Professional Documents
Culture Documents
Etiologi
1. Kongenital
Bronkiektasi hampir mengenai seluruh cabang bronkus, biasnya disertai
penyakit kongenital lainnya seperti : Mucoviscidosis (Fibro kistik paru), Sindrom
Kartagener, (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus) hipo
dan agama globulinemia)
2. Kelainan didapat
Bronkiektasi paling sering disebabkan karena infeksi dan obstruksi bronkus
seperti korpus alienum, karsinoma bronkus, atau tekanan dari luar lainya terhadap
bronkus
1
Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan distorsi dinding bronkus,
kerusakan elemen elastic, tulang rawan, otot-otot polos, mukosa dan silia, kerusakan
tersebut akan menimbulkan stasis sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflex
batuk dan sesak nafas.
Ada 3 variasi kelainan anatomis bronkiektasis .(3):
1. Bentuk Tabung (Tubular, cylindrical, Fusiform bronchiectasis) yang merupakan
bronkiektasis yang paling ringan, dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang
menyertai bronkitis kronik
2. Bentuk Kantong (Saccular Bronchiectasis) yang merupakan bentuk klasik, ditandai
dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini
kadang kadang berbentuk kista (Cystic Bronchiectasis)
3. Varicose Bronchiectasis bentuk ini diantara bentuk batang dan bentuk kantong.
Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk broncus menyerupai varises
pembuluh darah
Patogenesis
Patogenesis bronkiektasis tergantung penyebabnya, jika kongenital faktor
penyebabnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan faktor genetik dan
faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Ada beberapa faktor
yang diduga ikut berperan antara lain :
1. Faktor obstruksi bronkus
2. Faktor infeksi pada bronkus atau paru
3. Faktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic
pulmonary, eusinophilia.
4. Faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.(4)
Kelainan fungsi paru yang terjadi sangat bervariasi dan tingkatan beratnya
tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan komplikasi yang terjadi.
Akibatnya dapat dijumpai pasien bronkiektasis ringan tanpa kelaianan fungsi paru
atau ringan, bronkiektasis sedang dan berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa
kelainan fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jenisnya tidak sama( artinya
bisa tipe obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya juga tidak khas(2)
2
Gambaran Klinis
Gejala dan tanda klinis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi
kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Keluhan-keluhannya
1. Batuk
Batuk produktif berlangsung kronik dan frekuen, jumlah sputum bervariasi
umumnya jumlahnya banyak terutama pagi hari. Sputum bisa mukoid, purulen,
dapat memberikan bau tidak sedap. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
saccular bronkiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila
ditampung 11 beberapa lama tampak terpisah menjadi 3 lapisan; a.) Lapisan atas
agak keruh terdiri atas mukus, b.) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva atau
ludah., c.) Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrotik dari
bronkus yang rusak (cellular debris).
2. Hemoptisis
3. Sesak napas (dispnea)
4. Demam berulang
Kelainan Fisis
Pada pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk
dengan pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda
fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis
komplikasi bronkiektaisis. Pada kasus yang berat dapat ditemukan tanda-tanda kor
pulmonari kronik maupun payah jantung.
Pada pemeriksaan fisis paru biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada
lobus bawah yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronki
basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural. Dan timbul lagi pada
waktu lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas dapat terjadi retraksi dinding
dada dan berkurangnya gerakan pada dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Wheezing sering ditemukan
apabila terjadi obstruksi bronkus.(5.6)
Laboratorium
Kelainan labor tidak khas, pada keadaan lanjut dan sudah ada insufisiensi paru
dapat ditemukan polisitemia sekunder, anemia, leukositosis. Urin umumnya normal,
kecuali sudah ada amiloidosis terdapat proteinuria.
3
Radiologis
Gambaran foto dada bervariasi tergantung berat ringannya kelainan.
Gambaran khas untuk bronchiectasis menunjukkan adanya kista-kista kecil dengan
fluid level, mirip seperti sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah yang
terkena, biasanya hanya 13% kasus. Bisa juga gambaran pneumonia, fibrosis dan
kolaps (atelektasis), bahkan seperti gambaran paru normal (7%).(2)
Kelainan faal paru
Kapasitas vital dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama
terdapat tendensi menurun, juga pada analisa gas darah, terjadi penurunan PaO2 yang
menunjukkan abnormalitas regional maupun difus distribusi ventilasi, yang
berpengaruh pada perfusi paru.
Tingkatan beratnya penyakit :
1. Bronkiektasis Ringan, batuk-batuk, sputum bisa hijau, hemoptisis ringan, pasien
tampak sehat dan fungsi paru normal. Foto dada normal.
2. Bronkiektasis Sedang, batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul tiap saat
umumnya warna hijau, serta berbau busuk, sering ada hemoptisis, pasien masih
tampak sehat, fungsi paru normal, jarang ada jari tabuh. Pada pemeriksaan fisik
paru ada ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena, foto dada normal.
3. Bronkiektasis Berat, sputum produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan
berbau, sering ditemukan pneumonia, hemoptisis, nyeri pleura. Bila ada obstruksi
saluran napas akan ditemukan adanya dispnea, sianosis, atau tanda kegagalan paru.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan ronki kasar pada daerah yang terkena. Pada foto
dada ditemukan penambahan bronchovascular marking, dan multiple cyst
containing fluid levels (honey comb appearance)
Diagnosis
Diagnosis kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis saja.
Diagnosis pasti dapat ditegakkan apabila ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis
dinding bronkus dengan bronkografi, bronchogram dan CT-scan. Bronkografi tidak
selalu dapat dikerjakan. CT-Scan menjadi alternatif pemeriksaan karena tidak bersifat
invasif dan hasilnya akurat, sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 95% ( 2,3)
4
Dignosis Banding
1. Bronkitis kronik
2. Tuberkulosis paru
3. Abses Paru
4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, karsinoma paru, adenoma paru, dll
5. fistula bronkopleural dengan empiema.
Komplikasi
1. Bronkitis kronik
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis
3. Pleuritis
4. Efusi pleura atau empiema
5. Abses metastase di otak
6. Hemoptisis
7. Sinusitis
8. Kor pulmonari kronik
9. Kegagalan napas
10. Amiloidosis
Pengobatan
1. Pengobatan Konservatif
• Pengelolaan Umum: Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien,
memperbaiki drainase sekret bronkus (melakukan drainase pustural, mencairkan
sputum yang kental, mengatur posisi tempat tidur pasien dan mengontrol infeksi
saluran napas)
• Pengelolaan khusus: Kemoterapi , drainase sekret dengan bronkoskop,
• Pengobatan simptomatik: terhadap obstruksi bronkus, hipoksia, hemoptisis, dan
demam.
2. Pengobatan pembedahan
Tujuan mengangkat (reseksi) segmen bronkus yang terkena, bronkiektasi yang
terbatas yang tidak respon dengan konservatif dan infeksi berulang. Kontra indikasi
5
pada bronkiektasis dengan PPOK, bronkiektasi berat, dan dengan komplikasi
korpulmonal kronik dekompensata.
Pencegahan
1. Pengobatan dengan antibiotik
2. Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain
Prognosis
Tergantung berat ringan penyakit dan luas penyakit saat pasien pergi berobat
pertama kali, pemilihan pengobatan secara tepat dapat memperbaiki prognosis
penyakit. Pada kasus berat dan tidak diobati, prognosis jelek, survival tidak lebih dari
5-15 tahun. Kematian biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan,
hemoptisis.(2,3)
6
KOR PULMONAL KRONIK
Etiologi
1. Penyakit pembuluh darah paru
2.Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,
granuloma, atau fibrosis.
3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada
4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK (7, 8)
Patofisiologi
Penyakit paru kronis akan mengakibatkan;
1. Berkurangnya vascular bed paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya
pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru
2. Asidosis dan hiperkapnia
3. Hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh paru
4. Polisitemia dan hiperviskositas darah
Keempat hal diatas akan menyebabkan hipertensi pulmonal, dalam jangka
panjang akan mengakibatkan hipertropi dan dilatasi ventrikel kanan dan menjadi
gagal jantung kanan.
7
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, Kor Pulmonal Kronik dibagi menjadi 5
fase, yakni: (8,9)
Fase: 1
Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya
gejala awal penyakit paru obstruktif menahun (ppom), bronkitis kronis, tbc lama,
bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya didapatkan
adanya kebiasaan banyak merokok.
Fase: 2
Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru.
Gejalanya antara lain: batuk lama berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas /
mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan
sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa:
hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronchi basah dan kering,
wheezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan
radiologi menunjukkan berkurangnya bronchovascular pattern, letak diafragma
rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal.
Fase: 3
Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula
berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik
nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.
Fase: 4
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens.
Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.
Fase: 5
Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal
meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan
masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian
terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena
jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites
8
Gejala klinis
Dimulai dengan PPOK, kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal, dan
akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.
Diagnosis ditemukan tanda PPOK, asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia
dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (EKG dengan P pulmonal dengan
deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan, foto torak tampak pelebaran
daerah cabang paru hilus, ekokardiografi dengan ditemukan RVH), hipertropi/dilatasi
ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali, asites maupun edema tungkai)
Tatalaksana
1. Konseling ( penyuluhan ).
2. Memperbaiki fungsi pernafasan dan pengobatan terhadap obstruksi kronis.
3. Memperbaiki fungsi jantung dan pengobatan gagal jantung kongestif. (8)
Konseling
Memberikan edukasi agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan
berhenti merokok. Memperbaiki ventilasi ruangan-ruangan dalam rumah. Latihan
pernafasan dengan bimbingan ahli fisioterapi.
Memperbaiki Fungsi Paru
Selain upaya latihan pernafasan di atas, diperlakukan pemberian medikamentosa.
a. Bronkodilator
Beta 2 adrenergik selektif ( Terbutalin atau Salbutamol ). Berkhasiat
vasodilator pulmoner, sehingga diharapkan dapat menambah aliran darah paru. Setiap
pemberian bronkodilator hendaknya mempertimbangkan efek sampingnya yaitu
berdebar, gemetar dan lemas.
b. Mukolitik dan ekspektoran
Mukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecah ikatan rantai
kimianya, sedangkan ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru.
c. Antibiotika
Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan parenkim paru
disebabkan oleh mikro-organisme, diantaranya: Hemophylus influenzae dan
Pneumococcus. Dapat pula disebabkan oleh Staphylococcus dan bakteri Gram negatif
9
seperti: Klebsiella. Idealnya, pemberian antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur
sputum
Oksigenasi
Peningkatan PaCO2 (tekanan karbondiosida arterial) dan asidosis pada
penderita PPOM disebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga
menimbulkan hipoksemia. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian oksigen 20-30 %
melalui masker venturi. Dapat pula diberikan oksigen secara intermitten dengan kadar
30-50 % secara lambat 1-3 liter permenit.
Pengobatan pada gagal jantung kanan
Diuretika
Pemberian diuretika seperti furosemid atau hidroklorotiazid diharapkan dapat
mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan natrium dan menurunkan
volume darah. Sehingga pertukaran udara dalam paru dapat diperbaiki, dan hipoksia
maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.
Digitalis
Preparat digitalis ( digoxin, cedilanid dan sejenisnya ) perlu diberikan kepada
penderita dengan Gagal Jantung kanan berat. Pemberian digitalis penderita Cor
Pulmonale harus hati-hati karena mudah terjadi intoksikasi digitalis. Lebih-lebih pada
usia lanjut, toleransi terhadap digitalis menurun sehingga lebih mudah terjadinya
intoksikasi. Demikian pula kondisi hipoksemia akan meningkatkan kepekaan
terhadap digitalis yang berujung pada terjadinya intoksikasi.
Prognosis
Prognosis Cor Pulmonale sangat jelek dikarenakan kerusakan parenkim paru
yang berlangsung lama dan irreversile. Pengobatan bersifat simptomatis, karena pada
umumnya kondisi penyakit sudah dalam fase lanjut. Berdasarkan penelitian, angka
kemungkinan masa hidup berkisar antara 18 bulan (Flint) sampai 30,8 bulan dengan
angka kematian setelah 5 tahun mencapai 68 % (Stuart Harris dan Ude)(8,9)
10
ILUSTRASI KASUS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki 52 tahun di bangsal penyakit dalam
RSUP dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 2 Agustus 2010 sampai dengan sekarang
dengan
Keluhan Utama : Sesak nafas meningkat sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Sesak nafas meningkat sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh makanan, cuaca dan emosi.
Sesak nafas bertambah dengan aktivitas dan berkurang dengan
istirahat. Sesak saat berbaring ada dan pasien merasa lebih suka jika
berbaring dengan bantal yang lebih tinggi, terbangun pada malam
hari karena sesak tidak ada. Pasien merasa sesak jika dahak susah
dikeluarkan. Pasien sudah dirawat di Rumah Sakit Solok selama 10
hari kemudian dirujuk ke Rumah Sakit M Djamil karena tidak ada
perbaikan.
• Pasien mudah merasakan lelah sejak 1 tahun yang lalu, sehingga
pasien mengurangi aktivitas fisik.
• Batuk bertambah sejak 10 hari yang lalu, batuk berdahak dan
berwarna hijau serta berbau amis. Batuk sudah dirasakan pasien
sejak berumur 10 tahun, batuk berkurang dan hilang jika pasien
sudah bisa mengeluarkan dahak. Batuk biasanya meningkat saat
jam 10-12 siang. Batuk berdarah pernah dialami pasien saat
berumur 25 tahun namun setelah itu tidak pernah dialami pasien
lagi. Pasien pernah dirawat di Bangsal Paru RSUP M Djamil tahun
2002 dan dikatakan menderita bronkiektasi.
• Penurunan nafsu makan sejak 10 hari yang lalu, pasien hanya
makan susu dan roti saja. Mual dan muntah tidak ada.
• Kedua kaki sembab sejak 10 hari yang lalu.
• Demam sering dirasakan pasien, biasanya demam tidak tinggi, tidak
menggigil, saat masuk rumah sakit pasien tidak demam.
• Penurunan berat badan tidak ada,
• Keringat malam tidak ada, nyeri dada tidak ada
11
• BAK tidak ada keluhan
• BAB tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Pasien pernah mendapatkan pengobatan Tuberkulosis pada tahun
1976 selama lebih kurang 10 tahun.
12
Mata : Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak iketrik,
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Gigi dan Mulut : Caries (+), gigi tidak lengkap
Leher : JVP 5+2 cmH2O
Kelenjar tiroid tidak membesar
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus meningkat di kiri dan kanan
Perkusi : Redup di kiri = kanan
Auskultasi : Bronkhovesikuler, rhonki (+), kasar di seluruh
lapangan paru, whezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba LMCS RIC V, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas Jantung kanan : LSD, Atas : RIC II, kiri :
LMCS
RIC V, Thrill (-), pinggang jantung (+)
Auskultasi : Bunyi jantung murni, teratur, M1 > M2, P2 > A2,
Bising pan sistolik grade 3, blowing, punctum
maksimum di RIC IV linea parasternalis sinistra
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, kolateral (-), sikatrik (-)
Palpasi : Hepar teraba 1 jari bac, kenyal, permukaan rata, tepi
tumpul, Nyeri tekan (-), Hepatojugular refluks (+),
lien tidak teraba, Pulsasi epigastrium (+)
Perkusi : Timpani, shiffting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) N
Punggung : Costa Vertebrae Angle Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Alat kelamin : Tidak diperiksa
13
Anus : Tidak diperiksa
Anggota Gerak : Reflek fisiologis (+/+), Edema (+/+), Clubbing finger
(+)
Laboratorium
Hemoglobin : 13.3 gr/dl
Leukosit : 10.400/mm3
Hematokrit : 43%
Trombosit : 425.000/mm3
DC : 0/1/0/74/20/5
Urinalisa
Makroskopis
Warna : kuning
Mikroskopis Kimia
Lekosit : 1-2/LPB Protein : (-)
Eritrosit : 0-1/LPB Glukosa : (-)
Silinder : (-) Bilirubin : (-)
Kristal : (-) Urobilinogen : (+)
Epitel : (+) Benda Keton : (-)
Feses
Makroskopis Mikroskopis
Warna : Coklat Lekosit : 0-1/LPB
Konsistensi : Lembek Eritrosit : (-)
Darah : (-) Amuba : (-)
Lendir : (-) Telur Cacing : (-)
EKG
- HR : 90 x/’ - ST elevasi (-)
- Irama : Sinus - ST depresi (-)
- Aksis : RAD - Q patologis : (-)
- Gel P : P Pulmonal - S V1 + RV5 < 35 mm
- PR interval : 0,16 detik - R/S di V1 > 1
- QRS komplek: 0,08 detik - T inverted : (-)
14
Kesan : RVH dan RAH
Diagnosis Kerja
Diagnosis Primer : Bronkiektasis Terinfeksi
Kor Pulmonal Kronik
Diagnosis Banding : Tuberkulosis Paru Terinfeksi
Terapi ;
• Istirahat / Diet Jantung II/ Oksigen 2 Liter/menit
• IVFD D5% 12 jam/kolf
• Inj. Cefotaxime 2 x1 gr iv
• Inj. Furosemide 1x 20 mg iv
• Inj. Bisolvon 3 x 1 A
• Nebulizer Combivent tiap 6 jam
• Ambroksol syrup 3 x 5 cc
• Alprazolam 1 x 0.5 mg
• Bisacodyl 1 x 2 tablet
• Kontrol intensif dan balance cairan
• Pasang kateter
Anjuran ;
• Rontgen torak AP
• Astrup
• Kultur dan Sensitivitas sputum
• Sputum 24 jam
• BTA sputum I,II,III
• Profil lipid/faal hepar/faal ginjal
• Spirometri
• Echocardiografi
• CT Scan Thoraks
15
FOLLOW UP
3 Agustus 2010 (Perawatan hari 2)
S/ Sesak nafas (+), batuk (+), demam (-)
O/ KU: Sedang Ksdrn : CMC TD : 100/60mmHg
Nafas : 32 x/mnt Nadi : 92 x/mnt Suhu : 36,80 C
Laboratorium :
Total Protein 5.5 g/dl Total Kolesterol 131 mg/dl
Albumin 3.0 g/dl HDL-C 33 mg/dl
Globulin 2.5 g/dl LDL-C 85 mg/dl
SGOT 39 U/I Trigliserida 64 mg/dl
SGPT 36 U/I Ureum 44 mg/dl
Kreatinin 0.9 mg/dl
Astrup
Hasil Analisa Gas Darah
• PH : 7,36
• P CO2 : 44 mmHg
• P O2 : 58 mmHg
• HCO3- : 25 mmol/L
• BE : 0.5 mmol/L
• S O2 : 88%
Kesan : Hipoksemia
Sikap : Sungkup NRM 10 L/menit intermittent
Hasil Ro Thoraks PA :
Pulmo : Tampak gambaran honey comb appearance disertai infiltrat disekitarnya
pada lapangan bawah kedua paru
Tampak infiltrat dilapangan atas kedua paru
Cor : Kardiomegali
Sinus costrofrenicus kiri dan kanan lancip, diafragma baik
Kesan : TB Paru dupleks + BE terinfeksi dan Kardiomegali
16
Konsul Konsulen Pulmonologi :
Kesan : Bronkiektasis terinfeksi
DD : Tuberkulosis Paru terinfeksi
Advis : Kultur Sputum
BTA I, II, III
CT Scan Thoraks
Sputum 24 jam
BTA I : -
Jam 22.00
S/ Sesak nafas (+) bertambah, batuk (+), pasien terlihat gelisah
O/ KU: jelek Ksdrn : CMC TD : 100/60mmHg
Nafas : 32 x/mnt Nadi : 110 x/mnt Suhu : 36,80 C
Astrup
Hasil Analisa Gas Darah
• PH : 7,47
• P CO2 : 40 mmHg
• P O2 : 39 mmHg
• HCO3- : 29 mmol/L
• BE : 5.4 mmol/L
• S O2 : 73%
Kesan : Hipoksemia berat
17
Konsul ICU :
Advis : Perbaiki oksigenase dengan Simple Mask 10 L/menit kontinue
CT Scan Thoraks :
- Tampak fibroinfiltrat dilapangan atas kedua paru
- Tampak gambran lusen bulat-bulat dinding tebal (honey comb
appearance) pada segmen 4, 5 ,6 , 7, 8, 9 dan 10 paru kiri dan kanan
disertai infiltrat sekitarnya.
- Tambak gambaran abses pada lapangan bawah paru kiri
- Tidak tampak pembesaran KGB
- Tidak tampak efusi pleura
18
- Trakeobronkial tree terbuka
- Jantung dan Mediastinum baik
Kesan : TB Paru dupleks + BE terinfeksi
BTA III : -
Kesan : Tuberkulosis paru dapat disingkirkan
Ekhokardiografi :
Dimensi Ruang Jantung : Dilatasi RV dan RA
Kontraktilitas LV : Menurun EF 46 %
Segmental Wall Motion : Paradoxical movement
Katup : Tricuspidal Regurgitasi Moderate
Doppler : E/A > 1
19
Spirometri tidak bisa dilakukan karena pasien tidak dapat meniup alat dengan baik
sehingga hasilnya tidak valid.
20
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 52 tahun dengan diagnosis akhir :
• Bronkiektasis terinfeksi
• Kor Pulmonal Kronik
Bronkiektasis ditegakkan dari adanya anamnesis adanya batuk yang produktif
yang telah dialami pasien sejak berumur 10 tahun, batuknya hampir dialami setiap
hari oleh pasien jumlah dahak paling banyak dirasakan pasien saat jam 10-12 siang
yang kadang berwarna putih dan kadang kehijauan dan berbau amis. Adanya riwayat
batuk darah pada pasien juga mendukung diagnosis bronkiektasis. Adanya demam
yang hilang timbul tapi tidak ada penurunan berat badan dan keringat malam. Pasien
mengatakan pernah dirawat 8 tahun yang lalu dengan diagnosa bronkiektasis dan
dianjurkan untuk kontrol teratur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jari tabuh pada
pasien, tidak ada tanda-tanda sianosis dan pada pemeriksaan paru terdengar suara
nafas bronkovesikuler dengan ronkhi basah kasar hampir diseluruh lapangan paru.
Pada pemeriksaan labaratorium sederhana ditemukan adanya leukositosis dengan
shift to the left yang menunjukkan adanya proses infeksi kronis pada pasien ini.
Sedangkan pada foto dada ditemukan gambaran honey comb appearanc dan
gambaran infiltrat disekitarnya. Pada pemeriksaan CT Scan Thoraks dapat kita
temukan adanya honey comb appearance di segmen 4-10 paru kiri dan kanan. Dari
hasil diatas pasien dikategorikan sebagai bronkiektasis berat. Awalnya kita juga
mencurigai adanya infeksi Tuberkulosis Paru pada pasien ini, tapi setelah mengetahui
riwayat penyakit dahulu pasien dan pemeriksaan sputum BTA I. II dan III negatif,
diagnosis tuberkulosis dapat disingkirkan.
Untuk menilai kapaistas fungsional paru pada pasien ini seharusnya dilakukan
sprometri namun gagal dilakukan karena pasien tidak dapat meniup alat spirometri
dengan benar sehingga hasilnya tidak valid.
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan konservatif yaitu pemberian
antibiotik, mukolitik, ekspektoran, oksigenasi adekuat, dan drainase sputum dengan
fisioterapi. Pembedahan pada pasien tidak bisa dilakukan katena bronkiektasi yang
terjadi cukup luas dengan melibatkan segmen paru kiri dan kanan dan sudah terjadi
Kor Pulmonal Kronik.
21
Diagnosis Kor Pulmonal Kronik ditegakkan berdasarkan keluhan pasien saat
datang berobat, yakni adanya kaki sembab dan mudah merasa lelah yang merupakan
tanda hipoksemia yang sudah dirasakan sejak 1 tahun belakangan ini. Dan pada
pemeriksaan fisik ditemukan edema kaki, pulsasi epigastrium, tanda-tanda
pembesaran jantung kanan berupa pergeseran iktus kordis ke lateral dan adanya
bising sistolik di ostium trikuspid. Disertai bunyi Suara II yang lebih keras di ostium
pulmonal dibandingkan di ostium Aorta yang merupakan tanda-tanda adanya
hipertensi pulmonal. Hepatomegali dan peninggian tekanan vena jugularis ini sesuai
dengan gagal jantung kanan.
Pada ECG ditemukan adanya deviasi aksis ke kanan diikuti dengan S
persisten di Lead V5 dan V6 dan perbandingan R/S di V1 < 1 yang semuanya
patognomis untuk pembesaran Ventrikel Kanan. Dari Ekhokardiografi diteumkan
adanya pembesaran ruang jantung Ventrikel Kanan dan Atrium Kanan.
Untuk Penatalaksanaan kor Pulmonal kronik pada pasien ini meliputi
konseling untuk menghindari segala jenis polutan dan latihan pernafasan yang
dibantu oleh ahli fisioterapi, memperbaiki fungsi paru dan memperbaiki fungsi
jantung. Obat-obatan yang diberikan yaitu bronkodilator, mukolitik dan ekspektoran,
antibiotik, oksigenasi dan pemberian diuretika.
Prognosis pada pasien ini jelek karena telah mengalami bronkiekrasis berat
dengan adanya Kor Pulmonal Kronik. Angka kematian setelah 5 tahun mencapai
68%.
22
DAFTAR PUSTAKA
23