You are on page 1of 82

FREE

EDISI 23/2009

EDISI XXIII / 2009 1


www.thelightmagz.com
THEEDITORIAL THEEDITORIAL

HARMONI & ANTI HARMONI


Jean-Jacques Rousseau pernah mengatakan, “Man is born free, and everywhere he is in shackles.” Mungkin kalimat itu dapat mewakili apa
yang dialami oleh kebanyakan fotografer. Ketika masih ”belajar memotret” pikiran dan hati mereka penuh dengan hal-hal ideal akan karya-
karya yang memiliki nilai kebebasan, meskipun akhirnya kenyataan yang membuntuti kemudian penuh dengan ”kondisi pragmatis” yang
membelenggu. Ungkapan yang umum digunakan adalah kompromi, dengan berbagai alasan yang jika dikalkulasi akan kita temukan kalimat
”...yang penting tetap eksis di fotografi!” Artinya, muncul ideal-ideal baru yang memberangus ideal-ideal lama di awal langkah berfotografi.
COVER BY: MICHAEL KENNA Dialektika Hegel pasti mengamini bahwa kondisi itu memang harus terjadi dalam perjalanan sejarah untuk sampai pada kondisi ”Ideal” suatu
ketika nanti, yang entah kapan. Sungguh optimisme yang menyenangkan.
 
Persoalan yang selalu menyertai, jika diandaikan seperti sejarah yang selalu di ikuti oleh mitos dengan berbagai kisah dimana posisi kreatifitas
atau ide pribadi menjadi hilang entah kemana. Fotografer yang mau atau tidak mau dalam porsi profesional harus berkolaborasi –kolaborasi
PT Imajinasia Indonesia, dalam pengertiannya yang paling purba adalah bekerjasama dengan musuh- yang berarti berusaha mempertahankan harmoni dengan berb-
www.thelightmagz.com agai kompromi tadi, demi tercapai apa yang diinginkan bersama. Dari sini telah terlihat sebuah paradoks dalam wilayah yang paling personal.
PEMIMPIN PERUSAHAAN: Bagaimana pun sifat kreasi yang paling pribadi tidak akan mendapatkan titik temu dalam kebersamaan berkenaan dengan latar belakang
Ignatius Untung, yang pasti berbeda dalam diri setiap kreator. Artinya, kreatifitas yang mempribadi itu dalam konteks pembicaraan ini adalah anti harmoni,
PEMIMPIN REDAKSI: bahkan dalam paham yang relatif luas pun demikian karena kreatifitas selalu mendobrak apa yang disebut dengan mapan. Seolah kembali
Siddhartha Sutrisno, kepada fitrah manusia dalam kelahirannya, seperti yang diungkap oleh Rousseau tadi.
KONTRIBUTOR:  
Thomas Herbrich, Dwi “Oblo” Pra- Narasumber kali ini, salah satunya adalah pemberontak dalam keluarga. Berani ”mendobrak harmoni” kekeluargaan demi eksistensi yang
setyo Budi, Ully Zoelkarnain, Mi- diinginkannya. Juga ungkapan bahwa fotografer harus peka terhadap ide-ide yang mendedahkan bahwa kreatifitas membutuhkan kepekaan
chael Kenna, Siddhartha Sutrisno, yang besar akan ide dan konsep dimana setiap manusia memiliki jalannya sendiri. Yang juga penting adalah narasumber asing yang lagi-lagi
Ignatius Untung mengajarkan tentang ”articulate” dengan kemampuan pemaparan yang menunjukkkan inteligensinya dengan bahasa ungkap yang dalam,
WEBMASTER: metaforis, dan seindah karya-karya fotografnya.
Gatot Suryanto  
LAYOUT & GRAPHIC: Selamat membaca
Imagine Asia Indonesia

“Hak cipta semua foto dalam majalah ini milik fotografer yang bersangkutan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatannya, serta dilindungi oleh Undang-undang. Penggunaan foto-foto dalam
majalah ini sudah seijin fotografernya. Dilarang menggunakan foto dalam majalah ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa ijin tertulis pemiliknya.”

2 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 3


COVERSTORY MUSICPHOTOGRAPHY

WITH VIDEO CONTENT


BEHIND THE SCENE
TUTORIAL
PHOTOGRAPHY TRIP

COMING SOON...
4 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 5
JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

Dwi Oblo,
Pewarta
Foto Lupa
Rumah
Berbagai macam fotografer dengan berbagai macam latar belakang pendidi-
kan sudah kami hadirkan di sini. Arsitek, insinyur, ekonom dan tentunya latar
belakang pendidikan fotografi. Pada kesempatan kali ini kami tertarik untuk
menghadirkan Dwi “Oblo” Prasetyo Budi yang memiliki latar belakang pendidikan
Arkeologi di UGM.

Lelaki yang biasa dipanggil Oblo yang merupakan singkatan dari sebuah frase
dalam bahasa jawa “Ono Bocah Lali Omah” yang artinya ada anak lupa rumah
ini mulai jatuh hati pada fotografi ketika rajin mengikuti aktifitas pecinta alam di
saat kuliah. “Dulu setiap naik gunung yang disuruh pegang kamera pasti saya.”
Ungkap lelaki yang memiliki bisnis kaos ini. Dan hobby naik gunungnya tersebut
juga yang membuatnya memiliki banyak sekali foto-foto gunung Merapi diwaktu
aktif. Foto-foto merapinya itu pula yang membawa lelaki yang kini bermukim di
Yogyakarta ini berhubungan dengan dunia fotografi jurnalistik. “Waktu itu saya di-
rekomendasikan oleh mas Eddy Hasby kepada Mbak Enny Reuters yang waktu itu

6 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 7


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

8 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 9


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

10 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 11


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

12 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 13


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

lagi butuh foto-foto Merapi.” Kenang-


nya. Sejak saat itu, Oblo sering sekali “Jurnalistik itu
berhubungan dengan kantor berita dinamis dan
Reuters termasuk dengan Beawiharta lengkap. Harus
yang sudah ia kenal sebelumnya saat
bisa semuanya,
ya motret fash-
masih sama-sama menjadi mahasiswa
pecinta alam.
ion, ya motret
Oblo mengakui bahwa kecintaannya
demo karena
kepada fotografi jurnalistik didasari
oleh tantangan tersendiri yang obyek yang
terdapat pada dunia pewarta foto difoto tidak se-
tersebut. “Jurnalistik itu dinamis dan lalu bisa diren-
lengkap. Harus bisa semuanya, ya
canakan. Untuk
itu skillnya ha-
motret fashion, ya motret demo karena
obyek yang difoto tidak selalu bisa
direncanakan. Untuk itu skillnya harus
siap.” Tegasnya. Oblo juga mengaku
rus siap.”
domisilinya di Yogyakarta juga san-
gat membantunya mengembangkan
kemampuan berfotografinya. “Yogya
sangat seru untuk fotografi karena
banyak sekali kampus dan mayoritas
punya UKM fotografi, jadi banyak
temannya, bisa saling tukar pikiran dan
saling belajar. Makanya nggak heran
kalau banyak fotografer bagus lahir
dari Yogya.” Ungkapnya.

Selain melalui jalur otodidak, Oblo juga


sempat sedikit mencicipi pendidikan
fotografi formal pada mata kuliah
etnophotography yang ia dapatkan

14 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 15


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

16 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 17


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

18 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 19


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

20 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 21


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

di jurusan arkeologi UGM tersebut. yang unik dan menarik yang bisa di-
“Sedikit banyak pendidikan arkeologi angkat dan dikupas mendalam sebagai
saya juga berperan dalam kemampuan bahan yang menarik untuk disajikan ke

“... Ingat
berfotografi saya.” Ungkapnya. pembaca juga.” Ungkapnya. “Sebagai
contoh, saya pernah bikin seri foto ten-

kita harus
Dalam menjalani profesi sebagai tang desa Tutup Ngisor yang ada di le-
pewarta foto, Oblo mengaku ban- reng Merapi. Desa itu walaupun bukan

sadar bah- yak bertanya dan banyak mencari


informasi dari siapapun. “Kalau kenal
desa yang modern tapi tidak pernah
absen mengadakan pentas seni selam

wa kita ha- fotografer yang lebih senior ya banyak- 37 tahun.” Sambungnya. Untuk itu,

rus terus
banyak tanya lah. Banyak-banyak lihat Oblo menganggap penting kemam-
internet juga. Melalui internet kita bisa puan seorang pewarta foto untuk bisa

produksi
menemukan banyak sekali foto-foto membuat cerita atau mengkonsep.
“Motret
budaya
yang bagus yang mampu memperkaya

agar bisa referensi kita.” Tegasnya. Selain un- Ditanya mengenai pendapatnya

lebih bera-
dapat
tuk memperkaya dan meningkatkan tentang apresiasi terhadap karya
kemampuan fotografi, internet juga jurnalis local, Oblo berpendapat bahwa

penghasi-
sangat berguna untuk memperkaya in- apresiasi terhadap karya foto jurnalis
gam din-
amikanya
formasi yang sangat berguna di lapan- local masih sangat kurang baik dari

lan.” gan pada saat bekerja. “Jurnalis harus


punya network yang luas, mulai dari
wartawan lain, polisi, dan siapapun.”
segi bayaran, space yang disediakan
media, maupun hak cipta. Oblo
sering mendapati foto-foto jurnalis
buat saya.
Ungkapnya. “Rajin-rajinlah mencari info
mengenai hal-hal yang bisa dijadikan
yang dipakai tanpa ijin untuk keper-
luan komersil. Sementara dari sisi Dan yang
sumber berita. Ingat kita harus sadar fotografernya, Oblo menilai bahwa
penting
skill teknis
bahwa kita harus terus produksi agar akhir-akhir ini kualitas fotografer jur-
bisa dapat penghasilan.” Sambungnya. nalis local meningkat. “Untuk itu saya

sudah ha-
Oblo berpendapat bahwa menjadi mengapresiasi usaha teman-teman
pewarta foto tidak harus selalu men- di Antara dengan kursus fotografi
gandalkan peristiwa. “Obyek jurnalis jurnalistiknya.” Ungkapnya. “sayangnya
rus selesai
dulu.”
tidak harus berupa peristiwa besar dari segi kuantitas, pendidikan foto-
seperti demo, kerusuhan, bencana dan grafi jurnalistik masih sangat kurang.
kejadian-kejadian lainnya. Banyak hal Indonesia masih butuh banyak sekali

22 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 23


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

24 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 25


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

26 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 27


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

28 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 29


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

“Kalau fotonya mam-


dan memulai proses perdamaian dan memotret budaya hal paling mendasar
rekonsiliasi.” Kenangnya. “Pekerjaan ini yang harus dimiliki fotografer tersebut

pu menggugah orang, jadi menarik dan menegangkan waktu


itu ketika bahkan di hari pertama kami
adalah ia harus tahu budaya setempat
terlebih dahulu. Untuk itu, perlu net-

artinya fotonya sudah membawa pengungsi itu kembali ke work ke penduduk setempat. “Komu-

berhasil menghadir-
kampungnya, perlahan-lahan kami dan nikasi menjadi hal mutlak pada saat
para pengungsi ini diintimidasi oleh kita memotret budaya. Karena tidak

kan suasana dan per- pihak yang berkonflik dengan pen-


gungsi ini. Awalnya hanya dilempari
jarang pendekatannya jauh lebih lama
daripada motretnya.”

asaan yang terjadi di batu sesekali, semakin malam semakin

tempat kejadian ke
sering dan menyeramkan intimidasin- Oblo berpendapat bahwa foto jurnais
ya.” Lanjutnya. yang baik adalah foto yang bisa mem-

hadapan penikmat...”
beri arti dan menggugah orang untuk
Berbekal pengalaman meliput di berbuat sesuatu. “Ketika orang melihat

foto tersebut daerah konflik, Oblo memilih untuk


lebih menyenangi fotografi jurnalistik
yang berhubungan dengan budaya.
foto tersebut, harus ada efeknya bagi
si penikmat foto. Lebih baik lagi kalau
foto tersebut bisa mendorong orang
“Motret budaya lebih beragam din- untuk berbuat sesuatu yang positif
amikanya buat saya. Dan yang penting terhadap obyek fotonya setelah ia me-
skill teknis sudah harus selesai dulu.” lihat foto tersebut.” Ungkapnya. “Kalau
institusi pendidikan fotografi jurnalis- Ungkapnya. Oblo berpendapat, untuk fotonya mampu menggugah orang,
tik.” Sambungnya. artinya fotonya sudah berhasil meng-
hadirkan suasana dan perasaan yang
Bercerita mengenai pengalaman paling terjadi di tempat kejadian ke hadapan
berkesan dalam menjalani profesi pew- penikmat foto tersebut sehingga ia
arta foto, Oblo menceritakan tentang bisa merasakan apa yang terhadi di
pengalamannya bekerja untuk sebuah sana.” Lanjutnya.
LSM yang mengurusi masalah pen-
gungsi. “Waktu itu saya diminta mem- Untuk itu Oblo mengajak fotografer-
buat foto-foto rekonsiliasi penduduk fotografer jurnalis muda untuk
Morotae yang mengungsi karena lebih peka terhadap ide, konsep, dan
konflik berbau SARA. Kami membawa kondisi-kondisi social sehingga fotonya
kembali para pengungsi itu ke Morotae bukan sekedar bagus secara teknis tapi

30 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 31


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

32 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 33


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

34 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 35


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

36 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 37


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

“Teknisnya
juga bisa menggugah penikmat foto.
Namun Oblo juga menekankan pent-

harus se- ingnya penguasaan teknis fotografi


sebelum menceburkan diri ke dunia

lesai dulu jurnalis. “Teknisnya harus selesai dulu

supaya ke-
supaya ketika kita memotret tidak dire-
potkan oleh masalah teknis.” Tegasnya.

tika kita Dimintai pendapatnya tentang


kekurangan-kekurangan yang masih

memotret sering dilakukan oleh fotografer pemu-

tidak di-
la, Oblo berpendapat bahwa fotografer
pemula seringkali tidak memperha- teknis yang menjadi hal mutlak.

repotkan
tikan kode etik dalam berfotografi. Dan kekurangan terakhir yang juga
“Sering saya melihat fotografer yang sangat disayangkan adalah kemalasan

oleh ma- memotret tanpa pendekatan ke obyek.


Pada akhirnya obyek merasa tidak
fotografer untuk membuat karya yang
berbeda. “Setiap tahun ada ritual dan

salah tek- dihargai dan jadi kurang kooperatif.” seremoni yang itu-itu lagi di beberapa

nis.”
Ungkapnya. daerah, seperti di yogya ada grebek
gunungan di mana rakyat berlomba-
Selain itu, Oblo merasa masih banyak lomba mengambil berbagai macam
fotografer pemula yang terlalu bergan- bahan makanan yang menempel di
tung pada teknologi digital sehingga gunungan yang dikeluarkan oleh pihak
malas menyelesaikan kemampuan kraton. Tapi jangan sampai setiap
tahun fotonya begitu-begitu saja.
Ambil sudut pandang yang berbeda.
Nggak perlu fokusnya di situ-situ terus
walaupun seremoninya itu-itu terus.”
Tegasnya. Dengan kemauan untuk
menciptakan foto yang berbeda dan
lebih baik, Oblo tidak melihat alas an
fotografi menjadi sesuatu yang mem-
bosankan dan memalukan.

38 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 39


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

40 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 41


JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY

42 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 43


LIPUTANUTAMA LIPUTANUTAMA

WITH VIDEO CONTENT


BEHIND THE SCENE
TUTORIAL
PHOTOGRAPHY TRIP

COMING SOON...
44 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 45
MASTERTOM MASTERTOM

The Truth About


The Moon Landing
Dear friends of The Light magazine!

On 20 July 2009, we celebrate the 40th anniversary of man’s first


landing on the Moon. The big question (and the mother of all
conspiracy theories) is: were the Americans really the first on the
Moon, or was it all staged in a studio?

The simple answer is: BOTH !

My uncle, Stanley Herbrich, was NASA’s Director of “Special Tasks”.


From his legacy, I can show you here - for the very first time -
how these photos came about under a great mantle of secrecy.

Stanley Herbrich spent several years working for Wernher von


Braun, the “father of the Moon landing”. His unconventional
methods were extremely helpful to NASA. He literally “saved”
them on several occasions.

46 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 47


Stanley Herbrich (right), NASA Director of Special Tasks. To his left: Wernher von Braun
MASTERTOM MASTERTOM

Stanley Herbrich was an old friend of through a loudspeaker, so that every-


Wernher von Braun. His was what you one would know in good time when
might call a really explosive career: to run for cover. And that’s how it’s still
from being rocket builder for the Nazis done today.
to becoming NASA production direc-
tor. Von Braun is also seen as the father
of the Moon landing as he built the
huge Saturn rocket which resulted in
the Americans taking the first humans
to the Moon.

Stanley and Wernher worked together


for a long time. They were actually a
pretty odd couple; Wernher being the
proverbial professor and Stanley the
jack-of-all-trades who made educa-
tional films for NASA and, as an aside,
fitted fairgrounds out with ghost trains.
A real buff and inventor with the odd
moment of genius.

Wernher von Braun held Stan in high


esteem because he could always be
relied upon to come up with solutions
for seemingly impossible problems.
What not many people know is that
Stanley invented the countdown. In the
early days, rockets were launched with
a prior warning of “Here we goooo!”,
whereupon everyone immediately
ducked for cover. Stanley Herbrich (left,
Stanley came up with the idea of wearing a hat) at an
counting down from 10 to zero early rocket test

48 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 49


MASTERTOM MASTERTOM

Herbrich belonged to the management circle at NASA’s head-


quarters in Cape Canaveral, and Wernher created the position of
“Special Tasks” just for him. And whether he was controlling the
fuel quality of Mercury engines (simplest test method: lick to
taste) or chasing off coyotes from the premises - Stanley Herbrich
found an unorthodox solution for every “special task”.

As a rocket pioneer, Stanley Herbrich made some significant


research on the development of high-power fuels. Thanks to his
experiences as a Chicago barkeeper in the 1940s, he managed to
concoct some extraordinarily explosive high-power fuels. These
made the flights to the Moon possible in the first place!

Herbrich belonged to the management circle at NASA’s head-


quarters in Cape Canaveral, and Wernher created the position of
“Special Tasks” just for him. And whether he was controlling the
fuel quality of Mercury engines (simplest test method: lick to
taste) or chasing off coyotes from the premises - Stanley Herbrich
found an unorthodox solution for every “special task”.

Everyone duck!

50 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 51


MASTERTOM MASTERTOM

Stanley Herbrich
develops super fuel
in 1965

52 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 53


MASTERTOM MASTERTOM

Not only did he solve small everyday This was Stanley Herbrich’s big mo-
problems, he also always had an eye ment. “I’ll give you photographs of the
for the big picture, particularly dur- back of the Moon, there’s no need to
ing the first NASA crisis. That was in actually send anyone up there!” Hold
1967, when Congress refused to invest on a moment ... how on Earth (excuse
additional billions in the Apollo pro- the pun!) was he going to do that? We
gramme, NASA’s prestige project with can only see the front of the Moon
the key task of landing the first humans from here – what does the back even
on the Moon. But the project turned look like?
out to be absurdly expensive. And with
additional foul-ups like satellites falling
into the sea, astronauts entailed in
scandals, and the odd rocket explod-
ing before even being launched, the
project seemed doomed.

So Congress didn’t want to release any


more funds, and public opinion wasn’t
exactly enthusiastic either – even the
press made fun of the plans for the
Moon landing.

Things came to a head in March 1968


when Stanley was invited to join the
Strategic Department as an informal
consultant. At the time, Wernher von
Braun was chairing an emergency ses-
sion on cartography. “Our budget is still
lacking 1.1 billion dollars for the map-
ping of the back side of the Moon, as
Congress has commissioned us to do.
This is the Moon, isn’t it?
Who the f**k is interested in the back
side of the Moon?”

54 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 55


MASTERTOM MASTERTOM

Stanley opened his folder and unveiled


his photos. “Here are some pictures
of the back side of the Moon.” And
indeed, there they were - dozens of
pictures of craters like you could see on
the Moon ... yet every single one previ-
ously unseen by mankind. Stanley had
done it! Von Braun opened a bottle of
champagne to celebrate the occasion –
another first.

Before I reveal the tricks my uncle used


... can you remember the pictures of
the back side of the Moon? Probably
not! That, you see, was exactly NASA’s
intention, and Stanley did his job
perfectly. To be honest, he simply faked
the photos.
What he needed for the pictures was
a rough surface, ideally grey and full
of craters. And where better to find all
this than on the rusty varnish of his old
Dodge behind the shed of Freddy’s
barber shop? Up close, the varnish
looked exactly like the famous lunar
craters. With his old school microscope,
Stanley made hundreds of “Moon
photos”.
NASA’s cartography team made a
wonderful atlas of the “rear side of the
Moon” - i.e. the damage in the Dodge’s
paintwork - and Congress was satisfied.
This saving alone made the financing Stanley Herbrich takes photos of the paintwork of an old Dodge with a microscope
of the Moon landing possible at all!

56 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 57


MASTERTOM MASTERTOM

In the next issue, you’ll see the incred-


ible photos, how Stanley Herbrich
FAKED the Moon landing!

Let there be light!


MasterTOM
(Thomas Herbrich)

58 EDISI XXIII / 2009 This is what the paintwork looked like close up EDISI XXIII / 2009 59
LIPUTANUTAMA LIPUTANUTAMA

WITH VIDEO CONTENT


BEHIND THE SCENE
TUTORIAL
PHOTOGRAPHY TRIP

COMING SOON...
60 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 61
LIPUTANUTAMA LIPUTANUTAMA

Menguak Citra Negatif


Pehobi Fotografi
Setiap orang, kelompok, profesi
atau grup apapun yang telah eksis harus diingat tendensi tertentu. Proses ini yang
dalam bahasa komunikasi dan market-
selama satu periode waktu tertentu bahwa proses ing disebut sebagai pencitraan.
selalu secara otomatis menciptakan pencitraan bu-
identitas-identitas dan atribut-atribut
kanlah sebuah Proses persiapan pemilu legislatif dan

proses yang
yang menempel pada kelompok pemilihan presiden bisa menjadi suatu
atau perorangan tersebut. Ketika kita pelajaran yang berharga mengenai
menyebut tentara, maka kata-kata berlangsung bagaimana partai politik serta capres
seperti “tegas”, atau “disiplin” muncul.
dan selesai dan cawapres berusaha membentuk
Ketika kita menyebut penegak hu-
kum, kata-kata seperti “kaku”, “pungli” dalam waktu citra mereka. Setiap partai, capres
dan cawapres boleh saja berusaha
mungkin muncul. Begitu juga ketika satu malam. membentuk citra dengan pesan-pesan
kita menyebut profesi “seniman”, maka Proses pen- propaganda dalam iklan-iklan politik
identitas “nyeleneh”, “anti kemapanan”
citraan adalah mereka. Namun harus diingat bahwa

proses yang bu-


dan bahkan “aneh” kerap menempel proses pencitraan bukanlah sebuah
pada profesi ini. proses yang berlangsung dan sele-
tuh waktu yang sai dalam waktu satu malam. Proses
Atribut-atribut yang mencerminkan
identitas tiap orang, tiap profesi atau
panjang. pencitraan adalah proses yang butuh
waktu yang panjang. Di waktu yang
tiap kelompok tercipta secara alami tidak pendek itu audience berusaha
atas tindak-tanduk orang atau kelom- menangkap tindak-tanduk yang secara
pok tersebut, bukan hasil dari penilaian konsisten dilakukan oleh partai-partai
orang yang tanpa dasar atau berdasar politik serta capres dan cawapres.

62 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 63


LIPUTANUTAMA LIPUTANUTAMA

“Banyak
sia. Dan apapun hasilnya, semoga kita stylist, dll. Sementara group terakhir
semua bisa menerima dengan besar adalah mereka yang usahanya menjual
hati dan lapang dada sebagai suatu
fakta yang terungkap atas perilaku
peralatan fotografi. Tujuan dari riset
kecil-kecilan ini adalah untuk mencari fotografer
kita selama ini dan juga yang paling informasi mengenai kesan atau citra
yang men-
dadak jadi
penting adalah niatan untuk berusaha atau identitas apa yang menancap
menciptakan penciptaan yang lebih pada diri fotorgafer dari tiap-tiap group
baik lagi. tersebut.
tidak ter-
Kami bertanya ke empat group yang Jawaban teratas yang muncul dari
tarik berbi-
cara men-
berbeda. Group pertama adalah orang kategori pertama (orang awam) adalah
awam yang hidup disekeliling foto- Narsis. Narsis yang artinya kelewat

genai foto
grafer. Group kedua adalah orang yang mengagumi diri sendiri di atas orang
pernah memakai jasa fotorgafer alias lain masih menjadi citra utama foto-
klien. Group ketiga adalah para model
yang pernah difoto oleh fotorgafer
grafer. “Saya punya banyak teman
fotografer, masalahnya kalau sudah orang lain,
dari berbagai kelas. Group keempat ngomong soal foto, pasti selalu diri
walaupun
pada awal-
adalah orang yang dalam pekerjaannya mereka sendiri yang jadi kiblatnya.”
Bagaiamana dengan fotografi? Citra bekerjasama dengan fotografer, seperti Ungkap Dita, seorang mahasiswi yang
apa yang muncul dan identik dengan
fotografer-fotografer Indonesia? Kami
make up artis, food stylist, fashion berpacaran dengan seorang fotografer.
Sebagian besar responden men- nya san-
tertarik meluangkan waktu untuk men- gatakan bahwa ketika berbicara men-
gat antu-
sias ketika
cari tahu mengenai pencitraan negatif genai foto, walaupun memulai dengan
yang terbentuk terhadap title “foto- foto karya orang lain dan bahkan karya

berbicara
grafer” terutama mereka yang melum fotografer terkenal sekalipun seringkali
lebih dari 10 tahun menekuni fotografi pada akhir pembicaraan pembahasan-
di Indonesia dengan melakukan survey
kecil-kecilan terhadap orang-orang
nya menjadi usaha pengakuan kualitas
foto sang fotografer yang berada di mengenai
yang hidup di sekitar pelaku fotografi situ oleh fotografer itu sendiri. “Banyak
foto hasil
karyanya
Indonesia. Tujuannya tidak lain adalah fotografer yang mendadak jadi tidak
sebagai bahan evaluasi bersama tertarik berbicara mengenai foto orang
mengenai tindak-tanduk kita semua
sebagai para pelaku fotografi Indone-
lain, walaupun pada awalnya sangat
antusias ketika berbicara mengenai sendiri.”
64 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 65
LIPUTANUTAMA LIPUTANUTAMA

foto hasil karyanya sendiri.” Ungkap untuk menjadi seniman juga ikut bagus jadi lebih cepat.” Sambungnya. yang memiliki hobby fotografi yang
Endi, responden lain. berperan meningkatkan gengsi, harga TH melihat tingkat kesulitan yang cukup mendadak merasa bisa melakukan
diri dan kesombongan fotografer. tinggi untuk menjadi fotorgafer di masa pemotretan apapun. “Banyak teman
Di urutan kedua tentang citra seorang “Dulu nggak sembarangan orang bisa lalu akibat hambatan teknologi yang kinisaya yang setelah beberapa bulan
fotografer menurut orang awam, mun- menjadi fotografer, biarpun dari dulu sudah bisa diatasi oleh masalah digital memiliki kamera SLR mendadak me-
cul jawaban “sombong”. “banyak teman siapapun termasuk tukang becak seolah-olah menciptakan euphoria bagi nambahkan kata-kata photography di
saya yang berubah menjadi belagu dan sekalipun bisa membeli dan meng- mereka yang ingin mencicipi title “foto-belakang nama mereka.” Ungkap AT,
merasa paling tahu dan paling hebat gunakan kamera.” Ungkap TH, seorang grafer” yang begitu bergengsi di masa seorang responden. “waktu saya mau
dalam segala hal ketika mulai mendal- fotografer professional. “Permasalah- lalu. “akhirnya, karena sudah merasa nikah dulu, ada setidaknya 5 orang
ami fotografi.” Ungkap Endi. Beberapa annya dulu fotografi masih mendapat berhasil jadi fotografer, jadi merasa layak
yang menawarkan jasa foto pre wed-
responden menduga bahwa profesi banyak rintangan dalam hal teknis, untuk sombong.” Ungkap TH. ding hingga liputan. Karena tidak mau
fotografer yang kerap berhubungan terutama karena tidak bisa langsung mengecewakan teman, saya terima
dengan mahluk-mahluk menarik (baca: jadi dan direview, sehingga asal jepret Semenatra pada kelompok klien, saja tawaran itu dengan bayaran yang
model) membuat mereka merasa men- belum tentu jadi bagus. Kalau seka- muncul citra “over confidence” atau juga telah disetujui. Sayangnya sejak
jadi orang-orang yang memiliki posisi rang tidak lebih dari dua detik setelah dalam bahasa Indonesia sering diartikan pemotretan pre wedding saja sudah
yang istimewa karena bisa berhubun- menjepret, hasilnya sudah bisa dilihat sebagai percaya diri yang berlebih pada berantakan semua. Hasilnya pas-pasan.
gan dengan model. Profesi fotografer dan direview kurangnya di mana, jadi jawaban pertama. Banyak responden Fotonya nggak jauh beda dengan foto
yang diyakini sebagai “jalan instan” kesempatan untuk membuat foto yang mengeluhkan teman/kerabatnya orang awam.” Ungkap Wina, seorang

Profesi fotografer yang diyakini se-


bagai “jalan instan” untuk menjadi
seniman juga ikut berperan mening-
katkan gengsi, harga diri dan kesom-
bongan fotografer.
66 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 67
LIPUTANUTAMA LIPUTANUTAMA

ibu rumah tangga. Lain lagi dengan pitching nggak pernah ada omongan
Beny, lelaki yang berprofesi sebagai gitu.” Ungkap Rini, seorang market-

“Banyak
brand manager di sebuah perusahaan ing manajer sebuah produk makanan.
farmasi ini mengaku sangat kecewa Memang kemudahan yang ditawarkan

teman dengan pencitraan yang muncul pada


diri fotografer. “Pernah suatu saat saya
oleh teknoogi digital pada software
editing foto membuat fotografer

saya yang harus mencari fotografer untuk produk menjadi manja dan sangat bergantung

setelah
baru yang akan saya luncurkan. Karena pada software editing foto, disamping
ini produk yang pertama kali saya banyak juga yang memang terpaksa

beberapa
tangani dari awal, atasan saya memberi menggantungkan diri pada software
kebebasan kepada saya untuk mencari editing foto karena keterbatasan ke-

bulan me- dan memilih fotografer untuk melaku-


kan pemotretan itu. Karena merasa
mampuan berfotografi.

miliki ka- memiliki banyak kenalan yang berpro- Pada kelompok ketiga, yaitu kelompok

mera SLR
fesi sebagai fotorgafer, saya coba saja model dan talent, jawaban terbanyak
lempar informasi tersebut di milis dan yang muncul adalah fotografer yang

mendadak facebook. Dan benar saja belasan foto-


grafer mengajukan diri. Setelah melalui
nggak berani satu lawan satu. “Saya
banyak ditawari job pemotretan,

menam- seleksi portfolio dan harga, didapat- tapi hampir 70% dilakukan ramai-

bahkan
lah satu orang fotografer. Sayangnya ramai.” Ungkap bunga, seorang model
ketika sesi pemotretan bos saya ikut berusia 22 tahun. “Lucunya, ketika

kata-kata
mensupervisi sementara fotografer besok-besoknya ada pemotretan satu
yang ditunjuk ini ternyata tidak bisa lawan satu, di mana fotografernya

photog- mengeksekusi pemotretan ini dengan


baik, walaupun portfolionya cukup
hanya seorang diri, si fotografer malah
terlihat gugup dan canggung. Jangan-

raphy di meyakinkan.” Ungkapnya. jangan memang beraninya keroyokan.”

belakang
Sambungnya. Bunga mengaku lebih
Jawaban kedua terbanyak pada kelom- menyukai sesi pemotretan satu lawan

nama pok klien ini adalah perkataan “nanti


di photoshop aja”. Jawaban ini masih
satu karena hasil yang didapatkan
sudah pasti lebih baik karena kom-

mereka.” menjadi identitas fotografer menurut


para klien. “sedikit-sedikit ngomong
nanti di photoshop aja. Padahal waktu
ando datang dari satu orang fotografer
sehingga ia bisa mencurahkan kemam-
puan atas komando yang jelas dari satu

68 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 69


LIPUTANUTAMA LIPUTANUTAMA

orang fotografer saja. “kalau dikasih kan ditabrak. “seharusnya kalau mau kan lagi karena kita temui di sekeliling
job pemotretan rame-rame biasanya motret, setidaknya fotografer komuni- kita atau bahkan kita lakukan setiap
saya terima karena uangnya saja. Kalau kasi dengan make up artist hasil yang harinya. Tanpa berusaha menghakimi,
hasilnya jadi bosenin, selain nggak mau mereka dapatkan kayak apa sih, sebenarnya temuan-temuan yang
maksimal fotonya jadi mirip-mirip satu kalau perlu tunjukin referensinya, nanti sudah tidak istimewa ini diangkat dan
dengan yang lainnya.” Sambungnya. kita yang Bantu.” Ungkap JL. disajikan sebagai upaya untuk sekali
Yang lebih disesali lagi adalah ketika lagi mengingatkan pelaku fotografi di
beramai-ramai permintaan dari foto- Di kategori terakhir (pedagang pera- Indonesia untuk lebih mengedepankan
grafer yang terlibat terkadang macam- latan fotografi), muncul jawaban gad- kualitas foto di atas hal-hal lain yang
macam. “kalau motretnya rame-rame get mania pada para pehobi fotografi. tidak berhubungan langsung dengan
pasti mintanya mengarah ke yang “Yang masih tanggung-tanggung kualitas fotografi itu sendiri.
aneh-aneh, suruh buka kancing lah, senengnya diracunin soal lensa baru,
suruh angkat rok lah. Lucunya ketika kamera baru, asesoris baru. Dalam
satu lawan satu fotorgafernya malah hitungan hari pasti dibeli.” Ungkap AH,
nggak berani minta yang aneh-aneh.” seorang pedagang peralatan fotografi.
Ungkapnya. “Dari datangnya saja sudah kelihatan,
kalau datangnya bawa tas kamera yang
Hal selanjutnya yang juga dominan fotografer, keluhan yang keluar adalah lumayan gede, dan biasanya bawa
di kelompok model adalah ketidakta- ketidak mengertian sang fotografer kamera atau bahkan lensa-lensanya
huan sang fotografer akan apa yang ia mengenai bidang pendukung fotografi biasanya itu para gadget mania. Se-
inginkan. “banyak fotografer yang ng- tersebut sehingga menyulitkan ko- bagian besar fotonya biasa aja, tapi
gak tahu maunya apa. Di suruh ini, di munikasi di antara mereka. “Seringkali alatnya memang lengkap banget.”
suruh itu, akhirnya disuruh terserah aja. saya memulai make up tanpa arahan Sambungnya. Akhirnya fotografer-
Jadi fotonya jadi nggak jelas konsep dari fotografernya karena fotorgafernya fotografer semacam ini yang menjadi
dan arahannya.” Ungkap Nita, model nggak ngerti mau diapain modelnya. korban dari siasat bisnis pedagang
yang berada dalam satu managemen Akhirnya biasanya mereka cuma bi- peralatan fotografi.
dengan Bunga. lang, yang bagus deh, supaya kelihatan
lebih muda, lebih cakep, lebih tirus, Bagi kita semua, mungkin hasil temuan
Di kelompok profesi pendukung dll” ungkap JL seorang make up artist. di atas bukan sesuatu yang mengejut-
Lebih parah lagi, seringkali JL menemui
fotografer yang justru salah memberi
lighting kepada model tertentu yang
pada akhirnya make upnya jadi hampir
tidak ada gunanya atau malah bah-

70 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 71


CONTEMPORARYPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Ully
Zoelkarnain,
Memberontak
Demi Fotografi
Banyak fotografer professional yang mengawali jalan hidupnya di dunia fotografi
melalui klub fotografi. Klub fotografi memang dipercaya sebagai sebuah sarana
yang baik untuk mengembangkan kemampuan berfotografi. Begitu juga dengan
Ully Zoelkarnain, kecintaannya pada fotografi yang kurang tersalurkan melalui
jalur pendidikan fotografi atau desain mendorongnya bersama beberapa orang
teman satu kampus yang memiliki hobby fotografi untuk membentuk sebuah
komunitas fotografi di Universitas Atma Jaya Jakarta tempatnya menimba ilmu.
Namun sebenarnya hobby fotografi Ully sudah dimulai beberapa tahun sebel-
umnya ketika duduk di bangku SMA. Berawal dari hadiah kamera yang diberikan
oleh orang tua, Ully memulai kecanduannya yang pada akhirnya malah menjadi
senjata makan tuan bagi orang tua yang membelikan kamera tersebut. “Sempat
suatu waktu kamera saya disita orang tua karena nilai kuliah saya nasakom alias
satu koma.” Kenangnya.

Keseriusan Ully dalam menekuni fotografi memang begitu menggebu-gebu


terlebih karena tidak diijinkannya memilih jurusan yang diminatinya di bangku
kuliah. Fotografi seolah-olah menjadi pelarian bagi Ully yang sebelumnya tertarik
untuk berkuliah di bidang desain. Namun keseriusan Ully dalam menekuni
fotografi rupanya tidak bisa dianggap remeh. Selain bergabung dengan klub

72 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 73


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

74 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 75


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

76 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 77


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

78 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 79


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

80 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 81


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

fotografi 51 di Universitas Atma Jaya Ungkapnya. Setelah puas menimba


Jakarta, Ully juga ikut klub fotografi ilmu di majalah a+, Ully pindah ke

“Biarpun fotomedia sebelum akhirnya bekerja di


majalah fotografi yang cukup popular
majalah Soap yang sebagian awaknya
juga berasal dari majalah a+. Bekerja

belajar di di masanya itu. “Biarpun belajar di klub, di majalah Soap, Ully mengaku lebih

klub, tapi
tapi gue nggak cuma sekedar seneng- banyak mendapat kesempatan untuk
seneng. Gue belajar dark room juga di mengeksplorasi kemampuan berfoto-

gue ng- sana.” Ungkapnya. grafinya seiring banyaknya kesempatan


melakukan pemotretan fashion yang

gak cuma Setelah bekerja di majalah Fotome- ia lakukan. Namun begitu, perlahan-

sekedar
dia dan berkenalan dengan banyak lahan Ully mulai sadar bahwa ia bukan
fotografer senior Ully mulai menyadari fotografer fashion. “Gue sadar gue bu-

seneng-
bahwa fotografi bisa dijadikan sumber kan fotografer fashion. Gue lebih suka
penghidupan. “Titik balik gue mungkin foto-foto yang bercerita.” Ungkapnya.

seneng. ketika ketemu Davy Linggar. Mulai saat


itu gue menjadikan fotografi sebagai
“Gue juga suka gambar-gambar yang
orang harus berpikir sedikit waktu

Gue be- way of life.” Ungkap Ully. Kesempatan melihatnya sebelum paham maksud-

lajar dark
bergabung dengan majalah fotografi nya.” Lanjutnya. Ketertarikannya akan
yang juga membawa kesempatan bagi foto jurnalistik yang diduga mendasari

room juga Ully untuk bertemu banyak fotografer


professional benar-benar membawa
ketertarikannya pada foto-foto essay.

di sana.” pencerahan bagi Ully. Selain tertarik


untuk mendalami fotografi fashion,
Ully juga menjadi sangat tertarik den-
Lama kelamaan Ully mulai tertarik
untuk memotret untuk keperluan
iklan. Hingga pada akhirnya suatu
gan dunia jurnalistik terutama setelah saat Sam Nugroho menghubunginya
bertemu Rama Surya. dan menawarinya untuk bergabung
dengan The Looop yang baru saja
Pada tahun 2000 Ully bergabung den- ditinggalkan Heret Frasthio dan Henky
gan majalah fashion a+. “Saya start di Christianto. Karena sudah mengenal
a+ dari bawah, segala macam kerjaan reputasi Sam Nugroho ditambah
asisten saya lakukan sampai akhirnya keinginannya untuk menjadi fotografer
dapat kesempatan untuk boleh motret iklan, Ully pun menerima tawaran Sam
fashion oleh mas Bambang Santoso.” dan bergabung dengan The Looop.

82 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 83


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

84 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 85


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

86 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 87


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

88 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 89


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

90 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 91


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

“Sebelumnya gue cuma fotografer klien dengan senang hati.” Jelasnya.


majalah yang nggak punya banyak
network di dunia advertising. Jadi “Bukan masalah benar Ully mengakui bahwa dalam hal meng-
konsep ia mendapat kebebasan lebih
bergabung dengan The Looop adalah
atau salah, tapi yang banyak ketika berada di majalah karena

penting lo tahu kon-


pilihan yang sangat menarik karena tidak harus selalu menuruti keinginan
The Looop punya reputasi dan network klien. Selain itu segala sesuatu yang
yang sangat baik di kalangan advertis-
ing.” Ungkap Ully menceritakan alasan- sekuensinya. Dan yang berhubungan dengan iklan dan foto-
grafer iklan relatif lebih mahal. “Kalau
nya menerima tawaran Sam Nugroho.
paling penting beru- motret untuk majalah, model nggak

saha sekuat tenaga buk-


“Di The Looop gue nggak perlu pusing usah dipusingin bayarnya gimana,
mikirin management dan marketing karena dibayarin sama majalah. Kalau

tiin bahwa pilihan lo ini


seperti banyak fotografer iklan yang di advertising nggak bisa begitu karena
memulai sendiri usaha fotografi komer- sesuatunya harus terkontrol.” Jelasnya
silnya. Semuanya sudah disediakan
oleh The Looop.” Lanjutnya. benar.” lagi.

Berbicara mengenai pemberontakan-


Ully menilai setiap detik langkahnya nya terhadap keinginan orang tua
meniti jalur karir fotografi sebagai sebuah proses pendewasaan yang nggak mau punya ciri. Ini karena gue
mendidik dia untuk lebih baik lagi. selalu mau nyoba dan belajar hal baru.
“Buat gue Fotomedia seperti SMP gue, Jadi selalu ada perubahan dan perkem-
a+ dan Soap kayak SMA dan masa-ma- bangan.” Jelasnya.
sa kuliah. Sekarang The Looop kayak
S2 gue. Gue banyak dapat ilmu di sini. Menjalani karir di fotografi komersil
Lompatannya jauh beda.” Ungkapnya. tidak membuat Ully melupakan ideal-
“Di sini gue belajar lebih dalam, ada ismenya. Walaupun diakuinya bahwa
proses mengevaluasi dan menganalisa memotret untuk keperluan iklan
pekerjaan yang sudah gue lakukan. memerlukan lebih banyak kompromi
Dan banyak pekerjaan yang lebih varia- dibandingkan dengan bidang lain. Ia
tif di sini.” Lanjutnya. pun merasa belum punya cukup kekua-
saan untuk mendominasi terutama dari
Di tanya mengenai ciri khas, Ully sisi konsep. “Gue belum bisa kayak Sam
merasa dirinya tidak memiliki ciri. “Gue yang bisa lebih mengarahkan klien
nggak ngerasa punya ciri dan memang sesuai kemampuan dia dan dituruti

92 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 93


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

94 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 95


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

96 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 97


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

98 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 99


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

100 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 101


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

“Gue nggak ngerasa punya ciri


dan memang nggak mau pu-
nya ciri. Ini karena gue selalu
mau nyoba dan belajar hal baru.
Jadi selalu ada perubahan dan
perkembangan.”

102 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 103


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

“Sejelek
rus bisa menerima konsekuensinya dan biasanya gue nggak mau motret verti-
bertanggung jawab.” Lanjutnya. cal.” Jelasnya. “Gue lebih suka motret

apapun
square. Kesannya lebih balance. Mau
Berbicara mengenai fotografer-foto- diapain aja enak. Bahkan gue suka

gam-
grafer yang lebih muda, Ully berang- motret orang dengan komposisi dead
gapan bahwa banyak fotografer muda centre di frame yang square. Ada kesan

bar dan
yang bagus. “Dari sisi kualitas bagus- focus yang sangat kuat di tengah.”
bagus. Ini eranya mereka.” Tegasnya. Sambungnya. “Dulu pernah diajarin
Namun Ully mengaku tidak pernah orang bahwa kalau mau menilai foto
menganggp sebuah foto sebagai
foto yang jelek jika si pembuat bisa
teknis- portrait, coba dibalik 180 derajat, masih
bagus nggak kelihatannya. Kalau masih

nya ka-
menjelaskan maksudnya. “Sejelek bagus berarti sudah benar.” Lanjutnya
apapun gambar dan teknisnya kalau lagi. Ully menilai sebuah foto portrait

lau ber-
bermakna jadi bisa bagus.” Sambung- dimulai dari mata si model. “Gue selalu
nya. lihat foto orang dengan lihat matanya

makna
dulu. Kalau matanya udah “narik” bi-
di masa lalu dan memilih menuruti Menyinggung sedikit tentang berkom- asanya gue suka.” Jelasnya.

jadi bisa
passionnya di bidang fotografi bisa posisi dalam fotografi, Ully mengaku
menjadi pelajaran bagi orang lain yang tidak terlalu suka dengan komposisi Ditanya mengenai cara belajar fotografi

bagus.”
bernasib sama. “Bukan masalah benar vertical. “vertical jadi berasa sempit aja. yang efisien dan efektif, Ully menjawab
atau salah, tapi yang penting lo tahu Feelnya tertekan. Kalau nggak terpaksa bahwa sekolah masih menjadi pilihan
konsekuensinya. Dan yang paling pent- paling baik. “Dalam belajar, nggak ada
ing berusaha sekuat tenaga buktiin sesuatu yang instan, semuanya perlu
bahwa pilihan lo ini benar.” Ungkapnya. proses. Tapi kalau kita belajar secara
Ully pun pernah merasakan beratnya otodidak banyak hal yang sebenarnya
lebih membela fotografi dibanding nggak perlu dilalui sehingga perlu
keinginan orang tuanya. “Gue sudah waktu lebih lama.” Jelasnya. Tapi bukan
punya anak ketika gaji gue sebagai berari Ully menganggap remeh jalur
fotografer belum seberapa. Anak-anak otodidak dalam mendalami fotografi.
sekarang banyak yang menghadapi Hanya saja jika ada kesempatan, Ully
masalah yang sama tapi memiliki latar menganjurkan peminat fotografi untuk
belakang yang lebih mampu dari segi mengambil jalur pendidikan formal.
ekonomi.” Jelasnya. “Yang penting ha- “Kalau ada uang, jangan buru-buru

104 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 105


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

106 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 107


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

108 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 109


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

“Kalau ada uang, jangan


buru-buru buka studio,
lebih baik sekolah foto-
grafi yang benar, kalau
perlu di luar negeri.”
110 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 111
COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

112 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 113


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

114 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 115


COMMERCIALPHOTOGRAPHY COMMERCIALPHOTOGRAPHY

“Dulu per-
buka studio, lebih baik sekolah foto-
grafi yang benar, kalau perlu di luar

nah diaja- negeri.” Tegasnya.

rin orang Di akhir pembicaraan kami dengannya,

bahwa ka-
Ully menggarisbawahi kepeduliannya
akan banyaknya fotografer yang meng-

lau mau gunakan software editing foto sebagai


alat untuk menolong foto yang tidak

menilai sempurna. “Boleh saja foto diolah pakai

foto por-
photoshop. Tapi sebaiknya proses digi-
tal imaging tersebut sudah diketahui

trait, coba
dan direncanakan di awal. Jadi bukan
jawaban atas kegagalan kita dalam

dibalik 180 berfotografi.” Tutupnya.

derajat,
masih ba-
gus nggak
kelihatan-
nya. Ka-
lau masih
bagus be-
rarti sudah
benar.”
116 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 117
THEINSPIRATION THEINSPIRATION

Mempertanyakan keharusan!
“kalau kita
Beberapa bulan yang lalu saya ber- bawa karena merupakan tugas. Semen-
bincang-bincang dengan sekelompok tara sebagian lainnya walaupun berupa
mahasiswa yang tergabung dalam
sebuah komunitas fotografi. Mereka berbicara barang-barang pribadi seperti pera-
latan mandi, snack, obat-obatan, se-
bertanya, “mas, apa yang harus saya
tentang ha- limut tetap disampaikan dalam daftar

rus, seolah-
kami lakukan untuk bisa jadi fotografer bawaan yang masih diberi penekanan
professional yang baik.” “harus dibawa”.

Pada kesempatan lain, di sebuah sesi olah kita Mungkin cara kita dididik yang lebih
workshop fotografi seorang peserta
membicara- menyerupai disuapi dibandingkan

kan sesuatu
bertanya kepada pembicara yang dengan mengamati, mencerna,
merupakan fotografer professional mengerti dan memilih sendiri yang bahwa segala sesuatunya merupakan

yang tertulis
yang cukup terkenal, “pak, untuk bisa membuat kita seringkali menggunakan sebuah keharusan? Mengutip perkata-
bikin foto sebagus itu peralatan dan kata-kata harus. Sehingga banyak an seorang sahabat pada sebuah sesi
props apa saja yang harus disiapkan?”
di kitab suci orang yang ketika memperdalam ke-
mampuan berfotografi sering dihantui
tanya jawab sebuah seminar ia berkata

sehingga ke-
kira-kira seperti ini, “kalau kita berbi-
Saya jadi teringat suatu waktu ketika dan dikuasai oleh kata-kata “harus cara tentang harus, seolah-olah kita

alphaan un-
saya masih duduk di bangku sekolah ini… dan harus itu.” Tapi apakah benar membicarakan sesuatu yang tertulis di
dasar. Hari itu adalah hari terakhir se- kitab suci sehingga kealphaan untuk
belum saya dan teman-teman sekelas
pergi berkemah di luar kota. Wali kelas tuk melaku- melakukannya merupakan dosa.”

yang waktu itu seharusnya tidak men-


kannya Ada sekelompok orang yang meyakini

merupakan
gajar, tiba-tiba masuk ruang kelas dan bahwa hidup manusia sudah ditentu-
menyampaikan pengumuman menge- kan oleh Yang Maha Pencipta lengkap

dosa.”
nai daftar barang-barang yang harus dengan detail tindakan dan perkataan
di bawa pada saat berkemah besok. seperti pada sebuah screenplay se-
Beberapa barang yang ada di daftar itu buah film. Orang-orang ini meyakini
memang barang-barang yang wajib di bahwa semua sudah digariskan oleh

118 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 119


THEINSPIRATION THEINSPIRATION

Yang Maha Pencipta sedangkan kita manusia hanya sebagai boneka yang sudah Rutinitas yang rasanya semakin lama semakin hambar dan bahkan tidak ada
tinggal mengikuti screenplay yang sudah digariskan saja tanpa perlu melakukan rasanya lagi. Kalau sudah tidak ada rasanya lagi, bagaimana proses penemuan
improvisasi apalagi memiliki pilihan. pengalaman baru, rasa baru, ketakutan baru, adrenalin baru yang pada akhirnya
akan mentriger indra kreatifitas kita bisa terjadi?
Tapi apakah benar hal tersebut adalah keyakinan yang benar adanya?
Banyak dari kita yang merasa sudah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi Selama dua tahun lebih majalah ini eksis dan berusaha memberi pencerahan,
orang yang kreatif sehingga berhak mengklain diri sebagai orang kreatif namun anda tentunya akan menemui beberapa perkataan dan keyakinan yang berto-
hidupnya masih dijajah oleh keharusan. Kalau bangun harus pagi, makan harus lak belakang antara satu nara sumber dengan nara sumber yang lain? Lalu ada
tiga kali sehari, setiap malam harus mengcharge handphone, bertemu klien harus seorang pembaca setia yang bertanya kepada saya, “mas yang benar yang mana
berpakaian rapi, memotret harus dengan persiapan matang, menjadi professional sih? Kok kemarin ngomongnya A, sekarang ngomongnya B?” Dan jawaban saya
harus melalui proses panjang, menjadi fotografer harus sekolah terlebih dahulu, sederhana, “memang siapa yang bilang harus A dan siapa yang bilang harus B?”
kalau mau kreatif harus banyak baca dan bergaul, dan lain sebagainya.
Bagi sebagian yang masih dalam tahap pencarian kebenaran, maka ia mendapat-
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bukankah kata-kata “harus” membuat kan makna kebenaran ketika menemukan kesalahan. Tapi bagi orang lain yang
kita mengalami sebuah rutinitas yang rasanya mirip-mirip setiap kita lakukan. sudah bosan dengan kebenaran yang selalu mengucilkan kesalahan, ia akan den-

bukankah kata-kata “harus” membuat kita men-


galami sebuah rutinitas yang rasanya mirip-mirip
setiap kita lakukan. Rutinitas yang rasanya sema-
kin lama semakin hambar dan bahkan tidak ada
rasanya lagi. Kalau sudah tidak ada rasanya lagi,
bagaimana proses penemuan pengalaman baru,
rasa baru, ketakutan baru, adrenalin baru yang
pada akhirnya akan mentriger indra kreatifitas kita
bisa terjadi?
120 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 121
THEINSPIRATION THEINSPIRATION

Atau
gan begitu gembiranya menemukan san yang menjajah diri kita. Termasuk
kebenaran lain pada sebuah keyakinan keharusan untuk mempercayai dan
yang diakui orang lain sebagai kesala-
han. mungkin menjalankan semua pemikiran dalam
majalah ini, dan juga majalah-majalah

bisa dis- lainnya? Apakah harus selalu diper-

impulkan
Jalan menuju kreatifitas adalah jalan caya?
yang dinamis, selalu berubah dan se-
lalu menjauh dari apa yang kita jalani.
Ketika kita dan banyak orang menjalani bahwa Pada akhirnya, pencarian kreatifi-
tas mungkin saja menjadi pencarian
pilihan A, maka jalan kreatifitas meng-
kreatifi- terpanjang dan tak berujung di mana

tas sudah
klaim bahwa kreatifitas ada pada pili- tidak ada yang bisa menjamin dan
han B. Namun ketika kita dan banyak menunjukkan jalannya. Terlebih lagi

ditemu-
orang melakukan pilihan B, maka jalan karena seolah-olah kreatifitas se-
kreatifitas berpihak ke tempat lain lagi. lalu menghindar dari pencarian yang

Namun, walaupun menyebalkan dan kan bagi dilakukan banyak orang. Bagaikan
selebriti yang takut dikerumuni masa,
melelahkan kreatifitas memang telah
mereka pakem-pakem kreatifitas juga tiba-tiba

yang jus-
menjadi jalan yang selalu berubah berubah ketika mulai banyak orang
karena anti kemapanan, anti statis yang menganutnya. Atau mungkin bisa
dan anti keharusan. Di mana ujung-
nya, tidak ada yang tahu dan bahkan tru tidak disimpulkan bahwa kreatifitas sudah
ditemukan bagi mereka yang justru
mungkin memang tidak ada ujungnya
pernah tidak pernah merasa menemukannya

merasa
karena semuanya hadir dengan pilihan dan selalu terus mencarinya?
dan konsekuensinya masing-masing.

menemu-
Namun menyerah pada proses penge-
jaran yang melelahkan dan tak ada
ujungnya mungkin juga bukan pilihan
yang baik. kannya
dan selalu
terus men-
Kalau begitu, apa yang harus kita per-
cayai? Bagaimana kita harus menjalani?
Jalan kreatifitas mengajarkan kita
untuk mempertanyakan setiap keharu- carinya?
122 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 123
FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

Michael Kenna:
I am privileged to witness
amazing things
“I am sure that
Seorang bijak pernah berkata, fotografer dapat dikatakan sebagai orang besar
bukan sekedar karena karyanya yang mempesona. Tapi juga pemikirannya.

there have been


Banyak orang bahkan tanpa title fotografer sekalipun pernah menghasilkan foto
yang begitu mempesona, namun fotografer besar selain membuat karya-karya

thousands of paint-
“besar” juga terlihat “kebesaran” dan “kedalaman” kualitasnya lewat kata-kata dan
pemikirannya. Setelah puluhan fotografer yang telah terbukti kualitasnya kami

ers, sculptors, pho-


hadirkan di sini, satu lagi kami menemukan seorang yang membuat semua yang
mendengar pemikirannya menjadi merasa tidak mengerti apa-apa, merasa bukan

tographers, writers,
siapa-siapa. Adalah Michael Kenna, seorang fotografer kelahiran Inggris yang
selain memiliki karya yang begitu mempesona, namun juga memiliki pemikiran

musicians, poets,
yang luar biasa. Tanpa perlu berpanjang lebar, berikut cuplikan pembicaraan kami
dengannya.

How did you know photography? Tell us from the beginning.


etc., who have
greatly influenced
I was born in 1953 in Widnes, Lancashire, England, The youngest of six children
in a working class, Irish-Catholic family. There was certainly no tradition of art

me. The list would


among my family at the time. Growing up I was highly impressed by the Catholic
Church and just before I became 11 years old, I entered a seminary school to train

be very long.”
to become a priest. I left the school when I was 17. Art had been one of my stron-
gest subjects and I went on to study at the Banbury School of Art in Oxfordshire.
Photography was one of many art mediums that I was exposed to as part of the

124 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 125


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

126 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 127


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

“Imagine be-
photojournalism, etc., and did not
know about the rich tradition of land-

ing out at night,


scape photography. Later on, I saw the
works of such luminaries as Bill Brandt,

alone, under star-


Josef Sudek, Eugene Atget, and Alfred
Steigliz. They were profoundly impres-

ry skies, listening
sive and influential. I had studied the
history of art in other courses and I was

to silence, watch-
particularly entranced by the painters
Casper David Friedrich, John Constable

ing the world


and Joseph Turner. But who knows
where influences come from. I am

slowly move,
sure that there have been thousands
of painters, sculptors, photographers,

all senses alive,


writers, musicians, poets, etc., who
have greatly influenced me. The list

thinking, imagin-
would be very long.

ing, and dream-


After graduating, I did some assisting
and printing for an advertising pho-

ing. The camera is


tographer, Anthony Blake. Landscape
photography became my hobby and

course-work. I made images of my sur-


recording, creat-
ing, documenting,
roundings. It was very exciting. I think
I took pictures in my mind from when I

seeing what the


was a child, but my first serious efforts
were made at this time.

I later went onto the London College of


eye cannot see -
cumulative time.”
Printing, where I studied photography
for three years. Initially I studied more
commercial aspects of the medium;
fashion, advertising, sports, still lives,

128 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 129


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

130 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 131


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

“There are mo- passion which I did in the mornings, of life come together magically; condi-

ments when the


evenings and on the weekend when
I wasn’t “working”. It was really only
tions, places, subject matter, inner con-
nections; moments that are singular “Art, in all
elements of life
come together
when I went to the USA in the mid sev- and very special. It is a privilege to be
forms, is
immensely
enties that I considered the possibility present at such times and to have the

magically; con-
of making a living in the fine arts. There possibility to integrate into the scene

subjec-
were photography galleries in New and subjectively interpret. It is an expe-
ditions, places, York and there seemed to be a higher rience that defies description, at least

subject matter,
inner connec-
acceptance of photography as an art
form. I decided to base myself in San
from me. These experiences drive my
photography. I think it is a wonderful tive. I don’t
tions; moments
Francisco, and subsequently lived there way to go through life. I love almost all
know if
anybody
for many years, before moving North aspects of the photographic process;
that are sin- to Portland, Oregon in 2004, and then planning, traveling, searching, image

gular and very


special. It is a
Seattle, Washington in 2007, where I
currently live.
making, seeing the first contact sheets,
printing, exhibiting, making books, can give
privilege to be
everything. I am a very lucky person to
univer-
sal rea-
What interest you on photography? have found this path and am extremely

present at such Imagine being out at night, alone, content.

times and to sons why


under starry skies, listening to silence,
watching the world slowly move, all It seems that you love doing black &
have the pos-
sibility to inte-
senses alive, thinking, imagining, and
dreaming. The camera is recording,
white photography, Please explain
why. something
grate into the creating, documenting, seeing what I believe black and white is immedi-
should be
scene and sub- catego-
the eye cannot see - cumulative time. ately more mysterious because we
Or imagine the sensation of being in see in color all the time. It is also more
jectively inter-
pret.”
a field as the snow falls on a single,
exquisite tree. White all around. Just
subjective. I think it is quieter and more
calm than color. I like to print all my rized as
the sound of snow falling. Or again, own work and I can interpret black and
“good” or
“bad”.”
the crashing of angry waves, pre dawn, white very subjectively in the dark-
against white sand, clouds in the sky, room. It is a personal preference.
a glow on the horizon from the slowly
wakening sun. Then call that “work”. Everybody shoot landscape. But
There are moments when the elements only selected create some good

132 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 133


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

134 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 135


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

136 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 137


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

“There are “great” pho-


ones. What did they missed to make tual curiosity, etc.
it good?

tographs by ordinary
Art, in all forms, is immensely subjec- You do very intense personal project
tive. I don’t know if anybody can give and also commercial project. What

photographers, and
universal reasons why something interesting for us is both project
should be categorized as “good” or output have the same style and the

ordinary photographs
“bad”. I certainly do not have that un- same character. While some photog-
derstanding. Some photographs touch rapher do a very different style &

by “great” photog-
us emotionally, more deeply than oth- character of output when shooting
ers. There are many reasons why this for personal & commercial project.

raphers. Ultimately,
could be, including; choice of subject What do you think about this? Why
matter, technical excellence, aesthetic can’t they do the same?

“great” is a label, sub-


pleasure, personal resonance, intellec- I am very fortunate and due to the

There would really jectively applied.”


be no reason for
anybody to com-
mission me if they success of my landscape work, I have and technique to the client’s needs and

didn’t want the re-


been able to accept commercial work wishes. I would certainly do the same
which allows me to use my personal if my fine art work did not give me any

sulting images to
style of photographing. There would income!
really be no reason for anybody to
Mention one word that describe

be in my style.
commission me if they didn’t want the
resulting images to be in my style. I am your photos
also not sure I could photograph very Sorry, I cant : ) I will leave that answer
well in any other way. Practically speak- for somebody else
ing, most photographers are not in a
position to turn down work and it is What kind of picture deserve labeled
necessary for them to adapt their style as “the great one”?

138 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 139


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

140 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 141


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

142 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 143


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

“Being a
I think a book could be written on Practically, exhibitions give me dead-
this subject! In fact, many have been. lines to finish prints. They help me to
I believe a “great” photograph is in
the mind, heart, soul and spirit of the photog- survey a body of work objectively, and
I am always interested in the viewers
beholder. Some photographs may be
rapher reactions and responses. Exhibitions

means
considered “great” by consensus, others also enable to me to survive because
by single individuals. There are “great” my livelihood is very much based in
photographs by ordinary photogra-
phers, and ordinary photographs by that I hunt print sales.

“great” photographers. Ultimately,


for experi- If there is some kind of checklist

ences. I am
“great” is a label, subjectively applied. to achieved before you press the

“I like to shutter release, what aspect/point

privileged think that


You regularly do exhibition. Do you should be on the list?
think all photographers should do I would suggest that there is some sort
exhibitions regularly? How often?
And please explain the reasons. to witness I am a me-
of resonance, connection or personal
response with the subject matter. But it
I cannot speak for other photogra-
amazing dium for is different for everybody. Sometimes,

things.”
phers. For myself, I think it is important it is a form of therapy just to wander
to share images, whether it is through
others to and photograph. The results may not

see things
exhibitions, web sites, books, calen- even matter. Sometimes it helps to
dars, posters, notecards, etc. I think one see, understand and connect us the
of the prime reasons to be a photog-
rapher is the willingness and even they might world. Sometimes, it does precisely the
opposite and rather than experience
necessity to exhibit what is created.
not other- the world itself we hide behind the

wise have
Being a photographer means that I camera. I like to think that I am having
hunt for experiences. I am privileged to a conversation with whatever I photo-

the oppor-
witness amazing things. I try to record graph. I try not to steal an image, but
and interpret them. I don’t believe I rather acknowledge that a photograph
should hoard the results. I like to think
that I am a medium for others to see tunity to is being made.

things they might not otherwise have


the opportunity to see. I think that I am
really a guide.
see.” I look for an interesting composition,
an arrangement of shapes and to-
nalities. I am drawn to certain lighting

144 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 145


FINEARTPHOTOGRAPHY FINEARTPHOTOGRAPHY

146 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 147


FINEARTPHOTOGRAPHY WATCHER’SANECDOTES

“I like to
Omong
conditions and atmospheres. But it is
all so personal. For example I’ve always
liked to photograph in “conditions”;
mist, rain, snow, etc., where distracting think that
I am hav-
Omong
backgrounds are eliminated or sub-

ing a con-
dued. Sunshine and blue sky has never
appealed to me. Too much light tends
to reveal all the details of a scene and
I am not interested in a perfect photo- versation
with what-
Tentang
copy. I prefer suggestion over descrip-

ever I pho-
tion. I like to use the analogy of haiku
poetry where just a few elements act as

tograph.
catalysts for one’s imagination. Often
I make long time exposures so that

I try not
Ide
detailed water becomes floating mist,
clouds in the sky become blurred mass-
es of tonality and a populated scene
to steal
an image,
becomes empty. The world is pretty
chaotic, seemingly always speeding up
and getting louder and more visually
dense. I am interested in finding and/or but rather
creating calm shelters from the storm,
acknowl-
edge that
places where quiet solitude is encour- “Aku makhluk pelihat yang hidup”
aged and inner contemplation is pos- (Johann Gottlieb Fichte)

a pho-
sible. I think we could all use a break
from time to time... Dalam dunia fotografi, dalam koridor Aksiologi, yang sering disebut

tograph dengan filsafat nilai (kegandrungan pemikiran akan ”untuk apa dan mengetahui),

is being
dimana logika, etika, dan estetika, yang berarti permasalahan dengan benar-
salah, baik-buruk, dan indah-jelek menjadi kajiannya. Salah satu hal yang menjadi

made.”
ukuran dari penilaian itu adalah ide. Seperti biasa, saya akan mengajak Anda
untuk ”berputar-putar” ke masa lalu untuk bermanis-manis kata, mendiskusikan
secara singkat, apa yang saya maksud dengan judul di atas.

148 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 149


WATCHER’SANECDOTES WATCHER’SANECDOTES

IDE DAN IDEALISME

Sebelumnya saya ajak Anda


untuk membuka catatan untuk
menjawab pertanyaan, ”Apakah ide?”
Barangkali catatan saya tidak berbeda
dengan catatan Anda. Mari kita bukti-
kan saja:

Dalam pemahaman sehari-hari, sangat


mudah menunjuk apa itu ’ide’. Anda
memiliki ide untuk memotret Pulau
Ambalat sekaligus memotret Mano-
hara Odelia Pinot yang mungkin segera ke luar. Pertanyaan manakah yang sep ide, karena ia beranggapan bahwa prana metafisis lagi, karena Hegel
menjadi janda kembang, misalnya! Ide lebih nyata, ide di dalam kepala kita ide dapat mengkonstitusi kenyataan berpandangan bahwa kenyataan
itu adalah suatu gambaran di dalam atau kenyataan yang terwujud dari diluarnya. Pandangan Cartesian ini terakhir yang paling nyata itu tak lain
kepala kita yang belum diwujudkan ide itu. Dijawab oleh rasionalisme disebut representasionisme. Konsep daripada ide itu sendiri. Antinomi dari
dengan jawaban bahwa ide di dalam ide menjadi semakin epistemologis ide di sini adalah materi. Materi, yaitu
kepala itulah yang nyata, sedangkan di dalam filsafat Immanuel Kant. Ia dunia inderawi yang berubah-ubah
kenyataan di luarnya hanyalah turunan berpendapat bahwa ide tidak memiliki itu, tak lain daripada ide dalam bentuk
dari ide itu. Ini mengingatkan pada fungsi konstitutif, melainkan hanyalah yang terasing. Ia merupakan ide dalam
pandangan kuno dari Platon tentang fungsi regulatif. Maksudnya, kenyataan bentuk lahiriah.
dunia ide. Namun, berbeda dengan di luar itu tidak diciptakan oleh ide, Sehingga saya yakin dengan deskripsi
filsafat Platon, idea dalam rasionalisme melainkan diketahui melalui ide. Ide itu umum di atas, segera mengingatkan
modern dimengerti sebagai struktur- dapat dibayangkan sebagai kacamata dikotomi antara idealisme dengan
struktur a priori yang melekat di dalam yang menentukan dalam cara kita materialisme. Anda yang menyebut
rasio kita, maka bersifat bawaan sejak melihat kenyataan. Tanpa kacamata itu, diri idealis tentu memiliki catatan yang
manusia lahir. Jadi, sementara konsep kenyataan di luar menjadi kabur, tetapi telah anda hafal dan pahami tentang
ide Platonik bersifat metafisik, konsep kacamata akan membuat struktur idealisme. Karena ”saya belum hafal
rasionalitas tentang ide lebih bersi- kenyataan itu terlihat. Ide itulah yang dan paham benar” maka saya tuliskan
fat epistemologis. Descartes belum menstrukturisasi atau mengkonstruksi kembali tentang idealisme. Istilah ini
sempurna membersihkan diri dari kenyataan di luarnya. Di dalam ideal- mengacu pada satu aliran di dalam
asumsi-asumsi metafisis di balik kon- isme Hegel, konsep ide mendapatkan sejarah filsafat Barat modern yang

150 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 151


WATCHER’SANECDOTES WATCHER’SANECDOTES

pengetahuan, idealisme adalah se- Platon memetakan pandangannya


buah pandangan metafisis, yakni aja- tentang kondisi manusia atau tentang
ran tentang realitas. Itu dalam bahasa pengetahuan manusia. Tentu saja
F. B. Hardiman. Setali tiga uang, S. G. dalam bentuk simbolik yang berkaitan
Ajidarma mengatakan dalam pan- dengan realitas secara keseluruhan
dangan idealisme bahwa kenyataan (versi kisah ini seperti yang dituturkan
dunia ini bergantung pada kepen- kembali oleh Bryan Magee).
gamatan subyek, sedangkan yang
diamati tidak mempunyai obyekti- Imajinasikan, kata Platon,
fitas sama sekali. Sehingga, dunia sebuah gua besar di bawah tanah yang
yang dirasakan oleh panca indera terhubung dengan dunia luar melalui
pun tetap bergantung dari subyek sebuah lorong sangat panjang se-
pemilik indera-indera tersebut. Jadi, hingga cahaya matahari tidak mampu
jika Anda adalah fotografer idealis, menerobos ke dalam gua itu. Sekelom-
bagaimana bentuk fotograf-fotograf pok manusia gua sebagai narapidana
Anda? Jika Anda adalah penikmat yang melihat ke arah dinding, membe-
berpandangan bahwa kenyataan anggota tubuh sendiri pun mereka
fotograf yang idealis, bagaimana cara lakangi pintu masuk gua. Tangan dan
akhir yang sungguh-sungguh nyata itu tidak mampu. Yang dapat mereka lihat
Anda memandang fotograf-fotograf kaki mereka terikat rantai yang sangat
adalah pikiran (idea) dan bukanlah di hanyalah dinding di depan mereka
di hadapan Anda? kuat, leher mereka pun dipasangi alat
luar pikiran (materi). Realitas itu sama saja. Mereka telah berada dalam situasi
yang membuat mereka tidak dapat
luasnya dengan pikiran, maka yang semacam itu sepanjang hidup mereka,
MANUSIA GUA menggerakkan kepala, terpasung.
nyata itu rasional dan yang rasional yang mengakibatkan mereka tidak
Jangankan untuk memandang satu
itu nyata. Benda-benda di luar pikiran, mengetahui hal lain apa pun, sedikit
Marilah, kita dengar kembali sebuah sama lainnya, bahkan untuk melihat
seperti alam, masyarakat, dsb. Tidak pun.
cerita, yang saking terkenalnya sem-
mempunyai status ontologisnya, yaitu
pat saya pikir untuk tidak perlu ditulis
tidak sungguh-sungguh nyata. Tak ada Di belakang punggung
kembali pada rubrik ini. Tapi apa
benda-benda di luar pikiran, seperti mereka, terdapatlah api unggun yang
salahnya mendengar kisah ”purba”
misalnya kamera di depan kita, sebena- menyala besar. Tanpa sepengetahuan
jika barangkali masih memiliki man-
rnya adalah ide atau pikiran dalam mereka, terdapat sebuah dinding set-
faat?!
bentuk lahiriah. Di sini, idealisme meru- inggi kepala manusia dewasa di antara
pakan radikalisasi dari rasionalisme api unggun dan mereka. Di seberang
Anda pasti pernah mendengar
Barat yang dimulai sejak Descartes. dinding terdapat orang-orang yang hi-
tentang kisah ”Mitos Gua” dari tulisan
Berbeda dari rasionalisme yang lebih buk-sibuk, hilir-mudik, kesana-kemari,
Platon yang berjudul Republik.
epistemologis, yakni ajaran tentang mengangkut barang di atas kepala.

152 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 153


WATCHER’SANECDOTES WATCHER’SANECDOTES

gungan, gelisah, terasing, tersiksa, gema di dinding.


dan tidak mengerti, tidak memahami
apa-apa, dan ia pun akan cenderung Untuk mengerti kisah dari
berpaling kembali untuk meman- Republik Platon di atas, coba dilihat
dangi tembok bayangan itu saja, yakni diri kita, masyarakat fotografi (foto-
kenyataan yang dipahaminya. Andai grafer, penikmat fotograf, dst.) sebagai
Bayangan dari benda-benda itu jatuh
ia dipaksa keluar dari gua itu ke dunia orang-orang yang terpenjara dalam
pada dinding di hadapan para manu-
yang terang benderang penuh den- pikiran-pikiran dan tubuh kita sendiri,
sia gua akibat cahaya api dan gema
gan derai cahaya sinar matahari, ia dan hanya ditemani oleh ”manusia gua
suara orang-orang yang mengangkut
akan buta sesaat dan kebingungan. fotografi” lainnya. Kita tidak mampu
barang memantul-mantul di dinding
Perlu waktu yang cukup lama sebe- memahami diri manusia lain, bahkan
gua ke pendengaran para narapidana.
lum akhirnya ia bisa untuk mempu- diri kita sendiri, yang sejati. Yang kita
Menurut Platon, yang dilihat dan
nyai kemampuan memandang atau alami langsung bukanlah kenyataan,
dialami oleh para manusia gua seumur
memahami apa yang ada di sekitarnya. melainkan apa yang ada dalam pikiran
hidup mereka hanyalah bayangan-
Tetapi, begitu ia sudah terbiasa den- kita. mata biru berambut merah.
bayangan serta gema suara-suara.
gan keadaan di dunia luar itu, jika ia Andai sapi dan kerbau atau kuda atau
Dalam keadaan sedemikian rupa, wajar
dikembalikan lagi ke dalam gua, justru OIDOS/EIDOS singa memiliki tangan dan dapat men-
jika mereka mengasumsikan bahwa
kini ia akan terbutakan sekali lagi, kali gambar, dan dapat membuat patung,
bayangan dan gema itu adalah satu-
ini akibat kegelapan. Jika ia berkisah ...kebenaran yang pasti, tak seorang Maka kuda akan menggambarkan
satunya realitas yang ada. Pembicaraan
tentang kenyataan di atas kepada pun tahu, dewa-dewa mereka seperti kuda,
mereka pun pasti hanya akan merujuk
teman-temannya sesama penghuni Tak akan ia tahu, entah tentang dewa- Sapi dan kerbau akan menggambarkan
pada ”kenyataan” itu serta pengalaman
gua, mereka tidak akan dapat mengerti dewa dewa-dewa mereka seperti sapi dan
mereka tentang ”kenyataan” tersebut.
karena mereka tidak tahu bahasa lain Atau tentang segala hal yang ku- kerbau
selain bayang-bayang dan pantulan katakan, Masing-masing akan membuat dewa-
Bila ada seorang manusia gua
Kalaupun harus mengungkapkan dewa seperti bentuk tubuh mereka
dapat melepaskan diri dari rantainya,
kebenaran terakhir, sendiri.
ia sudah terlalu kaku karena seumur
Ia sendiri tak mengetahuinya, (Xenophanes, abad 6 SM)
hidup selalu terbelenggu dalam situasi
Sebab segalanya hanya dugaan demi
setengah gelap, sehingga hanya untuk
dugaan belaka. Spirit tentang ”paham ideal”
menggerakkan kepala pun akan sangat
yang membentuk dunia Barat pada
menyakitkan baginya, dan cahaya yang
Kata orang Ethiopia, dewa-dewa berh- masa klasik, telah menciptakan sebuah
lebih besar dari cahaya api unggun
idung pesek berkulit hitam. dunia kenyataan dan dunia seni, men-
yang ada di gua itu sangat menyilau-
Kata orang Thracia, dewa-dewa ber- jadi berpusat pada Tuhan, atau yang
kan matanya. Ia akan merasa kebin-

154 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 155


WATCHER’SANECDOTES WATCHER’SANECDOTES

perupakan kesamaan padanannya, misalnya oidos/eidos dari Platon atau milik delapan puluh derajad dengan pema-
Immanuel Kant dalam noumenanya. Penggambaran mengenai dunia kenyataan haman dunia modern mengenai ide
dan dunia seni, merupakan gambaran logosentrisme, yakni gambaran tentang –sejak Descartes mengemukakan ”je
dunia sebagai perwujudan ide-ide transenden di dalam dunia fisik yang bersifat pense, donc je suis”- yang merupakan
konkret. bangunan mental manusia, yang bersi-
fat subyektif. Bukan penilaian-penilaian
Ketika Sokrates, guru Platon bertanya, ”Apa itu keindahan?”, ia tidak mengingink- berdasarkan selera-selera subyektif
an penjelasan tentang definisi kata, melainkan hendak menemukan hakikat dari yang dimaksud di sini, melainkan
suatu entitas abstrak yang ada. Sokrates memandang entitas-entitas itu bukan ’kekuatan subyek’. Konsep ini mengacu
sebagai sesuatu yang berada di suatu tempat atau pada waktu tertentu, melain- pada kesadaran manusia atau kemam-
kan sebagai sesuatu yang mempunyai keberadaan umum, menyeluruh, universal, puan rasionalnya. Setiap aktivitas pen-
yang tidak menggantungkan diri pada ruang dan waktu. Sebuah fotograf yang getahuan selalu mengandung dua hal:
indah yang kita jumpai di sekitar kita dan tindakan berani yang dilakukan ses- subyek atau sesuatu yang mengetahui
eorang selalu berlangsung dengan cepat, tetapi hal itu merupakan pengambilan dan obyeknya atau sesuatu yang ia ke-
bagian dalam hakikat keindahan sejati atau keberanian sejati. Itulah ideal-ideal dan dapat dipahami oleh akal budi. tahui. Dengan subyektifitas kemudian
yang tak dapat punah, yang mempunyai keberadaannya sendiri. Sehingga yang paling penting adalah dimaksudkan bahwa kenyataan yang
bahwa keteraturan itu sesungguhnya diketahui itu lebih merupakan hasil
Pemikiran yang tersirat tentang sifat moral dan nilai-nilai itu digeneralisasi oleh eksis. konstruksi pihak yang mengetahui
Platon terhadap seluruh kenyataan. Seluruhnya di dunia, tanpa kecuali, hanya dan bukanlah sesuatu yang ada pada
bersifat sementara saja, sekedar tiruan yang fana –mimesis- dari sesuatu yang Masih dalam pendapat Platon, dirinya lepas dari bayangan pihak yang
bentuk idealnya -dari situlah asal-usul kosa kata ”Ideal” dan ”Form/Bentuk”- mem- bahwa dunia kenyataan tak kurang mengetahui. Kemampuan rasional ini
punyai keberadaan yang abadi, tak bisa rusak di luar ruang dan waktu. dari sebuah perwujudan sesuatu yang juga yang membuat individu-individu
memiliki sifat transenden, yang dise- dalam masyarakat modern menjadi
Platon mendukung kesimpulan gurunya dengan alasan-alasan dari berbagai sum- butnya oidos/eidos –ide, bentuk-. Pada yakin bahwa manusia adalah ’pemeran’
ber. Sebagai contoh, Platon rupanya melihat bahwa semakin manusia mendalami sebuah ”kanvas”, secara esensial sudah sejarah dan bukan obyek atas nasib
dunia fisik, kian jelas hubungan-hubungan matematika ternyata terwujud dalam terlukis ide atau bentuk yang bermula
segala hal di dunia jasmani. Seluruh kosmos, alam semesta seumpama memberi dari sesuatu yang berada di luar diri
contoh tentang keteraturan, harmoni, proporsi, atau keseluruhan dunia fisik manusia. Seorang fotografer, misalnya,
dapat diungkapkan dengan menggunakan rumus-rumus matematika. Sejalan jika menggunakan pemikiran Platon,
dengan Pythagoras, bagi Platon hal itu mengungkapkan bahwa, di balik segala hanya merealisasikan ide-ide transen-
ketidakteraturan dan kekacauan di muka bumi, terdapat suatu keteraturan yang den ini ke dalam wujud nyata sebuah
memiliki idealitas dan kesempurnaan matematika. Keteraturan ini memang fotograf. Tentu saja pengertian Platon
sering tidak tampak oleh mata, namun dapat ditangkap dengan jelas oleh pikiran, mengenai eidos berbeda seratus

156 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 157


WATCHER’SANECDOTES WATCHER’SANECDOTES

buta. Konsep-konsep lain, seperti 20 berpendapat bahwa yang kita sebut Dengan belajar semakin banyak, dan
individualitas, kebebasan eksisten- pengetahuan yang mewujud misalnya mengubah ide-ide
sial, otonomi moral dapat ditautkan dalam paham akan ide-ide dan ideal- berkat apa yang kita pelajari, kita se-
dengan konsep epistemologis tentang ideal sebenarnya hanyalah pendapat makin mendekati
subjectum itu. Dengan memusatkan atau kesimpulan yang didasarkan atas Kebenaran. Namun ide-ide itu tetaplah
diri pada kesadaran manusia, filsafat informasi yang tidak lengkap, dan selalu
modern merupakan filsafat subyek. secara fundamental selalu dapat digan- Ide-ide kita sendiri. Selalu ada unsur-
Dalam rasionalisme, subyektifitas ini tikan dengan sesuatu yang mungkin unsur menebak di dalamnya”.
tak lain dan tak bukan daipada cogito lebih mendekati kebenaran. Menu-
atau kesadaran murni. Dalam empir- rut Popper gagasan itu pertama kali Pertanyaan kita kemudian
isme dia adalah subyek yang mengob- dikemukakan oleh Xenophanes, filsuf adalah mengapa seseorang (misalnya
servasi. Dalam idealisme ia adalah Roh melainkan sebuah kategori manifesta- pra-Sokrates. Kata Xenophanes: fotografer) memilih ide yang satu dan
atau Idea. Dalam filsafat Jean-Jacques si, tingkat kenyataan, yang memiliki menolak yang lain? Menurut Fichte pili-
Rousseau, dia adalah ”kami otentik”,. sifat superior, adimanusia terhadap ”Pengertian manusia tentang berbagai han itu tergantung pada macam orang
Dalam filsafat eksistensialisme Soren dunia konkret. hal merupakan yang memilihnya; jadi tergantung pada
Aabye Kierkegard dia adalah ”aku ciptaan manusia sendiri, demikian pula kepentingan dan kecenderungan.
otentik”. Kembali kepada Platon, pusat Bagi seniman, misalnya dalam halnya dengan pengetahuan. Fichte berkata:
dalam pemahamannya mengenai Abad pertengahan, yang melihat dunia
kenyataan, adalah keutamaan peran sebagai pancaran roh adimanusia, ”Was fur eine Philosophie man wahle,
eidos dalam merumuskan kenyataan, begitu tidak mungkin menggambar- hangt davon ab, was man fur ein
sementara obyek-obyek fisik yang tam- kan manusia dan seni tanpa dimensi Mensch ist.”
pak sebagai kenyataan itu sendiri, tak spiritual, berbanding terbalik dengan
lebih dari perwujudan darinya. Eidos dunia modern, yang selalu ”mencoba Ah iya…bukankah fotografer adalah
bukanlah sebuah abstraksi konseptual melenyapkan’ dimensi-dimensi adima- juga makhluk pelihat yang hidup?
yang diciptakan oleh pikiran manusia, nusia itu, dan memfokuskan perhatian-
nya pada dunia fisik. Di dalam dunia
spiritual, citra ketuhanan menguasai
representasi. Tanda-tanda ketuhanan Siddhartha Sutrisno
memenuhi dunia citraan. Semangat
ketuhanan menampakkan dirinya ke
dalam dunia benda-benda, dunia oidos
menampakkan dirinya pada dunia
fenomena. Karl Popper, filsuf abad ke-

158 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 159


WHERETOFIND WHERETOFIND

JAKARTA Plaza 89, 1st Floor Jl. Rasuna Said Kav BANDUNG Universitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami
Telefikom Fotografi Universitas Prof. Dr. X-7 No. 6 PSFN Nothofagus (Perhimpunan PAF Bandung Kompleks Banceuy Per- 36A 57126 Solo, Jawa Tengah
Moestopo (B) Jalan Hang Lekir I, JakSel; Seni Fotografi PT Freeport Indonesia) PT mai Kav A-17,Bandung 40111; Jepret
Indonesia Photographer Organization (IPO) Freeport Indonesia Plaza 89, 1st Floor Sekretariat Jepret Lt. Basement Labtek IXB YOGYAKARTA
Studio 35, Rumah Samsara, Jl.Bunga Jl Rasuna Said Kav X-7 No. 6; CybiLens PT Arsitektur ITB, Jl Ganesha 10, Bandung Atmajaya Photography club Gedung
Mawar, no. 27, Jakarta Cyberindo Aditama, Manggala Wa- Spektrum (Perkumpulan Unit Fotografi Unpad) PUSGIWA kampus 3 UAJY, jl. babarsari
Selatan 12410; Unit Seni Fotografi nabakti IV, 6th floor. Jl.Gatot Subroto, jl. Raya Jatinangor Km 21 Sumedang, no. 007 yogyakarta; “UKM MATA” Akademi
IPEBI (USFIPEBI) Komplek Perkantoran jakarta 10270; \FSRD Trisakti, Kampus A. Satyabodhi Kampus Universitas Pasundan Jl. Seni Rupa dan Desain MSD Jalan Taman
BankIndonesia, Menara Sjafruddin- Jl. Kyai Tapa, Grogol. Surat menyurat: Setiabudi No 190, Bandung Air Photogra- Siswa 164 Yogyakarta 55151; Unif
Prawiranegara lantai 4, Jl.MH.Thamrin jl.Dr. Susilo 2B/ 30, Grogol, Jakbar; SKRAF phy Communications Jalan Taman Pramu- Fotografi UGM (UFO)Gelanggang mahasiswa
No.2, Jakarta; UKM mahasiswa IBII, Fotografi (Seputar Kamera Fikom) Universitas SAHID Jl. ka 181 Bandung 40114 UGM,Bulaksumur, Yogya; Fotografi Jurnalis-
Institut Bisnis Indonesia (FOBI) Kampus Prof. Dr.Soepomo, SH No. 84, Jak-Sel tik Club Kampus 4 FISIP UAJY Jl Babarsari
STIE-IBII, Jl Yos SudarsoKav 87, Sunter, 12870 One Shoot Photography FIKOM UPI YAI PURWOKERTO Yogyakarta; FOTKOM 401 gedung Ahmad
Jakarta Utara; Perhimpunan Penggemar jl. Diponegoro no.74, JakPus Lasalle Col- ECOLENS Sekretariat Bersama FE UN- Yani Lt.1 Kampus FISIPOL UPN “Veter-
Fotografi Garuda Indonesia(PPFGA) PPFGA, Jl. lege Sahid Office Boutique Unit D-E-F\ SOED, Jl HR Bunyamin No.708 Pur- an” Jl Babasari No.1, Tambakbayan, Yo-
Medan Merdeka SelatanNo.13, Gedung (komp. Hotel Sahid Jaya). Jl. Jend Sudir- wokerto 53122 gyakarta, 55281; Jurusan Fotografi Fakultas
Garuda Indonesia Lt.18 ; Komunitas man Kav. 86, Jakarta 1220 Jurusan Ilmu Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Jl.
Fotografi Psikologi Atma Jaya, JKT Jl. Jendral Komunikasi Universitas Al-Azhar Indonesia SEMARANG Parangtritis Km. 6,5 Yogyakarta Kotak
Sudirman 51, Jakarta.Sekretariat Bersa- PRISMA (UNDIP) PKM (Pusat Kegiatan Maha- Pos 1210; UKM Fotografi Lens Club Universi-
Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran baru,
ma Fakultas Psikologi Atma Jaya Ruang siswa) Joglo Jl. Imam Bardjo SH No. 1 tas Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29
Jak-Sel, 12110; LSPR Photography Club
G. 100; Studio 51 Unversitas Atma Jaya, Jl. Semarang 50243 Yogyakarta 55281
London School of Public Relation Campus
Jendral Sudirman 51, Jakarta; Perhim- MATA Semarang Photography Club FISIP UNDIP
B (Sudirman Park Office Complex) Jl.
punan Fotografi Tarumanegara Kampus I Jl. Imam Bardjo SH. No.1, Semarang; SURABAYA
KH Mas Mansyur Kav 35 Jakarta Pusat
DIGIMAGE STUDIO Jl. Setyabui 86A, Sema- Himpunan Mahasiswa Penggemar Fotografi
UNTAR Blok M Lt. 7 Ruang PFT. Jl. Letjen 10220 FOCUS NUSANTARA Jl. KH Hasyim
rang Jl. Pleburan VIII No.2, Semarang (HIMMARFI) Jl. Rungkut Harapan K /
S. Parman I JakBar; Pt. Komatsu Indonesia Ashari No. 18, Jakarta; e-Studio Wisma
50243 4, Surabaya; AR TU PIC; UNIVERSITAS
Jl. Raya Cakung Cilincing Km. 4 Jakarta Starpage, Salemba Tengah No. 5, JKT
CIPUTRA Waterpark Boulevard, Citra
Utara 14140; LFCN (Lembaga Fotografi Can- 10440; Roxy Square Lt. 1 Blok B2 28-29,
SOLO Raya. Surabaya 60219; FISIP UNAIR JL.
dra Naya) Komplek Green Ville -AW / 58- Jkt; Neep’s Art Institute Jl. Cideng Barat
HSB (Himpunan Seni Bengawan) Jl. Tejo- Airlangga 4-6, Surabaya;
59, Jakarta Barat 11510; HSBC Photo Club 12BB, Jakarta ; POIsongraphy ConocoPhillips
moyo No. 33 Rt. 03/ 011, Solo 57156;
Menara Mulia Lt. 22, Jl. Jendral Gatoto d/a Ratu Prabu 2 Jl.TB.Simatupang kav Lembaga pendidikan seni dan design visimedia MALANG
Subroto Kav. 9-11, JakSel 12930; XL Pho- 18 Jakarta 12560; NV Akademie Jl. Janur college Jl. Bhayangkara 72 Solo, FISIP MPC (Malang Photo Club) Jl. Pahlawan Trip
tograph Jl. Mega Kuningan Kav. E4-7 No. Elok VIII Blok QG4 No.15 Kelapa Gading Fotografi Club (FFC) UKM FFC No. 25 Malang JUFOC (Jurnalistik Fotografi
1 JakSel; FreePhot (Freeport Jakarta Photog- permai Jakarta 14240 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Club) student Centre Lt. 2 Universitas
raphy Community) PT Freeport Indonesia

160 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 161


WHERETOFIND WHERETOFIND

Muhammadiyah Malang. Jl. Raya Jl. Komplek Monang B/16 Lubuk Buaya SOROWAKO
Tlogomas No. 246 malang, 65144; UKM Padang - Sumatra Barat Sorowako Photographers Society General
KOMPENI (Komunitas Mahasiswa Pecinta Seni) Facilities & Serv. Dept - DP. 27, (Town
kampus STIKI (Sekolah Tinggi Informa- PEKANBARU Maintenance) - Jl.
tika Indonesia) Malang, Jl. Raya Tidar CCC (Caltex Camera Club) PT. Chevron Pasific Sumantri Brojonegoro, SOROWAKO
100 Indonesia, SCMPlanning, Main Office 91984 - LUWU TIMUR, SULAWESI SELA-
229, Rumbai, Pekanbaru 28271 TAN
JEMBER
UFO (United Fotografer Club) Perum taman LAMPUNG GORONTALO
kampus A1/16 Jember 68126, Jawa Malahayati Photography Club Jl. Pramuka Masyarakat Fotografi Gorontalo Graha
Timur;Univeritas Jember (UKPKM Tegal- No. 27, Kemiling, Bandar Lampung, Permai Blok B-18, Jl.Rambutan,
boto) Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa 35153. Lampung-Indonesia. Telp. Huangobotu,Dungingi, Kota Gorontalo
Universitas Jember jl. Kalimantan 1 no 35 (0721) 271114
komlek ged. PKM Universitas Jember AMBON
68121 BALIKPAPAN Performa (Perkumpulan Fotografer Maluku)
Total Photography Club (TPC). ORSOSBUD - jl. A.M. Sangadji No. 57 Ambon.(Depan
BALI Seksi Budaya Total E&P Indonesie Kantor Gapensi
Magic Wave Kubu Arcade at Kuta Bun- Jl. Yos Sudorso Balikpapan kota Ambon/ Vivi Salon)
galows Bloc A3/A5/A6 Jl. Benesari,
Legian-kuta KALTIM ONLINE PICK UP
Badak Photographer Club (BPC) ICS Depart- POINTS:
MEDAN ment, System Support Section, PT www.thelightmagz.com
Medan Photo Club Jl. Dolok Sanggul Ujung BADAK NGL, Bontang, www.estudio.co.id
http://charly.silaban.net/;
No. 4 Samping Kolam Paradiso Medan, Kaltim, 75324; KPC Click Club/PT Kaltim
www.studiox-one.com ;
Sumatra Utara Prima Coal Supply Department (M7 Bu- http://www.focusnusantara.com/articles/
20213 UKM FOTOGRAFI USU Jl. Perpusta- liding), PT Kaltim Prima Coal, Sangatta thelightmag.php
kaan no.2 Kampus USU Medan 20155
SAMARINDA MAILING LIST:
BATAM MANGGIS-55 STUDIO (Samarinda Photog- thelightmagz-subscriber@yahoogroups.com
Batam Photo Club Perumahan Muka kun- raphers Community) Jl. Manggis No. 55
ing indah Blok C-3, Batam 29435 Voorfo, Samarinda
Kaltim
PADANG
KOMUNITAS FOTOGRAFI SINKRO

162 EDISI XXIII / 2009 EDISI XXIII / 2009 163

You might also like