengan reorganisasi bidang pengawasan perbankan pada tahun 1994, unit kerja
pengawasan dengan unit kerja pemeriksaan yang sebelumnya terpisah
digabungkan kedalam satu atap yang dibagi menjadi beberapa urusan terkait
yang terdiri dari tim-tim pengawas (dedicated team). Masing-masing dedicated
team bertanggungjawab penuh atas pengawasan (termasuk pemeriksaan) dan
pembinaan terhadap beberapa bank. Pengawas berperan sebagaimana layaknya
seorang account officer bagi bank yangdiawasinya. Keuntungan dari struktur
seperti ini adalah bahwa tugas-tugas pengawasan dapat dilaksanakan secara
lebih efisien dan efektif. Dengan sistem ini, diharapkan masalah-masalah
potensial bank akan dapat diidentifikasi secara cepat sehingga tindakan-tindakan
korektif atas permasalahan bank pun seyogianya akan dapat dilakukan dengan
cepat pulaxv.
Pada dasarnya, formula Camel BoE adalah sama dengan Camel-nya BI. Namun,
ditinjau dari komponen yang dievaluasi, terdapat dua perbedaan mendasar
antara keduanyaxix (lihat Tabel berikut).
Pertama, dalam formula Camel terdapat dua faktor evaluasi yang berbeda
dimana dalam sistem BI M adalah manajemen dan L adalah likuiditas sedangkan
dalam sistem BoE M adalah market risk dan L adalah liabilities. Dalam sistem
BoE market risk dinilai secara kuantitatif bersama dengan empat faktor lainnya
(capital, assets, earning and liabilities). Sementara itu, sistem Camel BI
memasukkan faktor risiko pasar dalam aspek manajemen yang dinilai secara
kualitatif. Kedua, disamping penilaian kualitatif terhadap efektivitas fungsi-
fungsi manajemen dalam memanajemeni risiko, model BoE juga mencakup
penilaian terhadap lingkungan eksternal atau bisnis bank; sedangkan dalam
sistem Camel BI faktor bisnis tidak tercakup secara rinci.
salah satu agenda pokok BI. Untuk itu, menurut hemat penulis, terdapat
beberapa masalah pokok yang penting untuk dipertimbangkan.
Traded Markets Team Visits – suatu kunjungan oleh staf ahli treasury BoE
yang memfokuskan pada bidang treasury bank dengan penekanan pada
manajemen risiko, sistem-sistem dan kecukupan control. Kunjungan diikuti
dengan surat pembinaan yang memuat bidang-bidang yang mendapat
perhatian khusus dan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Review Team Visit – suatu kunjungan oleh staf ahli BoE dengan fokus pada
penilaian sistem-sistem dan kecukupan kontrol di bidang lainnya seperti
kredit.
Dalam kaitan ini, tampaknya perlu bagi BI untuk lebih mengembangkan tim-
tim pengawas spesialis. Perkembangan industri perbankan khususnya di
bidang treasury dan kredit dengan berbagai inovasi produk-produk derivatif
tentunya memerlukan pengawas spesialis yang memahami bidang tugasnya
secara profesional.
Penutup
Seperti ungkapan dalam kutipan di depan, risiko selalu berdimensi ganda. Satu
sisi adalah ancaman dan sisi lainnya merupakan peluang. Pada hakekatnya
keduanya memang pasangan yang sejati. Karena itu, tiada peluang tanpa
ancaman, ‘no gain no pain’!. Bercermin pada aksioma ini, krisis ekonomi dan
moneter yang melanda Indonesia, di satu sisi adalah pil terpahit yang harus kita
rasakan. Namun, di sisi lain dia telah membuka peluang baru dan kesadaran
(baca: keharusan) semua pihak untuk melakukan pembaharuan secara total yang
sekian lama terbelenggu. Dalam hal ini, pengembangan PBR sebagai bagian dari
reformasi perbankan merupakan suatu peluang sekaligus tantangan.
Akhirnya, para pengawas bank itu ibarat pendekar, perlu selalu diisi dengan
berbagai ilmu dan senjata yang sesuai dengan kondisi medan tempurnya. Dia
juga perlu terus berlatih agar mampu mengenali segala kekuatan dan
kelemahannya dirinya dan juga lawannya dengan baik. Kalau peribahasa Melayu
mengatakan : “tak kenal maka tak sayang”, peribahasa Cina akan mengatakan :
“tak kenal maka tak menang”. Karena itu, falsafah Cina klasik berikut ini relevan
untuk dijadikan refleksi. Sun Tzu, sang maha guru strategi sekaligus panglima
perang Cina legendaris, berkata :
End Notes
iEllis,
Ross, "Prudential Supervision of Financial Institutions", Reserve Bank of Australia
Bulletin.
iiiSebagai
contoh, satu kantor cabang bank Australia di New York dengan sekitar seratus
staff mungkin dikunjungi oleh tim beranggotakan sepuluh pemeriksa dengan waktu
selama tiga minggu. Bank-bank besar US memiliki pemeriksa yang secara permanen
menetap di bank tersebut.
ivIdenya adalah agar semua orang akan mengetahui informasi sebanyak yang diketahui
oleh bank sentral, sehingga mestinya tidak ada alasan khusus untuk mengkambing-
hitamkan bank sentral jika suatu bank mendapat kesulitan. Masalahnya adalah bahwa
menilai stabilitas bank secara periodik bukanlah tugas yang mudah bagi deposan yang
tidak terampil. Namun demikian, terdapat para pengamat professional seperti badan-
badan pemeringkat (rating agencies), analis pasar modal, dan 'financial press' yang
melakukan penilaian untuk publik atas kondisi bank.
vThe Basle Committee on Banking Supervision dibentuk oleh Gubernur bank sentral negara-
negara Group Ten di tahun 1975. Komite ini beranggotakan wakil-waki senior dari otoritas
pengawasan dan bank-bank sentral dari Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang,
Luxemburg, Belanda, Swedia, Switzerland, Inggris dan Amerika Serikat. Komite biasanya
bertemu di the Bank for International Settlements (BIS) di Basle, Swiss dimana Sekretariat
berkedudukan secara permanen.
viBank for International Settlements, The Basle Committee on Banking Supervision, The
Core Principles for Effective Banking Supervision, September 1997.
viiiBatunanggar,
S., “Risk-Based Supervision: Suatu Tinjauan terhadap Model Pengawasan
Bank of England”, Majalah Intern Bank Indonesia, Gema Korps, Februari 1998.
Bank of England (1997), ‘A Risk Based Approach to Supervision (the RATE framework),
ix
xAnon. (1997), ‘Bank moves toward risk-based supervision’, Financial Derivatives, April 3,
1997 Issue 63.
xiBerdasarkan pengamatan penulis, publikasi tulisan atau hasil penelitian mengenai sistem
dan pendekatan pengawasan bank di Indonesia relatif sangat terbatas terutama jika
dibandingkan dengan kondisi di negara-negara maju. Umumnya, materi relevan yang
tersedia hanya berupa kebijakan-kebijakan pengawasan bank yang tertuang dalam
berbagai peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh BI.
xiiiPakjun
1983 berintikan pembebasan suku bunga dan penghilangan pagu kredit serta
penerapan instrumen moneter tidak langsung.
xvPandangan kontra melihat adanya masalah potensial dalam fungsi kontrol. Alasannya
cukup sederhana sekaligus klasik. Kembali ke salah satu prinsip dasar pengawasan,
dimana harus ada pemisahan (segregation) antara fungsi pengawasan (off-site) dengan
fungsi pemeriksaan (on-site). Sebaliknya, kelemahan sistem pengawasan yang terpisah ini
adalah adanya masalah efisiensi, koordinasi dan integrasi. Tetapi masalah ini bukan
menjadi fokus dari tulisan ini.
xviiSurat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997
tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
xixBatunanggar, S., “CAMEL BoE dan BI: Suatu Perbandingan”, Majalah intern Bank
Indonesia, Gema Korps, Februari 1998.
Referensi
1. Anon., ‘Bank moves toward risk-based supervision’, and ‘CreditMetrics: a new era for
credit-risk management?, Financial Derivatives, April 3, 1997 Issue 63.
2. Bank of England, ‘A Risk Based Approach to Supervision (the RATE framework), A
Consultative Paper by the Bank of England, March 1997; and ‘A Risk Based Approach
to Supervising Foreign Exchange and Other Market Risk’, July 1997.
3. __________,‘Basic Principles of Banking Supervision’, Handbook in Central Banking,
Centre for Central Banking Studies, May 1996.
4. __________,’The Objectives, Standards and Process of Banking Supervision’,
February 1997.
5. Bank Indonesia, berbagai kebijakan dibidang perbankan.
6. Bank for International Settlements, The Basle Committee on Banking Supervision,
berbagai publikasi menyangkut pengawasan bank, capital accord dan risk
management, Dokumen No. 12a (July) 1994 s/d No. 37 (April 1998).
7. Batunanggar, S.,“Pengantar Organisasi dan Manajemen Bank”, Materi Kursus
Pengawas Bank I, Bank Indonesia, Juni 1998, tidak dipublikasikan.
8. __________,“Risk-Based Supervision: Suatu Tinjauan terhadap Model Pengawasan
Bank of England”, dan “CAMEL BoE dan BI: Suatu Perbandingan, Majalah Intern Bank
Indonesia”, Gema Korps, Februari 1998.
9. __________,”The Tao of Organization: Suatu Tinjauan Filosofis tentang Organisasi”,
Majalah Intern Bank Indonesia, Gema Korps, Juni 1997; dan “Analisis Organisasi: The
Seven Ss of McKinsey Revisited”, artikel, belum/tidak dipublikasikan.
10. __________,"Strategic Management in Action: The Case of Bank Indonesia", MBA
Dissertation, School of Management and Finance, University of Nottingham, England
1996.
11. __________,“Bank Mismanagement”, Majalah Intern Bank Indonesia, Gema Korps,
Desember 1992.
12. Board of Governor of the Federal Reserve System, Division of Banking Supervision
and Regulation, ’Trading and Capital-Market Activities Manual, February 1998; and
‘Commercial Bank Examination Manual’, May 1995.
13. Dale, Richard, International Banking Deregulation, the Great Banking Experiment,
Blackwell Publishers, 1992.
14. Gubernur BI, ‘Sambutan pada Acara Pembukaan Sekolah Staf dan Pimpinan Bank
Angkatan ke-18’, 13 April 1998 dan Sambutan dalam Diskusi Struktur dan Kebijakan
Industri Perbankan Indonesia Pasca Tahun 2000, disampaikan oleh Direktur BI,
Achwan, Pengembangan Perbankan, Edisi No. 70 Maret-April 1998.
15. Hall, Maximilian J.B, Handbook of Banking Regulation and Supervision, Woodhead-
Faulkner, 1989.
16. Montgomery, John, ‘The Indonesian Financial System: Its Contribution to Economic
Performance, and Key Policy Issues’, Working Papers, International Monetary Fund,
April 1997.
17. Reserve Bank of Australia, berbagai artikel mengenai pengawasan bank dan
perbankan dalam Reserve Bank of Australia Bulletin: Edisi December 1997, October
1997, Otober 1996 dan September 1996.