You are on page 1of 14

Kewajiban Dokter terhadap Pasien

Sejak mulai adanya hubungan dokter-pasien, hukum


menetapkan kewajiban-kewajiban sebagai berikut :
1. Kewajiban dokter untuk memiliki pengetahuan dan
ketrampilan profesinya. Apabila seseorang sudah
menyandang gelar dokter dan sudah memperoleh izin
praktek, maka dari dirinya harus dapat diharapkan,
bahwa ia setidak-tidaknya mempunyai kemampuan,
kepandaian, dan ketrampilan dari seorang dokter rata-
rata yang setingkat. Jika ia seorang spesialis maka tolak
ukurnya juga dari seorang spesialis di bidangnya yang
rata-rata.
2. Ia harus mempergunakan ilmu pengetahuan
dan ketrampilannya dengan hati-hati, wajar, dan
teliti, sebagaimana juga dilakukan oleh dokter
lain dalam situasi dan kondisi yang sama.
3. Seorang dokter harus memakai pertimbangan
yang terbaik. Dokter pun seorang manusia yang
bisa saja membuat kesalahan dalam
melaksanakan tugasnya, asal saja tidak sampai
tergolong kesalahan kasar (gross negligence).
Kelalaian
Kesalahan medik kasar (gross medical mistakes)
pada umumnya dianggap sebagai kelalaian.

Kelalaian (delicta ommissionis) adalah


melanggar suatu peraturan pidana karena tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
sehingga merugikan pasien.
Seorang dokter dapat dianggap telah berbuat
kelalaian apabila dapat dibuktikan bahwa :
a) Adalah suatu standar praktek medik untuk
melakukan uji-uji diagnostik tertentu di
dalam kasus-kasus semacam ini.
b) Bahwa dokter itu tidak mempergunakan uji-
uji tersebut dan sebagai akibat tidak sampai
menegakkan diagnosa dan memberikan
pengobatan yang tepat.
c) Bahwa sebagai akibatnya, pasien jadi
menderita luka atau telah kehilangan
kesempatannya untuk disembuhkan dari
penyakitnya.
Berbagai macam kelalaian :
a. Kelalaian tidak merujuk
b. Lalai tidak konsultasi dengan dokter terdahulu
c. Lalai tidak merujuk pasien ke rumah sakit
dengan peralatan/tenaga yang terlatih
d. Tidak mendeteksi adanya infeksi
e. Lalai tidak memberi surat rujukan (tidak
bertanya lagi kepada pasien)
f. Instruksi per telepon
g. Tidak bisa dihubungi per telepon
h. Lalai karena kurang pengalaman
i. Kelalaian jelas sehingga beralihnya beban
pembuktian
j. Pengetesan ukuran “but for” (walaupun
demikian)
Sesudah melakukan anamnesis, seorang dokter
harus memeriksa pasiennya. Jika seorang dokter
tidak melakukan pemeriksaan atau kurang teliti
melakukannya sehingga tidak terdeteksi adanya
suatu penyakit khusus, maka ia dapat
dipersalahkan.
Hukum Medik
• Sifat hukum medik adalah kasuistis.
• Asas hukum medik :
– Hak atas pelayanan kesehatan
– Hak untuk menentujan nasib sendiri
• Hukum medik :
– Memiliki ciri-ciri Hukum Medik Modern, seperti kasus-
kasus kelalaian medik (medical negligence)
– Dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang medik dengan cepat
– Berjalinan dengan bidang etik kedokteran
– Tidak memperdulikan bahkan menerobos batas-batas
ilmu hukum yang dikenal oleh para pengacara
– Adanya pengertian seperti hak otonomi, persetujuan
(consent), bicara sejujurnya, rahasia, kepercayaan
– Hukum medik mempunyai ukuran sendiri, yaitu sifat
ada tidaknya “kelalaian medik” (medical negligence)
– Ukurannya bukan berdasarkan hasil dari tindakan
dokternya, tetapi berdasarkan ketelitian dan kehati-
hatiannya serta dasar standar yang berlaku
Syarat Pembuktian
• 4-D :
– D-uty
Harus ada hubungan Dokter-Pasien, sehingga ada
kewajiban Dokter untuk mengobati pasien.
– D-ereliction
Terdapat suatu Penyimpangan dari “Duty” pada
pihak Dokter karena ternyata ia tidak melakukan
kewajibannya menurut standar profesi.
– D-amage
Sehingga timbul suatu Kerugian.
– D-irect Relationship
Namun harus ada kaitan secara langsung antara
tindakan yang dilakukan oleh Dokter dan kerugian
yang timbul. Yang terakhir ini dinamakan “But for
test”.
Kelalaian dalam Hukum Pidana
• KUHP Indonesia Pasal 359 dan 360 :
Yang dimaksud kesalahan adalah : sifat
kesalahan yang agak kasar, sangat tidak hati-
hati, tidak waspada atau kelalaian berat
• KUHP Pasal 359 :
Seseorang dapat dipersalahkan karena
kelalaian telah menyebabkan matinya
seseorang
• KUHP Pasal 307:
Seorang dokter dipersalahkan karena telah
memberi obat suntik yang salah.
• UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
yang digantikan oleh UU No. 36 Tahun 2009
Pasal 29

You might also like